Pengendalian Narkoba dari Lapas, Bukti Buruknya Sistem Sanksi
Tinta Media - Peringatan Hari Anti Narkotika Internasional dilaksanakan tiap tanggal 26 Juni. Peringatan ini dilaksanakan tiap tahun sebagai bentuk aksi kepedulian dan keprihatinan dunia terhadap penyebaran dan penyalahgunaan narkoba yang semakin meningkat.
Disampaikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Petrus Reinhard Golose pada Peringatan Hari Anti Narkotika Internasional 2023 di GWK, Kabupaten Badung, Bali, Senin (26/6/2023) malam, jumlah pengguna narkotika di dunia sebesar 284 juta orang pada rentang usia 15 hingga 64 tahun. Data berdasarkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) World Drug Report 2022.(detik.com, 26 Juni 2023).
Di Indonesia sendiri prevalensi pengguna narkoba menunjukkan peningkatan mencapai 4,8 juta orang. Terdapat 768 kasus penyalahgunaan narkoba 2022-19 Maret 2023, dengan tersangka sebanyak 1.209 orang.(kompas.id, 25 Maret 2023)
Meskipun telah banyak kasus narkoba yang telah terungkap, tetapi ada hal yang patut disayangkan. Banyak napi narkoba yang tetap berusaha mengendalikan peredaran obat terlarang dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Sebagaimana disampaikan oleh ketua BNN dalam acara yang sama.
Lembaga pemasyarakatan sejatinya adalah tempat yang menjadi wadah dalam membina para pelaku kejahatan agar mereka jera, menyesali perbuatannya, tidak mengulang kesalahan dan berkomitmen menjadi manusia yang lebih baik. Akan tetapi, kenapa di lapas masih tetap bisa tumbuh subur kejahatan? Di penjara terkurung terhukum, tetapi bisa mengendalikan bisnis narkoba, bahkan sampai skala dunia.
Nama Freddy Budiman masih belum hilang dalam ingatan. Dilansir dari laman kompas.tv, 25 Mei 2022 bandar narkoba yang berulang kali tertangkap karena peredar narkoba ini mengaku mengendalikan peredaran dan transaksi narkoba dari dalam jeruji besi. Ia mengoordinir teman dari beberapa lapas dan menghubungi jaringannya di luar negeri. Akhirnya ia dieksekusi mati pada juli 2016.
Begitu lemah dan burukkah sistem sanksi yang ada di negara kita??
Bisnis di Lapas
Banyak praktik-praktik nakal di lapas yang tidak hanya dilakukan oleh para narapidana, tetapi juga oknum-oknum di sana.
Fenomena sel nyaman bukan kali pertama kita dengar, sebagaimana sel mewah para napi koruptor di Lapas Sukamiskin pada 2019 silam. Di dalamnya, kamar Setya Novanto terpidana korupsi e-KTP memiliki fasilitas mewah.
Kemudian ada Artalyta Suryani, terpidana perkara suap terhadap jaksa Urip Tri Gunakwan yang menikmati fasilitas mewah selama menghuni Rutan Pondok Bambu.
Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Bandung (Kebonwaru) juga menjadi sorotan warganet setelah muncul foto-foto narapidana (napi) bersantai di sel nyaman. Akhirnya, setelah dilakukan sidak dan penertiban, pihak lapas mengatakan kecolongan.
Ini cukup menjadi bukti buruk dan bobroknya sistem sanksi yang ada di negara kita. Ini ditengarai sebagai praktik bisnis yang dilakukan pegawai ataupun terpidana dalam lapas. Terdapat fasilitas khusus yang dijual belikan kepada mereka yang mempunyai uang.
Adanya aturan yang kurang tegas di lapas juga telah menghilangkan tujuan dalam mendidik napi agar jera dan tersadar. Program pemberian grasi atau potongan masa tahanan bagi narapidana, juga menjadikan hukum itu seolah milik mereka yang berkuasa.
Masih ada bisnis lain yang terkesan receh, seperti jual beli makanan, air, rokok, dan lain-lain yang juga dimainkan orang dalam. Ini menambah deret buruknya lembaga pemasyarakatan.
Di mana letak kesalahannya? Mengapa mereka berbuat demikian? Sangat kecilkah gaji yang mereka dapatkan? Kembali, integritas pegawai lapas dipertanyakan.
Mencari Akar Masalah
Pemberian sanksi yang kurang tepat dan tegas akan mudah membuka peluang terus berlangsungnya kejahatan. Hukuman mati atau seumur hidup yang diberikan kepada napi narkoba tetap menyisakan celah. Mereka tetap bisa melanjutkan bisnis narkoba dalam lapas.
Hukuman kurungan minim pembinaan juga menjadikan napi seolah hanya numpang hidup dan menghilangkan beban hidup. Enak tidak kerja, tetapi ada yang memberi makan setiap hari. Ada mereka yang sudah tertangkap, tetapi tidak jadi diproses hukum karena berhasil membeli oknum penegak hukum. Atas nama jaminan, mereka dibebaskan, atau ada yang bebas karena mereka adalah keluarga pejabat atau punya kenalan pejabat.
Memang begitulah sistem sanksi di negara kita yang terkesan tidak efektif dan bisa menimbulkan masalah baru. Sehingga, perlu banyak pembaharuan dan perubahan yang menyeluruh, mulai dari hal yang asasi dengan memilih alternatif sistem yang lebih bagus.
Alternatif Solusi
Saya lebih tertarik dengan solusi Islam. Islam mempunyai pandangan yang kompleks dan tegas bagi pengguna dan pengedar narkoba.
Dari Ibnu Abbas r.a. Rasulullah saw. bersabda;
"Tidak boleh berbuat madharat dan hal yang menimbulkan madharat." ( HR. Ibnu Majah no 2340, Ad Daruquthni 3:76, Al Baihaqi 6:69, Al Hakim 7:66)
Berdasarkan dalil-dalil di atas, jelaslah Islam memandang narkoba adalah haram. Pemakai atau yang mengedarkan juga sama-sama dihukumi haram. Apabila dikerjakan, akan mendatangkan dosa. Dalam hal ini, negara akan memberikan sanksi yang tepat sesuai berat dan ringannya kejahatan. Ini dapat memberi efek jera bagi pelakunya serta orang lain yang menyaksikan, sebagaimana fungsi sanksi dalam Islam, yaitu sebagai pencegah dan penebus dosa.
Sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya.
Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru, beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, apalagi pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati.
Dalam Islam, terdapat pembinaan dan edukasi yang dilakukan kepada seluruh masyarakat, yaitu dengan memperkuat keimanan dan ketakwaan individu. Penanaman akidah bisa di sekolah, majelis ilmu dan forum umum lainya, menyampaikan hukum narkoba dalam Islam, bahaya, dan efeknya dalam kehidupan.
Peran kontrol masyarakat pun senantiasa ada dan dilakukan dengan suka cita. Ini sebagai ladang amat ma'ruf nahi munkar dengan saling mengingatkan dalam ketaatan, kebaikan, dan kesabaran.
Selain itu, Islam mempunyai penegak hukum yang berintegritas tinggi, beriman, dan bertakwa. Mereka menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas mengharap rida Allah Swt. sehingga tidak mudah tergiur dengan iming-iming harta dan tahta. Ini sebagimana kisah qsdhi Suraih yang adil.
Negara dalam hal ini kepala negara mempunyai beban amanah yang sangat penting karena tugas seorang kepada negara adalah riayah suunil ummah yaitu menggurusi seluruh urusan umat. Negara akan mengerahkan segenap kemampuan dan memberdayakan setiap lembaga negara untuk memperbaiki kualitas individu dengan penanaman akidah, melibatkan kontrol masyarakat, dan memberikan pelayanan umat dalam segala hal. Negara juga akan memilih pejabat yang kompeten dan amanah, memberi gaji dan fasilitas yang cukup, serta memberlakukan sistem sanksi sesuai hukum Islam secara tegas tanpa pilih kasih.
Dengan Islam, kasus bisnis dalam lapas oleh napi ataupun oleh pegawai lapas, juga kasus-kasus penyelewengan lainya tidak akan pernah ada. Bahkan, kasus kejahatan pun akan sangat terbatas jumlahnya. Semua itu hanya bisa terjadi ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara. Semoga nanti kita bisa.
Wallahu Alam Bishsawab.
Oleh: Ummu Fatimah, S. Pd.
Sahabat Tinta Media