Kesalahan Berpikir Kapitalis Jadikan Batubara Barang Komoditas untuk Meraup Keuntungan
Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) mengungkap kesalahan berpikir kapitalis yang menjadikan batubara sebagai barang komoditas untuk meraup keuntungan.
"Inilah sejatinya kesalahan paradigma berpikir kapitalis. Sebab batubara yang sejatinya milik rakyat dijadikan sebagai barang komoditas untuk meraup keuntungan," tuturnya dalam Serba-serbi MMC: Harga Batubara Cetak Rekor Tertinggi, Rakyat Kena Imbasnya, di kanal YouTube Muslimah Media Center, Kamis (8/9/2022).
Ditambah lagi, lanjutnya, liberal ekonomi yang dianut oleh sistem kapitalisme telah menjadikan batubara legal dikuasai oleh korporasi atau pemilik modal. Sebab menurut sistem ekonomi kapitalis siapapun dianggap memiliki hak memenangkan tender meski kekayaan alam tersebut terkategori harta milik umum.
"Siapa yang tidak mengenal batubara? Batubara adalah salah satu sumber daya alam yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari manusia. Berkat batubara yang kerap disebut sebagai emas hitam inilah manusia bisa menikmati aliran listrik di rumah, kantor hingga pertokoan," ujarnya.
Narator mengatakan, tahun ini ternyata menjadi tahun buruk dalam sejarah batubara. Pasalnya harga batubara mencetak rekor tertinggi. Pada perdagangan Senin (5/9/2022), harga batubara kontrak Oktober di pasar ICE-Newcastle ditutup di angka US$ 463,75 per ton. Harganya melambung 5,18% dibandingkan perdagangan terakhir pada pekan lalu, Jumat (2/9/2022).
"Harga pada penutupan kemarin menjadi yang tertinggi dalam sejarah. Harga tersebut sekaligus melewati rekor sebelumnya yakni US$ 446 per ton yang tercatat pada 2 Maret 2022 atau hanya beberapa hari setelah perang Rusia-Ukraina meletus," jelasnya.
Menurutnya, melambungnya harga batubara didorong oleh meningkatnya permintaan. Pasalnya permintaan ini melonjak setelah negara-negara Eropa memutuskan untuk menggunakan kembali batubara sebagai sumber pembangkit listrik mereka. Sementara pasokan komoditas batubara secara global semakin menipis.
"Kenaikan harga itu jelas menimbulkan berkah bagi produsen batubara di Indonesia khususnya para eksportir batubara. Namun bagi rakyat tentu menjadi kewaspadaan. Sebab kenaikan harga batubara berefek pada kenaikan harga tarif dasar listrik," tukasnya.
Ia melanjutkan, sementara negara hanya bertindak sebagai regulator yang memutuskan kontrak kerja dengan para pemilik modal untuk mengelola sumber daya alam tersebut. Penerapan kebijakan ini tentu saja berefek pada kehidupan rakyat yang semakin sulit, tanpa pelindung dan penjamin kebutuhan hidup. Sebab rakyat harus merogoh kocek untuk membeli kebutuhan vital hidup mereka, seperti listrik.
"Padahal berdasarkan data terakhir dari badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan batubara Indonesia mencapai 26,2 miliar ton. Artinya negeri ini berpotensi mengelola secara mandiri sumber daya alamnya tanpa harus membeli kepada negara lain atau perusahaan batubara, kemudian mendistribusikannya kepada rakyat dalam bentuk listrik murah bahkan gratis," tegasnya.
Ia pun menilai, akan tetapi hal ini mustahil terjadi dalam kehidupan yang diatur dalam sistem kapitalisme. Negeri ini harus beralih pada kehidupan yang diatur dengan sistem Islam kaffah. Sebab Islam memiliki pengaturan yang sempurna. Termasuk ekonomi yang menjamin terwujudnya kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat.
"Menurut imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam kitab besarnya al-Mughni pada bab pembahasan Ihya'al-Mawat, bahan-bahan galian tambang yang didambakan dan dimanfaatkan oleh manusia tanpa banyak biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petroleum, intan, dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan hak kepemilikan individualnya," bebernya.
Ia pun menjelaskan, bahan-bahan tersebut menjadi milik seluruh kaum muslimin. Yang demikian akan merugikan kemaslahatan mereka jika dikuasai segelintir orang. Bahan galian tambang tersebut harus dikelola negara atau pemerintah, dan hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan umum.
"Bahan galian tambang merupakan sumber bunyi terpenting yang harus mendapat perhatian khusus, karena betapa berharganya bahan tersebut dimata dunia. Al-Qur'an dan hadits pun menunjukkan betapa pentingnya membangun sebuah industri yang bisa menghasilkan dan mengelola kekayaan alam berupa galian tambang di dalam perut bumi," ujarnya.
Menurut syekh Taqiyuddin an-Nabhani, lanjutnya, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. Hasilnya harus diberikan kembali kepada rakyat dalam bentuk bahan yang murah berbentuk subsidi untuk berbagai kebutuhan primer masyarakat atau warga negara. Semisal, pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum.
"Inilah pengaturan sistem Islam yang dapat menjadi solusi dari kerusakan pengelolaan tambang dari sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan," tandasnya.
Ia membeberkan, dalam Islam kepemilikan dibagi berdasarkan tiga bentuk. Pertama, individu. Kedua, kepemilikan umum. Ketiga, kepemilikan Negara. Dari ketiga bentuk kepemilikan tersebut, bahan galian tambang adalah merupakan hak kepemilikan umum dan haram diserahkan kepemilikannya kepada individu atau korporasi. Dengan ketegasan batasan kepemilikan seperti ini tidak ada ruang sedikitpun bagi para oligarki politik dan kaum pemilik modal untuk merampas hak masyarakat umum atas tambang sumber daya alam.
"Pengaturan pembagian hak kepemilikan secara adil seperti ini mustahil diterapkan dalam sistem rusak demokrasi yang sudah dikuasai para oligarki politik dan kapitalis. Tidak ada jalan lain selain jalan Islam yang diturunkan oleh Dzat yang maha sempurna. Jalan ini tidak dapat ditempuh kecuali dengan langkah-langkah sistematis untuk mengembalikan institusi politik Islam," tegasnya.
"Institusi inilah yang menerapkan politik ekonomi Islam untuk mengatur secara langsung kepemilikan umum masyarakat," pungkasnya.[] Willy Waliah