Tinta Media: Solusi
Tampilkan postingan dengan label Solusi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Solusi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Februari 2024

Batilnya Solusi Dua Negara


Tinta Media - Serangan zionis Isra3l ke Gaza yang telah menewaskan 28.340 jiwa dan melukai 67.984 pasca serangan Tofan Al-Aqso oleh Hamas pada 07 Oktober 2022. Merupakan kejahatan perang yang luar biasa dan di kategorikan genosida. Pada saat ini serangan zionis di arahkan ke pengungsi warga Gaza di Rafah, maka mulai saat ini tidak ada lagi tempat yang aman di Gaza karena Rafah adalah tempat terakhir bagi mereka, yang sebelumnya sudah enam kali berpindah-pindah dalam pengungsian. 

PBB, Liga Arab dan negara-negara lainnya menyeru Israel untuk menarik pasukannya dari Gaza dan melakukan gencatan senjata serta kembali melakukan perundingan dengan solusi dua negara yang pertama dicetuskan oleh Amerika. 

Sesungguhnya apabila kita melihat masalah Palestina adalah masalah penjajahan, oleh Zionis Israel, yang diawali sejak dilaksanakannya kongres Zionis di Swiss pada tahun 1897 yang di gawangi oleh Theodor Herzl. Pada waktu itu Herzl sudah sukses mendapatkan dukungan dari negara-negara Eropa seperti Inggris, Jerman dan Italia. Untuk menembus ke penguasa Palestina yaitu Khilafah Utsmani, negara-negara Eropa tersebut dijadikan penekan kepada Sultan Abdul Hamid II (Khalifah Usmani), yang kala itu pemerintahan Utsmani sedang menghadapi krisis keuangan dan banyak berhutang dengan negara-negara Eropa. Ini merupakan kesempatan yang terbaik bagi Herzl untuk bisa mempengaruhi kebijakan politik Sultan. Dengan perantara penentu-penentu kebijakan dari negara-negara Eropa, Theodore Herzl dapat berdialog dengan Sultan Abdul Hamid II. 

Pada bulan Juni tahun 1896 Herzl berkunjung ke Konstantinopel pada kunjungan ini dia ditemani oleh Neolaski yang mempunyai hubungan dekat dengan Sultan. Pada saat itu terjadi dialog antara Sultan dengan Neolaski. Kala itu Sultan berkata padanya, "Apakah mungkin bagi orang-orang Yahudi untuk tinggal di tempat lain selain Palestina?". Neolaski menjawab, "Palestina dianggap sebagai tanah tumpah darah pertama bagi orang-orang Yahudi, oleh karena orang-orang Yahudi sangat merindukan untuk bisa kembali ke tanah itu." Sultan menimpali, "Sesungguhnya Palestina tidaklah dianggap tempat kelahiran pertama bagi orang-orang Yahudi saja, namun juga oleh semua agama yang lain." 

Maka Sultan Abdul Hamid Il segera mengirimkan surat pada Herzl melalui perantara temannya. Neolaski, dalam surat itu disebutkan, "Nasihatilah temanmu Herzl agar dia tidak mengambil langkah-langkah baru dalam masalah ini, sebab saya tidak bisa mundur dari tanah suci ini (Palestina) walaupun hanya sejengkal sebab tanah ini bukan milik saya, dia adalah milik bangsa. dan rakyat saya. Nenek moyang saya telah berjuang demi mendapatkan tanah ini, mereka telah menyiramnya dengan ceceran darah. Maka biarkan orang-orang Yahudi itu menggenggam jutaan uang mereka. Jika negeriku tercabik-cabik, maka sangat mungkin mendapatkan Palestina tanpa ada imbalan dan balasan apa pun. Namun patut diingat bahwa hendaknya pencabik-cabikan itu dimulai dari tubuh dan raga kami. Namun tentunya saya juga tidak akan menerima, raga saya dicabik-cabik sepanjang hayat di kandung badan." 

Semenjak itu keinginan Herzl membeli tanah Palestina untuk sementara gagal sampai terjadinya perang dunia I tahun 1914-1918 antara Jerman dan Khilafah Usmani melawan negara -negara sekutu Eropa dan Rusia dan kemenangan di pihak Eropa dan Rusia. Negara Khilafah Utsmani runtuh pada Maret 1924. Perjanjian Sykes-Picot tahun 1916, membagi wilayah Khilafah Utsmani antara Inggris, Perancis dan Rusia, dia menetapkan status internasional untuk Palestina. Pada tahun 1917, menteri luar negeri Inggris, Arthur James Balfour menyatakan dalam sebuah surat kepada Lord Walter Rothschild, salah tokoh penting kampanye zionis, "bahwa ia mendukung orang-orang Yahudi untuk mendirikan tanah air di Palestina." 

Sejak itulah migrasi besar-besaran orang Yahudi dari berbagai negara ke Palestina, dan pada tanggal 14 Mei 1948 negara Israel di deklarasikan. Mulai saat itulah pengusiran, penggusuran rumah-rumah, pencaplokan tanah dan pembantaian penduduk Palestina terjadi sehingga wilayah yang dikuasai Zionis Israel mencapai lebih dari 80% 

Dengan melihat sejarah tersebut di atas, sesungguhnya permasalahan Palestina adalah masalah penjajahan oleh Zionis Israel, yang ini terjadi karena hilangnya penjaga Palestina yaitu Daulah Khilafah. Maka dari itu solusi yang syar'i untuk Palestina adalah kembalikan penjaganya yaitu Khilafah dan usir Zionis Israel dari Palestina dengan jihad fisabilillah. Allahu akbar!


Oleh: Samsudin
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 14 Februari 2024

Utang Itu Solusi atau Masalah?


Tinta Media - Isu  utang saat ini, bukanlah sesuatu yang dianggap tabu lagi. Begitu merebaknya fasilitas utang yang tersedia saat ini, baik yang bersifat konvensional maupun berbasis daring (online). Utang hampir mengena kepada siapa pun, mungkin Anda juga pernah punya pengalaman terkait persoalan utang? 

Isu  utang di masyarakat saat ini sudah dianggap sesuatu yang lumrah  dan seakan menjadi satu-satunya solusi terhadap permasalahan keuangan. Di sisi lain utang kerap kali menimbulkan persoalan yang memberikan dampak buruk dimasyarakat. Dampak buruk utang tidak saja mengena kepada kalangan masyarakat biasa, akan tetapi hingga kalangan pengusaha. 

Dampak buruk utang bisa bersifat ringan sampai berat, dari gangguan kesehatan fisik hingga mental, dari perselisihan kecil dalam rumah tangga sampai timbulnya perceraian, dari pertengkaran kecil sampai timbulnya kriminalitas. 

Peristiwa baru-baru ini membuktikan dampak buruk berutang, yakni peristiwa terbunuhnya seorang pengusaha burung di Kota Medan, Bernama Baharuddin Siregar (71) tewas dibunuh pegawainya sendiri inisal EP (41) karena persolan utang Rp 5 juta (Kompas.com, 2024). Kejadian berlangsung di Kelurahan Sei Sikambing, Kecamatan Helvetia, Kota Medan pada Minggu (14/1/2024).

Karenanya menjadi penting bagi halayak untuk memahami dengan benar  seputar utang,  faktor penyebab dan bahaya yang ditimbulkannya. Berutang dalam pandangan Islam adalah boleh, akan tetapi lebih cenderung dicela, karena berpotensi menyeret pelakunya kepada berutang yang diharamkan. 

Faktor penyebab yang menjadi alasan merebaknya utang dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Alasan yang bersifat langsung adalah (1) Memenuhi kebutuhan hidup, faktor kesulitan ekonomi menjadi alasan berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup, biaya Kesehatan, dan biaya anak sekolah, (2) Tidak mampu membedakan antara keinginan dengan kebutuhan, sebagai contoh seseorang yang membeli sepatu yang bermerek dengan seseorang yang membeli sepatu tidak bermerek, padahal fungsi sepatu tersebut adalah sama, yakni digunakan untuk alas kaki, (3) Merasa mampu membayar, situasi ini sering kali terjadi pada seseorang yang memiliki pendapatan tetap, seperti pegawai negeri sipil atau karyawan, (4) Kompetisi sosial masyarakat dan gaya hidup, sering kali pandangan masyarakat yang menganggap banyaknya harta adalah perwujudan kesuksesan, menjadikan seseorang ingin mengejar dan berupaya maksimal mencapainya, meskipun dengan cara utang, (5) Modal untuk usaha, sering kali alasan modal untuk membangun atau mengembangkan usaha menjadi alasan pelaku usaha berutang. 

Adapun faktor penyebab yang bersifat tidak langsung adalah diterapkannya sistim yang memisahkan aturan agama dengan aturan kehidupan (sekuler). Produk sistim sekuler dalam bidang ekonomi adalah sistim ekonomi kapitalis. Sistem tersebut dijalankan dengan basis utang riba, yaitu tambahan yang disyaratkan dan diterima pemberi pinjaman sebagai imbalan dari peminjam dalam transaksi pinjaman uang, uang yang seharusnya hanya digunakan sebagai alat tukar, akan tetapi berubah  menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Keadaan ini mendorong maraknya bisnis uang  yang terwujud dalam lembaga-lembaga keuangan dengan menawarkan kemudahan pinjaman berbunga. Dalam sistim ekonomi kapitalis, utang adalah amunisi untuk memperoleh keuntungan berupa bunga pinjaman. Makna pinjaman yang dimaksud disini adalah utang qard (transaksi utang yang obyek transaksinya khusus mengena kepada mata uang /alat tukar). Pandangan Islam sendiri terhadap pinjaman (qard)  yang mengandung bunga (riba) adalah diharamkan secara mutlak (QS. Al Baqarah : 275). Penerapan sistim ekonomi kapitalis yang berlangsung saat ini, tidak lepas dari sekularisasi  yang diadopsi dari pemikiran barat. Dampak yang ditimbulkan adalah merosotnya pemikiran umat Islam dalam semua sendi kehidupan, termasuk tidak menjadikannya aturan Islam sebagai standar sistim ekonomi umat. 

Perilaku utang akan memberikan konsekuensi bagi pelakunya, berupa bahaya utang di dunia dan di akhirat. Di antara sekian banyak bahaya utang di dunia, enam di antaranya adalah (1) Utang itu membuat candu sebagaimana narkoba, seseorang yang telah selesai dengan angsuran utangnya, biasanya kecanduan dengan membuka utang baru, dan begitu seterusnya, (2) Utang akan terus bertambah, karena utang itu membuat candu pelakunya, tanpa disadari utangnya semakin bertambah, biasanya awal berutang nominalnya masih sedikit, akan tetapi semakin lama nominal utang yang diajukan bertambah semakin besar, (3) Utang menyebabkan rusaknya keharmonisan suami-istri, bahkan tidak sedikit kejadian perceraian yang disebabkan oleh persoalan utang, sebagai mana dikutip dari media masa yang memberitakan penyebab utama perceraian rumah tangga inisial T (suami) dan inisial A (istri) adalah masalah ekonomi, utang  disebut-sebut sebagai salah satu penyebab keretakan rumah tangga mereka (Kumparan, 2023), (4) Merasa dipercaya oleh lembaga pemberi pinjaman, ini merupakan pemahaman yang keliru, karena tidak ada satu pun transaksi pinjaman dilaksanakan tanpa agunan yang menyertainya, itu mengindikasikan bahwa pihak pemberi pinjaman (kreditur)  tidak pernah percaya kepada peminjam (debitur), (5) Membayar kepastian dengan ketidakpastian, apa yang pasti dalam pinjaman (qard)? Yakni waktu jatuh temponya,  denda keterlambatan bayar, bunga yang wajib dibayarkan, aset yang diagunkan, lelang agunan bila gagal bayar, sedangkan perolehan pendapatan dari apa yang diusahakannya, tidak ada yang menjamin kepastiannya, (6) Terdorong melakukan perbuatan kriminal, fakta tersebut sebagaimana terjadi pada peristiwa di kota Medan. 

Adapun konsekuensi bahaya utang di akhirat, satu di antaranya adalah terhalangnya masuk  Surga meskipun mati dalam keadaan syahid. Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah Saw bersabda, “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang.” (HR. Muslim). Sedangkan bagi seseorang yang melakukan transaksi utang dengan riba (qard), ancaman Allah Swt sangat mengerikan sebagaimana tertuang dialam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 275, “….Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. 

Bila dicermati dengan seksama, apakah utang itu solusi atau masalah? Dengan memperhatikan dampak yang ditimbulkan, kecenderungan utang lebih banyak menimbulkan permasalahan baru, terlebih utang yang masuk katagori pinjaman (qard) dengan bunga (riba), akan menghantarkan pelakunya kepada perbuatan yang diharamkan. Selama sistim ekonomi kapitalis diterapkan, selama itu pula budaya utang akan terus berlangsung. Utang dalam sistim ekonomi kapitalis merupakan amunisi untuk memperoleh keuntungan, sedangkan riba itu sendiri adalah mesin penghisap uang masyarakat, uang akan menumpuk dan lebih banyak beredar  pada kalangan pemilik modal, dampaknya tingkat kemiskinan dipastikan akan terus bertambah. Karenanya  dibutuhkan upaya perubahan dengan mengganti sistim kapitalis dengan sistim lain yang memberikan keadilan. Sistim tersebut tidak lain adalah sistim Islam yang mencakup di dalamnya penerapan ekonomi Islam. Hanya Islam yang bisa menjadi solusi tuntas segala bentuk keruwetan persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat saat ini. 

Purwokerto, 27 Rajab 1445 H / 08 Februari 2024 M 

Oleh: Amir Mahmudin
Sahabat Tinta Media

Senin, 12 Februari 2024

Bansos: Alat Politik untuk Memenangkan Suara atau Solusi untuk Kemiskinan?



Tinta Media - Presiden Jokowi telah memberikan berbagai bantuan sosial (bansos) sejak akhir tahun lalu, seperti bantuan pangan berupa beras 10 kg, BLT El Nino Rp 200 ribu per bulan, dan BLT mitigasi risiko pangan Rp 200 ribu per bulan. Menurutnya, bansos tersebut bertujuan untuk menguatkan daya beli masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah, di tengah kenaikan harga pangan yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai negara.
(detik.com 2/2/2024) 

Kendati Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemberian bansos sama sekali tidak berkaitan dengan keuntungan politik bagi paslon tertentu dalam Pemilu 2024 dan sudah melalui persetujuan mekanisme dari DPR dan dana APBN. Namun, penyaluran bansos tersebut dianggap sebagai alat politik untuk memenangkan suara dalam Pemilu. 

Hal itu bisa di katakan wajar terjadi, akibat sebagian orang beranggapan bahwa pemberian bansos merupakan cara untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat. Oleh karena telah banyak pihak-pihak yang mencoba memanipulasi penyaluran bansos dengan memprioritaskan penerima bansos yang akan memberikan dukungannya pada calon tertentu dalam pemilihan. 

Hal ini menunjukkan bahwa dalam era demokrasi, kekuasaan dianggap sebagai sumber tujuan yang harus diperoleh dengan segala cara. Sebagai sistem politik yang menganut kebebasan, segala peluang akan dimanfaatkan. Namun, pada kenyataannya sistem ini jelas-jelas mengabaikan aturan agama dalam kehidupan. 

Kemiskinan merupakan masalah kronis di banyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, negara seharusnya mengentaskan kemiskinan dengan cara komprehensif dan dari akar permasalahan. Mereka harus memahami bahwa memberikan bantuan sosial (bansos) saja sepanjang waktu tidak akan memberikan perubahan besar. Terlebih lagi, semakin banyak bantuan sosial yang diberikan menjelang pemilihan umum, semakin meresahkan masyarakat karena bantuan tersebut cenderung disalahgunakan oleh sejumlah orang. 

Di sisi lain, kesadaran politik yang rendah, rendahnya pendidikan, dan kemiskinan yang menimpa, membuat masyarakat berpikir pragmatis sehingga mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan pasti lebih membutuhkan bantuan dan saat bantuan tersebut diberikan, maka mereka akan cenderung menaruh harapan dan akan tergantung pada pemberi bantuan tersebut. Masyarakat juga akan cenderung menjadi pemilih yang mudah dipengaruhi atau bahkan dibeli dengan pemberian bantuan sosial. 

Maka jika kita bertanya, mungkinkah kesejahteraan bisa didapatkan dalam sistem kapitalisme demokrasi saat ini? Tentu saja tidak. Karena demokrasi cenderung mendukung kekuatan kapitalis yang mempromosikan liberalisasi pasar dan perdagangan bebas, sehingga mengabaikan kelompok yang lebih lemah. Itulah mengapa kemiskinan masih tinggi secara relatif dan sulit untuk diatasi, sebab negara selalu tunduk pada kekuatan pasar. 

Hal ini tentu saja jauh berbeda dengan paradigma Islam. Negara memiliki kewajiban untuk menjamin kesejahteraan rakyat satu per satu. Selain itu, pemimpin dalam Islam adalah raa'in atau pengurus urusan umat sehingga harus aktif mencampuri kehidupan rakyatnya, dengan tujuan menciptakan kesejahteraan. Melalui berbagai mekanisme yang sejalan dengan metode Islam untuk mencapai keberhasilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, melalui sistem ekonomi Islam. 

Keunggulan sistem ekonomi Islam terlihat  dari pengaturan dan pemisahan kepemilikan harta secara jelas, pengelolaan harta dengan mengutamakan pembelanjaan wajib, sunnah, dan mubah, distribusi kekayaan secara adil tanpa penimbunan, memajukan sektor riil yang tidak eksploitatif, menciptakan mekanisme pasar internasional yang adil tanpa intervensi harga dan memberikan sanksi ta'zir pada pemanfaatan harta haram, dan menerapkan mata uang berbasis emas dan perak sebagai alat tukar internasional yang universal. Semua ini bertujuan mencapai kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan. 

Islam pun mengajarkan bahwa segala bentuk kekuasaan adalah amanah, dan penguasa harus bertanggung jawab di hadapan Allah SWT. Dalam artian, penguasa wajib mengurus rakyat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, negara juga harus mengedukasi rakyat dengan nilai-nilai Islam, termasuk dalam memilih pemimpin. Hal ini bertujuan agar rakyat memiliki kesadaran atas kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang menjalankan amanah dan jujur, jelas akan lebih berkualitas, karena keimanannya dan takwa kepada Allah SWT, serta memiliki kompetensi sebagai bekal dalam memimpin tanpa perlu pencitraan agar disukai rakyat. 

Oleh karena itu, dalam rangka mengentaskan kemiskinan, negara perlu memberikan pendidikan yang layak dan berkualitas. Sebab salah satu faktor rendahnya kesadaran politik adalah kurangnya pendidikan dan informasi yang benar. Dengan pendidikan yang layak dan berkualitas, masyarakat akan lebih mudah memahami situasi politik dan lingkungannya. Ini akan meningkatkan kesadaran politik mereka dan membuat mereka lebih mudah untuk memilih calon pemimpin yang kompeten dan berkualitas. 

Dalam kesimpulannya, keberhasilan sebuah negara tidak hanya dinilai dari kekuatannya dalam perekonomian saja, namun juga dinilai dari kualitas kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia, kita perlu memahami situasi politik dan berbagai persoalan yang tengah di hadapi bangsa, salah satunya kemiskinan. Sedangkan sebagai seorang pemimpin, penting untuk memiliki kepekaan sosial dan menjalankan amanah dengan kejujuran serta mengutamakan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan serta berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan. 

Dan sebagai umat muslim, penting untuk kita mengutamakan nilai-nilai ini dalam berpolitik dan mengambil keputusan yang selaras dengan ajaran Islam. Dengan menerapkan Islam secara kaffah, maka kita akan menjadi generasi yang mampu mengatasi berbagai masalah yang ada di Indonesia. 

Wallahu'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Selasa, 30 Januari 2024

Islam, Solusi Kunci Penyelesaian Konflik Agraria


Tinta Media - Menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), selama periode 2009-2022, setidaknya ada 4.107 kasus konflik agraria di Indonesia. Pada tahun 2023 saja, setidaknya ada 241 kasus. Konflik tersebut melibatkan area seluas 638,2 ribu hektare, serta berdampak pada 135,6 ribu kepala keluarga (KK) (databoks.katadata.co.id). Kasus ini terus berulang, bahkan meningkat.

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika menyampaikan belum melihat perubahan yang dilakukan pemerintah untuk menuntaskan kasus ini. Bahkan kemauan politik (political will) pemerintah dipandang lemah terkait kasus agraria.

Belum lagi catatan KPA selama periode pemerintahan 2015-2023 yang mengungkap 2.363 kasus kriminalisasi penyerangan terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah, dengan total 3.503 korban, dan 72 di antaranya tewas. Seakan-akan rakyat diusir paksa dari tanahnya, demi mengklaim hak guna usaha negara (kompas.id).

Sangat jelas ditunjukkan kepada kita bahwa pemerintah sudah tak sanggup mengatasi sengketa agraria. Memang, di dalam sistem pemerintahan saat ini sudah terlalu banyak kepentingan yang harus dijalankan. Hal ini merupakan keniscayaan dari sistem kapitalisme, yang memprioritaskan para pemilik modal dan perolehan materi terlebih dahulu.

Hukum UU Cipta Kerja dan aturan turunannya pun ikut melanggengkan kepentingan penguasa. Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Saurlin P. Siagian menilai, setiap era kepemimpinan selalu menyisakan konflik agraria yang belum selesai. Sumber dan aktor yang terlibat dalam konflik pada umumnya sama, baik dari kalangan dunia usaha, pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat (kompas.id).

Sejak awal, tata kelola agraria seharusnya tidak didasarkan pada kebebasan kepemilikan. Hal ini melegalkan siapa pun yang memiliki modal menguasai tanah. Saat ini, berdasarkan Peraturan Pemerintah 20/2021 terdapat celah untuk penguasaan tanah langsung oleh pemerintah. Celah tersebut memungkinkan pengusaha atau pemilik modal berkuasa menentukan kebijakan negara yang menguntungkan kelompoknya. Selain itu, hukum lain terkait masalah agraria masih belum cukup jelas dan rinci, serta bisa dieksploitasi oleh perusahaan yang tertarik dengan kekayaan alam yang bukan haknya.

Dengan begitu, kebijakan-kebijakan yang diterapkan ini terbukti tidak mampu dan tidak akan menjadi solusi penyelesaian konflik agraria. Landasan kebebasan kepemilikan yang ada di sistem kapitalisme saat ini memungkinkan hukum diotak-atik oleh kaum korporat.

Sedangkan, kepemilikan di dalam hukum Islam memiliki prinsip yang berbeda. Rasulullah SAW bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Sebuah lahan dapat memiliki padang rumput, air, atau api/sumber api (yakni gas alam, minyak bumi, dan sebagainya). Ketika terdapat SDA pada suatu lahan, maka tidak bisa diambil alih oleh perseorangan, apalagi perusahaan, untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya. Semua harta umum itu akan dikelola negara. Hasilnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Namun, ketika SDA itu jumlahnya sedikit, individu boleh mengelolanya.

Adapun kepemilikan individu terhadap lahan di dalam Islam akan dihormati dan dilindungi, jelas tidak akan direbut paksa atas dasar selembar sertifikat. Negara juga akan memberikan tanah kepada rakyat ketika mereka bisa menghidupkan tanah tersebut.

Setiap aturan Islam dibuat dengan jelas, dan tidak akan menghambat kesejahteraan rakyat. Kunci penyelesaian konflik agraria sesungguhnya ada pada penerapan aturan Islam. Kasus ini tidak akan terulang karena Islam sangat jelas membagi dan mengatur kepemilikan. Aturan Al Khaliq yang sempurna, tidak akan memperpanjang masalah seperti sistem buatan manusia.


Oleh: Annisa Nanda Alifia 
(Mahasiswi)

Minggu, 21 Januari 2024

Banjir Melanda, Sistem Islam Solusinya



Tinta Media - Banjir besar  melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojongsoang Kabupaten Bandung. Sedikitnya dua ribu rumah terendam akibat banjir. Jumlah itu
kemungkinan masih bertambah karena sulit untuk mendapatkan data yang konkret di tengah kepungan banjir.

Suska Puji Utama,
selaku Kepala pelaksana harian BPBD Kabupaten Bandung mengatakan bahwa dari angka sebanyak itu, tidak semua korban banjir mengungsi. Sebagian masih bertahan di rumahnya karena dianggap masih aman.

Banjir yang melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat terjadi akibat tanggul sungai Cigede di Kampung Lumajang Peuntas, Desa Citeurep, Kecamatan Dayeuhkolot mengalami jebol. Tanggul jebol itulah yang membuat air sungai meluber sampai ke pemukiman warga. Akibat luapan itu, setidaknya ada ribuan rumah warga yang terkena banjir.

Sampai Jumat pagi, ketinggian di beberapa titik mulai menyusut. Namun, masyarakat tetap harus waspada mengingat hujan kerap turun saat sore hingga malam hari.

Melihat banjir besar saat ini dan kejadian bencana lainnya, seperti longsor dan angin puting beliung beberapa waktu lalu, pihak pemerintah daerah belum menentukan status tanggap darurat. BPBD bersama pihak terkait lainnya akan mengadakan rapat evaluasi berkaitan dengan bencana ini, apakah sudah memenuhi unsur tanggap darurat atau belum.

Sungguh, bencana banjir yang terus terjadi di negeri ini seharusnya menjadi peringatan keras bahwa ada yang salah dalam tata kelola lingkungan dan alam yang dilakukan manusia. Sebab, hujan diturunkan oleh Allah Swt. tentu sebagai anugerah bagi manusia untuk penghidupan, bukan sebagai musibah atau bencana. Meskipun di saat yang sama, orang beriman akan memandang musibah banjir sebagai bagian dari qadha Allah yang tidak bisa ditolak.

Kesabaran dan keridaan pun menjadi dua sikap yang harus dipilih dalam menghadapi musibah ini, sebab sikap demikian akan mengantarkan pada terhapusnya dosa. Selain itu, bagi orang beriman, musibah banjir tentu semakin menyadarkan mereka bahwa betapa lemah manusia di dunia ini, hingga tidak mampu menolak ketentuan-Nya dan betapa manusia butuh terhadap pertolongan Allah kapan pun dan di mana pun.

Tidak ada yang layak disombongkan manusia di dunia ini. Namun, sikap sabar dan rida harus dibarengi dengan tindakan dan aksi ke depan demi membangun kehidupan yang lebih baik, termasuk mengurangi potensi terjadinya bencana dan meminimalkan atau meringankan dampaknya.

Allah Swt. berfirman,

"Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah akibat perbuatan kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dosa-dosa kalian)." (QS. Asy Syura: 30)

Hal itu terlihat jelas dalam kasus musibah banjir. Banjir disebabkan oleh naiknya neraca air permukaan. Neraca air ditentukan empat faktor, yaitu curah hujan, air limpahan dari wilayah sekitar, air yang diserap tanah dan ditampung oleh penampung air, dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan ke luar.

Dari keempat hal itu, hanya curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tiga faktor lainnya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, termasuk kebijakan-kebijakan yang di keluarkan oleh penguasa. 

Sebagaimana disampaikan oleh Walhi, kebijakan deforestasi yang boleh dilakukan pihak korporasi secara masif telah menjadi penyebab utama berkurangnya daerah resapan air hingga berdampak pada mudahnya terjadi banjir saat musim hujan. Kebijakan yang hanya menguntungkan pemilik modal dan merugikan rakyat tersebut adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme-sekuler di negri ini.

Negara dalam sistim kapitalisme-sekularisme hanya bertindak sebagai regulator yang pro-oligarki, bukan pengurus dan pelindung rakyat.
Berbagai produk regulasi yang dihasilkan seperti UU Omnibus Law cipta kerja misalnya, nyata telah merusak alam dan merampas ruang hidup masyarakat.

Oleh karena itu, kunci untuk mengakhiri segala musibah, termasuk banjir adalah dengan beralih dari ideologi sistem sekularisme-kapitalisme menuju ke sistem yang diridai oleh Allah, yakni sistem Islam. 

Penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan hanya terwujud dalam institusi negara Islamiyah. Sistim Islam akan melakukan pengelolaan tanah, lahan SDA, dan lingkungan  hidup sesuai syariat Islam.

Dalam sistem Islam, negara berfungsi sebagai junnah atau pelindung, oleh karena itu, sistim Islam, akan melakukan upaya preventif dalam mengatasi bencana banjir. Demikian pula dalam upaya kuratif dan rehabilitatif terbaik jika musibah banjir terjadi.

Dalam sistem Islam, upaya preventif dilakukan dengan menetapkan pembangunan yang ramah lingkungan. Sistem Islam akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur dalam mencegah bencana, seperti bendungan, kanal, pemecah ombak, tanggul, reboisasi, atau penanaman kembali.

Dalam sistem Islam, pemanfaatan SDA tidak akan diserahkan kepada korporasi, tetapi di kelola negara untuk kemaslahatan umat manusia saja. Sistem Islam menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam, hutan lindung, dan kawasan baper atau biasa di sebut kawasan himma.

Kawasan himma tidak boleh dimanfaatkan oleh siapa pun. Dalam hal pengelolaan tanah dan lahan, Islam juga mendorong kaum muslimin untuk menghidupkan tanah mati. Hal ini akan menjadi baper lingkungan yang kokoh.

Islam akan memberlakukan sistem sanksi tegas pada siapa pun yang mencemari dan berupaya merusak lingkungan. Penerapan aturan Islam Kaffah adalah solusi terbaik mencegah terjadinya bencana banjir yang merupakan buah dari sistim kapitalisme-sekuler.
Wallahu'alam bishhawab.

Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Pemanfaatan Tani Lahan Pekarangan, Solusi Kemiskinan?



Tinta Media - Dalam rangka menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pemerintah kabupaten  melakukan salah satu upaya dengan mengubah perilaku ekonomi masyarakat, khususnya para petani, dengan  program pemanfaatan tani pekarangan di wilayah Kampung Tareptep, Desa Mekar Manik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. (Selasa, 12/12/2023)

Menurut Irawati, selaku  koordinator kelompok tani himpunan orang tani dan niaga (Hotani), pemanfaatan lahan pekarangan yang kosong ditanami tanaman produktif, seperti sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, tanaman hias, obat-obatan, dan lainnya, diharapkan akan memberikan hasil keuntungan dan manfaat lebih bagi petani.

Ini adalah salah satu program pemerintah dari sekian banyak program yang digulirkan kepada masyarakat untuk menurunkan angka kemiskinan. Namun, faktanya kemiskinan tidak berkurang, bahkan semakin bertambah. Salah satu penyebabnya adalah karena program tersebut  pendistribusiannya sering tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, bahkan sering menjadi ajang korupsi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. 

Itulah yang terjadi pada program-program dalam bidang pertanian lainnya yang pernah ada, seperti program regenerasi pertanian, program kartu tani, program smart farming, bahkan pupuk gratis, dan sebagainya.

Terkait program pemanfaatan tani lahan pekarangan yang dilakukan untuk menurunkan jumlah angka kemiskinan tersebut, benarkah akan menjadi solusi? Karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa mempunyai lahan pekarangan saja tidak cukup jika ingin dijadikan lahan pertanian, sehingga mengharuskan pemerintah untuk benar-benar sepenuh hati dalam mengurusinya. 

Masyarakat yang memiliki lahan pekarangan pasti membutuhkan bibit, pupuk, pengairan, dan proses berikutnya seperti ketika panen, pemasaran, dan sebagainya. Sedangkan masyarakat yang  mempunyai lahan pekarangan tetapi sempit, atau bahkan tidak mempunyai sama sekali, tentu tani lahan pekarangan tidak akan menjadi solusi kemiskinan. Selain kebutuhan dana, keahlian pun harus dimiliki, mulai dari proses praproduksi, produksi, hingga packing dan pemasaran.

Karena merupakan program pemerintah, dukungan berupa modal dana dan keahlian untuk bertani pun harus disokong oleh pemerintah. Hal ini karena banyak masyarakat yang tidak mempunyai penghasilan tetap. Jangankan untuk modal usaha,  bertani lahan pekarangan, untuk sekadar memenuhi kebutuhan makan sehari-hari pun terkadang kesulitan. Di sisi lain, para petani di pedesaan  yang mempunyai lahan sedikit saja, hidupnya dalam keadaan serba sulit, bahkan untuk biaya bertani pun tidak ada. Pada akhirnya, para petani tersebut lebih memilih menjual lahannya.

Di sisi lain, lemahnya dana di pihak petani kecil dimanfaatkan oleh para investor swasta, asing dan aseng untuk membeli lahan pertanian tersebut, dan melakukan kerja sama dengan pemerintah setempat dengan alasan untuk meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat setempat. Tak jarang, mereka melakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi tempat rekreasi, perumahan, dan juga industri.

Jika pun para investor tersebut bergerak dalam bidang pertanian, maka para petani kecil dan program tani lahan tidak akan mampu bersaing dengan para investor yang memiliki kekuatan modal, bahkan pasar.
Dari realitas tersebut, jelaslah bahwa program tani lahan pekarangan tidak dapat menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini karena akar kemiskinan masyarakat adalah penerapan sistem  neoliberalisme-kapitalisme, yang asasnya hanya manfaat semata dan menguntungkan bagi para pemilik modal (kapitalis) saja, sehingga kehidupan rakyat terabaikan dan jatuh pada kemiskinan. Selama kebijakan neoliberal-kapitalistik masih diterapkan di negeri ini, kemiskinan tidak dapat dikurangi, apalagi diselesaikan hingga tuntas.

Dalam bidang pertanian, selain para kapitalis ini menguasai dari hulu hingga hilir, mereka juga sering melakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi destinasi wisata atau pemukiman elite penduduk. Sementara, untuk pemenuhan komoditas pertanian, menyuplai kebutuhan pangan nasional, penguasa sering bekerja sama dengan para koorporasi untuk melakukan impor.

Ini berbeda dengan sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Islam mengatur seluruh kehidupan dan manusia. Ketika aturan tersebut diterapkan secara kaffah (keseluruhan), maka janji Allah dalam QS Al-'Araf ayat 96 akan terwujud, yaitu:

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti akan Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Dalam pengaturan masalah pengelolaan tanah, Islam menetapkan aturan yang terdiri dari:

Pertama, kepemilikan, meliputi kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Tanah milik individu dikelola oleh individu. Islam mewajibkan negara untuk membantu rakyat agar maksimal dalam mengelola tanah, mulai dari kemudahan bagi rakyat dalam mengakses ketersediaan benih, pupuk, air, dan dalam distribusi hasil panen, serta pemasaran.

Kedua, infrastruktur yang memadai untuk memudahkan arus barang (hasil pertanian), dan jasa.

Ketiga, sehatnya iklim usaha, termasuk pertanian, sehingga memotivasi petani untuk maksimal dalam produksi, distribusi, dan pemasaran. 

Keempat, independen dalam pertanian sehingga menciptakan ketahanan pangan, tidak harus impor. Dalam pengelolaan tanah pertanian, tidak diperbolehkan adanya monopoli oleh pihak tertentu, tidak diperbolehkan adanya investor asing (dari luar negara). Semua dalam pengelolaan oleh negara, melalui departemen pertanian.

Inilah tata kelola pertanian dalam Islam yang ada dalam penerapan sistem ekonomi Islam. Ditopang oleh sistem moneter Islam yang berasas emas dan perak, akan tercipta stabilitas ekonomi dalam negeri yang kokoh. Kesejahteraan dan keadilan rakyat akan terjamin, sehingga mampu mengentaskan kemiskinan di tengah rakyat. Hal ini adalah berkah dari penerapan Islam kaffah, yang memiliki kedaulatan dalam menentukan kebijakan negara, termasuk dalam bidang pertanian. Wallaahu'alam bishshawwab.

Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media

Selasa, 16 Januari 2024

Solusi Banjir Menurut Islam



Tinta Media - Pemkab Bandung telah mengalokasikan anggaran sebesar 6.9 miliar dari APBD untuk menangani banjir di Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah dari 2022 sampai 2023. Dari APBD 2022, alokasi anggaran sebesar Rp996 juta. Dana sebesar itu antara lain digunakan untuk peningkatan Jalan Andir-Katapang, penutupan permanen pintu air yang ada di Tanggul Sungai Cisangkuy, pembuatan saluran drainase permukiman, dan normalisasi saluran.  Sedangkan APBD 2023 sebesar 5.9 miliar digunakan untuk normalisasi dan pembuatan saluran drainase pemukiman di lokasi RW 1,2,3,7,9 kelurahan Andir. 

Bupati Bandung Dadang Supriatna mengklaim bahwa genangan di Kelurahan Andir sudah berkurang 99 persen. Kalau pun masih ada genangan akibat banjir sekitar 30 sentimeter, itu cepat surut dalam waktu satu-dua jam.

Bupati Bandung mengungkapkan bahwa untuk mengatasi banjir akan dibuat saluran U-Ditch di beberapa RW Kelurahan Andir. Saluran U-Ditch adalah jenis drainase yang berbentuk melengkung dan menyerupai huruf “U”. Fungsinya adalah untuk mengalirkan air hujan atau permukaan dari satu area ke area lain, mencegah terjadinya genangan air yang dapat menimbulkan banjir atau kerusakan infrastruktur. Untuk merampungkan proyek tersebut dibutuhkan anggaran sebesar 10 miliyar. 

Mengapa Bandung kerap terjadi banjir? Ahli Hidrologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) M Pramono Hadi mengatakan bahwa karakteristik fisiografi Bandung yang berupa cekungan menjadi salah satu faktor utama penyebab banjir di kota itu. 

Di sisi lain, pemukiman di kawasan Bandung terus berkembang, tetapi tidak disertai adanya resapan yang memadai, terutama saat terjadi curah hujan yang ekstrem, sehingga menambah risiko terjadinya banjir. Belum lagi tidak adanya progres yang bagus untuk memperbaiki kerusakan landskap di Bandung Utara. 

Banjir berulang di perkotaan menunjukkan gagalnya tata kelola ruang yang dilakukan oleh pemangku kebijakan. Sudah semestinya pemerintah memilih dan memilah pengelolaan lahan, mana yang bisa dipakai untuk industri, perumahan, termasuk mana area yang diperuntukan sebagai daerah resapan. Hal tersebut telah diatur dalam UU 26/2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% luas wilayah kota. 

Namun, UU tersebut seolah tidak bergigi lagi pada saat pemerintah mengesahkan UU Ciptaker. Tampak dalam UU Ciptaker tersebut, pemerintah pusat lebih mengedepankan kepentingan investasi. Banyak pasal dalam UU Ciptaker yang menunjukkan ketidakharmonisan dengan UU Penataan Ruang, UU Pokok Agraria, UU Kehutanan, dan UU sektor lainnya. Dengan disahkannya UU cipta kerja, jelas bahwa pemerintah lebih berpihak pada penguasa-penguasa (oligarki) 

Kebijakan pro-oligarki ini sangat lumrah dalam sistem kapitalis ini. Kapitalisme berasas manfaat dan menghalalkan cara apa pun untuk menyejahterakan kepentingan pribadi, meskipun yang menjadi korban adalah rakyat kalangan menengah ke bawah. 

Banjir di beberapa daerah di Indonesia menjadi momok yang harus diwaspadai setiap tahun. Dampak dari bencana banjir sangat luas, mulai dari kerusakan fasilitas publik, lumpuhnya jalur transportasi yang mengakibatkan roda perekonomian tidak berjalan baik, dan pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan masyarakat. 

Kerusakan yang terjadi akibat banjir merupakan ulah tangan manusia. Sistem kapitalisme terbukti melahirkan manusia yang serakah dalam mengelola lahan dan mengantarkan berbagai kerusakan. 

Allah Taala berfirman dalam QS Ar-Ruum: 41, 

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” 

Meski demikian, perusahaan swasta masih tetap diberi wewenang dalam menguasai lahan. Konsep kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme membuat para pemilik modal menjadi penguasa yang sesungguhnya. Negara hanya bertindak sebagai regulator kebijakan yang abai pada persoalan rakyat. 

Ini berbeda dengan manajemen tata wilayah dan lahan di dalam negara yang menerapkan Islam kaffah, yaitu daulah khilafah. Lalu bagaimana khilafah dalam mengatasi banjir? 

Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik dari hujan, glester, rob dll., maka khilafah akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air hujan, air sungai, dan yang lainnya. Salah satu contoh bendungan yang dibangun pada masa khilafah dan masih digunakan sampai saat ini adalah bendungan Mizan yang berada di Provinsi Khuzastan daerah Iran Selatan. 

Khilafah juga akan memeratakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air akibat dari rob ataupun kapasitas serapan yang mini dan selanjutnya melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah tersebut. Jika ada dana yang cukup, khilafah akan membuat kanal-kanal baru agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialirkan alirannya. 

Khilafah juga akan menjaga kelestarian lingkungan dengan mencegah pembalakan secara besar-besaran karena memahami bahwa hutan adalah satu kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. 

Khilafah tidak akan sembarangan memberi izin dalam pembalakan dan penjualan hutan, karena secara syar'i kepemilikan umum tidak bisa berpindah menjadi kepemilikan pribadi. Islam sangat tegas melarang eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam secara serampangan. 

Adapun daerah yang awalnya aman dari banjir dan genangan, tetapi karena faktor penurunan tanah sehingga terkena banjir dan genangan, maka khilafah akan semaksimal mungkin mengatasi genangan tersebut. Jika tidak memungkinkan, maka masyarakat akan dievakuasi ke daerah yang aman banjir dengan memberikan ganti rugi atau kompensasi. 

Khilafah akan bertindak cepat sembari melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah juga menyediakan logistik berupa tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita sakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. 

Khilafah juga dengan ketat akan mengawasi kebersihan sungai dan kanal, dengan memberikan sanksi bagi siapa yang mencemari sungai, kanal, dan danau. khilafah juga akan membangun sumur resapan yang bisa digunakan sebagai tempat cadangan air saat musim kemarau. 

Dalam pembangunan pemukiman baru, khilafah membuat kebijakan bahwa pembukaan pemukiman baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, serta penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Hal ini bertujuan mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan. 

Penguasa dalam Islam bahkan memastikan bahwa pembangunan benar-benar ditujukan untuk kemaslahatan umat. Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita menjadikan bencana yang terjadi di sekitar kita sebagai alat untuk bermuhasabah diri. 

Saat ini, banyak kerusakan yang terjadi akibat ulah tangan manusia, disebabkan sistem yang diterapkan bukanlah sistem yang datang dari Sang Pencipta, melainkan sistem buatan manusia. Sudah saatnya kita kembali pada sistem yang sahih, yang sesuai dengan fitrah manusia, sistem yang aturannya datang langsung dari Allah Swt., yaitu sistem Khilafah Islamiyah. Wallahualam.


Oleh: Ira Mariana
Sahabat Tinta Media 





Senin, 15 Januari 2024

Impor Selalu Menjadi Solusi Kesulitan Beras di Negeri Agraris



Tinta Media - Lagi dan lagi, Impor kembali dilakukan oleh pemerintah, alasannya karena sulit untuk mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat akan beras, dan juga penambahan jumlah penduduk Indonesia yang semakin banyak setiap tahunnya  menjadi penyebab tidak tercapai nya swasembada. Namun mengapa bisa produksi beras tidak cukup? bukankah kita adalah negara agraria dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah bertani. 

Dalam laman CnbcIndonesia.com 02/01/2024. Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa sebenarnya tidak ingin melakukan impor lagi, namun hasil produksi beras tidak bisa mencapai target setiap tahunnya, sementara kebutuhan akan beras terus meningkat. Saat ini penduduk Indonesia sudah mencapai 280 juta jiwa yang sebagian besar makanan pokoknya adalah nasi. 

Impor Beras Bukanlah Solusi Tuntas 

Krisis beras ini bukan hanya mengakibatkan Impor, tapi juga berdampak pada kenaikan harga beras yang semakin tinggi, mayoritas ekonomi penduduk Indonesia adalah menengah ke bawah, dengan kenaikan harga ini tentu akan sangat memberatkan masyarakat, sebab harga beras yang mahal akan mengurangi jatah uang untuk membeli lauk, dan kebutuhan lain, juga untuk membayar listrik, atau biaya sewa. 

Namun, pemerintah justru mengambil solusi praktis dengan melakukan impor, padahal kebijakan impor hanya akan menyulitkan petani lokal, sebab harga impor biasanya akan lebih murah dari petani lokal, sehingga masyarakat cenderung memilih harga murah yang akibatnya dapat merugikan para petani. Impor juga menjadi ladang cuan bagi para penguasa sebab ketika negara melakukan impor maka akan mendapat keuntungan. 

Pemerintah harusnya menganalisis secara mendalam, apa penyebab hasil produksi yang sedikit, apakah karena cuaca atau sistem distribusi. Jika akibat cuaca yang berubah- ubah, pemerintah harus melakukan riset dan penelitian demi menciptakan bibit unggul yang tahan perubahan cuaca, memberikan subsidi atau pupuk gratis. Dan jika masalahnya di pendistribusian, maka pemerintah wajib memantau penyaluran beras, mulai dari produksi para petani hingga sampai kepada masyarakat. 

Pemerintah juga harus mengantisipasi adanya toke atau pemain yang akan berlaku curang memainkan harga atau menimbun beras untuk waktu lama, yang mengakibatkan kelangkaan dan kenaikan harga di pasar. Namun solusi- solusi ini tidak akan pernah diterapkan oleh negara kapitalis, yang mengutamakan keuntungan atas segalanya. 

Islam Solusi Kesejahteraan Negeri 

Dalam Islam, pemerintah adalah pelayan umat, sehingga setiap kebijakan yang diambil akan selalu mengutamakan kepentingan umat, bukan mencari keuntungan semata. Produksi beras akan di awasi mulai dari petani hingga pemasaran pada masyarakat, dan akan di pastikan tidak ada kecurangan yang terjadi dalam setiap prosesnya. 

Petani di berikan edukasi pertanian dan teknologi untuk alat-alat terbaru yang akan memudahkan sistem produksi. Sementara petani yang kekurangan modal akan di berikan pinjaman tanpa bunga atau di berikan bantuan gratis, baik uang maupun lahan untuk pertanian. 

Negara Islam juga akan memberikan sanksi yang tegas terhadap para pelaku curang, cukong pasar atau mafia tanah yang menyulitkan para petani dalam menjalankan usahanya. Negara juga bertanggung jawab penuh dalam pemenuhan kebutuhan pokok warganya, seluruh bantuan diberikan secara gratis, di tanggung oleh baitul maal yang dikelola oleh negara. 

Demikianlah kepemimpinan dalam Islam, negara yang menerapkan syari'at Islam secara menyeluruh tidak akan menzalimi rakyatnya, sebab ada syari'at di sana ada maslahat. dan setiap pengambilan kebijakan akan melihat halal haram atau menimbang dosa dan pahala jika di lakukan, maka insya Allah rakyat akan makmur, tenang, tenteram dan sejahtera. Wallahu A'lam Bisshowab.

Oleh: Audina Putri 
(Aktivis Muslimah) 

Senin, 01 Januari 2024

Sistem Pergaulan Islam: Solusi Tepat untuk Mengatasi Tingginya Kasus Aborsi


Tinta Media - Pergaulan bebas adalah salah satu fenomena sosial yang terus menghantui masyarakat Indonesia, terutama para generasi muda. Meskipun masih banyak argumen yang membahas topik ini, namun salah satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah besarnya dampak negatif yang ditimbulkan akibat pergaulan bebas tersebut. Satu di antaranya adalah meningkatnya kasus kehamilan yang tidak diinginkan yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab meningkatnya kasus aborsi di masyarakat. 

Alasan mengapa banyak kasus aborsi sulit terdeteksi adalah karena privasi, semisalnya dalam pengambilan keputusan terkait aborsi. Para pengguna layanan aborsi, biasanya ingin menjaga kerahasiaan dan privasi mereka. Dengan kata lain kehamilan yang mereka dapatkan dengan cara yang tidak sah, dan ingin mereka tutupi dari publik seperti hasil dari  pacaran atau perselingkuhan .Hal inilah yang menjadi kesempatan bagi para penipu memanfaatkan situasi untuk melakukan tindakan aborsi ilegal. Seperti kasus yang terbaru di Jakarta utara, lima perempuan ditangkap karena terlibat dalam kasus aborsi ilegal. Tak cukup itu, beberapa dari mereka bahkan berpura-pura menjadi dokter, meski tanpa memiliki latar belakang medis yang memadai. Perbuatan tersebut telah dilakukan oleh para pelaku selama dua bulan terakhir dan tarifnya bervariasi, berkisar antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 12 juta. 
(www.rri.co.id/21/12/2023)


Sistem kapitalisme sekuler menempatkan kebebasan individu dalam pengambilan keputusan terkait kehidupan pribadi sebagai hak dasar yang diakui oleh negara dan masyarakat. di tambah lagi dengan minimnya peran agama dalam kehidupan, yang menempatkan agama hanya sebatas dalam ruang pribadi, tanpa boleh mengatur urusan umum, serta kesalahan manusia sekuler dalam mengartikan kebahagiaan, sebatas kenikmatan jasmani, menjadi faktor yang  mempengaruhi keputusan dan aksi individu dan masyarakat terhadap maraknya seks bebas hingga aborsi. 

Secara ekonomis, besarnya permintaan pasar akan aborsi tentunya tidak disia-siakan oleh para penipu untuk meraup pundi-pundi rupiah. Kendati mengakhiri pergaulan bebas bukanlah tugas yang mudah dan membutuhkan upaya yang serius. Seperti mencari akar masalahnya dan menyingkirkannya 

Adapun upaya negara yang mengampanyekan pentingnya pendidikan seksual serta anjuran penggunaan kondom  dalam mencegah kasus kehamilan yang tidak diinginkan, pemicu tindakan aborsi ilegal. Tidak bisa menjadi solusi, sebab sekencang apa pun kita berupaya dan menyerukan masyarakat untuk melihat dampak negatif yang dihasilkan dari perilaku tersebut, jika paham kebebasan yang menjadi akar masalah tetap dijadikan pijakan, maka itu menjadi sia-sia


Berbeda dengan pergaulan bebas yang memiliki pola interaksi sosial yang melibatkan aktivitas seksual yang dilakukan di luar norma dan aturan masyarakat. Di dalam Islam, pergaulan antara pria dan wanita secara asasnya harus dipisahkan dan diatur dalam koridor hukum Islam. Sebagaimana Islam memerintahkan laki-laki untuk menundukkan pandangannya dan menjaga auratnya, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup auratnya. 

Adanya Larangan berkhalwat dan ikhtilat antara pria dan wanita yang bukan mahramnya diatur sehingga hanya diperbolehkan dalam perkara tertentu seperti perkara pendidikan, peradilan, kesehatan, dan perdagangan. Mendorong para muslim dan Muslimah untuk terdidik dan memahami hukum-hukum Islam serta menyelesaikan urusan rumah tangga dengan baik juga menjadi fokus dalam sistem pergaulan Islam.


Pendidikan yang berlandaskan Akidah juga sangat di perlukan sebagai pembentuk akhlak, yang merupakan sumber kekuatan sekaligus melahirkan pekerti luhur. Dan dengan imannya yang teguh, seorang muslim sanggup berpikir jauh ke depan dengan berusaha untuk menjadi  ummat terbaik yang memiliki orientasi kehidupan bukan hanya di dunia namun hingga ke akhirat. Halal dan haram menjadi tolak ukur perbuatan sebab pemahamannya akan kebahagiaan adalah keridhoan pencipta-Nya 


Maka kesimpulannya, pergaulan bebas harus dihentikan dengan mencabut air masalahnya yaitu sistem kapitalisme sekuler dan menggantinya  dengan sistem Islam sehingga sistem pergaulan dalam Islam dapat di terapkan. Sebab hanya sistem pergaulan dalam Islam memberikan batasan-batasan yang jelas dan tegas dalam pergaulan antara pria dan wanita, serta mendorong terciptanya keharmonisan rumah tangga yang sehat dan saling menghargai. 

Selain itu pentingnya pendidikan yang berakidah Islam untuk membentuk karakter Islami pada diri tiap individu hingga menjadi masyarakat. Oleh karenanya mari bersama-sama mencegah dan mengatasi kasus-kasus aborsi dan penipuan yang masih terus mengancam masyarakat kita. Dengan menerapkan Islam secara kaffah.

Wallahu 'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang

Selasa, 19 Desember 2023

Islam Solusi Hakiki Atasi Stunting



Tinta Media - Stunting merupakan persoalan serius dalam dunia kesehatan. Karena itu, dibutuhkan upaya keras untuk mengentaskan kasus stunting di negeri ini. Berbagai usaha pun dilakukan pemerintah.


Menurut Bupati Bandung, Dadang Supriatna, dibutuhkan kerja sama para ASN (aparat sipil negara) untuk menjadi bapak atau ibu angkat bagi anak pengidap stunting. Beliau optimis jika program ini terlaksana dan sukses, maka angka stunting bisa diturunkan, bahkan tahun depan bisa zero stunting.

Seperti yang kita ketahui bahwa stunting adalah gangguan perkembangan anak pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK), mulai dari dalam kandungan (270 hari) hingga berusia 2 tahun (730 hari) yang disebut periode emas. Kasus stunting ini bukanlah kasus baru. Akan tetapi, anehnya pemerintah belum mampu mengatasi stunting agar tidak terus terjadi.

Kalau kita cermati, stunting sebenarnya bukan hanya perkara ketidaktahuan si ibu hamil mengenai asupan gizi berimbang atau permasalahan sanitasi saja. Akan tetapi, faktor utamanya adalah kemiskinan yang mendera masyarakat negeri ini, sehingga mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Jangankan untuk memenuhi asupan 4 sehat 5 sempurna, untuk sekadar makan seadanya pun susahnya luar biasa. 

Maka dari itu, kasus stunting ini sepenuhnya adalah tanggung jawab negara. Fokus utama negara adalah mengentaskan kemiskinan terlebih dahulu dengan cara pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Negara harusnya memberikan kemudahan bagi laki-laki (kepala keluarga) agar mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak agar mampu membiayai seluruh kebutuhan keluarga sehingga terhindar dari penyakit gizi buruk.

Solusi pemerintah dengan program barunya, yaitu menjadikan ASN (aparat sipil negara) sebagai ayah dan ibu angkat bagi anak pengidap stunting tidaklah tepat, bahkan bisa dikatakan sebagai solusi basa basi. Program ini secara tidak langsung menyiratkan bahwa negara tidak mampu dan lepas tangan dalam kasus stunting ini. Negara tidak mau rugi menggelontorkan dana untuk mengatasinya. 

Negara malah fokus pada pembangunan infrastruktur yang sebetulnya bukan kebutuhan vital rakyat. Pembangunan infrastruktur yang jor-joran seperti proyek IKN terus dikebut dengan mengandalkan investor asing dan hanya memberi keuntungan pada segelintir orang saja.

Inilah bukti bahwa penguasa dalam kekuasaan sistem kapitalisme. Akhirnya, sistem ini menjadikan penguasa sebagai pelayan para kapitalis, bukan menjadi pelayan rakyat. Penguasa berhasil mewujudkan kesejahteraan untuk para kapitalis, tetapi tidak untuk rakyat.

Negara dengan sumber daya alam yang melimpah ruah harusnya mampu membiayai seluruh kebutuhan rakyat dalam segala aspek, mulai dari pendidikan, kesehatan, kebutuhan pokok, dan lain sebagainya. Sayangnya, negara malah menyerahkan  pengelolaan sumber daya alam pada pihak asing dan aseng sehingga hanya meninggalkan penderitaan dan kemiskinan rakyat. Maka, mustahil stunting ini terselesaikan jika sistem kapitalisme masih hidup di negeri ini.

Berbeda halnya jika negara dikelola dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara menjamin seluruh pemenuhan kebutuhan rakyat. 

Rasulullah saw. bersabda, "Imam (khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya." (HR. Ahmad, Bukhari). 

Negara akan memprioritaskan kebutuhan vital rakyat agar mereka tidak kekurangan suatu apa pun, seperti menyediakan fasilitas kesehatan gratis, termasuk pemerikasaan dan konsultasi gizi ibu hamil dan anak. Kemudian, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan untuk laki-laki sebagai pencari nafkah untuk keluarga.

Oleh karena itu, bukan perkara sulit bagi khilafah untuk membiayai seluruh fasilitas gratis itu. Khilafah dengan sistem ekonomi Islamnya tidak akan memberikan kesempatan bagi pihak asing atau aseng untuk campur tangan mengurus SDA. Negara mampu mengelola SDA dengan mandiri dan hasilnya disimpan di baitul mal. Dengan pengelolaan yang bersandar pada hukum syara, maka hasilnya bisa dinikmati oleh seluruh rakyat.

Negara juga akan menjamin ketersediaan pangan untuk rakyat, jangan sampai dikuasai oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Selain itu, negara akan mengatur harga kebutuhan pokok agar tetap stabil, sehingga bisa dijangkau oleh masyarakat. 

Dengan demikian, setiap keluarga dalam sistem Islam bisa hidup layak dan mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Hal ini sangat berpengaruh juga pada kualitas hidup mereka. Ibu hamil dan anak-anak akan terjamin kesehatannya.

Seharusnya, tidak ada lagi keraguan dalam benak kaum muslimin bahwasanya khilafah dengan visi sahihnya bukan hanya memberikan hak pada seluruh rakyat, tetapi juga menjalankan seluruh kewajibannya sebagai periayah rakyat. Dengan Khilafah, rakyat sejahtera, stunting pun tiada.
Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae 
(Sahabat Tinta Media)

Kamis, 14 Desember 2023

Transformasi Ekonomi Digitalisasi, Akankah Jadi Solusi?



Tinta Media - Masyarakat kini hidup di era digital. Trasformasi ekonomi digital telah bergerak maju dengan cepat dan telah mengubah paradigma ekonomi dan masyarakat global. Adapun manfaat transformasi digital ini adalah untuk mencapai tujuan ekonomi dan bisnis. Maka dari itu, Pemerintah Kabupaten Bandung terus mengimbau generasi muda yang notabene agen perubahan untuk ikut mengoptimalisasikan transformasi ekonomi digital ini.

Transpormasi ekonomi digital merupakan strategi baru untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sehingga diharapkan bisa mempercepat pemulihan ekonomi secara nasional, bahkan pemanfaatan digital ini bukan di sektor perekonomian saja, tetapi dimanfaatkan pula di sektor pemerintahan. Maka dari itu, tidak ada pilihan lagi bagi masyarakat selain menerima dan beradaptasi terhadap perubahan dan transpormasi digitalisasi.

Tidak ada yang salah jika kita menggunakan kecanggihan teknologi saat ini dengan mengeluarkan berbagai inovasi dalam berbagai bidang dan sektor, termasuk bidang ekonomi dengan program Transformasi ekonomi digital. Tentunya, siapa yang tidak mau melakukan bisnis ditunjang dengan teknologi yang super cepat hingga income meroket dalam sekejap? 

Akan tetapi, sepertinya hal itu hanya sebuah halusinasi saja, jika tidak didukung penyedia teknologi oleh pemerintah.
Realisasi yang ada di masyarakat, jangankan modal untuk teknologi, modal untuk usaha pokok juga sangatlah minim. Kalaupun ada dana dari pemerintah untuk berwirausaha, tetap pada akhirnya masyarakat sendiri yang dipusingkan, sebab dana yang dikucurkan tidaklah gratis alias harus dikembalikan dengan jumlah lebih. 

Pada akhirnya, bukan keluar dari permasalahan, tetapi malah menambah permasalahan. Belum lagi jika dilihat saat ini daya beli masyarakat sangatlah rendah, dikarenakan besar pasak daripada tiang. Alhasil, hanya yang punya modal besar yang bisa melakukan transformasi ekonomi digital, sementara yang kurang modal semakin tertinggal.

Transformasi digital memang sebuah kebutuhan yang pasti. Namun, hal tersebut tidak serta-merta menggerakkan perekonomian dan meningkatkan daya saing bangsa. Fakta hari ini, banyak perusahaan yang mengadopsi arus digitalisasi dan imbasnya banyak pekerjaan yang bersifat rutinitas mulai tergantikan dengan berbagai aplikasi digital. Karyawan tak lagi dibutuhkan oleh perusahaan. Pada akhirnya, banyak karyawan jadi korban PHK massal. 

Maka, jelas siapa yang paling diuntungkan dengan adanya transformasi digital ini. Tentunya, mereka adalah para kapitalis besar, sedangkan masyarakat hanya sebagai target demi menyuburkan rekening para pengusaha. Oleh karena itu, apa pun program yang dicanangkan pemerintah dengan dalih demi meningkatkan perekonomian, masyarakat tetap tak mampu merealisasikan selama sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalis sekuler.

Sebenarnya, kemajuan teknologi dan digitalisasi ini sangat  memudahkan kerja manusia sehingga bisa terselesaikan dengan efektif dan efisien. Islam merupakan sebuah sistem yang menjadi mercusuar peradaban dunia pertama kali. Berbagai teknologi dihasilkan dengan berfokus pada teknologi tepat guna yang bertujuan untuk menyelesaikan problem yang ada di masyarakat.

Transformasi digital akan dimanfaatkan oleh kaum muslimin tanpa ketergantungan pada teknologi yang berasal dari negara barat. Pemimpin dalam Islam akan mencegah masuknya politik monopoli ilmu pengetahuan yang digencarkan barat sehingga kaum muslimin teguh dengan kekuatan visi ideologinya. 

Teknologi tanpa agama akan buta, dan agama tanpa teknologi akan pincang. Maka, Islam memandang bahwa kemajuan  teknologi digital merupakan instrumen untuk meraih rida Sang Pencipta yang mampu mengajak manusia makin erat keterikatannya kepada aturan Allah Swt. Sejarah mengatakan bahwa dasar-dasar teknologi mutakhir yang ada saat ini hampir semuanya bersumber dari para ulama dan ilmuwan Islam. Maka, kemajuan teknologi ini akan dikelola dengan rambu-rambu Islam, agar penggunaan teknologi tetap berbasis keimanan. 

Wallahu'alam bishshawab.


Oleh: Susi Trisnawati 
(Aktivis Dakwah)

Minggu, 10 Desember 2023

Islam Wujudkan Zero Stunting



Tinta Media - Berbicara mengenai persoalan stunting tentu kita tahu bersama bahwa masalah stunting bukan hanya ditemui di negara kita saja. Akan tetapi stunting adalah juga persoalan global yang hingga saat ini belum juga dapat dituntaskan. Statistik PBB 2020 mencatat 149 juta lebih (22%) dari balita di seluruh dunia mengalami stunting. Yang mana 6,3 juta diantaranya adalah anak usia balita di Indonesia. 

Saat ini pravalensi stunting di Indonesia berada di angka 21,6%, angka tersebut masih jauh dari target pemerintah yakni 14 % di tahun 2024. Menurunkan angka stunting hingga 10 % hanya dalam kurun waktu satu tahun tentu bukan sesuatu yang mudah. (paudpedia.kemendikbud.go.id 10/07/2023). 

Sorotan tajam datang dari Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo yang menyayangkan penanganan stunting di Indonesia belum optimal. Ia pun mengusulkan pada pemerintah untuk turut serta melibatkan masyarakat dalam penanganan stunting. 

Menurutnya, keterlibatan masyarakat dalam program stunting dapat mencegah terjadinya masalah- masalah di lapangan seperti penyediaan makanan bergizi untuk anak yang sering dibawah standar padahal negara sudah menggelontorkan dana yang cukup besar untuk program ini. 

Lebih lanjut, ia menyoroti temuan makanan tambahan pencegah stunting yang di bawah standar di kota Depok. Rahmad pun menjelaskan bahwa program pengentasan stunting belum optimal karena baru sebatas pendekatan proyek, menurutnya pendekatan proyek hanya fokus pada penuntasan program kerja namun nihil dalam hasil. (beritasatu.com 1 Desember 2023) 

Selain pendekatan program yang belum optimal, masalah pengentasan stunting juga terganjal perilaku korup pejabat yang tidak bertanggung jawab. 

Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pendanaan stunting tidak digunakan dengan benar, dalam catatannya presiden mengungkapkan bahwa ada suatu daerah yang menggunakan dana stunting tidak dalam peruntukannya. Dana tersebut digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas. (beritasatu.com 1 Desember 2023) 

Kasus stunting sejatinya adalah persoalan serius yang harus segera dituntaskan karena erat kaitannya dengan masa depan bangsa. Betapa tidak, stunting adalah kondisi anak-anak mengalami pertumbuhan tidak maksimal dan mengalami kondisi gizi buruk dalam kurun waktu yang cukup panjang. 

Stunting juga tidak hanya berpengaruh pada kondisi fisik tapi juga akan berpengaruh pada intelektualitas anak- anak yang mana hal tersebut berkorelasi dengan kemampuan kognitif anak yang dibutuhkan guna menguasai bermacam- macam keahlian. Hal ini menjadikan kondisi stunting pada anak bukan hanya menjadi masalah saat masa kana- kanak, namun berdampak sangat besar hingga mereka dewasa. 

Kepala BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana) dr Hasto Wardoyo menyatakan tiga faktor penyebab langsung terjadinya stunting di antaranya adalah asupan gizi yang kurang pada ibu hamil dan anak balita, kesehatan ibu pada saat kehamilan, dan pola asuh yang tidak baik. Jika kita menelaah faktor- faktor tadi, kita bisa menyimpulkan bahwa masalah stunting erat kaitannya dengan kemiskinan yang saat ini menjerat mayoritas masyarakat termasuk di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan per Maret 2023 angka penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,9 juta orang dengan pendapatan per kapita per bulan di bawah 600.000 rupiah. 

Kondisi ini tentu sangat berat bagi keadaan 25,9 juta orang tergolong miskin itu jika mereka ada dalam keadaan hamil tentu mereka kesulitan untuk memenuhi asupan gizi, pada saat anak- anak mereka lahir mereka kembali dihadapkan pada sulitnya memenuhi kecukupan gizi anak. Dan tak jarang para ibu yang berada di bawah garis kemiskinan juga harus dihadapkan pada kondisi berat dan pelik ketika harus terpaksa membagi waktu bahkan meninggalkan anak-anak mereka karena harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Keberadaan masyarakat yang terbelenggu kemiskinan seperti saat ini adalah dampak dari diterapkannya sistem kapitalis- sekuler di dunia termasuk mayoritas negeri-negeri kaum muslim. 

Sistem kapitalis menjadikan negara berlepas tangan pada pemenuhan kebutuhan dasar rakyat terkait sandang, pangan dan papan. Hak- hak rakyat banyak terabaikan. Termasuk hak mereka dalam mendapatkan kesehatan dan kesejahteraan hidup. 

Nyatanya hari ini, pendapatan masyarakat yang jumlahnya terbatas banyak dikeluarkan untuk membayar fasilitas- fasilitas umum seperti kebutuhan pokok (air, bahan bakar, listrik), sekolah dan fasilitas kesehatan dengan harga yang tidak murah. 

Islam memandang bahwa persoalan stunting adalah persoalan yang perlu dibabat tuntas tanpa menyisakan satu orang pun. Semua warga negara Islam wajib mendapatkan hak kecukupan gizi sesuai kebutuhannya. Negara dalam Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara individu per individu. Hal ini didukung dengan sistem ekonomi Islam yang mengatur kepemilikan negara dan kepemilikan umum berupa sumber daya alam yang wajib dikelola untuk menyokong kesejahteraan rakyat. Karena pengelolaan itulah negara Islam akan sangat mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan memenuhi hak- hak rakyat sehingga mereka hidup dalam keadaan sejahtera dan bahagia.  

Tentu ketika masyarakat sejahtera dan bahagia mereka akan bisa memenuhi kebutuhan gizi dan memberi pengasuhan serta pendampingan dengan baik kepada anak- anak mereka hingga stunting pun dapat dihapuskan. Ketika pun dijumpai keadaan masyarakat/ individu yang tidak bisa mencukupi asupan gizi maka sesuai dengan perintah Allah SWT, Allah memerintahkan pada saudaranya (keluarganya), tetangganya, pemimpin (kepala negaranya) untuk mencukupi kebutuhan individu tersebut sebelum malam tiba. 

Rasulullah SAW bersabda, “tidak termasuk seorang mukmin jika ada orang yang lambungnya kenyang sementara masih ada orang dalam keadaan lapar ada di sisinya”. 

Masalah stunting tidak akan pernah selesai hanya dengan memberi makanan tambahan kepada masyarakat, lebih dari itu melahirkan kesadaran masyarakat bahwa stunting adalah efek dari penerapan ekonomi kapitalis akan membuat mereka sadar bahwa sistem kapitalis tidak layak menjadi naungan dan pijakan untuk mengatur kehidupan. Hanya solusi Islam lah yang dapat menuntaskan semua problematika masyarakat termasuk masalah stunting. 

Wallahu ‘alam bishawab.

Oleh : Selly Nur Amalia 
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab