Tinta Media: Sidoarjo
Tampilkan postingan dengan label Sidoarjo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sidoarjo. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 Agustus 2022

Kapolsek Sukodono Positif Narkoba, Siyasah Institute: Ada Persoalan Pembinaan Mental dan Ketaatan pada Hukum


Tinta Media - Pengamanan Kapolsek Sukodono Sidoarjo AKP I Ketut Agus Wardana yang terbukti positif narkoba setelah digerebek Polda Jatim, dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menunjukkan ada persoalan dalam pembinaan mental dan ketaatan pada hukum.

"Salah satu persoalan besar kepolisian Indonesia adalah pembinaan mental dan ketaatan pada hukum. Kasus pencabulan oleh aparat, narkoba, kekerasan, dan sebagainya. Ini bukti ada persoalan dalam pembinaan mental dan ketaatan pada hukum," tegasnya saat wawancara tertulis denganTinta Media, Kamis (25/8/2022).

Menurutnya, hal itu disebabkan tidak menjadikan Islam sebagai dasar aturan dan pembinaan. "Dalam Islam setiap aparat harus kuat akidahnya dan lurus kepribadiannya," imbuhnya.

Iwan menjelaskan banyaknya rekam jejak yang melibatkan pidana aparat kepolisian.   "Merujuk pada data Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, tercatat ada 1.024 kasus sepanjang tahun 2020. Jumlah tersebut naik signifikan dari tahun sebelumnya, yakni sebanyak 677 kasus. Sementara pada 2018, tercatat ada 1.036," bebernya.

Pelanggaran terbanyak lanjutnya, terlihat pada kasus-kasus pelanggaran kode etik kepolisian. "Tercatat pada 2020 ada 2.081 kasus di mana jumlah tersebut meningkat sangat tajam hingga 103,8 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 1.021 perkara," ujarnya.

Untuk kasus narkoba, Iwan melihat kasus aparat yang kemudian malah menjadi bandar. "Kasus terakhir yang besar adalah Kasat Narkoba Karawang yang malah jadi pemasok ribuan ekstasi ke Bandung. Kita khawatir ini puncak gunung es. Masih banyak di bawah yang belum terungkap," jelasnya.

Iwan menyampaikan ada tiga hal yang menjadi masalah serius sehingga marak polisi yang menjadi pemakai, backing dan pengedar narkoba. "Pertama, pembinaan mental yang tidak jelas. Kedua, gaya hidup hedonisme dan ingin cari uang instan di masyarakat termasuk aparat. Ketiga, sanksi yang terlalu ringan," pungkasnya.[] Nita Savitri

Jumat, 15 April 2022

Kapan Yuk Ngaji Sidoarjo, Ustaz Anshari Angkat Tema 'Bagaimana Jika Islam Tak Pernah Ada?'

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1kBitrWnDrVNeergTa-nUaHiom4QifO--

Tinta Media - Ustaz Ahmad Anshari, trainer 'Yuk Ngaji' mengangkat tema jika Islam tak ada, tatanan kehidupan manusia di dunia bisa dipastikan hancur. "Jika Islam tak pernah ada, (tatanan) dunia akan hancur," ujarnya dalam Kajian Pekanan (Kapan) Yuk Ngaji Sidoarjo: World Without Islam, Ahad (10/4/2022) yang dilangsungkan di Mushalla Baburrayan.

Untuk bisa dipahami, ia pun melontarkan beberapa pertanyaan yang menurutnya sederhana berkenaan dengan tema itu. Tetapi sebagaimana sindiran pihak yang menurutnya kurang suka dengan Islam, ia menyarankan agar peserta dalam menjawabnya nanti tanpa membawa-bawa agama.

Di antaranya, jika Islam tak pernah ada, dengan tangan apa manusia makan; bagaimana posisi buang air besar (poop) yang benar; cara punya suami atau istri yang setia; mendidik anak yang baik; hingga bagaimana cara paling adil membagi harta waris?

Untuk yang pertama, terlepas dengan tangan kanan atau kiri, kidal atau tidak, serta pernah diajari atau belum, efeknya, kata Anshari memulai, hal itu tak terlalu bermasalah. Sebab, memang pada faktanya urusan cara makan kembali kepada masing-masing individu.

"Hebatnya, terkait makan dan cebok bisa jadi dilakukan dengan tangan yang sama," selanya diikuti tawa peserta.

Tetapi apabila merujuk pada tuntunan Islam, tentu hal yang menurut banyak orang termasuk sepele, berdampak besar kehidupan. Karenanya ia menambahkan, hal itu bergantung kebiasaan yang diajarkan sejak kecil.

Perlu diketahui, kajian pekanan (Kapan) Yuk Ngaji Sidoarjo sebelumnya dilakukan secara daring. Namun kali ini, dengan kondisi sudah memungkinkan kendati dilakukan dengan prokes ketat, Kapan Yuk Ngaji digelar offline dengan pemateri dari Malang berikut belasan peserta malam itu.

Hanya di Yuk Ngaji

Berikutnya, persoalan posisi postur ketika poop. "Ternyata anggapan posisi poop dengan duduk termasuk hal yang modern karena alasan kemajuan teknologi," tukasnya dengan sedikit bercanda, 

"Hanya di Yuk Ngaji, persoalan _poop_ saja dibahas." senyum Anshari.

Pasalnya, terkait posisi _poop,_ ternyata dengan dalih kemajuan zaman, di berbagai tempat publik sudah disediakan fasilitas WC duduk.

Padahal berdasarkan suatu riset di Stanford University, Amerika Serikat, posisi terbaik ketika poop adalah dengan jongkok. "Di balik posisi duduknya BAB, menimbulkan banyak masalah. Ada bagian organ tubuh yang terjepit (menggangu saluran pembuangan)," ulasnya sambil menampilkan ilustrasi berupa video di monitor yang telah disediakan.

Maka itu, lanjut Anshari, untuk mengatasi masalah-masalah yang kemudian muncul dari posisi duduk, oleh Stanford lantas dibuatlah alat sederhana berupa pijakan kaki yang dirancang sedemikian rupa hingga postur menyerupai posisi jongkok, dengan tetap menggunakan WC duduk.

Namun yang paling penting dipahami, terang Anshari, sebelum Stanford menjelaskan posisi terbaik adalah jongkok, ternyata sekitar 1400 tahun lalu, Nabi SAW sudah mengajarkan posisi tersebut adalah postur terbaik dan menyehatkan.

"Pertanyaannya, Nabi itu tahu karena ada kemajuan teknologi di masa itu atau dari mana?" interaksinya dengan peserta training tplyang serempak menjawab, dari Allah.

Meski benar demikian, ia prihatin terhadap sebutan orang saat ini terhadap era kenabian yang justru sarat dengan stigma. "Sering disebut sama orang-orang sekarang zaman unta," sedihnya dengan kembali menyinggung tentang keinginan para pendengki Islam, jangan bawa-bawa agama seperti di awal tadi.

"Enggak cuma itu. Bahkan Islam itu ketika kita berbicara tentang Islam, sering dilabeli intoleran, radikal, termasuk ekstremis, teroris," imbuhnya.

Maka itu, ia membagikan informasi agar umat lebih mengetahui bahwa sejarah pernah mencatat, pernah terjadi genosida yang kabarnya, hingga 100 juta jiwa suku Indian di Benua Amerika, lalu pembantaian ratusan ribu jiwa suku Aborigin di Australia, serta pengeboman atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang dengan berbagai kehancurannya.

"Kenapa kok umat muslim yang dituduh ektremis, teroris, radikal dan intoleran. Kita yang enggak pernah melakukan itu, tetapi kita yang dituduh," ulasnya prihatin.

Itulah mengapa Islam kemudian mengatur perang. "Jangankan membunuh anak-anak, wanita, orang tua. Tumbuhan saja di dalam Islam tidak boleh dirusak. Apalagi di tengah-tengah kota," jelasnya yang lantas mengatakan bahwa di luar Islam, perang, ternyata tidak diatur sebagaimana ketentuan di dalam Islam.

Apalagi bicara tentang postur ketika BAB yang sebenarnya, Islam telah mempelopori dalam hal kemajuan teknologi sejak sangat lama. 

Begitupun dengan kemajuan teknologi yang lain. Sebutlah penemu lensa, dasar-dasar sistem pesawat terbang, ilmu kedokteran, hingga arsitektur yang ternyata sudah menggunakan sistem teknologi pegas untuk mengantisipasi dampak buruk dari gempa, yang oleh ilmuwan Jepang, baru di abad 19 diaplikasikan.

Tetapi lagi-lagi, kata Anshari, ketika umat Islam mengajak kembali ke syariat, dijawab 'kamu pingin kembali ke zaman unta lagi?'

Selanjutnya..

Selanjutnya, jika Islam tak pernah ada, bagaimana cara mempunyai suami atau istri agar setia?

Berkenaan itu, ia bilang, kaya raya ataupun penampilan yang _good looking_ sekalipun tidak menjamin sebuah pernikahan bisa terhindar dari permasalahan bahkan tidak sedikit pasangan terjerembab ke dalam jurang perceraian.

Begitu pun cara mendidik anak yang oleh sebagian besar masyarakat berkeyakinan, setelah menyekolahkan ke sekolah-sekolah modern bertaraf internasional maupun _boarding school,_ seorang anak akan menjadi lebih baik.

Padahal meski di pesantren dengan SPP yang mahal sekalipun, kata Anshari, faktanya tak menjamin tidak munculnya penyimpangan ketertarikan seksual (LGBT) di kalangan anak didik, misalnya.

Malah anehnya, seperti diberitakan, para petinggi Google, Apple, Yahoo, HP hingga eBay, justru mengirim anak-anaknya ke sekolah yang sama sekali tak punya komputer

Hal sama juga di lakukan para petinggi di dunia IT. "Mereka membela Keputusan Waldorf untuk tak memperkenalkan komputer ke anak-anak mereka," tandas Anshari.

Kemudian, berkenaan dengan pertanyaan bagaimana cara paling adil dalam membagi waris. "Pembagian waris tanpa agama, sangat berpotensi konflik. Karena masing-masing ahli waris merasa diperlakukan tidak adil," ucapnya.

Oleh karena itu, dari pemaparan semua pertanyaan-pertanyaan tadi, Anshari menyampaikan pertanyaan yang bobotnya lebih berat dari pertanyaan sebelumnya. "Jika masalah sepele saja tidak sanggup manusia putuskan solusinya, mungkinkah manusia sanggup menjawab permasalahan besar seperti, bagaimana menuntaskan kemiskinan, menghilangkan korupsi, menyejahterakan rakyat?," cetusnya.

Maka dari itu, tutur Anshari, Allah SWT kemudian menurunkan Islam sebagai tuntunan tatanan kehidupan, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur'an, yang artinya,

"Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?" (QS. Yunus: 35) 

Lantaran itu, umat manusia, lantas diwajibkan untuk senantiasa belajar. "Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan," tutupnya mengutip perkataan Imam Syafi'i RA. []Zainul Krian
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab