Tinta Media: Sistem
Tampilkan postingan dengan label Sistem. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sistem. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 November 2024

Buruh Sejahtera dalam Sistem Islam



Tinta Media - Menteri Koordinator Bidang Keamanan dan Politik Budi Gunawan mengimbau pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam menetapkan upah pekerja di kabupaten/kota (UMK). Beliau juga mengatakan bahwa penetapan upah itu rawan menjadi kebijakan populis pemerintah daerah. (tirto.id, 7/11/2024)

Pertumbuhan ekonomi  akan terganggu jika UMP tidak rasional atau terlalu tinggi. Hal ini menyebabkan penurunan rekrutmen pekerja, mendorong pekerja ke sektor informal hingga berujung pada ketidakpatuhan pekerja pada aturan perusahaan, kata Budi di Sentul, Bogor, Kamis 7 Nopember 2024. Budi menghimbau agar pemerintah daerah berhati-hati dalam pembuatan Peraturan Daerah terkait upah minimun yang berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat.

Memang benar, masalah upah minimun pekerja sudah menjadi polemik berkepanjangan. Tuntutan kenaikan upah terjadi hampir setiap tahun. Apalagi dalam tahun 2025, ternyata upah buruh itu tidak seimbang/ sepadan dengan kenaikan pajak tahun 2025. Walaupun ada kenaikan upah minimun tapi harga-harga berbagai kebutuhan dasar rakyat juga naik. Lagi-lagi rakyat dibuat tercekik dan menderita. 

Bagaimana tidak? Pada dasarnya, upah buruh saat ini memang belum mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga, karena standar upah minimun hanya untuk satu individu saja. Padahal, pada umumnya seorang kepala keluarga dituntut untuk menafkahi seluruh anggota keluarga. Apalagi dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini dengan harga-harga yang serba naik, tentu tidak akan cukup. Ini sungguh mengiris hati.

Tidak dimungkiri, dalam pandangan negara kapitalis, buruh/pekerja hanya dianggap sebagai faktor produksi atau alat untuk mendapatkan keuntungan. Pengusaha berusaha agar mendapatkan untung besar, tetapi dengan biaya atau pengeluaran sedikit mungkin. Standar upah diatur sesuai dengan kebutuhan hidup di tempat mereka tinggal. Maka dari itu, upah minimun buruh itu berbeda-beda di setiap wilayah. 

Jika sudah demikian, buruh selalu dibuat tidak berkutik dengan berbagai peraturan pemerintah daerah yang selalu berpihak pada pengusaha. Begitulah sejatinya konsep negara kapitalis dalam memosisikan buruh/pekerja, mustahil akan membela kepentingan rakyat. Yang ada, rakyat justru dijadikan objek bisnis demi meraih cuan. 

Buruh pun selalu menjadi korban kapitalis yang harus tunduk pada peraturan pengusaha dan penguasa. Tidak ada ruang bagi buruh untuk tawar-menawar, sehingga bukan hal aneh jika buruh selalu protes tiap tahunnya menuntut kenaikan. Mirisnya, tuntutan-tuntutan selalu tidak didengar. Demo buruh bagaikan tradisi tahunan tanpa ada solusi hakiki.

Perlakuan seperti itu tidak akan dirasakan oleh rakyat ketika berada dalam negara yang menerapkan aturan Islam. Islam datang membawa aturan yang menyeluruh. Salah satunya adalah pengaturan tentang upah pekerja/ buruh. Di dalam sistem Islam, setiap warga negara terutama buruh akan mendapatkan haknya dengan baik. Nasib buruh justru akan sangat sejahtera dan dihargai dalam sistem Islam. 

Tidak ada aturan upah minimun, tetapi konsep upah adalah akad dan kesepakatan saling rida antara buruh dan pengusaha. Sehingga, tidak ada keterpaksaan dan tidak ada yang dirugikan.  Upah akan disesuaikan dengan bidang pekerjaan, misalnya ringan atau berat hingga masalah waktu/jam kerja. Keadilan untuk buruh bisa dilihat dari pemberian upah yang tepat waktu, tidak diundur atau digeser waktu pemberian upahnya.

Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, 

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

Khalifah sebagai kepala negara akan selalu memantau kondisi rakyat, terutama dalam masalah upah buruh, agar jangan sampai ada rakyat yang terzalimi dan tidak mendapatkan haknya, termasuk para buruh.

Negara memperhatikan akad pekerja dengan pemberian pekerjaan agar tidak ada yang dilanggar. Hal ini karena Islam memandang bahwa setiap manusia, buruh, atau pengusaha adalah sama-sama memiliki hak untuk hidup layak, tercukupi semua kebutuhan dasar hidupnya. Indahnya konsep pemberian upah kepada buruh iu hanya akan terwujud dengan sebuah institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan daulah khilafah Islamiyyah.

Jadi, selama masih menggunakan sistem kapitalisme sekuler, maka polemik upah buruh akan terus terjadi. Walhasil, kesejahteraan dan keadilan buruh hanya ilusi.
Wallahu a'lam bishawab.




Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 16 November 2024

PHK Melanda Akibat Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalisme.


Tinta Media - Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) di Jawa Barat saat ini menjadi tren yang sangat mengkhawatirkan. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung Rukmana menghadiri rapat koordinasi (Rakor) bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan RI. Hal ini berkaitan dengan penetapan upah minimum 2025 yang dikhawatirkan akan berdampak terjadinya PHK. 

Penyebab utama terjadinya PHK di Jawa Barat ini adalah karena penutupan sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor industri tekstil dan garment disebabkan karena tingginya upah minimum kabupaten (UMK) di Jawa Barat. 

Untuk mengurangi terjadinya risiko PHK, Kemendagri dan Kementerian Ketenagakerjaan melakukan mitigasi deteksi dini, yaitu berdialog dengan tripartit, baik dengan pekerja, pengusaha, maupun pemerintah sehingga bisa meminimalisir terjadinya PHK. 

Saat ini Indonesia sedang mengalami deflasi, terjadi PHK karena perusahaan tidak mampu menghadapi kondisi bahwa permintaan barang dan jasa menurun akibat merosotnya pendapatan masyarakat. Hal ini jelas dipicu ketidakmampuan penguasa memperbaiki kondisi moneter negara, sehingga mau tidak mau perusahaan pun mudah mem-PHK buruh tanpa hambatan karena UU Cipta Kerja. 

Maraknya PHK menunjukkan kegagalan pemerintah dalam ekonomi. Janji manis saat kampanye untuk membuka lapangan pekerjaan secara luas ternyata tidak terealisasi. Bahkan, UU Cipta Kerja yang diopinikan akan membuka lapangan kerja ternyata juga gagal total. Apa pun solusi yang di tawarkan, tetap bukan solusi hakiki. Ini adalah bukti dari kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia.

Dalam kapitalisme, para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan, sementara perusahaan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi. 

Jadi, apabila produksi menurun karena mengalami goncangan, maka jalan satu-satunya jalan adalah memberhentikan pekerja untuk meminimalisir biaya. Hal ini terjadi karena dalam sistem kapitalisme pekerja (buruh) hanya dianggap sebagai salah satu bagian dari biaya produksi. Prinsip produksi dalam sistem kapitalisme adalah mengeluarkan modal sekecil-kecilnya. Alhasil, rakyat yang sebagian besar bekerja sebagai buruh harus bernasib malang. Belum lagi derita rakyat kian bertambah dengan kebijakan penguasa yang tidak berpihak pada rakyat.

Para pekerja (buruh) diperlakukan berbeda dengan tenaga kerja asing (TKA) dari luar, khususnya Cina yang bebas masuk Indonesia karena dijamin UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dalam aturan itu, perusahaan diberikan kemudahan mempekerjakan TKA dengan syarat yang tidak ribet. 

Namun, hal itu berbanding terbalik dengan rakyat lokal. Mereka dipekerjakan atau tidak tergantung perusahaan.
Kondisi seperti ini semakin membuktikan bahwa pemerintah abai terhadap nasib rakyatnya sendiri. 

Pekerja (buruh) yang kehilangan pekerjaan harus merasakan pahitnya kehidupan, karena selain tidak lagi memiliki pemasukan yang pasti, mereka harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga di tengah naiknya harga kebutuhan pokok. Belum lagi biaya kesehatan, pendidikan, maupun lainnya yang harus ditanggung. 

Negeri iniypun dibanjiri dengan pengangguran yang berarti kehidupan rakyat semakin menderita.

Ini berbeda dengan Islam. Penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan telah menciptakan keadilan yang begitu luar biasa. Pekerja (buruh) dalam Islam tidak hanya dipandang sebagai faktor produksi yang nasibnya ada di tangan industri atau perusahaan. 

Islam memandang pekerja adalah manusia sebagaimana manusia lainnya. Dalam Islam, negara wajib menjamin kebutuhan mereka berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Hal ini diwujudkan negara melalui penerapan sistem politik Islam berikut sistem ekonominya. 

Islam menjamin kejelasan akad antara pekerja dan pemberi kerja dengan sangat rinci. Akad ijarah telah mengikat kedua belah pihak untuk saling membutuhkan serta memberi keuntungan satu sama lain, bukan sebaliknya. 

Dalam Islam, banyak atau sedikit barang produksi tidak memengaruhi gaji pekerja. Dengan demikian, pekerja tidak akan jadi objek PHK massal jika terjadi penurunan permintaan barang atau saat kondisi ekonomi negara melemah. 

Sistem Islam juga tentu akan menjaga kestabilan ekonomi, mendorong berbagai usaha yang kondusif bagi rakyat, memberlakukan larangan praktik ribawi, dan menerapkan sistem keuangan berbasis emas dan perak, serta kebijakan fiskal berbasis syariah. Dengan begitu, dunia usaha berkembang dengan baik dan berefek pada serapan tenaga kerja yang masif. 

Negara yang menerapkan Islam akan memiliki aturan yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dalam Islam, laki-laki sebagai pencari nafkah dilarang menganggur atau bermalas-malasan dalam bekerja. Oleh karena itu, negara akan terlibat langsung dalam menjamin setiap laki-laki dewasa bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarga.

Negara juga memiliki berbagai macam pengelolaan kekayaan umum yang dapat digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kekayaan umum berupa SDA tersebut merupakan milik rakyat dan haram hukumnya dikelola swasta maupun asing. 

SDA yang berlimpah itu akan dikelola oleh negara dan keuntungannya diberikan kepada seluruh rakyat dalam bentuk pendidikan dan kesehatan gratis. 

Selain itu, penerapan sistem pendidikan Islam akan mampu melahirkan sosok yang berkepribadian Islam dan memiliki kemampuan untuk bekerja, baik sebagai tenaga teknis maupun tenaga ahli. 

Alhasil, akan tersedia tenaga kerja handal dan profesional yang akan mengisi kebutuhan yang ada. Negara tidak perlu mengimpor tenaga kerja asing, karena kebutuhan tenaga kerja dapat dipenuhi oleh lulusan pendidikan di negeri sendiri. Dengan demikian, nyatalah bahwa hanya sistem Islam yang mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan, meniadakan pengangguran, hingga menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Wallahu a'alam Bisshawab.





Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Minggu, 22 September 2024

KDRT Berulang Akibat Sistem Kapitalis Sekuler Liberal



Tinta Media - #MarriageIsScary ramai dibicarakan banyak orang dan memenuhi FYP sebagai topik trending di media sosial. Tagar ini muncul karena seorang selebgram bernama Cut Intan Nabila membagikan video rekaman CCTV melalui akun Instagram-nya. Dalam video tersebut, suami korban (Cut Intan Nabila), Armor Toreador, melakukan tindakan KDRT dengan memukulnya berkali-kali hingga anak bayinya yang masih berumur beberapa bulan ikut menjadi korban. 

Setelah viral video tersebut dan dilakukan penangkapan, pelaku pun mengaku sudah melakukan KDRT selama 5 tahun lamanya dan pernah melakukan di depan anak-anak juga.

Kasus tersebut semakin menambah rentetan tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri. Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2023, tindak kekerasan terhadap istri (KTI) yang dilaporkan ke Komnas Perempuan mencapai 674 kasus sepanjang 2023, meningkat 22% dibandingkan 2022. 

Banyaknya kasus KDRT, terutama yang terjadi dengan selebgram Cut Intan Nabila membuat banyak warganet yang mayoritas anak-anak muda mengungkapkan kekhawatirannya dalam melanjutkan ke jenjang pernikahan. 

'Marriage is scary." Begitu menurut mereka.

Padahal, menurut seorang aktivis dakwah sekaligus content creator Aab Elkarimi dalam bukunya yang berjudul Tenang di Rumah, rumah merupakan asal seseorang bertumbuh tanpa kepura-puraan. Dari rumah pula refleksi dan pengumpulan tenaga untuk menghadapi masalah hidup jadi ritual yang dilakukan. Dari rumah, kejujuran sikap diperlihatkan, kehangatan hubungan dibangun, dan tubuh diistirahatkan. 

Menurutnya, jika kita memandang diri lebih luas lagi pada struktur sebuah peradaban, maka rumah akan menjadi benteng pertahanan terakhir di saat struktur tertinggi di atasnya runtuh dan tak acuh terhadap persoalan esensial. Di sini, struktur tertinggi itu juga bisa dikatakan sebagai sebuah struktur negara. 

Namun, banyak penyebab yang menjadikan rumah tidak lagi menjadi tempat perlindungan bagi sebagian orang. Misalnya, permasalahan perekonomian akibat negara membiarkan rakyat dalam kemiskinan, maraknya pergaulan liberal yang tidak mengenal batasan pergaulan antarlawan jenis yang bisa memicu terjadinya perselingkuhan dalam dunia kerja. Cara pandang hidup pun berpengaruh dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga

Jika ditarik ke bekalang, maraknya KDRT ini juga bisa disebabkan oleh pola parenting yang salah terhadap anak. Ada yang mengatakan, idealnya orang yang paham agama pasti berakhlak baik. Namun, tidak menutup kemungkinan malah menjadi orang yang berakhlak paling buruk. 

Banyak faktor eksternal lainnya yang membentuk karakter seseorang, bisa dari keluarga maupun lingkungan. Pola didik yang salah ini akan dibawa sampai dewasa sehingga menimbulkan permasalahan baru, salah satunya KDRT.

Penyebab lainnya adalah ide kesetaraan gender (feminisme) yang diadopsi oleh negara. Ide ini telah menghilangkan fungsi qawwam (kepemimpinan) pada laki-laki/suami. Karena itu, penting untuk mengembalikan fungsi qawwam tersebut. Tanggung jawab siapakah untuk mengembalikannya? Harusnya tanggung jawab negara.

Namun, penerapan sistem kapitalis sekuler liberal hari ini telah banyak melahirkan kerusakan pada umat, termasuk berulangnya tindak KDRT. Keluarga sebagai benteng terakhir umat Islam tak mampu lagi membendung kerusakan tersebut. Permasalahan kompleks ini hanya bisa diselesaikan oleh satu institusi, yaitu institusi daulah Khilafah. 

Khilafah akan menjamin kebutuhan pokok masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas, sehingga antara suami istri tidak akan mengalami ketegangan dalam rumah tangga. Hal ini karena kebutuhan pokok sudah terjami. Para suami terangkat sebagian bebannya dengan pekerjaan yang terjamin oleh pemerintah. 

Dalam bidang pendidikan, sudah pasti akan diterapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam sehingga membentuk karakter atau syakhsiyah yang penuh iman dan takwa. Sistem pergaulan pun akan diatur sesuai dengan syariat Islam. Jadi, tidak akan ada pergaulan bebas, terutama dengan lawan jenis yang melanggar batas syariat.

Mari kita kembali kepada fitrah, yaitu dengan menerapkan Khilafah, karena hanya Khilafahlah yang bisa menawarkan solusi tuntas dan ampuh untuk menyelesaikan permasalahan KDRT, solusi yang berasal langsung dari Sang Pencipta, yaitu Allah Swt.



Oleh: Fatiyah Danaa. Hidaayah, 
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Minggu, 08 September 2024

Hilangnya Peran Institusi Keluarga sebagai Dampak Buruk Sistem Sekularisme Kapitalisme


Tinta Media - Fenomena rusaknya tatanan keluarga bagaikan gunung es, bergulir dari tahun ke tahun. Per Agustus saja sudah banyak berseliweran berita tentang pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan anak kepada orang tua, orang tua kepada anak, dan suami terhadap istri. 

Seperti kasus pembunuhan yang terjadi di Cirebon, seorang anak tega menghabisi nyawa ayah kandungnya. Ia juga melakukan penganiaya terhadap adik kandungnya. Ada juga kasus penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh ibu tiri kepada anak sambungnya yang masih berusia 6 tahun. Belum lagi kasus penganiayaan yang dialami selebgram Cut Intan yang mendapatkan perlakuan KDRT selama hampir 5 tahun, bahkan penganiayaan tersebut sering terjadi di depan anak-anak mereka

Banyaknya kasus serupa menggambarkan bobrok dan hancurnya peran institusi keluarga. Hal ini juga menunjukkan bahwa kebobrokan tersebut bukan semata kesalahan anggota keluarga melainkan dampak dari penerapan sistem yang menjadi tatanan kehidupan berkeluarga.

Hancurnya Institusi Keluarga

Hilangnya fungsi keluarga tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Namun, ada penyebab utama dari munculnya kerusakan tersebut, yaitu penerapan sekulerisme kapitalisme yang menyebabkan hilangnya peran agama dalam keluarga, baik dari sisi tujuan berumah tangga hingga peran setiap anggota keluarga. 

Dalam hal ini, yang terbentuk hanyalah nilai-nilai materi. Keberhasilan seorang suami dilihat seberapa mapan pekerjaannya untuk menghidupi keluarga. 

Seorang istri pun tak mau kalah, merasa berdaya dan bermartabat jika mampu mandiri dalam menghasilkan materi. Tak jarang seorang istri lebih memilih sibuk di luar rumah untuk berkarir dan mencari tambahan pemasukan selain dari suami. Sementara, seorang anak dituntut menjadi anak yang sukses secara akademik untuk bisa menjadi anak berbakti dan bisa dibanggakan. Inilah gambaran ideal keluarga ala sekulerisme kapitalisme.

Tak ayal, hubungan keluarga dengan peran demikian membuat masing-masing dari mereka lelah secara fisik dan rusak secara mental. Suami yang sudah lelah bekerja seharian mendapati istrinya juga lelah dan sibuk mengurus selain urusan dalam rumah. Anak pun kehilangan momen berharga mendapatkan perhatian dan waktu bersama orang tuanya. 

Maka, hakikat kebahagiaan dengan asas materi tidak serta-merta membuat mereka bahagia. Suami dengan pekerjaan yang mapan tak mampu membeli waktu dan pelayanan istri yang sibuk di luar rumah. 

Sang istri dengan kemandiriannya tak mampu legowo dan memfokuskan segala perhatian dan tenaganya untuk mengurus keluarga. Anak pun akhirnya kehilangan sosok penting orang tuanya dan menjadi anak-anak yang bermasalah. 

Akhirnya, yang tersisa dari hubungan keluarga hanyalah luapan emosi negatif sebagai dampak dari beratnya beban yang menyakiti semua anggota keluarga dan membuat lupa peran dan hubungan keluarga.

Begitu pun fakta keluarga yang diuji dengan kemiskinan. Ketika standar kebahagiaannya adalah materi, maka kerapuhan pondasi rumah tangga menjadi satu keniscayaan dan mereka tidak akan menikmati dan mencapai kebahagiaan yang menjadi standar mereka, yaitu materi tersebut.

Selain itu, negara juga memiliki andil besar dalam rusaknya tatanan keluarga dan hubunganantar anggota keluarga, yaitu sistem pendidikan, ekonomi, dan politik. 

Sistem pendidikan yang diterapkan negara telah mencetak para peserta didik menjadi SDM yang disiapkan untuk dunia kerja. Alhasil, orientasi dari kesuksesan proses belajar di dunia pendidikan adalah nilai akademik yang tinggi untuk dapat pekerjaan yang lebih baik dan bergengsi.

Sistem ekonomi yang diterapkan negeri ini adalah sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, kepemilikan rakyat yang seharusnya dikelola secara mandiri oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat telah diprivatisasi oleh lembaga swasta yang hasilnya masuk ke kantung pribadi para pengusaha. Sedangkan untuk membiayai kebutuhan dan pelayanan rakyat, negara harus memungut dan memalak rakyat lewat pajak. Padahal, ketika SDA negeri ini mampu dikelola secara mandiri, negara sangat mampu menyejahterakan rakyat. 

Inilah dampak sistem ekonomi kapitalisme yang menciptakan kesenjangan begitu tinggi antara si kaya dan si miskin karena tidak meratanya harta yang beredar.

Begitu pun dengan sistem politik, mahalnya biaya politik membuat para penguasa lebih memilih mencari sumber materi untuk menutupi modal saat hendak berkuasa. Alhasil, transaksi politik sering terjadi antara penguasa dan pengusaha, sedangkan rakyat kembali mendapatkan imbas dari kebijakan zalim penguasa.

Peran negara inilah yang menjadikan rakyat, terkhusus keluarga berperan ganda dan menanggung beratnya beban hidup hingga peran keluarga hilang.

Islam adalah Pondasi Kokoh Institusi Keluarga

Dalam Islam, standar kebahagiaan manusia adalah mendapatkan rida Allah Swt. tidak sedikit pun berkaitan dengan materi. Sehingga, ada ataupun tidak ada materi, setiap keluarga tetap bisa menjadi bahagia karena yang dikejar adalah rida Allah.

Selain itu, Islam menjadikan penguasa sebagai raa'in, yang akan menjaga fungsi dan peran keluarga. Negara menjamin kebutuhan pokok warga, baik secara individual maupun komunal. Sehingga, seorang kepala keluarga tak harus kerja mati-matian untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan karena telah dijamin negara secara gratis bagi seluruh warga negara Islam.

Seorang istri pun tak harus mencari uang tambahan dengan pergi keluar rumah untuk bekerja.Para istri atau ibu justru akan terkondisikan untuk mencurahkan segala perhatian dan tenaganya untuk mengurus keluarga dan generasi dengan rasa tenang, bahagia dengan perannya.

Islam juga memiliki sistem pendidikan berkualitas dengan asas akidah Islam. Outputnya adalah manusia-manusia yang bersyakhsiyah Islamiyyah (berkepribadian Islam) dan faqih fiddin (paham agama). Mereka memiliki kesadaran penuh atas posisinya sebagai hamba Allah yang memiliki peran sebagai anak atau orang tua sehingga mampu menjaga hubungan keluarga tetap harmonis dan menunaikan perannya dengan baik.

Negara Islam dengan menerapkan Islam kaffah mampu mewujudkan sistem kehidupan yang baik sehingga terbentuk pula keluarga baik dan terjaga. Negara juga mewujudkan maqashid syariah sehingga kebaikan terwujud di dalam keluarga, masyarakat, dan negara. Wallahu a'lam.


Oleh: Heti Suhesti
(Aktivis Muslimah)

Kamis, 04 Juli 2024

Hilangnya Birrul Walidain, Buah Sistem yang Rusak



Tinta Media - Orang tua sejatinya adalah orang yang dihormati dan disayangi oleh buah hati. Besarnya peran orang tua dalam merawat, mendidik, menyayangi, dan menjaga sang buah hati mulai dari bayi hingga beranjak dewasa, seharusnya membuat mereka bersyukur, berterima kasih, dan membalas jasa dengan menjaga dan menyayangi mereka di hari tua. Namun sayang, dalam sistem saat ini, birrul walidain begitu jauh dari generasi.

Kasus viral pembunuhan seorang ayah yang dilakukan oleh kedua putri kandungnya terjadi di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Hal itu terjadi karena dua remaja yang masing-masing berusia 17 tahun dan 16 tahun itu sakit hati karena dimarahi ketika diketahui mencuri uang ayahnya. Mereka menusuk sang ayah dengan sebilah pisau hingga tewas. (liputan6.com, 23/06/2024)

Kasus serupa juga terjadi di Pesisir Barat, Lampung. Seorang anak remaja 19 tahun tega menghabisi nyawa ayahnya yang menderita stroke karena kesal diminta mengantar ke kamar mandi. (enamplus.liputan6.com, 21/06/2024)

Sungguh miris. Apakah penyebab hilangnya birrul walidain di tengah-tengah generasi saat ini?

Buah Sistem yang Rusak

Sistem Kapitalisme yang berasaskan sekularisme dan liberalisme telah merusak dan merobohkan pandangan mengenai keluarga. Asas sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan dan liberalisme yaitu kebebasan, telah membuat generasi semakin bebas melakukan apa pun sesuka hati tanpa terikat hukum syariat. Sistem tersebut telah melahirkan generasi-generasi yang miskin iman, rapuh, kosong jiwanya, dan mudah emosi. Kapitalisme menjadikan kebahagiaan jasadiah atau materi sebagai tujuan. Pantas jika generasi saat ini abai pada keharusan birrul walidain (berbakti kepada orang tua).

Selain itu, sistem pendidikan sekuler tidak mendidik generasi memahami birrul walidain dan pentingnya mengamalkan dalam keluarga. Dari sini, lahirlah generasi rusak sehingga rusak pula hubungannya dengan Sang Pencipta, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Penerapan sistem hidup kapitalisme gagal memanusiakan manusia. Fitrah dan akal tidak terpelihara. Sistem ini berhasil menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya, yaitu sebagai hamba dan khalifah pembawa rahmat bagi alam semesta. Sistem yang rusak, melahirkan pula generasi rusak dan merusak.

Sistem Islam

Islam merupakan sistem yang berasaskan pada Akidah. Islam mendidik generasi menjadi manusia yang memiliki kepribadian Islam (pola pikir dan pola sikap islami) yang berbakti dan hormat kepada orang tua dan memiliki kemampuan dalam mengontrol emosi. Mereka menjadi generasi yang mampu memecahkan berbagai persoalan hidup sesuai dengan aturan Allah.

Selain itu, Islam memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal, yaitu dengan cara membina setiap generasi dengan tsaqafah-tsaqafah Islam dan menegakkan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, sehingga dapat mencegah semua bentuk kejahatan, termasuk kekerasan anak pada orang tua.
Maka dari itu, hanya dengan Sistem Islam, generasi mampu terselamatkan. Wallahu'alam bishawab.


Oleh: Agustriany Suangga
Muslimah Peduli Generasi

Senin, 01 Juli 2024

Karut Marut Pendidikan, Ulah Sistem Rusak


'Tiada masa paling indah, masa-masa di sekolah'.

Tinta Media - Sepenggal lirik lagu lawas ini menggambarkan indahnya masa sekolah. Namun, kini masa indah sekolah berubah menjadi masa gelisah. Bagaimana tidak, untuk mendapatkan bangku sekolah saja sulitnya bukan main. Hal ini dirasakan oleh para orang tua murid yang sedang berjuang menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah negeri, khususnya di Bandung.

Terkait hal itu, di Bandung Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mendapat perhatian dari Bupati Bandung, Dadang Supriatna. Bupati meminta kepada orang tua murid agar tidak memaksakan anaknya untuk masuk sekolah favorit dan jangan memberikan uang atau menyogok petugas sekolah. Jika dalam proses PPDB tingkat Jabar SMA/SMK terjadi transaksional atau praktik pungli, maka pemerintah hingga polisi akan mengultimatum sekolah-sekolah nakal hingga memprosesnya.

Pungli atau pungutan liar merupakan tindakan meminta sesuatu kepada seseorang, perusahaan, ataupun lembaga tanpa menuruti peraturan yang lazim. Hal ini sama dengan pemerasan, penipuan, dan korupsi. 

Di negara ini, pungli sudah menjadi budaya. Harus diakui, di setiap sektor publik, aktivitas pungli selalu ada. Salah satunya adalah pungli di sektor pendidikan.

Walaupun praktik pungli ini dilarang dan akan merusak integritas instansi sekolah, tetapi aktivitas satu ini semakin merajalela. Moment PPDB saat ini dimanfaatkan oleh oknum nakal di sekolah negeri atau favorit untuk mendapatkan keuntungan dari orang tua murid yang ingin menyekolahkan anak-anaknya.

Kurangnya jumlah kouta sekolah negeri tidak seimbang dengan banyaknya calon siswa baru. Ini bukti bahwa negara tidak serius dalam mewujudkan pemerataan pendidikan, sehingga hal ini membuka celah kecurangan. 

Faktanya, selama proses PPDB tahun 2023, banyak terjadi kecurangan manipulasi data kependudukan. Bahkan, menurut Ketua DPR RI, Puan Maharani, di Bogor, Jawa Barat ditemukan sekitar 300 aduan indikasi manipulasi PPDB jalur afirmasi dan zonasi.

Inilah PR besar pemerintah untuk mencari solusi yang komprehensif, agar PPDB ini benar-benar mampu memeratakan pendidikan dengan adil dan merata, bukan malah menambah masalah baru.

Namun, inilah konsekuensi hidup dalam sistem sekuler kapitalisme. Di sistem yang rusak ini, agama (Islam) tidak dijadikan sebagai aturan dalam kehidupan. Halal haram tidak jadi patokan. Materi, kebahagiaan, dan keuntungan duniawi adalah orientasi, sehingga yang hak dan batil pun dicampuradukkan. Sistem yang senantiasa melahirkan masalah ini juga menyelesaikan masalah dengan menghadirkan masalah baru. 

Artinya, sistem ini tidak mampu menyelesaikan masalah hingga akarnya. Sistem bobrok ini pun melahirkan mental yang bobrok pula. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya hukuman yang membuat efek jera bagi pelaku, mengakibatkan pungli semakin mewabah. Kalau kemaksiatan seperti ini sudah menjadi budaya, masih bisakah hanya diberi ultimatum saja? Harus ada penerapan aturan yang mampu mencegah tindakan pungli.

Problematika pendidikan semakin ke sini semakin mengkhawatirkan. Hadirnya kurikulum merdeka yang masih menjadi pro dan kontra tak lantas menjadi solusi. Sistem zonasi yang malah membuat masalah baru termasuk maraknya pungli, menambah deretan prestasi buruk dunia pendidikan.

Negara telah gagal memenuhi hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Artinya, negara harus mengevaluasi sistem PPDB secara menyeluruh dan mengganti dengan sistem pendidikan yang mampu mewujudkan pemerataan secara adil.

Namun, pemerataan dan keadilan seperti itu hanya ada dalam sistem Islam (Khilafah). Dalam Islam, semua sekolah adalah berstatus favorit. Bagaimana tidak, biaya sekolah di semua jenjang pendidikan gratis. Pendidikan berkualitas dan berbasis akidah Islam. Fasilitas sains atau teknologi terpenuhi. Akses mendapatkan pendidikan dipermudah. Seluruh rakyat mendapatkan hak pendidikan dan yang pasti tidak ada pungli.

Dalam Islam, pungli atau al-muksu adalah termasuk dosa besar karena telah menyusahkan dan menzalimi orang lain dengan cara mengambil harta secara paksa pada orang lain. 

Allah Swt. berfirman dalam Q.S Al-Baqarah ayat 188, yang artinya, 

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya."

Oleh karena itu, setiap muslim tidak akan mencari harta dengan cara yang melanggar syariat Islam, termasuk melakukan pungutan liar. Jika ada yang melanggar, maka akan dikenai sanksi atau hukuman oleh hakim sesuai kadar kesalahannya.

Selain itu, negara akan terus meningkatkan mutu pendidikan untuk memenuhi kebutuhan asasi rakyat. Anggaran pendidikan akan dibiaya oleh negara melalui baitul mal. Salah satunya bersumber dari pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara, bukan pihak swasta atau asing.

Maka dari itu, negara mampu mewujudkan pemerataan pendidikan secara adil dan merata, karena negara bukan hanya wajib menyediakan infrastruktur sekolah. Namun, negara juga bertanggung jawab menerapkan sistem pendidikan berbasis Islam, agar mencetak generasi yang mempunyai pola pikir dan sikap Islam. Kelak, mereka akan menjadi generasi penerus peradaban, yang memiliki kesadaran akan adanya hubungan dirinya dengan Allah Swt. Maka, setiap amal perbuatannya dilakukan semata-mata karena ketaatan kepada Sang Pencipta.
Wallahualam bisshawab.


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Selasa, 11 Juni 2024

Bea Cukai dalam Sorotan, Sistem Islam Jadi Jawaban


Tinta Media - Tahun 2024 ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Indonesia menghadapi berbagai isu dan tantangan yang menjadi sorotan publik. Keluhan masyarakat terhadap layanan dan kebijakan Bea Cukai ditunjukkan oleh beberapa kasus yang viral di media sosial. Salah satu kasus yang mencuat adalah keluhan seorang pembeli sepatu bola seharga Rp10 juta yang dikenakan bea masuk sebesar Rp31 juta. Pihak Bea Cukai menjelaskan bahwa besaran ini termasuk denda administrasi akibat kesalahan penetapan nilai pabean oleh importir atau jasa kiriman.

Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan kepada Presiden Joko Widodo tentang sejumlah masalah Bea Cukai yang menjadi perbincangan di media sosial, termasuk kasus-kasus yang berkaitan dengan importasi barang yang sangat diminati. Dalam upayanya memperbaiki situasi, Sri Mulyani menekankan pentingnya penyesuaian peraturan dan prosedur untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan Bea Cukai.

Dari segi kinerja keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berhasil menyumbang Rp22,9 triliun dari penerimaan negara hingga Februari 2024, meskipun terjadi penurunan sebesar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun ada tantangan besar dalam mengatasi peningkatan jumlah pekerjaan dan perkembangan teknologi, kinerja ini menunjukkan tren positif dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (Kompas.com, 27-02-2024)

Maraknya Kasus Suap di Lingkungan Bea Cukai

Ada beberapa kasus korupsi Bea Cukai di Indonesia pada tahun 2024. Salah satunya adalah kasus impor gula PT Sumber Mutiara Indah Perdana (SMIP). Mantan Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Riau berinisial RR menjadi tersangka dalam kasus ini. RR diduga mencabut keputusan pembekuan izin kawasan berikat PT SNIP agar perusahaan tersebut dapat mengimpor gula dan menerima suap terkait kegiatan ini. 

Adapun kasus yang melibatkan Eko Darmanto selaku mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta yang ditahan oleh KPK adalah dugaan gratifikasi Rp18 miliar dari pengusaha impor dan jasa kepabeanan. (Kompas.com, 18-04-2024)

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa upaya penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung dan KPK sangat tidak efektif terhadap korupsi lembaga Bea Cukai, termasuk pengusutan dugaan gratifikasi dan manipulasi data importasi. Ada kasus baru dan hukuman yang tidak sesuai, bahkan banyak kasus yang belum selesai seolah-olah hilang begitu saja tanpa keputusan hukum yang adil untuk para koruptor. Belum lagi kebobrokan dalam perhitungan bea cukai, mekanisme, dan prosedur yang dianggap sangat merugikan bagi masyarakat, tetapi sangat menguntungkan bagi perusahaan asing. Ini terbukti dengan adanya pengecualian atau pembebasan bea cukai bagi negara asing. 

Memahami Usyur dalam Islam

Hak kaum muslimin yang berasal dari harta dan perdagangan ahlu dzimmah dan penduduk darul harbi yang melewati batas Negara Khilafah dikenal sebagai usyur. Orang yang bertugas memungutnya disebut 'Asyir. Namun demikian, beberapa hadis telah mengancam keras bea cukai. Seperti yang diriwayatkan Uqbah bin 'Amir, bahwa ia telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: 

» لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ «

"Tidak akan masuk surga orang yang memungut bea cukai." (HR. Ahmad dan ad-Darami) 

Bea cukai adalah harta yang dipungut dari barang dagangan yang melintasi batas negara. Menurut Kariz bin Sulaiman, "Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat kepada Abdullah bin Auf al-Qari agar ia mendatangi rumah yang berada di Rafhi; yang dimaksud adalah gedung bea cukai, dan supaya ia membongkar gedung tersebut, lalu membawanya ke laut dan ditenggelamkan." 

Umar bin Abdul Aziz juga pernah menulis surat kepada Uday bin Artha'ah untuk meminta masyarakat agar tidak membayar fidyah, ma'idah, dan cukai. 
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

"Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (TQS. Hud [11]: 85) 

Hadis dan atsar yang disebutkan di atas mencela bea cukai dan mengancam orang-orang yang memungutnya. Ini menunjukkan bahwa memungut bea cukai tidak dibolehkan. Menurut banyak hadis lain, usyur tidak pernah dipungut dari barang perdagangan antara kaum muslimin dan kafir zimi yang melintasi perbatasan negara. Usyur dipungut hanya dari perdagangan kafir harbi. 

Menurut riwayat Abdurrahman bin Ma'qal, Ziadah bin Hudair menjawab, "Kami tidak memungut usyur dari kaum muslimin maupun muahid." Kemudian aku bertanya lagi: "Dari siapa kalian memungut usyur?" Dia menjawab, "Dari perdagangan kafir harbi, karena mereka telah memungut usyur dari kami saat kami mendatangi mereka."

Menurut atsar lain, Umar bin Khaththab dan para Khalifah berikutnya, Utsman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz, memungut usyur dari perdagangan di luar batas negara. Mereka memungut 1⁄4 usyur dari pedagang kaum muslim, 1⁄2 usyur dari pedagang kafir zimi, dan usyur dari pedagang kafir harbi. Jika atsar dan hadis yang berbicara tentang usyur diteliti secara mendalam, akan menjadi jelas bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan. 

Sebenarnya, bea cukai yang dicela dan diancam keras bagi mereka yang memungutnya adalah harta yang diambil dari orang muslim tanpa hak, seperti mengambil usyur mereka atau lebih dari 1⁄4 usyur dari perdagangan mereka yang melintasi perbatasan negara. Ini karena seorang muslim tidak diwajibkan membayar usyur atau bea cukai atas barangnya kecuali membayar zakatnya 1⁄4 usyur. Ini tidak termasuk pajak atau usyur penuh. 

Komoditi yang Terkena Usyur dan Waktu Pungutannya 

Usyur dipungut atas seluruh jenis barang dagangan, seperti perhiasan, hewan, hasil pertanian atau buah-buahan. Usyur tidak diambil dari selain barang dagangan. Usyur tidak diambil dari pakaian, peralatan, atau kebutuhan sehari-hari seseorang, termasuk makanannya. 

Walaupun pedagang melewati perbatasan berkali-kali dengan barang dagangannya, usyur hanya dipungut satu kali setahun untuk satu jenis barang. Maka, 'asyir tidak boleh mengutip lebih dari satu kali. Jika mereka melewati perbatasan dan membawa barang dagangan baru yang berbeda dari barang dagangan sebelumnya, maka usyur diambil dari mereka setiap kali mereka melewati perbatasan.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengaturan barang masuk dan keluar dari negara, yang berdampak pada stabilitas sosial dan politik serta ekonomi. Menurut perspektif Islam, keadilan, transparansi, dan kejujuran harus menjadi dasar pengelolaan usyur, yang sesuai dengan ajaran syariah. Semua hanya dapat diterapkan dalam sistem Islam Kaffah melalui peran khalifah sebagai pengambil kebijakan negara. Wallahohu 'alam bisshawwab.

Oleh: Yeni Ariesa
Sahabat Tinta Media

Kamis, 23 Mei 2024

Petani Tergusur Akibat Sistem Kufur


Tinta Media - Siapa yang tidak kenal dengan sosok petani yang berjasa besar dalam produksi pertanian? Setiap butir beras adalah hasil kerja kerasnya. Namun, saat ini keberadaan petani sedang terancam oleh kehadiran mesin-mesin modern berteknologi canggih, bak pertanian di negara-negara maju.

Kementerian Pertanian berencana untuk membangun klaster pertanian modern yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan juga perekonomian petani. Penggunaan mesin-mesin berteknologi pun dinilai mampu menghasilkan produksi padi tiga kali dalam setahun. Yang akan menggarap adalah para petani milenial. Pertanyaannya, efektifkah rencana tersebut?

Kemajuan teknologi tak bisa lagi terelakkan, mulai dari perabotan rumah tangga, alat komunikasi, kendaraan, hingga mesin produksi pertanian. Semua serba canggih. Sebenarnya tak ada yang salah dengan penggunaan sains atau teknologi di bidang pertanian jika itu benar-benar membawa kemaslahatan untuk masyarakat.

Namun, sayangnya kehadiran mesin berteknologi ini akan menggantikan posisi petani. Seperti yang kita ketahui bahwa pertanian adalah sumber kehidupan para buruh tani atau pemilik lahan. Pertanian adalah mata pencaharian mereka. Pemerintah tidak benar-benar memikirkan dampak yang akan terjadi pada kehidupan para petani. Bayangkan jika rencana ini terealisasi. Sudahlah upah buruh tani tidak seberapa, masih diperparah lagi harus kehilangan pekerjaannya. 

Negeri yang subur ternyata belum tentu makmur. Faktanya, negeri ini tak mampu memenuhi kebutuhan berasnya sendiri, sering terjadi kelangkaan produksi padi dengan alasan gagal panen akibat el nino. Hal ini yang mendasari rencana Mentan, untuk membangun klaster pertanian dengan kecanggihan mesin-mesinnya demi meningkatkan produksi sebanyak tiga kali lipat.

Inilah watak asli sistem sekuler kapitalisme. Yang dipikirkan hanya keuntungan saja, tanpa memikirkan bagaimana nasib para buruh tani yang terkena dampak teknologi. Orientasi sistem ini sebatas materi dan kesenangan duniawi.   

Penguasa yang lahir dari sistem ini pun menjadi materialistis. Apa pun atau siapa pun yang lebih menguntungkan akan diprioritaskan.

Hal yang paling dikhawatirkan dalam sistem ini adalah proyek besar yang rawan dijadikan bancakan bagi pihak-pihak yang terkait.

Di sisi lain, alih-alih demi meningkatkan perekonomian petani, survei menunjukkan bahwa 50.1 persen petani meminjam uang kepada individu, 29,3 persen ke bank, dan sisanya ke koperasi. Ini membuktikan bahwa para petani hidup dalam kesulitan ekonomi. 

Banyak petani sulit berproduksi akibat biaya produksi yang sangat tinggi. Menurut Survei Struktur Ongkos Usaha Tanaman Padi (BPS, 2017), komposisi pengeluaran petani padi terbesar adalah biaya tenaga kerja (48,95 persen), sewa lahan (26,36 persen), pupuk (9,4 persen), pestisida (4,3 persen), dan benih (3,8 persen). 

Dalam sistem kapitalisme, penguasa menjadikan kekuasaannya sebagai lahan bisnis. Hal ini membuat para petani terjerat pinjaman rentenir, bahkan terpaksa menjual lahannya dan menjadi buruh tani. Selama sistem rusak ini diterapkan, negara tidak akan mampu memberikan solusi terbaiknya. Rencana ini pun mustahil mampu meningkatkan perekonomian petani.

Rencana ini semakin menunjukkan ketidakpedulian penguasa akan nasib rakyat. Harusnya penguasa bertanggung jawab atas kehidupan rakyat agar lebih baik, bukan malah menghilangkan pekerjaan rakyat dan digantikan dengan mesin.

Harusnya pemerintah belajar dari sistem Islam yang paripurna dalam mengurus rakyat. Negara yang menerapkan sistem Islam (Khilafah) yang berlandaskan syariat Islam dan ajaran Rasulullah saw. mampu memecahkan setiap problem kehidupan. 

Politik ekonomi negara Islam bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Termasuk persoalan sektor pertanian, Khilafah akan memastikan ketersediaan padi memadai dan harga terjangkau. 

Ini dilakukan dengan memberikan insentif dan kebijakan yang mendukung produksi dan distribusi yang efisien seperti menyediakan secara gratis lahan untuk digarap, pupuk, benih, sarana dan prasarana pertanian, juga memberikan dukungan dalam penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Dengan tidak mengganti peran para petani, penggunaan teknologi justru akan ikut mempermudah pekerjaan petani. Efisiensi waktu pun akan memberi dampak positif, yakni petani akan lebih punya waktu untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa.

Khalifah sebagai raa'in akan memberikan jaminan kepada rakyat, termasuk petani. Khalifah akan memberikan bantuan dana atau sarana pendukung produksi pertanian, seperti mesin berteknologi yang akan diberikan cuma-cuma kepada petani tanpa menggusur peran mereka. Hal ini karena negara sadar betul bahwasanya petani punya posisi strategis dalam menjamin ketersediaan bahan pangan dalam negeri.

Maka dari itu, negara akan concern terhadap proses produksi, distribusi, hingga konsumsi demi meningkatkan produktivitas pertanian dan menyejahterakan masyarakat khususnya petani. Hanya dengan sistem sahih yaitu Khilafah, petani makmur tidak tergusur seperti dalam sistem kufur.
Wallahualam bishshawab.



Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Kamis, 02 Mei 2024

Rupiah Melemah, Saatnya Pindah ke Sistem Mata Uang Emas dan Perak



Tinta Media - Seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang saat ini menembus level Rp16.200 per dollar AS dan potensi kenaikan biaya produksi, maka harga berbagai jenis barang berpotensi akan meningkat. Harga barang impor pun akan meningkat jika  pelemahan nilai tukar rupiah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Ini disampaikan oleh Yusuf Rendy Manilet, Ekonom Center of Reform on Economic (Core). Sementara kita tahu bahwa kebutuhan industri tanah air itu sangat bergantung pada bahan baku impor. (JAKARTA, KOMPAS.com)

Sambungannya lagi, jika bahan baku mahal, dipastikan akan berpengaruh pada perubahan  harga pokok produksi suatu produk dari produksi tersebut. 

Menurut Yusuf, ada dua opsi yang dimiliki oleh pelaku usaha, yaitu dengan konsekuensi penurunan margin keuntungan, pelaku usaha tidak menaikkan barang. Namun, tidak semua industri dan lapangan usaha bisa melakukannya. 

Yang kedua adalah dengan menaikkan harga untuk menyesuaikan dengan biaya produksi. Imbas dari kenaikan harga barang di pasaran adalah kenaikan laju inflasi dan berpengaruh pula pada pola konsumsi masyarakat.

Pelemahan rupiah makin menguat bukanlah tanpa sebab. Pertama, Bank sentral yang mempertahankan suku bunga yang tinggi akan berpengaruh pada investor global. Mereka lebih memilih untuk menyimpan uangnya di pasar Amerika Serikat. 

Yang kedua adalah adanya konflik yang semakin memanas antara Israel-Iran di Timur Tengah dengan gempuran lebih dari 300 rudal dan drone Iran kepada Israel beberapa hari yang lalu tepatnya Sabtu (13-4-2024) yang merupakan balasan dari serangan Israel ke konsultan Iran di Damaskus. 

Imbasnya adalah terganggunya pasokan minyak global jika terjadi blokade di jalur pengiriman minyak terpenting dunia di selat Hormuz.

Melemahnya rupiah adalah buah dari dominasi mata uang dollar terhadap dunia. Negara masih bergantung dan dikendalikan oleh para elite global sehingga tampak jelas bahwa kondisi negara secara keseluruhan saat ini berada dalam genggaman imperialisme Amerika Serikat. 

Yang paling utama adalah ketergantungan pada dollar sebagai mata uang dunia karena Amerika Serikat sebagai pengendali mata uang dunia. 

Sejatinya, hal ini merupakan kekuatan semu karena berdasarkan perjanjian. Perjanjian ini berdasarkan kesepakatan yang pada dasarnya akan menguntungkan negara adidaya. 

Dengan begitu,  dampak pelemahan rupiah akan dirasakan berbagai pihak dan makin menyulitkan kondisi ekonomi rakyat dalam berbagai aspek. Ini mengingat bahwa Indonesia adalah negara pengimpor bahan baku industri yang harus mengeluarkan dana lebih besar tentunya. Dengan begitu, biaya produksi menjadi lebih besar dan sampai ke konsumen pasti akan mengalami kenaikan harga pula. 

Selanjutnya, ketika harga minyak dunia naik, bisa dipastikan akan berimbas juga pada kenaikan harga BBM, LPG, dan ujung-ujungnya semua harga-harga lainnya juga akan mengalami kenaikan. 

Selanjutnya adalah merosotnya daya beli masyarakat akibat inflasi yang cukup besar.
Barang menjadi mahal dan masyarakat harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jika sudah begitu, rakyat kecil juga yang akan merasakan kesusahan.

Biasanya, solusi yang ditawarkan pemerintah adalah dengan memberikan subsidi dan juga Bansos. Namun pada faktanya, bantuan bansos juga banyak menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat. Adanya ketidakmerataan dan salah sasaran justru menimbulkan kecemburuan sosial hingga timbul percekcokan. Semua adalah buah dari sistem yang salah yang bukan diambil dari Islam. 

Oleh karena itu, jika ekonomi ingin stabil, Islam punya solusinya, yaitu dengan sistem mata uang emas. Sistem ini dijamin akan adil dan stabil sehingga secara ekonomi akan aman dari krisis. Ini adalah sistem yang sudah dicontohkan pada masa Rasulullah saw. dan terbukti mampu menjalankan ekonomi dengan stabil, tahan inflasi, dan krisis. 

Dengan sistem mata uang emas, maka harga tidak akan berubah nilai walaupun dengan jangka waktu yang lama. Begitulah kekuatan dari mata uang berbasis emas dan perak, tidak seperti mata uang kertas sebagaimana saat ini yang sangat lemah, mudah diombang-ambing, apalagi bagi negara pengekor di bawah cengkeraman negara adidaya seperti Amerika Serikat.

Namun, mata uang berbasis emas dan perak hanya bisa diterapkan dengan adanya institusi negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan, bukan sistem demokrasi kapitalisme seperti sekarang ini yang berbasis ribawi dan fiat money. 

Yuk, sudah saatnya umat Islam sadar bahwa hanya dengan penerapan Islam secara kaffahlah negara ini akan menjadi negara yang disegani dan kuat. Ekonomi stabil, masyarakat makmur dan sejahtera hanya saat dalam naungan khilafah Islam. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Jumat, 19 April 2024

Penerapan Sistem Islam, Berantas Miras dan Narkoba



Tinta Media - Berada di lingkungan yang nyaman dan aman adalah dambaan setiap orang, selain memberikan kenyamanan dalam beraktivitas sehari-hari, juga menjaga kekhusyukan dalam menjalankan ibadah. Hal ini yang sedang diupayakan oleh Kepolisian Resort Kota Besar Bandung, Jawa Barat, yakni dengan melaksanakan operasi pekat dimulai dari tanggal 1 Maret hingga 31 Maret 2024.

Sebanyak 19.600 botol miras dan 94.500 butir obat ilegal berhasil dirazia dari para penjual kemudian dimusnahkan. Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan kondusivitas menjelang Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Pemusnahan ini diharapkan mampu membuat efek jera kepada masyarakat, khususnya penjual yang nekat berjualan miras dan obat ilegal.

Dewasa ini, mendengar kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan miras sudah tidak asing di telinga, baik kasus kelas teri maupun kelas kakap. Salah satunya, kasus terhangat  yaitu jaringan gembong narkoba Fredy Pratama yang belum tertangkap sampai saat ini. Alasan ribetnya birokrasi karena berada di Thailand membuat pelakunya masih menghirup udara segar.

Bahkan, hingga November 2023, jumlah kasus pengguna narkoba di negeri ini mencapai 3,3 juta orang. Mulai dari masyarakat biasa, pejabat, selebritis, dan penegak hukum, semua turut serta dalam lingkaran setan ini. Banyaknya kasus yang terjadi membuktikan ketidakseriusan negara dalam menangani peredaran miras dan obat-obatan ilegal di tengah masyarakat dan masih menjadi PR besar pemerintah.

Harusnya negara menyadari bahwa dampak dari mengonsumsi miras dan penyalahgunaan obat-obatan bisa menjadi efek domino. Ini karena seseorang yang sudah berada dalam pengaruh alkohol atau miras dan obat-obatan akan hilang akal sehatnya sehingga rentan melakukan aksi kriminal lainnya.

Selain itu, maraknya penggunaan obat-obatan terlarang dan miras oleh generasi muda akan berdampak pada terhambatnya kemajuan negeri ini, karena penggunaan barang haram tersebut akan merusak fisik dan psikis mereka. Bagaimana negara ini bisa maju, jika generasi penerus peradaban telah digerogoti tubuhnya oleh zat perusak syaraf.

Namun, inilah fakta yang terjadi saat ini. Buah busuk dari penerapan sistem sekuler kapitalisme menjadikan negara abai dan melahirkan masyarakat yang rapuh, mudah terbawa arus, dan tidak punya pendirian dikarenakan jauh dari pemahaman akidah Islam. 

Sistem ini memisahkan agama (Islam) dari kehidupan dan negara, sehingga negara yang menerapkan sistem ini membebaskan setiap individu untuk berekspresi, berakidah, dan berekonomi. Alhasil, ketika aturan kehidupan diserahkan pada pemikiran akal manusia, maka yang terjadi adalah kekacauan dan kerusakan.

Kemudian, penerapan hukum yang tebang pilih dan tumpul ke atas tajam ke bawah oleh negara membuat peredaran miras dan obat-obatan terlarang akan terus berlangsung, karena yang dirazia oleh pemerintah adalah yang biasa dijual di warung-warung atau penjual kecil. Harusnya yang dimusnahkan adalah pabrik yang memproduksi miras dan obat-obatan terlarang.

Sehingga, realitasnya miras yang sudah mendapatkan izin dari negara (legal) seperti di tempat hiburan malam (klub malam), tempat karaoke, hotel berbintang, dan lain sebagainya, masih bisa diperjualbelikan. 

Inilah bukti bahwa sistem ini memberikan kemudahan pada siapa saja yang memiliki modal besar untuk berbisnis, sekalipun berjualan barang haram. Sistem yang berorientasi pada keuntungan duniawi dan materi ini, membuat penguasa menjadi materialistis dan mengesampingkan keselamatan rakyat.

Oleh karena itu, kegiatan razia terhadap penjual miras dan obat-obatan ilegal bukanlah solusi yang solutif dan tidak akan mampu menghentikan peredarannya. Kalau memang betul-betul serius ingin memberantas peredarannya, negara harus membuat aturan tegas berupa larangan memproduksi dan memperjualbelikan miras dan obat-obatan terlarang, dengan memberikan hukuman yang berat bagi pelakunya. Artinya, selama negara masih menerapkan sistem sekuler kapitalisme, maka mustahil peredarannya bisa dihentikan.

Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam (khilafah) yang aturannya sahih karena dibuat oleh Allah Swt. Aturan itu tertuang dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Setiap aktivitas manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, semua ada aturannya dan berlaku hingga akhir zaman.

Termasuk persoalan miras dan obat-obatan terlarang, jelas dalam Islam haram hukumnya, baik legal maupun ilegal. Sesuatu yang membawa dampak buruk bagi manusia dilarang oleh Allah Swt. 

Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 90 yang artinya,

"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."

Oleh sebab itu, dalam Islam, negara berkewajiban melindungi rakyat dari hal-hal yang membahayakan jiwa dan raga. Negara harus menjaga generasi penerus peradaban dari pengaruh miras dan obat-obatan terlarang. Negara paham betul bahwa generasi tangguh dan berakhlakul karimah mampu membangun peradaban emas.

Penerapan syariah secara kaffah oleh negara inilah yang membentengi masuknya pemahaman kafir barat. Seluruh aspek kehidupan diatur oleh Islam, mulai dari akidah, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Maka, akan terlahir masyarakat yang mempunyai idroksilabillah (kesadaran adanya hubungan manusia dengan Allah). Sehingga, setiap aktivitas yang dilakukan tidak keluar dari perintah dan larangan Allah Swt. Semua amal perbuatan dilakukan hanya mengharap rida Allah Swt.

Islam juga memiliki mekanisme dalam mencegah dan menangani peredaran miras dan obat-obatan terlarang. Di antaranya adalah melakukan edukasi fundamental dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, adanya pengontrolan masyarakat, saling beramar ma'ruf nahi mungkar, dan memberikan sanksi bagi pelanggar hukum dengan sanksi takzir oleh hakim sesuai kadar kesalahannya. Sanksinya bahkan bisa sampai pada hukuman mati.

Inilah solusi hakiki yang Islam hadirkan untuk mewujudkan kondusivitas di tengah masyarakat, bukan hanya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri saja. Maka dari itu, kita akhiri kezaliman sistem kufur ini dengan menggantinya dengan sistem Islam. Wallahualam


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Minggu, 31 Maret 2024

Pembangunan Rumah Sakit di Sistem Kapitalis untuk Siapa?

Tinta Media - Bupati Bandung Dadang Supriatna bersyukur pihaknya berhasil membangun empat Rumah  Sakit Umum Daerah (RSUD) Bedas selama masa kepemimpinannya di Kabupaten Bandung.   

Pembangunan rumah sakit itu adalah janji politik Dadang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

"Alhamdulillah kami telah melaksanakan groundbreaking RSUD Bedas Pacira," ujarnya dalam siaran pers, Jumat (8/3/2024).   

Groundbreaking RSUD Bedas Pacira tersebut merupakan RS kelima yang dibangun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung setelah empat RSUD Bedas lainnya, yakni RSUD Bedas Cimaung, Kertasari, Tegalluar, Bojong Soang, dan Arjasari. 
Keempat RSUD itu sudah diresmikan Dadang beberapa waktu lalu. (Kompas.Com)

Pembangunan RSUD ini memang merupakan janji politik Dadang Supriatna sewaktu kampanye dulu dan ia membuktikan janjinya itu pada masa kepemimpinannya menjadi Bupati Bandung.

Memang benar, janji adalah utang yang harus dibayar. Dengan pembangunan RSUD ini, berarti janji politiknya kepada masyarakat sudah tertunaikan. 

Akan tetapi, pertanyaan pun muncul, sudah efektifkah pembangunan rumah sakit ini untuk kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah? Apakah masyarakat sudah merasakan manfaat dari banyaknya pembangunan rumah sakit di Kabupaten Bandung ini? 

Jika kita lihat fakta hari ini, biaya  pelayanan kesehatan tidak murah, sehingga masih banyak masyarakat yang tidak mampu untuk berobat dengan berbagai keluhan penyakit yang diderita. Pada akhirnya, masyarakat kecil tetap saja memilih berobat ke puskesmas dibandingkan harus ke rumah sakit besar, yang dirasa memerlukan biaya yang banyak.

Jika hari ini pemerintah telah mempermudah dengan adanya BPJS kesehatan, tetap saja memerlukan biaya, yang tidak semua orang dapat membayar iuran BPJS tersebut. Belum lagi pelayanan kepada pasien BPJS yang sering dikeluhkan, bak dibeda- bedakan, tidak seperti pelayanan kepada pasien yang daftar secara umum (mampu membayar langsung). 

Seharusnya, pemerintah tidak hanya terus melakukan pembangunan rumah sakit. Akan tetapi, lebih dari itu, pelayanan kesehatan ini harus diperbaiki. Seharusnya pemerintah memberikan pelayanan kesehatan secara gratis sehingga masyarakat yang tidak mampu tetap memperoleh pelayanan sama seperti orang yang mampu. 

Hal itu jauh lebih dibutuhkan masyarakat sekarang. Kalau hanya membuat rumah sakit mewah, tetapi manfaatnya tidak dapat dirasakan kebanyakan masyarakat, untuk apa? Tetap saja warga miskin terpaksa berobat seadanya ke puskesmas, karena terhalang biaya jika harus berobat ke rumah sakit. 

Harus kita pahami bahwa faktor dari permasalahan masyarakat saat ini, seperti masalah kesehatan, pendidikan, dan sebagainya, tidak luput dari minimnya kesejahteraan. Kita tahu, kesejahteraan erat kaitannya dengan kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Ini merupakan kewajiban negara yang harus dirasakan oleh seluruh warganya.  

Jika berbicara tentang  permasalahan saat ini, baik  masalah kesehatan, pendidikan, ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya, semua terjadi akibat sistem yang diterapkan saat ini. Justru sistem kapitalis inilah yang menjadi penyebab hadirnya berbagai permasalahan. Seperti halnya masalah kesejahteraan, itu mustahil dapat terselesaikan jika negeri ini masih menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang membolehkan swasta lokal serta asing dan aseng mengeruk sumber daya alam (SDA) milik rakyat. Seharusnya, kekayaan tersebut dikelola oleh negara dan dikembalikan kembali kepada rakyat. Ini berarti bahwa sistem kapitalisme telah gagal mengurusi urusan rakyat, termasuk masalah kesehatan ini. 

Seharusnya, dengan melimpah ruahnya sumber daya alam yang dimiliki, negeri ini mampu menyejahterakan rakyat. Masalah pendidikan, kesehatan, dan permasalahan lainya seharusnya tidak menerpa negeri ini. Seharusnya pemerintah tidak menyerahkan pengelolaan SDA kepada asing aseng sehingga menguntungkan mereka,  sedangkan rakyat hanya kebagian kesengsaraan saja. 

Harus kita pahami pula bahwa kebahagiaan, kesejahteraan, perlindungan jiwa, harta, nyawa, kehormatan, dan lain sebagainya, serta permasalahan manusia seluruhnya hanya akan tertuntaskan tatkala aturan Islam diterapkan. 

Ketika hari ini aturan Islam  (Al-Qur'an) dicampakkan, maka kerusakan dan permasalahan-permasalahan akan terus ada dan berkelanjutan. 

Rasulullah saw. bersabda,

"Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua perkara, kalian tidak akan pernah tersesat selama-lamanya jika berpegang teguh pada keduanya, yakni Kitabullah dan Sunnah nabi-Nya." (HR. Malik)

Namun demikian, mengamalkan dan menerapkan Al-Qur'an tidak bisa dan tak cukup diterapkan oleh pribadi-pribadi saja, tetapi butuh peran masyarakat, terutama negara. Pasalnya, Al-Qur'an merupakan sistem kehidupan. Hukum-hukum yang berkaitan dengan pemerintahan dan kekuasaan, ekonomi, politik, sosial, pendidikan, termasuk yang mengatur sanksi terhadap pelaku pelanggaran hukum syariah, seperti hudud, tidak boleh dikerjakan oleh pribadi-pribadi. Hal tersebut hanya sah ketika dilakukan oleh seorang khalifah, atau yang diberi wewenang oleh khalifah.

Alhasil, sudah saatnya kita kembali kepada aturan yang berasal dari Allah Swt. dan memperjuangkan penerapannya. 
Wallahua'lam.


Oleh: Ummu Aiza
Sahabat Tinta Media

Selasa, 19 Maret 2024

Pinjol Kian Marak di Sistem yang Rusak


Tinta Media - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memprediksi penyaluran pinjol pada Ramadan 2024 ini akan meningkat. Ini disampaikan oleh ketua umum AFPI Entjick S Djafar bahwa Asosiasi menargetkan pendanaan di Industri Fintech P2P lending saat Ramadan tumbuh sebesar 12%. Hal senada juga di ungkapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hal ini di proyeksi lantaran naiknya permintaan terhadap kebutuhan masyarakat saat Ramadan dan pembelian tiket mudik dan layanan pinjol juga di gunakan untuk membeli kendaraan bermotor. 

Selain untuk kebutuhan Ramadhan dan lebaran layanan pinjol juga banyak digunakan oleh pelaku UMKM untuk menambah modal secara mudah karena prosedurnya yang lebih mudah dibandingkan perbankan dan perusahaan pembiayaan. Inilah jika kita hidup di sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Jadi pola pikir dan pola sikap manusia semakin jauh dari aturan agamanya. Sudah jelas praktik ribawi adalah haram tetapi negara dalam sistem kapitalis justru seolah membiarkan pinjol tumbuh subur. Peran negara bukannya sebagai pelayan urusan umat melainkan penarik keuntungan semata. 

Pada bulan Ramadhan, Allah turunkan banyak keberkahan, sedangkan berkah dimaknai sebagai ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan). Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, tetapi para pelaku usaha justru meminjam modal dengan cara riba. Lantas, bagaimana keberkahan tersebut bisa terwujud jika modal yang dipakai juga dengan cara riba ? 

Jika sekarang yang di terapkan adalah sistem Islam, semua kejadian ini tidak akan pernah ada. Selain Islam melarang riba, Islam juga memberi solusi bagi masyarakat yang butuh membeli kebutuhan sehari-hari dengan mewujudkan perekonomian yang menyejahterakan. Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi tiap-tiap orang serta terwujudnya kemampuan memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Adapun tradisi mudik akan difasilitasi dengan transportasi publik sedangkan kebutuhan modal usaha untuk UMKM akan di penuhi dengan sistem pinjaman non ribawi atau bahkan hibah dari Baitul Mal. 

Dan momen Ramadhan akan di sambut oleh masyarakat di sistem Islam dengan memperbanyak amal shaleh, bukan justru konsumtif sehingga pengeluaran rumah tangga meningkat. Karena masyarakat pada sistem Islam sudah mendapatkan edukasi melalui sistem pendidikan dan dakwah yang di selenggarakan oleh negara sehingga bergaya hidup zuhud atau tidak berlebihan lebihan. 

Sudah saatnya kita bangkit terus beramar makruf dan menyadarkan umat bahwa sistem yang sekarang ini bukan pilihan solusi yang tepat. Hanya dengan sistem Islam Kaffah menjadi solusi yang hakiki dan yang bisa menyelesaikan problematika kehidupan umat manusia.


Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab