PHK Massal Kembali Mengancam, Islam Solusi Tuntas
Tinta Media - Baru saja kita memasuki Tahun 2024, banyak harapan kebaikan yang akan diraih pada tahun ini. Namun realitasnya, rakyat kembali dihadapkan dengan adanya PHK massal. Tidak dapat disangkal, saat ini kondisi ekonomi dunia semakin memburuk. Banyak perusahaan mengalami kebangkrutan dan melakukan PHK massal.
Menurut survei yang dilakukan oleh Perusahaan Resume Builder, diperkirakan akan terjadi PHK massal pada tahun 2024. Hasil ini didapatkan berdasarkan tanggapan dari lebih dari 900 perusahaan pada bulan Desember 2023.
(www.cncindonesia.com/29/12/23)
Berdasarkan survei tersebut, hampir empat dari sepuluh perusahaan menyatakan kemungkinan akan melakukan PHK pada tahun 2024. Ini meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya resesi. Lebih dari setengah perusahaan juga mengungkapkan rencana untuk membekukan perekrutan pada tahun 2024.
Belakangan ini, PT Hung-A Indonesia menjadi sorotan setelah video yang diunggah di media sosial menjadi viral. PHK tersebut diperkirakan akan mengakibatkan sekitar 1.500 pekerja kehilangan pekerjaan.
Dalam informasi yang diberikan, PT Hung-A Indonesia melakukan PHK terhadap ribuan pekerjanya karena akan menutup operasional mulai Februari 2024.
Kabar yang beredar menyebutkan bahwa perusahaan ban asal Korea Selatan tersebut sedang merencanakan untuk meninggalkan Indonesia dan memindahkan lokasi pabriknya ke Vietnam. Ini adalah berita buruk pertama yang datang dari sektor manufaktur Indonesia di tahun 2024.
Setelah kejadian pada tahun 2023, setidaknya 7.200 pekerja menjadi korban PHK di 36 perusahaan, baik karena penutupan total, penutupan dengan pindah lokasi, pengurangan biaya, atau alasan lain. Data ini hanya mencakup perusahaan tempat anggota KSPN bekerja, belum termasuk pabrik lain yang bukan anggota dari serikat pekerja tersebut.(CNBC Indonesia, 20/1/2024).
Sebab PHK Massal
PHK menjadi umum di berbagai tempat karena kondisi ekonomi dunia yang buruk, termasuk di Indonesia. Hal ini terjadi akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis yang cenderung egois dalam upaya menyelamatkan perusahaan, tetapi mengabaikan nasib para pekerja yang kemudian menyebabkan terjadinya PHK.
Ketika ditanya mengenai alasan perusahaan melakukan PHK, separuh dari mereka menyatakan bahwa antisipasi resesi adalah faktor utama. Sementara itu, empat dari sepuluh perusahaan mengungkapkan rencana untuk menggantikan karyawan dengan kecerdasan buatan (AI).
"Karena AI terus menjadi alasan di balik PHK, disarankan meluangkan waktu untuk mempelajari cara memanfaatkan AI dalam pekerjaan Anda dan program AI mana yang akan berdampak pada pekerjaan Anda," kata Julia Toothacre, seorang ahli strategi karier dari Resume Builder, seperti yang dilaporkan oleh Newsweek pada Jumat (29/12/2023). Sumber www.cnbcindonesia.com
Adanya berbagai alasan di balik PHK massal ini, termasuk kondisi perusahaan yang tidak sehat, resesi, penggantian pekerja dengan AI, kinerja yang buruk, serbuan produk impor, perlambatan ekonomi, dan upaya menjaga agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana nasib para pekerja?
Negara yang Cenderung kepada Oligarki
Pada akhirnya, PHK menciptakan iklim usaha yang tidak kondusif, sementara jaminan dari negara tidak ada. Meskipun mereka yang menjadi korban PHK tetap akan menerima kompensasi, tetapi hal tersebut tidak menjamin bahwa kehidupan mereka akan sejahtera dalam beberapa tahun ke depan.
Bahkan, bantuan tersebut juga digunakan sebagai alat legitimasi kekuasaan dan menjadi alat politik. Yang lebih buruk lagi, mereka akan menjadi penyumbang angka pengangguran di Indonesia dan meningkatkan angka kemiskinan. Regulasi terkait pesangon dan hak warga juga tidak dapat diandalkan karena cenderung tidak adil bagi para pekerja.
Semua ini adalah hasil dari sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan secara global. Sistem ini didasarkan pada paradigma bahwa siapa yang kuat, dialah yang menang dan bertahan. Para pemilik modal atau pengusaha cenderung hanya fokus pada memperoleh keuntungan besar, sehingga timbul egoisme di mana mereka lebih memprioritaskan keselamatan perusahaan daripada nasib para pekerja.
Di sisi lain, negara gagal memenuhi perannya sebagai pelindung rakyat. Negara dianggap tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang memadai, terutama bagi generasi muda. Akibatnya, banyak lulusan sarjana menganggur.
Selain itu, kontrol asing terhadap sumber daya alam juga menyebabkan penurunan lapangan kerja. Investasi asing yang marak juga membuat rakyat hanya dapat bekerja sebagai buruh dengan upah minimum. Kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) membuat banyak perusahaan lebih memilih teknologi daripada tenaga manusia, sehingga banyak pekerja yang tergusur.
Islam Solusi Tuntas dalam Melindungi Pekerja
Dalam Islam, negara bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan memiliki berbagai mekanisme, termasuk dalam menciptakan lapangan kerja. Islam menjamin kebutuhan pokok rakyat dengan berbagai mekanisme sehingga semua rakyat dapat hidup sejahtera.
Ini dimulai dari meningkatkan kualitas SDM dengan memberikan pendidikan setinggi-tingginya dengan gratis, sehingga bisa dijadikan bekal untuk rakyat dalam mendapatkan pekerjaan. Negara wajib melindungi rakyat dari kemiskinan dengan cara menyediakan lapangan kerja kepada laki-laki baligh.
Dalam sistem Islam, kejelasan akad antara pekerja dan pemberi kerja pun sangat terperinci. Akad ijarah mengikat kedua belah pihak untuk saling membutuhkan dan memberi keuntungan satu sama lain, bukan sebaliknya.
Pekerja dengan akad ijarah ini tidak dianggap sebagai bagian dari biaya produksi seperti dalam sistem kapitalis. Jumlah atau sedikitnya produksi barang tidak akan memengaruhi gaji pekerja. Sehingga, tidak akan terjadi PHK massal jika terjadi penurunan permintaan barang atau saat terjadi kondisi ekonomi yang melemah.
Islam juga mempunyai mekanisme dalam hal pengelolaan sumber daya alam. SDA yang ada adalah milik rakyat dan akan dikelola oleh negara, bukan asing. Hasilnya tentu akan dinikmati oleh rakyat.
Rasulullah saw. bersabda, "Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Begitu pun dalam hal pemanfaatan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI). Teknologi tersebut akan digunakan untuk kepentingan bersama. Negara akan menyediakan pelatihan teknologi bagi para pekerja agar mereka tidak ketinggalan dalam hal teknologi, bukan menggantikan mereka dengan AI.
Dunia usaha akan berkembang dengan baik dan berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang berjalan masif, dengan menjaga kestabilan ekonomi, menyediakan dan mendorong berbagai usaha yang kondusif bagi rakyat, melarang praktik ribawi, menerapkan sistem keuangan berbasis emas dan perak, serta kebijakan fiskal berbasis syariah. Tentu hal ini semua bisa diterapkan jika sistem Islam ditegakkan.
Allah Ta'ala berfirman, “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Maidah [5]: 45).
Wallahu'alam bissawab.
Oleh: Umma Almyra
Pegiat Literasi