Tinta Media: Sistem Sekuler
Tampilkan postingan dengan label Sistem Sekuler. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sistem Sekuler. Tampilkan semua postingan

Jumat, 16 Februari 2024

KH. M. Shiddiq Al-Jawi: Tidak Benar Mengaitkan Kutipan Imam Ibnu Taimiyyah dengan Pemilihan Capres di Sistem Sekuler



Tinta Media - Founder Institut Muamalah Indonesia sekaligus  Pakar Fiqih Kontemporer KH. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menanggapi pertanyaan terkait pendapat seorang khatib yang mengaitkan kutipan ucapan ulama terdahulu yang berbunyi: "Lebih baik 60 tahun dipimpin pemimpin yang zalim dari pada 1 tahun tanpa kepemimpinan" dengan pemilihan capres dalam sistem sekuler adalah tidak benar. 

“Pendapat khatib tersebut tidak benar jika mengaitkan kutipan tersebut dengan pemilihan capres saat ini dalam sistem sekuler yang ada. Kutipan yang dimaksud adalah apa yang disebutnya sebagai ucapan ulama terdahulu yang bunyinya, ‘Lebih baik 60 tahun dipimpin pemimpin yang zalim dari pada 1 tahun tanpa kepemimpinan’," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (12/2/2024). 

USAJ sapaan Kiai Shiddiq menegaskan,  kutipan tersebut memang benar adanya, tetapi yang dimaksud dengan ‘pemimpin yang zalim’ adalah Khalifah (atau Imam) yang zalim, yaitu pemimpin dalam negara Khilafah. “Bukan pemimpin dalam sistem demokrasi  sekuler saat ini,” tegasnya. 

Disampaikan kutipan aslinya yang berasal dari Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmu' Al Fatawa berbunyi sebagai berikut : 

سِتُّوْنَ سَنَةً مِنْ إِمَامٍ جَائِرٍ أَصْلَحُ مِنْ لَيْلَةٍ وَاحِدَةٍ بِلاَ سُلْطَانٍ 

"Enam puluh tahun di bawah Imam (Khalifah) yang zalim, lebih baik daripada satu malam tanpa kepemimpinan/kekuasaan." (Ibnu Taimiyah, Majmu' Al Fatawa, Juz ke-28, hlm. 391). 

Kiai menjelaskan, teks aslinya yang berbunyi : سِتُّوْنَ سَنَةً مِنْ إِمَامٍ جَائِرٍ seharusnya diartikan ‘enam puluh tahun di bawah seorang Imam, atau Khalifah yang zalim’, tidak boleh sama sekali diartikan ‘enam puluh tahun di bawah seorang pemimpin yang zalim.” Hal ini karena kata ‘Imam’ (Khalifah) merupakan kata yang bermakna khusus, sedangkan kata pemimpin (‘amiir’) merupakan kata yang lebih umum cakupannya.  

“Jadi, ketika kalimat aslinya dalam Bahasa Arab diartikan ‘’enam puluh tahun di bawah seorang pemimpin yang zalim’, jelas ini adalah suatu penerjemahan yang manipulatif dan keliru,” jelasnya. 

Menurutnya, perbedaan antara istilah ‘pemimpin’ dengan ‘Imam’, kata ‘pemimpin’ (bahasa Arabnya  amiir) adalah kata yang bermakna umum, mencakup setiap pemimpin dalam berbagai sistem pemerintahan. 

“Jadi kata ‘pemimpin’ bisa mencakup Khalifah atau Imam, sebagai kepala negara dari negara Khilafah, mencakup pula Presiden dalam sistem pemerintahan Republik dari Barat, mencakup pula Raja (King) dalam sistem pemerintahan kerajaan (monarchy), dan sebagainya,” bebernya. 

Adapun istilah ‘Imam’ atau ‘Khalifah’ lanjutnya, adalah istilah khusus, bukan istilah umum, yang secara spesifik merupakan istilah untuk pemimpin tertinggi dalam negara Khilafah atau sistem pemerintahan Islam. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, Juz II, hlm. 126). 

“Perlu diketahui bahwa pemimpin dalam Islam, disebut dengan istilah Khalifah, Imam, atau Amirul Mukminin. Ketiga istilah ini merupakan sinonim (sama maknanya),” tandasnya. 

Kiai Shiddiq juga menyampaikan pendapat Imam Nawawi dalam kitabnya Raudhat Al-Thalibin

يَجُوْزُ أَنْ يُقَالَ لِلْإِمَامِ : اَلْخَلِيْفَةُ وَاْلإِمَامُ وَأَمِيْرُالْمُؤْمِنِيْنَ 

“Boleh Imam (pemimpin dalam Islam) itu disebut dengan istilah : Khalifah, atau Imam, atau Amirul Mukminin.” (Imam Nawawi, Raudhat Al-Thalibin, Juz X, hlm. 49). 

Secara lebih khusus, lanjut USAJ, tugas pokok dan fungsi Imam (atau Khalifah) telah dijelaskan oleh para ulama, yaitu menerapkan Syariah Islam dalam kekuasaan. Imam Taqiyuddin An-Nabhani berkata: 

اَلْخَلِيْفَةُ هُوَ الَّذِيْ يَنُوْبُ عَنِ اْلأُمَّةِ فِي الْحُكْمِ وَالسُّلْطَانِ، وَفِيْ تَنْفِيْذِ أَحْكَامِ الشَّرْعِ. 

“Khalifah (Imam) adalah orang yang mewakili umat Islam dalam pemerintahan dan kekuasaan, dan dalam pelaksanaan hukum-hukum Syariah Islam.” (Abdul Qadim Zallum, Nizham al-Hukmi fi Al-Islam, hlm. 49). 

“Dengan demikian jelaslah, bahwa kutipan yang ditanyakan memang ada, tetapi dengan penerjemahan yang salah atau manipulatif, akhirnya diterapkan dalam konteks yang salah, yaitu sistem sekuler saat ini,” jelasnya menegaskan kembali. 

Menurut USAJ, seharusnya terjemahan yang benar adalah ‘enam puluh tahun di bawah Imam (Khalifah) yang zalim’ bukan diterjemahkan secara salah menjadi kalimat umum ‘enam puluh tahun di bawah seorang pemimpin yang zalim.’ 

“Penerjemahan yang salah inilah, yang akhirnya membawa kepada kesimpulan yang sesat dan menyesatkan, bahwa yang dimaksud dengan ‘pemimpin’ adalah presiden, dalam konteks sekuler sekarang ini. Padahal yang dimaksud dengan kalimat ‘imam yang zalim’ (dalam teks bahasa Arabnya yang asli), adalah Imam atau Khalifah sebagai pemimpin negara Khilafah, bukan presiden dalam sistem republik sekuler yang ada saat ini,” pungkasnya.[] Raras

Selasa, 05 Desember 2023

Kerusakan Mental Generasi Muda Pada Sistem Sekuler



Tinta Media - Sungguh miris kejadian yang terjadi di Pekalongan, Jawa Tengah. Seorang anak sekolah dasar berinisial (K) di Kecamatan Doro meninggal dunia karena bunuh diri. Alasannya pun karena hal yang sangat sepele hanya karena telepon milik korban disita oleh orang tuanya.

Kepala satuan reserse dan kriminal polres pekalongan AKP Isnovim mengatakan  peristiwa tersebut terjadi Rabu sore (22/11) dan pada Kamis pagi (23/11) korban sudah dimakamkan. Setelah keluarga korban melapor kemudian polisi mendatangi rumah orang tua korban, namun korban sudah dievakuasi ke puskesmas setempat dan telah mendapatkan pemeriksaan medis serta dinyatakan meninggal dunia.

Orang tua korban mengatakan peristiwa itu terjadi berawal saat korban sedang bermain handphone lalu ditegur oleh orang tuanya untuk berhenti dan handphone tersebut diminta oleh orang tuanya setelah diminta HP nya korban marah dan pergi ke kamar dan pintu kamar terkunci dari dalam. Kemudian pada Rabu sore sekitar pukul 15.30 WIB, ibu korban membangunkan anaknya untuk segera berangkat mengaji ke tempat pendidikan Al-Qur’an, namun tidak direspons. Karena tidak ada respons orang tuanya mengintip melalui lubang pintu kamar dan diketahui korban sudah gantung diri dengan menggunakan kain selendang yang diikatkan di jendela kamar (Antarajateng.com, Kamis (23/11/2023  pukul 15.52 WIB)

Kenapa kasus bunuh diri ini kerap sekali terjadi saat ini bahkan korbannya seorang anak kecil dan hanya gara-gara hal yang sangat sepele yaitu disuruh untuk berhenti main hp.

Kasus ini harus menjadi perhatian kenapa bisa seorang anak kecil melakukan bunuh diri, tentunya banyak hal yang menyebabkan kasus seperti ini terjadi. Semua karena sistem saat ini sistem yang memisahkan agama dari kehidupan.

Negara tidak bisa melindungi tidak bisa memberikan pendidikan yang benar, belum lagi ditambah dengan adanya media sosial saat ini anak-anak dengan bebas mengonsumsi tontonan yang memicu anak-anak untuk melakukan sesuatu hal yang fatal. Tontonan yang bisa merusak kesehatan mental generasi muda, yang bisa melunturkan akidah dan keimanan. Karena agama dipisahkan dari kehidupan, tentunya akan membuat banyak kerusakan. Dengan banyaknya kasus seperti ini sangat jelas menunjukkan adanya kesalahan dalam tata kehidupan baik dalam keluarga masyarakat maupun negara.

Penerapan sistem Islam secara menyeluruh yang dapat menjadi solusi karena dalam sistem Islam tentunya akan memberikan pendidikan yang berbasis akidah yang mampu menghasilkan generasi yang berkepribadian Islami yang tentunya mempunyai akidah yang kuat yang mampu untuk mengatasi berbagai masalah dalam hidupnya. Sehingga tidak mudah berputus asa ketika mendapatkan masalah dan tidak mengambil jalan pintas seperti bunuh diri. Dalam sistem Islam negara tentunya akan memberikan perlindungan kepada generasi muda dengan memberikan pendidikan sehingga generasi muda menjadi generasi yang kuat dari segi mental serta keimanan.

Wallahu alam bissawab.

Oleh : Iskeu
Sahabat Tinta Media 

Jumat, 12 Mei 2023

MMC: Sistem Sekuler Membuat Manusia Tak Memahami Tujuan Penciptaan

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai, kehidupan yang diatur sistem sekuler membuat manusia tidak memahami tujuan penciptaan.

"Kehidupan yang diatur sistem sekuler telah memisahkan agama dari kehidupan, membuat manusia tidak memahami tujuan penciptaan," ujarnya dalam program Serba-serbi: Kasus Bullying Semakin Meningkat, Sistem Sekuler Biang Masalah di kanal YouTube Muslimah Media Center, Senin (8/5/2023)

Menurutnya, cara pandang kapitalisme yang mengejar materi berupa eksistensi diri, kekuasaan, popularitas dan sejenisnya, faktanya telah membuat banyak manusia menjadi awam terhadap agama dan bebas bertingkah laku semau keinginan (hawa nafsu) mereka. 

Ia menjelaskan, akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme, fungsi kehidupan keluarga yang seharusnya menjadi madrasah pertama bagi generasi kini telah gagal membentuk generasi berkepribadian cemerlang.

"Tidak sedikit keluarga yang membiarkan anak-anak mereka tanpa aturan dan membiarkan anak bersikap semaunya sehingga muncul sikap arogan pada anak," jelasnya.  

Ia juga mengungkap, bahwa kehidupan masyarakat sekuler yang individualis telah menumbuhkan sikap acuh tak acuh, enggan saling menasihati atau tidak mau beramar ma'ruf nahi mungkar.

Dalam dunia pendidikan, ia pun menilai, bahwa negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalis, nyatanya  hanya mengorientasikan pada pencapaian nilai akademik, materi dan eksistensi diri tanpa memperhatikan aspek agama (kesadaran pengawasan Tuhan). 

"Bahkan, kadang lingkungan sekolah menjadi tempat untuk unjuk eksistensi diri, inilah persoalan yang membuat aksi perundungan semakin marak di lingkungan sekolah," pungkasnya. [] Muhar

Selasa, 14 Maret 2023

Upah Lembur Tidak Dibayar, Efek Pemberlakuan Sistem Sekuler

Tinta Media - Menanggapi kasus upah lembur pekerja yang tidak dibayar, Ketua Forum Aspirasi Muslimah Ainun Dawaun Nufus menilai ini sebagai efek pemberlakuan sistem Sekuler.

“Inilah efek dari pemberlakuan sistem sekuler-kapitalistik yang menyesatkan manusia ketika mencari solusi hidup,” nilainya di Tabloid Media Umat edisi 330 (17 Februari- 2 Maret 2023).

Ia menjelaskan, dalam sistem kapitalis pekerja menuntut kesejahteraan seperti kelayakan upah, jaminan kesehatan dan keamanan yang sulit sekali untuk dipenuhi oleh pengusaha.

“Sebab jika dipenuhi maka mereka akan memasukkan variabel kenaikan upah dalam biaya produksi sehingga akan menggenjot harga produksi siap distribusi,” jelasnya.

Jelas, menurutnya, ini adalah problem yang menular dari satu subsistem kepada subsistem yang lain. ”Maka mengharapkan kesejahteraan di alam kapitalisme sungguh mustahil,” ungkapnya.

Ia menuturkan bahwa hanya islam yang mampu memenuhi hak-hak dasar individu per individu, pendidikan, kesehatan, keamanan gratis dan berkualitas.

“Jadi beban perorangan tidak seberat saat ini karena hanya fokus mencukupi kebutuhan asasi; sandang, pangan, papan,” tutupnya. [] Azzaky Ali

Sabtu, 18 Februari 2023

Sistem Sekuler, Biang Keladi Perusak Generasi

Tinta Media - Maraknya penculikan terhadap anak mengkhawatirkan masyarakat, terutama keluarga. Anak kecil yang cenderung mudah percaya kepada orang lain akhir-akhir ini sangat rentan diculik tanpa pengawasan ekstra dari keluarga. Tidak jarang, anak-anak ditemukan dalam keadaan tak bernyawa atau telah direnggut kesuciannya.

Anak-anak yang diculik ini diketahui menjadi korban perdagangan manusia. Selain itu, banyak di antara mereka diperkosa. Tentu ini merupakan salah satu bentuk kelalaian penguasa dalam menjaga keamanan dan nyawa rakyatnya.

Kekerasan wanita dan anak selalu menjadi problem berkepanjangan. Tak mengherankan, kejadian ini terus berulang karena kapitalisme tidak mampu menjamin rasa keamanan.

Berdasarkan penelitian, anak-anak yang menjadi korban akan cenderung menjadi pelaku di masa depan jika tidak ditangani dengan tepat. Belum lagi trauma berkepanjangan yang berpengaruh buruk pada tumbuh kembang mereka.

Selain penculikan, kekerasan seksual yang melibatkan anak-anak makin massif. Yang sempat viral di media sosial salah satunya adalah tiga anak SD usia sekitar 8 tahun yang memerkosa seorang siswi TK di Mojokerto. Menurut kesaksian korban, pemerkosaan telah dilakukan tidak hanya sekali. (Tribun.news).

Mayoritas korban kekerasan dan perdagangan manusia secara global adalah perempuan. Berdasarkan data UN Woman, 35 persen perempuan pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual. Setiap hari, ada 137 wanita yang dibunuh oleh keluarganya. Dari empat korban perdagangan anak, tiga di antaranya adalah perempuan. Parahnya, tujuannya untuk eksploitasi seksual.

Akibat Sekularisme

Sebab terjadinya kondisi di atas tak lepas dari berlakunya sistem sekuler-kapitalis. Solusi yang muncul di bawah kungkungan sistem ini selalu terbukti mandul menyelesaikan masalah.

Gaya hidup sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), telah menghilangkan rasa keimanan masyarakat, bahkan individu. Tipisnya iman, membuat mereka merasa boleh-boleh saja melampiaskan nafsunya kepada siapa pun. 

Rasa takut berbuat bejat dan maksiat telah sirna dari diri mereka. Karenanya, perdagangan manusia dan perzinaan merebak dimana-mana walau pun termasuk perbuatan maksiat yang dimurkai Allah Swt.

Di sisi lain, dengan paradigmanya, sekularisme merasa harus memunculkan dorongan seksual di berbagai ruang lingkup masyarakat. Liberalisme melegalkan berbagai komoditas seksual, baik pornografi maupun pornoaksi yang terus memunculkan hasrat tidak tertahankan.

Selain itu, negara lemah dalam menjalankan posisinya sebagai pelindung masyarakat. Ia lemah untuk menjerat para penyebar konten-konten seksual tersebut.

Sanksi yang ada pun terbukti tidak menjerakan sama sekali. Nyaris setiap hari, narapidana baru masuk ke jeruji besi. Ini membuktikan ketidakefektifan hukum di negeri ini. Pelaku tidak merasa jera dan pihak lain tidak takut melakukan kejahatan serupa.

Maka bisa dibayangkan, sistem sekuler ini malah memberikan ruang bagi pelaku kekerasan dan penculikan terhadap anak sehingga semakin berkembang.

Sekularisme pun mengenal konsep 4 kebebasan; kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, kebebasan berakidah, dan kebebasan berperilaku.

Muncullah kontradiksi dalam penerapan sistem kapitalis-sekuler ini. Di satu sisi, ia mengecam kekerasan terhadap anak. Di sisi lain, ia mendukung kebebasan berperilaku.

UU TPKS menjadi bukti nyata pertentangan itu. Aturan ini disebut berguna untuk mencegah tindak kekerasan. Namun, menurut para pakar, ada satu pasal yang mengisyaratkan bolehnya berhubungan seksual, asalkan kedua pihak memberikan kerelaan.

Namun, bukankah tetap tidak menutup kemungkinan sang korban diancam agar menyebutkan bahwa ia melakukan tindakannya atas dasar kerelaan? Sangat mengerikan, akhirnya sistem inilah yang merupakan biang keladi perusak generasi.

Islam Solusi Tuntas Hadapi Predator Anak

Sistem yang diterapkan hari ini terbukti tak mampu menyelesaikan masalah predator anak. Oleh karena itu, penulis menawarkan aturan alternatif lainnya yang dengan izin Allah Swt. agar mampu menumpas predator anak hingga ke akar-akarnya.

Islam memiliki seperangkat aturan yang langsung berasal dari Alla Swt. Ibarat ponsel, yang paling tahu bagaimana cara merawat ponsel, cara kerja, dan sebagainya tentunya sang pembuat ponsel.

Begitu pula manusia, yang paling mengerti manusia pastilah penciptanya, bukan manusia itu sendiri. Ini juga merupakan salah satu alasan mengapa aturan sekuler buatan manusia tidak pernah bisa menyelesaikan masalah dengan tuntas.

Dalam Islam, pemuasan naluri seksual hanya boleh dilakukan dalam bingkai pernikahan. Jika dua sejoli sudah tidak bisa menahannya, maka syara’ mempersilakan mereka untuk menikah.

Jika masih belum siap menikah, maka Islam pun memiliki tata cara untuk menahannya, berupa menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan positif, terutama mengaji Islam, menghindari film-film yang membuat kita menghayalkan hal-hal yang tabu, dan memperbanyak ibadah kepada Allah Swt. Ini dalam segi individu.

Pencegahan kekerasan dan penculikan juga perlu peran masyarakat serta negara. Masyarakat Islam penuh dengan tanggung jawab kepada orang-orang di sekitarnya.

Islam mewajibkan kaum muslimin menasihati saudara sesama muslim jika mereka melihat saudaranya berbuat kemaksiatan. (lihat QS. Ali Imran ayat 110)

Tanggung jawab negara lebih besar dalam hal ini. Karena pemuasan naluri seksual hanya boleh dalam bingkai pernikahan, maka negara berkewajiban untuk mencegah munculnya rangsangan-rangsangan yang membesarkan naluri ini, di antaranya adalah:

Pertama, menghapus konten-konten yang berbau pornografi dan pornoaksi. Konten-konten apa pun yang memunculkan gejolak seksual harus diberantas.

Kedua, kurikulum pendidikan wajib berdasarkan Islam. Para peserta didik ditempa rasa takut berbuat maksiat dan ketakwaan sejak dini, sehingga memiliki benteng yang kokoh menghindari kemaksiatan.

Ketiga, dalam Islam, hukum asal pergaulan pria dan wanita terpisah. Mereka tidak boleh berinteraksi kecuali dalam aktivitas-aktivitas yang diperbolehkan syara’, berupa pendidikan, kesehatan, dan jual beli.

Maka, negara berperan untuk membuat pengaturan sedemikian rupa demi mencapai dan melaksanakan aturan Allah tersebut.

Keempat, negara memberikan sanksi yang tegas bagi penganiaya dan pelaku kekerasan seksual. Sanksi ini pasti memberikan efek jera dan menakuti masyarakat agar tidak berani melakukan hal-hal yang serupa.

Kelima, menjaga suasana takwa agar terus hadir di dalam individu muslim, keluarga, dan masyarakat. 

Keenam, menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki seluas-luasnya. Dengan demikian, ibu akan lebih fokus memainkan perannya sebagai pendidik dan pengawas anak.

Selain keenam hal di atas, seorang muslimah di dalam Islam juga diwajibkan untuk menutup aurat. Aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Di antara pakaian yang harus dikenakan adalah kerudung dan jubah (lihat QS Annur ayat 31 dan Alahzab ayat 59).

Wanita muslimah juga dilarang tabarruj dan bepergian lebih dari sehari semalam kecuali dengan mahramnya (Syekh Taqiyuddin Annabhani, Nizamul Ijtimai fil Islam)

Peran negara dalam menerapkan hukum-hukum di ataslah yang paling besar. Tanpa adanya negara yang berlandaskan hukum Islam, mustahil bisa diterapkan peraturan-peraturan Islam.

Islam tidak bisa diterapkan dalam naungan demokrasi, sebab demokrasi sendiri merupakan bagian daripada sekularisme. Islam hanya bisa diterapkan dalam sistem politik Islam sendiri bernama khilafah

Keberhasilan khilafah dalam menjamin rasa keamanan rakyatnya telah terukir indah dalam buku-buku sejarah. Di antaranya, bagaimana bisa hanya ada ratusan kasus kejahatan, tentunya kemaksiatan, selama belasan ratus tahun khilafah berdiri di masa lampau.

Oleh karenanya, penerapan hukum Islam di bawah naungan khilafah menjadi keharusan bagi pencegahan dan penyelesaian secara tuntas masalah kejahatan seksual bagi anak.[] Wallahu a’lam bishawab

Oleh: Wafi Mu’tashimah
Sahabat Tinta Media

Jumat, 10 Februari 2023

Mau Untung Malah Buntung, Buah dari Penerapan Sistem Sekuler

Tinta Media - Hingar-bingar program petani milenial di Jawa Barat (Jabar) ternyata tak seindah kenyataan. Ini karena ternyata ada sejumlah peserta program unggulan Pemprov Jabar yang mengalami masalah pelik sehingga harus berurusan dengan pihak bank. 

Para pemuda usia 19-39 tahun ikut terlibat dalam program petani milenial tersebut dan mendapatkan akses permodalan sampai pembeli hasil (offtaker) . Program ini bertujuan untuk melahirkan generasi tenaga kerja di bidang pertanian yang diluncurkan pada Maret 2021.

Rizal adalah salah seorang yang bergabung dalam program tersebut. Ia menceritakan tentang adanya kejanggalan dan kesemrawutan program ini. Ia merasa tertipu karena janji-janji yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan Kamis.
(BANDUNG, KOMPAS.com).

Lagi-lagi rakyat jadi korban program yang dicanangkan pemerintah. Masyarakat yang tergabung dalam program petani milenial merasa tertipu dengan kejadian ini. Solusi yang ditawarkan oleh pemerintah mungkin memberikan angin segar untuk melahirkan generasi hebat dalam sektor pertanian. Namun, ternyata tidak semanis yang diharapkan.  

Ini karena fakta di lapangan justru semrawut, banyak kekacauan, serta tidak konsisten dengan apa yang sudah dijanjikan. Ini terjadi mulai dari pengiriman barang (induk tanaman) yang molor sehingga harus kehilangan satu siklus panen. Selain itu, mereka diberi akses permodalan lewat kredit usaha rakyat (KUR). Namun, dananya tak dapat di ambil langsung dalam bentuk uang. 

Fakta di atas sedikitnya bisa membuka mata kita tentang buruknya kinerja dalam sistem pemerintahan ala kapitalis sekuler liberal. Pemerintah hanya sebagai regulator saja. Ujung-ujungnya, para kapital yang mengambil keuntungan atau manfaat dari program tersebut. 

Alih-alih berhasil mencetak generasi sektor pertanian, justru kekecewaan yang dirasakan anggota tak terelakkan . Bukannya untung, malah buntung. Begitu kira-kira yang dirasakan oleh Rizal dan teman-teman dalam keluhannya. 

Terlihat jelas bahwa sistem yang diterapkan sekarang ini (Sekuler) tidak mampu menyelesaikan masalah yang terjadi. Yang ada justru terjadi ketidakadilan dan penderitaan rakyat. Kondisi tersebut akan selalu dihadapi. Ini karena sistem yang ada sekarang menjauhkan agama dari kehidupan, sehingga tidak adanya kesadaran hubungannya dengan Allah. 

Inilah yang menyebabkan manusia bertindak sewenang-wenang tanpa memperhatikan hukum asal perbuatan. Mereka tidak berpikir apakah perbuatan itu melanggar syariat atau tidak. Terbukti dengan masih adanya praktik ribawi dengan akses kredit usaha. Hasilnya justru rakyat terjerumus ke dalam perkara yang di larang Allah Swt. Mereka menjerumuskan generasi ke dalam dosa secara terstruktur. Itu yang belum dipahami oleh sebagian orang. 

Jelaslah bahwa solusi yang ditawarkan hanya sebuah ilusi belaka. Ini karena tabiat sistem dekuler memang rusak dan merusak, sangat bertolak belakang dengan sistem Islam dengan serangkaian hukumnya. 

Islam adalah sistem sempurna yang datang dari Allah untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk sektor pertanian. Seorang pemimpin adalah pengurus rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin mempunyai tanggung jawab yang berat atas rakyat yang dipimpinnya. 

Dalam Islam, Khalifah akan memberikan subsidi untuk membangun sarana dan prasarana sektor pertanian, dari mulai insfratruktur pembangunan jalan dan sarana perairan agar distribusi lancar, menyiapkan bibit unggul berserta pupuknya dengan baik agar hasilnya maksimal, mengatur lahan pertanahan agar terus bisa berproduksi. Ini dilakukan dengan tidak membiarkan tanah mati. 

Ini berarti, jika ada tanah yang dalam jangka waktu tertentu tidak diurus oleh pemiliknya, maka Khalifah memberikan izin kepada rakyat yang mampu dalam bidang tersebut untuk mengelola lahan mati tersebut. Dengan begitu, lahan pertanian akan terus dikelola sehingga akan menghasilkan terus menerus.  

Selain itu, negara hanya menggunakan sektor riil saja sehingga tidak ada sektor nonriil, yaitu pasar saham dan praktik ribawi seperti bank.

Seorang pemimpin (Khalifah) juga akan menjaga kestabilan harga dengan cara, melarang rakyat menimbun dan tidak melakukan intervensi harga. Sanksi yang tegas akan membuat individu-individu dan pemangku jabatan takut untuk melanggar syariat. Hal ini karena mereka sadar bahwa tindak-tanduk mereka akan mendapatkan hisab di yaumil akhir. 

Oleh sebab itu, mari para pemuda milenial berpikir secara benar dengan bimbingan keimanan yang meletakkan kedaulatan berada di atas syara' ( syariat) sehingga pemuda akan mampu menjadi sosok yang visioner dan terbebas dari cengkeraman liberalisme, budak materialisme. 

Pemuda adalah agen perubahan yang siap berkontribusi dalam segala aspek kehidupan sebagai pemimpin, bukan pengekor. Hanya Khilafah Islamiyyah yang bisa mewujudkan landasan berpikir secara mendalam dan benar, yaitu akidah Islam yang akan mendorong pemuda untuk berkarya di dunia dan agama dengan tujuan menggapai rida Allah Swt. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Rabu, 04 Januari 2023

Jutaan Remaja Menderita ODGJ, MMC: Akibat Penerapan Sistem Sekuler Kapitalis

Tinta Media - Temuan Tim risert I-NAMHS yang menyebut  satu dari 20 remaja di Indonesia atau setara dengan 2,45 juta remaja memiliki gangguan mental yang terkategori ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa), dinilai Muslimah Media Center (MMC) berpangkal pada penerapan sistem sekuler kapitalis.

“Problem ini sejatinya berpangkal pada penerapan sistem sekuler kapitalis yang rusak tidak sesuai dengan fitur manusia dan kering dari nilai-nilai agama,” ujar narator pada rubrik serba-serbi MMC: Fenomena Gangguan Mental pada Pemuda, Butuh Solusi Sistemik, Ahad (25/12/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC).

Penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini, menurut narator, telah menjadikan angka kemiskinan tinggi. “Pemenuhan kebutuhan hidup semakin sulit dan persaingan hidup untuk mencari materi dan kenikmatan juga semakin keras,” paparnya.

Dalam memenuhi kebutuhan hidup tidak cukup seorang ayah saja yang bekerja untuk mencari nafkah. Tapi kondisi ini juga menyeret kaum Ibu berperan sebagai ibu rumah tangga dan penopang ekonomi keluarga. Anak-anak akan tumbuh dan berkembang tanpa pengawalan dan pendampingan. “Sehingga terjadilah disharmonisasi diantara keluarga, relasi atau hubungan yang terjadi di antara keluarga penuh dengan tekanan sehingga anak-anak berguru pada lingkungan yang buruk,” jelas narator.
 
Dalam kondisi ini, narator melihat negara juga merusak para remaja dengan kebijakan media yang sangat longgar. "Pornografi, kekerasan, pencabulan, perilaku menyimpang dan yang lainnya sangat mudah didapatkan oleh remaja dari media. Tak heran remaja dalam sistem kapitalisme begitu rentan dengan gangguan kesehatan mental,” tukasnya.

Kondisi ini, dinilainya berbeda dengan Islam. Islam sebagai din yang sempurna sekaligus sebagai ideologi yang berasal dari Allah dinilai mampu menyelesaikan setiap persoalan manusia tak terkecuali masalah remaja. “Dengan sistem yang komprehensif Islam memberikan solusi untuk mencegah gangguan kesehatan mental pada remaja diantaranya pertama menanamkan akidah yang kuat bahwa tujuan hidup yang hakiki di dunia ini adalah untuk beribadah meraih Ridho Allah dan surga di akhirat,” nilainya.  

Menurut narator, dunia adalah ladang untuk mencari akhirat. Maka semua amalan-amalan yang dilakukan seorang hamba di dunia ini adalah dalam rangka menyiapkan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. “Penanaman akidah yang kuat juga harus disertai dengan adanya sikap yang benar dalam menerima qada Allah dengan rida dan sabar,” jelasnya. 

Adapun bentuk tubuh yang diciptakan oleh Allah, menurutnya, haruslah disyukuri oleh manusia bukan untuk dihina atau dijadikan sumber depresi. “Dengan sikap seperti ini seorang muslim akan menjadi tenang tanpa adanya tekanan dan depresi,” tuturnya.

Solusi kedua, menurut narator yaitu adanya optimasi dari peran negara. “Negara harus menjalankan perannya sebagai riayatus syu’unil ummah atau pelayan terhadap semua urusan umat dalam segala aspek kehidupan,” terangnya. 

Dalam aspek ekonomi, ia berpendapat negara berkewajiban memenuhi semua kebutuhan rakyatnya individu per individu, sehingga tidak ada satupun orang dari warga negara yang kesulitan mencari nafkah kesulitan bertahan hidup atau mendapatkan pekerjaan yang layak. 

Dalam aspek pergaulan, negara wajib menciptakan iklim yang aman dari segala bentuk kemaksiatan, tindakan asusila, kejahatan seksual, perudungan, atau yang lainnya. "Dalam aspek pendidikan, negara akan memberikan biaya yang gratis tanpa memungut sepeser pun dari rakyat. Negara akan memberlakukan kurikulum yang sesuai dengan tumbuh kembang anak sehingga tidak ada satupun peserta didik yang depresi karena kurikulum yang terlalu berat," terangnya. 

Dari aspek kesehatan negara akan memberikan pelayanan kesehatan yang gratis dan berkualitas. “Negara akan memberikan rehabilitasi medis dan non medis bagi orang-orang yang mengalami gangguan mental melalui ahli-ahli yang kompeten,” papar narator.

Narator menyebutkan dalam sejarah kedokteran, Abu Bakar ar-Razi adalah orang muslim pertama yang meletakkan dasar-dasar pengobatan jiwa. Beliau mengarang sebuah kitab yang berjudul ‘Aktif ar-Ruhani’ atau pengobatan jiwa. Sementara pada saat yang sama di Eropa orang dengan gangguan jiwa masih diperlakukan layaknya pelaku kriminal. Mereka dipenjara dan disiksa karena orang-orang Eropa menganggap bahwa penyakit jiwa merupakan laknat dari langit yang ditimpakan kepada pengidapnya sebagai siksa atas dosa yang dilakukannya. Dan kondisi ini terjadi hingga pada akhir abad ke-18 masehi. 

Dari aspek hukum, lanjutnya, negara akan memberikan sanksi yang menjeratkan kepada setiap perilaku kriminal. Sehingga tidak ada pelaku kejahatan yang menyebabkan orang lain mengalami gangguan jiwa. “Demikianlah solusi sistemik Islam dalam mengatasi masalah gangguan mental pada rakyat termasuk remaja,” jelasnya.

“Solusi tersebut hanya bisa terlaksana ketika negara memberlakukan sistem syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah,” tandasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab