Tinta Media: Sistem Pendidikan
Tampilkan postingan dengan label Sistem Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sistem Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Agustus 2024

Sistem Pendidikan Kapitalis Ruwet dan Tidak Adil, Islam Solusinya


Tinta Media - Ketua Ombudsman Jawa Barat, Dan Satriana mendapatkan laporan atau aduan terkait "cuci raport". Kasus ini tidak hanya terjadi di Depok, tetapi juga di Kabupaten Bandung dan Bogor. Karena data raport masih berada di Kemendikbud, maka hal tersebut belum menjadi dokumen laporan. 

Persoalan "cuci raport" dinilai Dan Satriana melibatkan para orang tua dan sekolah. Namun, karena ada rasa ketakutan, maka para orang tua banyak yang mundur, karena pasti akan merembet ke sekolah.

Menanggapi kasus ini, Dan Satriana mengatakan bahwa orang tua mempunyai hak dalam memilih sekolah yang terbaik bagi anaknya, begitupun pemerintah yang harus memenuhi hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Jika menginginkan sekolah yang berkualitas dengan pelayanan yang baik, sebaiknya orang tua memilih sekolah swasta saja. Begitupun sebaliknya, jika menginginkan pelayanan yang standar, maka mereka harus mengikuti aturan pemerintah. 

Untuk menanggulangi kasus kecurangan memanipulasi raport, Dan Satriana berharap agar Dinas pendidikannya bersikap tegas, karena hal itu bisa berdampak pada anak tersebut. (KOMPAS.com)

Fakta di atas menunjukkan bahwa PPDB saat ini tidak memberikan keadilan bagi siswa. Tidak adanya masalah keadilan, tetapi juga memunculkan berbagai tindak kecurangan orang tua agar anaknya bisa masuk sekolah yang diinginkan. Orang tua menggunakan berbagai cara, termasuk curi raport. Parahnya, tindakan tersebut justru bekerja sama dengan pihak sekolah, bahkan Dinas. 

Akar Masalah 

Sungguh miris, inilah kebobrokan nyata yang dipertontonkan oleh pihak pendidik yang seharusnya menjadi panutan bagi masyarakat. Sungguh, buah dari sistem pendidikan ala kapitalis inilah sumber malapetaka dunia pendidikan hari ini. 

Sistem yang berlandaskan materi ini berkutat pada untung rugi. Angka dengan mudah direkayasa sesuai pesanan hanya untuk kepentingan individu. Semua bisa dilakukan dengan adanya imbalan tentunya, tak peduli halal haram dan hisab di yaumil akhir. 

Mirisnya, pihak orang tua dan sekolah berkolaborasi melakukan misinya. Seolah benar bahwa ketika menginginkan pendidikan yang berkualitas, maka harus siap mengeluarkan biaya yang besar. Begitulah cara pandang dan berpikir ala kapitalis. 

Memang sangat terasa, di sistem pendidikan yang kapitalistik seperti sekarang ini, untuk masuk sekolah ke jenjang selanjutnya harus ada uang beli kursi, uang belakang, yang jumlahnya tidak sedikit, apalagi untuk kalangan ekonomi menengah ke bawah. Sehingga, banyak siswa pintar, tetapi tidak mampu melanjutkan sekolah karena terkendala biaya pendidikan yang mahal dan penuh intrik. Mereka harus menerima kenyataan dan mencari sekolah yang biayanya bisa terjangkau oleh orang tua. 

Begitulah jika pendidikan diserahkan kepada swasta. Negara hanya sebagai regulator saja. Ujung-ujungnya, rakyat dibiarkan berjuang sendiri. Jadi, mustahil akan terwujud keadilan dan pemerataan pendidikan jika sistemnya masih menggunakan sistem kufur kapitalisme sekuler.

Islam Solusinya 

Berbeda dengan sistem buatan Sang Khalik, Allah Swt, yaitu sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah. Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan. Saking pentingnya, Islam mewajibkan seorang laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu. 

Sedangkan negara wajib memberikan pelayanan dan fasilitas yang murah, bahkan gratis. Islam juga memandang bahwa pendidikan mempunyai posisi penting dalam membangun generasi yang beriman dan bertakwa dalam rangka membangun peradaban. 

Oleh karena itu, Islam memandang bahwa ilmu adalah sesuatu yang sangat vital bagi generasi. Dalam hal ini, negaralah yang harus memenuhi dan bertanggung jawab atas semua sarana dan prasarana pendidikan bagi rakyat. 

Negara juga harus mengutamakan kualitas terbaik dari segi insfratruktur dan pelayanan untuk mendukung proses belajar mengajar. Setiap warga negara, baik yang kaya atau miskin akan diperlakukan sama, tidak ada perbedaan. Dengan begitu, para siswa akan nyaman dengan semua fasilitas terbaik. Orang tua pun tidak pusing memikirkan biaya pendidikan yang mahal seperti hari ini. Gaji guru dalam Islam pun sangat diperhatikan sehingga guru akan sejahtera di dalam naungan sistem Islam. 

Dari segi hukum, sanksi dalam Islam yang tegas dan mampu memberi efek jera sehingga bisa menimbulkan rasa takut bagi siapatpun yang ingin berbuat kecurangan, termasuk pihak sekolah, guru pendidik, dan orang tua murid. 

Semua pemenuhan tersebut harus didukung oleh aspek lainya, yaitu sistem ekonomi dan politik dengan penerapan Islam secara kaffah dalam institusi negara khilafah. Sehingga, seluruh rakyat dalam daulah Islam akan merasakan keadilan dan kesejahteraan. 

Sudah saatnya umat Islam sadar bahwa hanya dengan meninggalkan sistem buatan manusia dan beralih ke sistem buatan Allah Swt. sajalah keadilan dan kesejahteraan akan terwujud, insyaallah.
Wallahu a'lam bishawab.



Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Senin, 19 Februari 2024

Sistem Pendidikan Islam Pembentuk Karakter Berkepribadian Islam



Tinta Media - Melihat persoalan perundungan anak, kenakalan remaja, aksi balap liar, narkoba, pergaulan bebas sampai aksi gangster remaja menunjukkan ada masalah serius pada pembentukan karakter anak saat ini. Melihat persoalan pembentukan karakter ini tentunya tidak bisa lepas dari yang namanya sistem pendidikan. Penulis melihat ada masalah serius pada sistem  pendidikan di negeri ini. 

Sekularisme dan kapitalisme menjadi dasar ideologis bagi sistem pendidikan saat ini, sehingga orientasi program-program pendidikan lebih kepada profit oriented – orientasi materi. Alhasil program-program pendidikan acapkali berubah dan berganti, trial and error dan menjadikan peserta didik sebagai kelinci percobaan. Maka sangat wajar jika pendidikan yang berdasar pada ide sekularisme gagal dalam pembentukan karakter. 

Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Sistem Pendidikan Islam berorientasi kepada ketaqwaan, sehingga program-program pendidikan dibangun berlandaskan akidah Islam. Karakter yang dibangun adalah karakter yang berkepribadian Islam. 

Merujuk pada tulisan M. Taufik NT yang berjudul Kiprah dan Tanggung Jawab Guru dalam Dunia Pendidikan, penulis merangkum bahwa ada tiga tujuan pendidikan Islam yang meneladani Rasulullah SAW. Pertama, membentuk anak agar menjadi manusia yang berkepribadian Islam. Manusia yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan berpikir dan bersikap. Kedua, mendidik anak untuk menguasai tsaqafah Islam (pengetahuan Islam), sehingga dapat menyesuaikan segala aktivitas dengan aturan Islam. Ketiga, mendidik anak untuk dapat menguasai sains, teknologi dam ilmu yang menunjang kehidupan. 

Sejauh pengetahuan penulis ada beberapa jenjang dalam sistem pendidikan Islam. Jenjang pertama adalah pendidikan usia pra-baligh sebelum usia mumayyiz. Secara umum jenjang ini berlangsung sejak usia dini hingga usia tujuh tahun. Pada jenjang ini anak dibatasi pada penyampaian pengetahuan dasar akidah, pemberian motivasi dan ancaman tanpa pemberian sanksi. Pada usia ini juga dimulai pembentukan habit. 

Jenjang kedua adalah pendidikan usia pra-baligh pada usia mumayyiz. Secara umum jenjang ini berlangsung pada usia tujuh hingga sepuluh tahun. Pada jenjang ini digunakan sanksi pukulan dalam mendidik jika diperlukan. Akan tetapi hukum hudud dan sanksi syar’I belum bisa diterapkan karena belum menginjak usia baligh. Pada jenjang usia pra-baligh (sebelum atau sudah mumayyiz) secara umum anak-anak diberikan materi kepribadian Islam dan tsaqafah Islam yang bersifat pengenalan keimanan. 

Jenjang ketiga adalah jenjang pendidikan usia baligh. Jenjang dimana anak-anak telah dibebani hukum syara’, sehingga materi yang diberikan bersifat lanjutan berupa materi pembentukan, peningkatan dan pematangan tsaqafah Islam. 

Lalu bagaimana kemudian kita bisa menerapkan sistem pendidikan, yang selama 14 abad telah terbukti berhasil membentuk anak-anak berkarakter dan berkepribadian Islami? Jawabannya  adalah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW yang berhasil menyinergikan pendidikan di rumah (orang tua), pendidikan di masyarakat serta negara. 

Inilah pula yang menjadi kendala saat ini dan menuntut peran kita untuk mengubahnya. Bagaimana tidak, anak-anak kita telah diajarkan tentang jujur, namun kecurangan masih dibiarkan di tengah masyarakat. Anak-anak kita telah diajarkan menutup aurat, namun di masyarakat terbukanya aurat adalah sesuatu yang biasa dan bahkan pornografi dibiarkan merajalela. 

Anak-anak kita telah diajarkan bahwa aturan Allah adalah aturan terbaik dan paling adil karena dibuat oleh Yang Maha Mengetahui dan Yang Maha Adil, namun di masyarakat aturan ini dipilah-pilih laksana sajian prasmanan. Hal inilah yang kemudian memberikan andil besar rusaknya generasi dan gagalnya pembentukan karakter yang diharapkan. 

Oleh sebab itu di samping upaya optimal dalam mendidik anak-anak kita dalam sistem pendidikan sekularisme saat ini, wajib kita sempurnakan upaya kita dalam upaya perbaikan pendidikan yang dilakukan tidak hanya orang tua, tapi juga guru, masyarakat hingga pada level negara. Upaya perbaikan pendidikan kita dalam perbaikan karakter generasi muda kita agar kemudian generasi penerus kita memiliki karakter yang berkepribadian Islam.[] 

Oleh: Syadzuli Rahman
Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi
Banjarbaru 13 Februari 2024

Selasa, 26 Desember 2023

Bullying Kian Marak, Bukti Sistem Pendidikan Rusak?



Tinta Media - Kasus bullying seolah tidak pernah ada habisnya. Masyarakat selalu dikejutkan oleh peristiwa tersebut. Mirisnya, kasus bullying banyak terjadi di lingkungan sekolah, seperti yang dialami oleh siswa MAN 1 Medan. Ia menjadi korban bullying dan penyiksaan oleh teman satu sekolah dan kakak kelasnya yang sudah alumni. 

Diduga, korban di-bully dan disiksa karena menolak bergabung dalam geng motor yang berisikan pelajar MAN 1 Medan dan alumninya. Ia dipukul, disuruh makan sandal berlumpur, makan daun mangga, dan dipaksa meminum air yang telah diludahi oleh sekitar 20 orang. Tidak hanya itu, punggung telapak tangannya juga disudut oleh kunci motor yang telah dipanaskan dan dibentuk huruf PA. 

Kasus serupa juga dialami oleh 12 siswa kelas 10 di SMAN 26 Jakarta oleh 15 orang kakak kelasnya. Belasan siswa tersebut dianiaya secara brutal dan bergilir. Sebelum dianiaya, muka dan mata para korban ditutup oleh kain dan dipanggil satu persatu, lalu dipukuli. Beberapa korban ada yang mengalami lebam-lebam di tubuhnya. Kemaluannya terluka, dan ada juga yang tulang iganya patah. (tribunnews.com, 12-12-2023). 

Kasus bullying juga menimpa seorang siswa SD kelas 3. Ia di-bully oleh temannya di salah satu sekolah swasta di Sukabumi. Akibat pem-bully-an tersebut, korban mengalami patah tulang tangan dan harus menjalani operasi di rumah sakit. Diketahui bahwa kasus tersebut terjadi pada Februari 2023 di lingkungan sekolah. Hanya saja, baru terungkap akhir-akhir ini, akibat beritanya viral di media sosial. (Kompas.com, 9-12-2023) 

Dugaan bullying juga dialami oleh siswa kelas 6 SD di Bekasi. Ia di-bully hingga kakinya harus diamputasi dan yang lebih menyayat hati lagi, korban meninggal dunia ketika menjalani perawatan akibat sesak napas karena terdapat cairan di paru-parunya. 

Menanggapi kasus bullying ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) yang diwakili oleh Plt Asisten Deputi Bidang Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK), Atwirlany Ritonga mengatakan bahwa Kemen PPPA telah melakukan koordinasi dengan UPTD PPA Kabupaten Bekasi dalam hal pendampingan terhadap anak korban, memberikan penguatan psikologis kepada anak korban dan keluarga korban, melakukan dukungan psikososial dengan melakukan edukasi tentang dampak bullying kepada siswa dan siswi beserta para guru di beberapa sekolah. Ia juga memastikan berjalannya proses hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (detik.com, 9-12-2023). 

Berbagai Upaya Dilakukan Pemerintah 

Massifnya kasus bullying di sekolah membuat pemerintah tidak tinggal diam dalam menghadapi masalah ini, sebagaimana yang disampaikan oleh ketua DPR RI, Puan Maharani yang diterima oleh tim Parlementaria di Jakarta (19-09-2023). 

Puan mendorong pemerintah untuk mewujudkan sekolah ramah anak di Indonesia, yaitu dengan memberikan panduan yang tegas kepada sekolah dalam mengantisipasi, mengawasi, dan mengatasi tindak-tindak bullying. Caranya, dengan memberikan buku panduan tentang bagaimana cara mengurangi bullying di sekolah, mengadakan kegiatan dan program kerja sama, persahabatan, dan pemahaman antar siswa. 

Pemerintah harus memberikan edukasi kepada para guru dan staf di sekolah tentang pelatihan keterampilan komunikasi, kampanye antiperundungan, seminar tentang keberagaman, serta pedoman yang jelas ketika terjadi kasus bullying yang parah. 

Pihak sekolah juga harus mengintegrasikan pendidikan antibullying ke dalam kurikulum dan harus memiliki kebijakan zero toleransi terhadap aksi bullying. Hal ini perlu diimplementasikan agar semua pihak , baik siswa, guru, staf sekolah, maupun orang tua memahami bahwa tidak ada toleransi bagi tindakan bullying. 

Akibat Penerapan Sistem Sekuler Liberal 

Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mengatasi kasus bullying di sekolah. Namun, sangat disayangkan bahwa apa yang diharapkan nyatanya tidak membuahkan hasil. Semakin hari, kasus bullying kian massif. Hal ini membuktikan bahwa solusi yang diberikan pemerintah tidak mampu menyentuh akar permasalahan bullying. 

Di lain sisi, ini juga menunjukkan bagaimana rusaknya sistem pendidikan saat ini. Sekolah yang seharusnya mampu membentuk etika dan nilai-nilai moral pada siswa, nyatanya malah mencetak generasi amoral. 

Sejatinya, kasus bullying lahir dari penerapan sistem sekuler liberal di dalam kehidupan saat ini. Sistem ini memisahkan peran agama dari kehidupan, melahirkan individu-individu berpikiran liberal dan permisif. Mereka tidak mau diatur dengan aturan agama, bahkan lebih menyukai kehidupan yang bebas semau mereka. 

Cara pandang seperti ini menyebabkan pelaku bullying tidak memiliki standar yang benar atas tindakannya, sehingga output-nya adalah perbuatan tercela dan sadis. Bahkan, perbuatan tersebut dianggap sebagai suatu pencapaian yang luar biasa dan mereka bangga akan hal tersebut. 

Ketika cara pandang kehidupan sekuler liberal telah menancap kuat di dalam kehidupan, maka suatu hal yang pasti bahwa sistem pendidikan hari ini juga berdasar pada aspek tersebut, yaitu pendidikan yang hanya fokus pada aspek akademik, tetapi abai pada aspek agama. Padahal, dapat dipahami bahwa agama adalah kunci yang mampu mengendalikan diri kita. Jika demikian yang terjadi, maka wajar saja jika kasus bullying tumbuh subur di lingkungan sekolah. 

Akibat penerapan sekuler liberal ini juga, peran keluarga dan masyarakat pun seolah hilang begitu saja. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat pendidikan pertama bagi anak, sering kali menjadi lalai dalam menjalankan peran tersebut. 

Ditambah lagi, kondisi lingkungan yang rusak juga menjadi pemicu bagi anak untuk melakukan tindak bullying akibat tidak adanya aktivitas amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat. 

Belum lagi peran media, banyak informasi sampah dan tidak bermanfaat tersebar luas di media sosial. Setiap orang dapat mengakses informasi apa pun yang mereka inginkan tanpa ada batas usia. Mirisnya, banyak dari mereka yang mempelajari hal-hal tercela dari sana. 

Lagi-lagi ini membuktikan ketidakmampuan negara dalam menyediakan informasi bermanfaat bagi rakyat. Negara gagal dalam memfilter setiap informasi yang ada di media sosial. Jika hal ini terus terjadi, maka ke depannya akan semakin banyak generasi yang buruk dalam berperilaku. 

Islam Solusi Hakiki Atasi Bullying 

Islam berbeda dengan sistem sekuler liberal. Islam memandang bahwa generasi memiliki pengaruh yang besar dalam kemajuan sebuah peradaban, sehingga dalam memberantas bullying, dibutuhkan keterlibatan semua pihak. 

Orang tua memiliki kewajiban dalam mendidik dan mengawasi anak. Orang tua harus membimbing anak berdasarkan pada akidah Islam. Mereka harus mampu memberi gambaran tentang bagaimana cara memandang kehidupan berdasarkan akidah Islam. 

Ketika cara pandang tentang kehidupan sudah benar, maka itu akan mengantarkan pada keimanan hakiki, yaitu keimanan kepada Allah Swt. semata. Dengan begitu, Anak akan berhati-hati dalam bertindak, karena sadar bahwa kehidupan dunia hanya sementara dan setiap perbuatan yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawaban kelak. 

Di samping itu, penting juga untuk mewujudkan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat. Aktivitas ini sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya tindakan brutal dan kejahatan pada generasi. Masyarakat akan berlomba-lomba dalam hal kebaikan dan tidak memberikan fasilitas sedikit pun pada aktivitas kemungkaran. 

Dalam mewujudkan kondisi yang aman bagi semua rakyat, tidak cukup hanya melibatkan peran individu, keluarga, dan masyarakat. Namun, dibutuhkan juga peran negara di dalamnya. Negara memiliki andil besar dalam mengurusi rakyat. Negara wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi warga negara dari berbagai aktivitas yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam kemaksiatan, termasuk bullying. 

Negara (Islam) wajib menerapkan sistem pendidikan yang berdasarkan pada akidah Islam. Islam akan mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam, yaitu terbentuknya pola pikir Islam dan pola sikap Islam, sehingga mereka akan terhindar dari perilaku kasar, zalim, dan aktivitas maksiat lainnya. Basis pendidikan seperti inilah yang akan melahirkan pribadi-pribadi cerdas yang siap membangun peradaban. 

Negara juga wajib menyediakan sistem informasi yang aman bagi rakyat. Negara harus memfilter setiap informasi yang tersebar di media sosial. Dengan begitu, informasi yang diterima hanya informasi yang bermanfaat, mengedukasi, dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. 

Inilah solusi hakiki yang ditawarkan Islam dalam memberantas tindak bullying. Karena itu, dibutuhkan sinergi bersama, baik individu, keluarga, masyarakat, dan negara dalam memberantasnya. Jelas pula bahwa negaralah yang memiliki kendali penuh atas penerapan suatu aturan di wilayahnya. Jika, negara tidak menerapkan aturan Islam secara sempurna, maka solusi tersebut tidak dapat berjalan pula. 

Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: 

“Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).

Oleh: Aryndiah
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 04 Maret 2023

Tindak Kekerasan Makin Marak, MMC: Sistem Pendidikan Gagal Membentuk Pemuda Berkepribadian Islam

Tinta Media - Maraknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemuda dinilai oleh Narator Muslimah Media Center (MMC) menggambarkan gagalnya sistem pendidikan sekuler dalam membentuk pemuda berkepribadian Islam.
 
"Makin banyaknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemuda menggambarkan gagalnya sistem pendidikan (sekuler) dalam membentuk anak didik yang berkepribadian Islam," ungkapnya dalam serba-serbi MMC: Budaya Kekerasan pada Generasi, Bukti Bobroknya Sistem Kehidupan Sekuler, di kanal YouTube Muslimah Media Center, Selasa (28/2/2023).
 
Menurutnya, lemahnya peran keluarga dalam meletakkan dasar perilaku terpuji, juga rusaknya masyarakat, adalah buah dari kehidupan yang berdasarkan paham sekulerisme.
 
“Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan, aturan agama hanya dikerdilkan untuk urusan personal sedangkan urusan kehidupan umum aturan yang dipakai berasal dari akal manusia yang terbatas,” jelasnya.
 
Allhasil tatkala akal dijadikan penentu hukum, sambungnya,  tentu aturan yang terbentuk sarat dengan kepentingan manusia. Ia mencontohkan bidang pendidikan. “ Sistem pendidikan yang berbasis sekulerisme menjadikan orientasi sekolah anak-anak bukan lagi menimba ilmu namun bagaimana bisa mencetak buruh terdidik," terangnya.
 
Amoral
 
Narator menegaskan, akibat penerapan sistem kapitalisme, anak-anak minus pemahaman agama sehingga sering bertindak amoral untuk menyelesaikan masalah.  
 
"Kesibukan orang tua bekerja termasuk kaum ibu dan abainya negara dalam membekali ilmu pengasuhan pada calon orang tua semakin memperparah kenakalan remaja.  Remaja yang jauh dari orang tua atau terlalu dimanja oleh orang tua cenderung mengedepankan ego, sehingga mereka akan mudah berbuat anarkis untuk memuaskan rasa ego tersebut," imbuhnya
 
Negara juga hanya menindak pelaku kriminalitas tanpa ada upaya pencegahan. Bahkan negara sekuler kapitalisme mempersilahkan paham liberalisme maupun permisif menggerogoti jiwa pemuda. “Maka tak heran semakin hari kasus amoralitas remaja semakin marak,” kritiknya.
 
Khilafah
 
Menurut narator, ini sangat berbeda dengan kualitas generasi yang didik dengan sistem sahih bernama sistem Khilafah. "Kehidupan dalam khilafah didasari oleh aqidah Islam yang akan menuntut pemeluknya menyadari bahwa dunia adalah tempat menanam kebaikan untuk dipanen di akhirat kelak.  Pemahaman seperti ini akan menjaga setiap individu untuk selalu menjaga perilaku sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya," tegasnya
 
Karena itu lanjutnya,  Islam memandang bahwa menjaga kualitas generasi merupakan hal penting. Semua elemen dilibatkan untuk membentuk kualitas generasi terbaik, dimulai dari garda terdepan yaitu keluarga.
 
"Islam memerintahkan orang  tua untuk mendidik anak-anak mereka dengan aqidah Islam bukan nilai-nilai materialistik yang meninggikan egonya. Aqidah Islam ini akan menuntut anak-anak menjadi pribadi yang memiliki akhlakul karimah sehingga baik mereka anak pejabat atau rakyat biasa tidak ada yang merasa rendah diri atau tinggi hati karena keimanan adalah satu-satunya pembeda di antara keduanya," bebernya.
 
Selain itu sebutnya, dari sisi masyarakat, ciri khas masyarakat khilafah yaitu mereka memiliki budaya amar makruf nahi mungkar. "Masyarakat yang demikian akan menjadi lingkungan yang baik untuk anak-anak, sebab mereka bisa melihat praktik dan menerapkan aturan agama secara langsung," pujinya.
 
Dari sisi negara lanjutnya,  khilafah wajib menjadi perisai bagi anak-anak agar mereka tidak salah tujuan hidupnya.  Mekanismenya dengan cara, pertama menerapkan sistem pendidikan. “Kurikulum Pendidikan Islam disusun dalam rangka membentuk kepribadian Islam yang utuh pada siswa baik dari sisi akidah, tsaqofah, maupun penguasaan iptek,” ungkapnya.
 
Menurutnya, konsep ini akan membuat suasana keimanan generasi semakin kuat.  Mereka akan dengan sendirinya menghindari perbuatan anarkis, penganiayaan, pelecehan dan sejenisnya.
 
“Kedua, Khilafah akan mengatur sistem sosial, menjaga agar interaksi antara laki-laki dan perempuan terjalin Interaksi yang produktif dan saling tolong-menolong dalam membangun umat yang dilandasi keimanan kepada Allah. Dengan demikian tidak akan terjalin hubungan-hubungan yang dilarang oleh hukum syara' seperti pacaran," bebernya.
 
Selain itu Ia menjelaskan bahwa Khilafah juga mengatur media. Dalam khilafah media memiliki fungsi strategis sebagai sarana edukasi bagi masyarakat agar mereka semakin paham terhadap syariat. Jika ada pelanggaran hukum syariat Islam para pelaku akan dikenai sanksi Islam.
 
 
"Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya Sistem Hukum Islam menjelaskan, untuk kasus penganiayaan sanksinya berupa jinayat yaitu hukuman setimpal,  atau qishos karena sudah membahayakan nyawa yang lain.  Sedangkan untuk kasus kekerasan, Qadhi akan memutuskan perkaranya dengan sanksi takzir. Untuk kasus rudapaksa, pelaku akan dikenai hudud zina ghairu muhshon yakni 100 kali cambuk dan diasingkan selama 1 tahun," ucapnya.  
 
Dengan mekanisme ini simpulnya, Khilafah mampu menyelesaikan akar masalah penyebab kenakalan remaja. "Anak-anak akan tumbuh dan berkembang sebagai pribadi muslim berakhlak mulia," pungkasnya.[] Sri Wahyuni
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab