Tinta Media: Sembako
Tampilkan postingan dengan label Sembako. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sembako. Tampilkan semua postingan

Senin, 08 April 2024

Harga Bahan Pokok Tidak Stabil, Islamlah Solusinya

Tinta Media - Operasi pasar murah bersubsidi dan bazar Ramadan 1445 Hijriah digelar oleh Pemerintah Kabupaten Bandung dalam rangka membantu masyarakat yang tersebar di 31 kecamatan di Kabupaten Bandung. Operasi ini sekaligus sebagai kegiatan hari jadi Kabupaten Bandung yang ke-383. 

Dengan didampingi Bunda Bedas sekaligus Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Bandung, Bupati Bandung Dadang Supriatna menghadiri pembukaan Bazar Ramadan di Lapangan Upakarti Komplek Pemkab Bandung pada hari Senin 25/3/2024. (HIBAR PGRI)

Menurut Kang DS, untuk mempertahankan inflasi, hal yang perlu dilakukan adalah dengan melaksanakan bazar Ramadan dan pasar murah dengan paket sembako bersubsidi sebanyak 10.990 paket. Harga sebelum disubsidi Rp170.900/paket, lalu disubsidi menjadi Rp73.000 oleh Pemkab Bandung. Paket sembako tersebut diserahkan secara simbolis ke 4 kecamatan dengan harapan akan meringankan warga yang membutuhkan. Ada 10.990 orang atau KPM (keluarga penerima manfaat) yang sudah didaftar.

Di tengah harga-harga sembako yang melonjak naik menjelang Idul Fitri, adanya pasar murah bersubsidi dan bazar Ramadan diharapkan bisa menstabilkan inflasi di Kabupaten Bandung, mendorong pertumbuhan ekonomi untuk mendukung pembangunan di Kabupaten Bandung. 

Tepatkah Solusi Itu?

Ramadan dan Idul Fitri adalah bulan yang dinantikan  masyarakat, terutama yang beragama Islam, bulan penuh keberkahan. Mirisnya, kenaikan harga bahan pokok seolah sudah menjadi tren pada saat menjelang hari raya Idul Fitri. Masyarakat seolah sudah terbiasa menghadapi hal itu, bahkan sebelum Ramadan pun harga-harga bahan pokok sudah merangkak naik. 

Di tengah situasi sulit  seperti ini, masyarakat harus memutar otak untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Belum lagi bagi warga yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, pasti akan terasa begitu berat. Tidak sedikit yang menjadi stres dan akhirnya gelap hati sehingga melakukan tindakan kejahatan, seperti mencuri, merampok, menjambret, dan sebagainya. Miris sekali, bukan?

Pada dasarnya, melambungnya harga bahan pokok bukanlah karena kurangnya suplai, akan tetapi  imbas dari permainan para oligarki atau lebih dikenal dengan permainan spekulasi global. Ini adalah buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalis, bukan karena kelangkaan barang. 

Jelas, ini hanya karena monopoli para mafia pangan yang ingin meraup keuntungan untuk segelintir orang. Itulah watak dari sistem ekonomi kapitalis yang sangat merugikan rakyat. 

Adanya operasi pasar murah jelang Ramadan sejatinya bukan solusi tepat untuk mengatasi masalah kenaikan harga karena fakta di lapangan sungguh memprihatinkan. Ketika warga sudah antre dari pagi untuk membeli sembako murah dengan membawa semua persyaratan seperti KK dan KTP, ternyata ditolak dengan alasan bukan warga asli daerah tersebut. Padahal, dalam pemberitahuan sebelumnya, tidak ada aturan tersebut. 

Entah itu permainan para perangkat desa atau yang lainnya, wallahu a'lam. Yang jelas, warga sangat kecewa. Namun, mereka hanya bisa pasrah dengan keadaan dan pulang dengan tangan kosong.

Kemudian juga di alun-alun Cimahi, masyarakat berebut untuk mendapatkan beras murah. Dalam sekejap, 10 ton beras SPHP langsung ludes sehingga banyak warga yang tidak kebagian. Lagi-lagi mereka hanya bisa pasrah. Ngenes, kan?

Itulah sekelumit fakta memprihatinkan di tengah kondisi masyarakat ekonomi rendah. Begitulah kesemrawutan tata-kelola dalam sistem kapitalisme sekuler. Negara hanya regulator dan tidak benar-benar mengurus rakyat dengan baik, justru diserahkan kepada asing dan aseng dengan legalisasi undang-undang.

Bagaimana solusi Islam? Tidak lain adalah dengan beralih ke sistem ekonomi Islam. Karena Islam begitu sempurna dan komprehensif mengatur kehidupan manusia. Islam sangat memperhatikan masalah kebutuhan dasar rakyat, yaitu pangan, sandang, dan papan (tempat tinggal). Semua itu menjadi tanggung jawab negara (khalifah) yang meri'ayah (mengurusi) rakyatnya dengan aturan sahih yang berasal dari Allah Swt. 

Islam memandang bahwa pengelolaan sumber daya alam harus ditentukan oleh syariat, tidak diserahkan kepada asing. Tidak ada monopoli pasar dan berbagai praktik yang menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan syara.

Selain itu, keimanan dan ketundukan kepada Allah akan menjaga individu, masyarakat dari perbuatan yang merugikan orang lain. Sanksi tegas dalam Islam akan meminimalisir tindakan sewenang-wenang terhadap rakyat. 

Begitulah indahnya Islam ketika syariatnya dipakai untuk mengatur urusan rakyat oleh seorang khalifah. Untuk dapat mewujudkannya, maka harus ada institusi negara yang independen yang mampu mengatur kestabilan harga pangan, yaitu daulah khilafah Islamiyyah. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Minggu, 25 Februari 2024

Menyoal Dana Insentif Kinerja untuk Pembagian Sembako



Tinta Media - Baru-baru ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menyalurkan bantuan sebanyak 10.881 paket sembako dan BPJS ketenagakerjaan kepada para pengemudi ojek pangkalan yang tersebar di seluruh kecamatan di daerah itu. Pembagian sembako ini adalah kedua kalinya yang diberikan oleh Pemkab Bandung. Anggaran tersebut hasil dari insentif kinerja Pemkab Bandung yang diterima dari pemerintah pusat. (ANTARA)

Bupati Bandung Dadang Supriatna menjelaskan bahwa dana insentif kinerja itu sebagai bentuk perhatian Pemkab kepada para pekerja yang rentan dan menjadi prioritas untuk mendapatkan bantuan paket sembako. Ia juga mengatakan bahwa bantuan paket sembako  tersebut merupakan langkah pemerintah daerah dalam mengendalikan inflasi yang menyasar masyarakat yang rawan pangan. 

Selain itu, Pemkab Bandung juga memberikan jaminan sosial melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan kepada para pengemudi ojek pangkalan apabila mereka mengalami kecelakaan atau kejadian yang tidak diharapkan. Berapa pun biayanya akan ditanggung oleh BPJS. Apabila meninggal dunia, ahli warisnya akan mendapatkan santunan sebesar Rp42 juta, sehingga bisa membahagiakan keluarga masing-masing.

Pemkab Bandung merasa bangga dengan pemberiannya tersebut, karena anggarannya berasal dari kualitas kerjanya. Padahal, pemberian bantuan paket sembako seharusnya sudah menjadi kewajibannya. Apalagi, kualitas kerja seseorang terutama dalam pemerintahan seharusnya tidak mendapatkan penilaian. Akan tetapi, pemerintah pusat wajib mengontrol kinerja bawahannya. 

Dalam sistem kapitalisme, kinerja seseorang selalu diberi penilaian, setelah itu diberikan dana insentif kinerja. Meskipun dana insentif itu bisa memberikan semangat kepada pemerintah daerah, tetapi bukankah sudah seharusnya pemerintah daerah tersebut menunaikan kewajibannya sebagai pengurus urusan rakyat yang ada di daerahnya tersebut? Kemungkinan hal tersebut bisa menimbulkan ketidakikhlasan  dalam menjalankan tugasnya dan ingin meraih penilaian dari pemerintah pusat.

Dalam sistem kapitalisme, pemberian paket sembako yang diberikan pun tidak merata. Misalnya, bantuan dari Pemda Bandung hanya diberikan kepada para pengemudi ojek pangkalan saja, sementara yang membutuhkannya bukan hanya mereka, tetapi seluruh rakyat. Ketidakadilan ini senantiasa terjadi dalam sistem kapitalisme.

Sebagaimana dalam sistem pemerintahan Islam, khalifah sebagai pemimpin tertinggi wajib mengontrol kinerja bawahannya, apakah sudah melaksanakan tugas sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh khalifah atau belum. 

Sebagai seorang pemimpin, sudah seharusnya khalifah mengurusi urusan rakyat dengan adil tanpa pandang bulu, baik kaya maupun miskin, karena sudah menjadi kewajibannya. Negara memosisikan dirinya sebagai pengatur urusan umat, bukan sebagai regulator seperti dalam sistem kapitalisme. Di dalam sistem Islam, negara menjamin kebutuhan rakyat, bukan hanya sekadar pemberian sembako, tetapi juga kebutuhan lain, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan juga keamanan. Wallahu'alam bishshawab


Oleh: Sumiati
Sahabat Tinta Media

Minggu, 19 Maret 2023

Harga Bahan Pokok Meroket, Tradisi Buruk yang Terus Berulang

Tinta Media - Menjelang Ramadhan bahan-bahan mengalami kenaikan. Masalah ini seolah sudah tradisi yang terus berulang di momen hari besar agama. Kenaikan harga tersebut membuat masyarakat  berkeluh kesal karena kesusahan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga. 

Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, Kamis (9/3/2023) harga salah satu komoditas mengalami kenaikan. Di sejumlah daerah harga cabai mendekati bulan ramadhan mencapai Rp 70.000/kg.  Harga cabai merah secara nasional yakni Rp 69.000/kg. Harga cabai rawit tertinggi berada di wilayah kota Pangkal Pinang mencapai Rp 82.500/kg. (Kompas.com)

Komoditas pangan lainnya yang mengalami kenaikan yakni bawang merah mencapai Rp 36.430/kg, bawang putih naik menjadi Rp 31.020/kg, daging ayam ras mencapai  Rp 34.040/kg, telur ayam ras mencapai Rp.28.660/kg, minyak goreng kemasan sederhana menjdi Rp 18.140 per liter, harga minyak curah menjadi Rp 15.120 per liter. Disamping itu, harga gula konsumsi naik menjadi Rp 14.500/kg, tepung terigu mengalami kenaikan sebesar Rp 11.340/kg. (Bisnis.com)

Fenomena yang sering terjadi ini seharusnya membuat negara melakukan upaya antisipasi agar tidak ada gejolak harga dan rakyat mudah mendapatkan kebutuhannya. Selain itu, kenaikan harga juga terjadi karena ada yang bermain curang dan tamak seperti menimbun atau monopoli komoditas sehingga mendapatkan keuntungan yang besar.

Kenaikan harga yang sudah menjadi tradisi menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yang sesuai kebutuhan rakyat. Sangat jauh berbeda dengan mekanisme yang islam hadirkan dalam menuntaskan masalah tersebut. 

Peran Negara Dalam Sistem Islam
Dalam islam, peran neagar sebagai pelayan rakyat. Negara wajib hadir secara penuh sebagai penanggung jawab semua kebutuhan rakyat sekaligus pelindung mereka.  Negara akan bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang  melakukan kecurangan untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. 

Islam memandang masalah pangan merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian khusus dan perluh segera diatasi. Sebab, pangan  sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi  demi melangsungkan kehidupan. Apabila rakyatnya kelaparan maka seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Oleh karena itu, Negara akan memperhatikan tata kelola pemenuhan pangan dalam negeri. Negara wajib mengatur semua rantai pangan, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi rakyat. Negara menjamin semua rakyatnya mendapatkan pangan dengan layak, berkualitas dan harganya terjangkau
Islam akan  menjamin mekanisme pasar terlaksana dengan baik dengan menjaga gejolak harga di pasar, sehingga harga tetap stabil dan rakyat mampu mendapatkannya. 

Selain itu, negara juga berkewajiban menjaga transaksi ekonomi rakyat agar jauh dari hal yang melanggar syariat islam, seperti monopoli pasar, menimbun barang agar langka dan penipuan. Semua kecurangan tersebut akan diberantas oleh Negara. Negara juga menyediakan informasi ekonomi dan pasar, serta membuka akses informasi pasar bagi semua orang untuk meminimalkan informasi yang tidak tepat yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mencari keuntungan yang besar dengan cara tidak benar. 

Alhasil, tidak ada tradisi meroketnya harga bahan pokok menjelang ramadhan maupun hari Nataru kita jumpai di dalam sistem islam. Namun berbeda jika negara saat ini yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Rakyat jangan kaget dengan harga bahan pokok yang terus meroket, dan ini menjadi tradisi dengan sistem ekonomi kapitalisme. Kesejahteraan rakyat bisa diraih dengan penerapan sistem islam secara kaffah.

Oleh: Retno Jumilah
Aktivis Dakwah Remaja

Selasa, 06 Desember 2022

Bantuan Sembako, Bukanlah Solusi Tuntas!

Tinta Media - Pemerintah saat ini sedang melaksanakan program bantuan sembako kepada warga masyarakat yang berhak menerima bantuan. Jenis bantuan yang diberikan berupa beras, mie instan, gula pasir, minyak goreng kemasan, kecap, dan sarden.

Dinsos Kabupaten Bandung secara langsung membagikan bantuan sembako kepada warga masyarakat Kecamatan Soreang yang berhak menerima bantuan dari pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Sosial, pada Kamis 17 November 2022 di Pendopo Kecamatan Soreang. (bandungberita.com)

Para penguasa menganggap bantuan ini menjadi alternatif yang efektif untuk meredam dampak inflasi perekonomian yang timbul dari kebijakan-kebijakan kapitalisme. Bantuan itu mungkin sedikit membantu masyarakat, tetapi ini hanya solusi sementara dan bukan menjadi solusi dari akar permasalahan. Ini karena akar permasalahan dari segala konflik adalah karena diterapkannya sistem sekulerisme-kapitalisme.  Sedangkan Islam sebagai ideologi dan sistem kehidupan tidak diterapkan di dunia saat ini.

Mirisnya, pembagian bantuan kerap sekali tidak tepat sasaran, sehingga menimbulkan gesekan di  masyarakat bawah ataupun aparat desa yang mengurus dana untuk warga. 

Faktanya, kecemburuan sosial pun sering terjadi di masyarakat karena terkadang mereka merasa kurang mendapat keadilan. Seringnya yang mendapat bantuan justru orang-orang yang kurang membutuhkan.

Inilah akibat diterapannya sistem yang salah dan rusak, yaitu sistem sekuler kapitalis yang hanya berasaskan pada manfaat atau materi saja. Buktinya adalah seringkali terjadi ketidaktransparanan oleh pihak aparat desa atau jajarannya. 

Dalam sistem ini, negara hanya berperan sebagai regulator dan akan selalu tunduk pada oligarki. Karena itu, setiap solusi yang diberikan tidak pernah menyentuh akar permasalahan sehingga rawan terjadi berbagai penyimpangan. 

Sementara, Islam menjamin semua kebutuhan pokok individu rakyat. Hal itu wajib dipenuhi dan direalisasikan oleh seorang pemimpin (Khalifah). Pemenuhannya bisa secara langsung ataupun tidak langsung.

Ketika seorang individu atau kepala keluarga tidak mempunyai pekerjaan, maka pemimpin (Khalifah) akan langsung bertindak dengan dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan. Itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang pemimpin dalam sistem Islam. 

Negara juga menjamin dan sangat bertanggung jawab atas  masalah pangan. Seorang Khalifah sangat khawatir jika sampai ada rakyatnya yang kelaparan, karena tidak adanya makanan yang bisa dikonsumsi.  

Ketahanan pangan di dalam sistem Islam sangat mandiri dan kuat. Hal ini karena sistem pengelolaan lahan yang begitu baik dan selalu produktif sehingga kelangkaan bahan pokok sangat jarang terjadi. Sumber daya alam yang sangat banyak akan dikelola oleh negara dan hasilnya di kembalikan kepada rakyat. 

Manusia berserikat dengan air, api, dan padang rumput, yang semuanya itu akan dikelola sesuai dengan aturan yang ada.

Kepemilikan di dalam Islam dibagi menjadi tiga. Yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan umum  akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat.

Begitu juga dengan masalah pendidikan dan kesehatan, semuanya itu akan dijamin oleh negara khilafah secara gratis. Kalaupun ada biayanya, itu pun tidak mahal. 

Pelayanan kesehatan yang sangat baik selalu menjadi prioritas, demi terciptanya kesejahteraan rakyat. Begitu juga dengan keamanan, negara pasti akan menjamin karena hal itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang pemimpin, yaitu harus selalu memberi rasa aman bagi rakyatnya. 

Seorang pemimpin (khalifah) pada saat itu pernah mengutus dokter untuk mengobati Ubah bin Kaab r.a. ( HR. Muslim )

Masalah papan pun dijamin. Negara memastikan bahwa setiap individu harus memiliki tempat tinggal yang layak. Semua ini adalah bentuk dari kesempurnaan negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah. Hal ini karena seorang Khalifah adalah pengurus rakyat, yang semua itu akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah Swt.

Begitu sempurnanya sistem Islam mengatur kehidupan dalam bernegara. Kesempurnaan itu sangat terlihat dalam sejarah kekhilafahan Islam dan pada masa pemerintahan Rasulullah saw. Akankah kita menginginkan sistem itu kembali hadir dalam mengatur kehidupan saat ini? Karena kesejahteraan dan semua kemaslahatan hidup tidak akan terwujud jika aturan Islam tidak pernah diterapkan secara sempurna dalam naungan Khilafah.

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Willy Waliah
Sahabat Tinta Media

Selasa, 19 April 2022

Harga-Harga Naik akibat Paradigma Berpikir Kapitalis


Tinta Media - Bulan Ramadan adalah bulan dengan berbagai kenaikan pahala dan berlipat gandanya kebaikan. Akan tetapi, sedihnya umat Islam harus kembali melewati Ramadan tahun ini dengan kegelisahan yang tidak kunjung selesai. Harga berbagai komoditas pangan terpantau naik memasuki bulan Ramadan. Daging, cabai, bawang putih, gula, telur, tepung terigu, dan tentu saja minyak goreng yang sudah menjadi isu viral yang menggelisahkan karena kelangkaan dan kenaikan harganya. Belum lagi kenaikan harga bensin Pertamax yang menambah deretan panjang beban rakyat dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup.

Memang benar, kenaikan harga-harga dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari faktor cuaca untuk barang seperti cabai, kelangkaan barang, distribusi, hingga imbas dari kenaikan pajak serta isu kartel pada minyak dan berbagai barang lainnya yang tidak kunjung menemukan penyelesaian konkrit.
 
Lantas, apakah dengan kebiasaan tahunan, bahkan bulanan terkait melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok ini tidak bisa dikendalikan dan diselesaikan oleh pemerintah? Apakah fungsi pengawasan saja seperti yang disampaikan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sudah cukup menanggulangi permasalahan rutin ini? Apakah masyarakat harus berjuang sendiri mengelus dada dan mengencangkan pengeluaran serta pemasokan demi menghidupi diri dan keluarga? Apakah tidak ada lagi yang bisa dilakukan pemerintah untuk meringankan beban rakyat dan menjalankan perannya sebagai pengurus urusan rakyat?

Ironisnya, untuk kasus kartel minyak saja pemerintah terlihat berlepas tangan. Ini tampak dari maraknya kartel minyak yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikkan harga yang mencekik di tengah masyarakat. Solusi yang diberikan pemerintah hanya berupa alternatif penggunaan bahan selain minyak, padahal kartel bisa diberantas dengan hukum dan penanganan yang tegas, serta pengontrolan penguasa. 

Namun, sepertinya rakyat hanya bisa mendesah panjang agar bisa dituruti keinginannya, meski sekadar untuk membeli minyak dengan harga cuma-cuma. Begitu pun pada masalah kenaikan harga komoditas pangan yang rutin naik setiap tahunnya.

Harapan bahwa pemerintah akan menemukan solusi hingga ke akar sepertinya hanya impian kosong. Solusi-solusi yang ditawarkan pemerintah hanyalah solusi pragmatis yang hanya mengulang kesalahan yang sama, gali lobang tutup lobang. Hal tersebut wajar, mengingat kesalahan utama dan penyelesaian yang diberikan pemerintah terletak pada hal mendasar berupa paradigma kepemimpinan yang digunakan, yakni menjadikan rakyat dan penguasa sebagai pihak yang memiliki hubungan dagang.
Sehingga, ketika negara mengurus rakyat pun masih dalam hitung-hitungan dagang. 

Jika berpihak pada kartel lebih menguntungkan, maka untuk apa berpihak pada rakyat? Paradigma kepemimpinan yang demikian adalah bagian dari negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini mengakomodir kebebasan pemilik modal, baik asing atau aseng. Mereka sering lupa (atau memang pura-pura lupa) dengan berbagai janji manis saat kampanye untuk mengangkat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Oleh karenanya, solusi dari permasalahan ini tidak cukup hanya dengan pemantauan dan dorongan bersabar di tengah kondisi sulit sebagaimana yang dinarasikan pemerintah. Solusi harus menjamah pada hal paling mendasar nan fundamental, yaitu bergantinya paradigma berpikir kapitalis sekuler sebagai dasar pengurusan urusan rakyat oleh penguasa menjadi paradigma kepemimpinan ala ideologi Islam. 

Paradigma ideologi Islam mengharuskan penguasa sebagai pihak yang secara utuh melakukan riayatu su’unil ummat (pengurusan urusan umat). Beban kewajiban ini bukan diberikan oleh pemilik modal jika ada maunya, melainkan dibebankan langsung oleh Sang Pemilik semesta alam, bumi, kekuasaan, dan jiwa manusia, Allah ta’ala. 

Sebagaimana dalam firman Allah ta’ala, 

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu. Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” (TQS al-Maidah: 48).

Serta dalam hadit Rasulullah saw., 

“Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, dengannya dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain, dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Oleh: Syifa Nailah
Aktivis Muslimah

Senin, 18 April 2022

Kenaikan Harga-Harga, Bukan Hal yang Biasa



Tinta Media - Mengutip dari Kompas.com-Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan bahwa komoditas daging ayam, bawang putih, cabai, gula, minyak goreng, daging sapi, telur dan tepung terigu selalu mengalami kenaikan harga tiap jelang Ramadan (02/04/22). 

Lebih mengkhawatirkan lagi, kenaikan harga juga terjadi menjelang hari raya Idulfitri. Sayangnya, selama ini tak pernah ada solusi tuntas, seolah pemerintah berlepas diri dari tanggung jawab. Lucunya, pemerintah sering mengaitkan cuaca dengan harga pangan yang mahal, misalnya karena hujan, harga cabai jadi mahal, jagung mahal akibatnya harga telur mahal, dan alasan-alasan tak masuk akal lainnya. Seakan ada pihak tertentu yang mempermainkan harga, tetapi penguasa tak berani menyinggung. 

Padahal, masyarakat sedang mengalami krisis ekonomi, terutama akibat pandemi yang sampai saat ini belum berakhir. Kenaikan harga-harga kebutuhan ini seakan menambah penderitaan panjang. Yang paling terdampak adalah kalangan masyarakat menengah ke bawah. 

Jangankan memenuhi nilai gizi, sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja masyarakat harus memikirkan betul-betul apakah uang yang dimiliki cukup atau tidak. 
Anehnya, jika dikaitkan dengan teori kelangkaan barang, seharusnya jumlah barang yang diproduksi lebih sedikit dibanding jumlah permintaan. Faktanya, jumlah barang yang tersedia cukup banyak, tetapi harganya terlampau mahal.

Hal yang membuat bingung, mengapa pemerintah masih mengizinkan impor, sedangkan kebutuhan dalam negeri melimpah?

Di Balik Harga yang Mahal 

Sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini telah membebaskan semua perkara ekonomi sebebas-bebasnya. Di sini dapat dilihat adanya pihak-pihak tertentu yang paling diuntungkan. Demi untung berlimpah, seseorang rela menimbun barang dan menjualnya dengan harga yang mahal. 

Meskipun dalam hukum antimonopoli kartel dilarang, tetapi di hampir semua negara tetap saja terjadi. Akibatnya, harga-harga menjadi tidak seimbang. Wajar saja jika terjadi kelangkaan barang walaupun negeri tersebut secara logika kaya sumber daya alam. Bahkan, Kemendagri mengatakan tidak mampu mengontrol mafia yang menyelundupkan minyak goreng ke luar negeri. 

Pemerintah sempat mengeluarkan aturan Harga Eceran Tertinggi (HET). Namun, karena minyak langka, mereka kemudian menyerahkan ke mekanisme pasar. Bahkan, tak ada sanksi tegas untuk pelaku.

Sangat jelas bahwa sistem kapitalisme selalu menjadi biang masalah. Saat menentukan kebijakan, mereka mengatasnamakan rakyat, tetapi yang dimanjakan justru pemilik modal. 

Meskipun rakyat bersuara, bahkan berkorban nyawa, tak ada arti kecuali sesuai kemauan mereka yang berduit. Akhirnya rakyat menjadi korban kebuasan sistem kapitalisme. 
Ciri khas sistem rusak ini adalah banyak orang yang apatis, bahkan sudah menjamur, hingga ke penguasa. Dalam hal ini, keserakahan selalu mendominasi. 

Seperti racun yang sudah menyatu, sesungguhnya masyarakat banyak yang sadar akan kerusakan yang terjadi. Namun, mereka belum mendapat solusi tuntas. Lantas, adakah solusi lain yang bisa mengatasi masalah hingga ke akarnya? 

Solusi Alternatif dalam Islam

Islam fokus pada pendistribusian kebutuhan pokok secara merata dengan tetap menjaga kualitasnya. Jelas, Islam melarang perdagangan yang menguntungkan segolongan pihak dan merugikan pihak yang lain, seperti penentuan harga yang tidak seimbang. Semuanya haram.

Rasulullah bahkan memberi peringatan pelaku perdagangan yang curang. Beliau bersabda: 

مَنِ احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ، ضَرَبَهُ اللهُ بِاْلإِفْلاسِ، أَوْ بِجُذَامٍ 

Siapa yang melakukan penimbunan makanan terhadap kaum muslimin, Allah akan menimpakan kepada dirinya kebangkrutan atau kusta (HR Ahmad). 

Hal yang dimaksud bukan saja tentang bahan pokok, tetapi juga jual beli yang lain. Sedangkan menyimpan bahan makanan untuk kebutuhan pribadi tidak termasuk dalam hal yang dilarang. Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah menyimpan bahan makanan pokok untuk kebutuhan keluarganya selama setahun. 

Bagaimana Islam Mengatasi Krisis Pangan?

Rasulullah saw.bbersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari).

Khalifah Umar melarang  melakukan monopoli di pasar-pasar kaum muslimin. Khalifah Umar pernah bertanya kepada Hathib bin Abi Balta’ah,

“Bagaimana cara kamu menjual barang?” Ia menjawab, “Dengan utang. Khalifah Umar lalu berkata, “Kalian berjualan di pintu halaman dan pasar milik kami, tetapi kalian mencekik leher kami.  Kemudian kalian menjual barang dengan harga sesuka hati kalian. Juallah satu shâ’. Bila tidak, janganlah engkau berjualan di pasar-pasar milik kami atau pergilah kalian ke daerah lain dan imporlah barang dagangan dari sana. Lalu juallah dengan harga sekehendak kalian!” (Rawwas Qal‘ahji, Mawsû’ah Fiqh Umar bin al-Khaththâb, hlm. 28) 

Khalifah Umar juga menetapkan pelarangan monopoli barang untuk semua jenis barang, terlebih jika sangat dibutuhkan. Imam Malik meriwayatkan dalam Al-Muwaththa’, bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah mengatakan, “Tidak boleh ada praktik monopoli di pasar-pasar milik kami.” (Rawwas Qal’ahji, Mawsû’ah Fiqh Umar bin al-Khaththâb, hlm. 29). 

Hanya sistem Islam yang tegas mengatasi krisis pangan karena kecurangan segolongan pihak, tetapi hal ini hanya bisa terwujud jika diterapkan secara kaffah.

Oleh: Nurjannah
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 14 April 2022

Harga Sembako Naik, Rakyat Semakin Tercekik

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1-K73H_YZHNYkwk0hNR-_cKvugqix00ye

Tinta Media - Pasca dicabutnya harga subsidi minyak goreng kemasan di bulan Maret kemarin, harga minyak goreng melonjak tinggi. Kini menyusul harga sembako yang lainnya juga mulai merangkak naik. Ini merupakan kado pahit bagi masyarakat menjelang Ramadan. Seperti tahun sebelumnya, setiap menjelang Ramadan, harga kebutuhan pokok cenderung mengalami kenaikan. Sejalan dengan itu, kelangkaan akan pasokan kebutuhan pokok juga kerap terjadi. Akibatnya, harga-harga terus meninggi.

Dilansir dari Kompas.com (19/3/2022), Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsi, menyampaikan bahwa kenaikan harga bahan pokok ini akibat kebutuhan lebih tinggi daripada penawaran.

"Logika ekonomi sederhana, kan, permintaan dan penawaran, masa-masa menjelang puasa dan hari raya pasti kebutuhan pokok lebih tinggi, tapi penawaran atau supply barang tidak bertambah banyak."

Tentunya dengan naiknya harga sembako, masyarakat semakin mengeluh. Di masa seperti sekarang, pendapatan tidak mengalami kenaikan, tetapi berbanding terbalik dengan pengeluaran, justru mengalami kenaikan. Ironisnya, kenaikan bahan pangan ini justru  diganggap pemerintah sebagai hal yang biasa terjadi. Seolah pemerintah abai akan penderitaan rakyat.

Padahal, kenaikan harga sembako yang dianggap biasa terjadi tiap tahunnya, sebenarnya bisa berbahaya bagi stabilitas ekonomi dan politik. Bahkan, jika hal ini dibiarkan saja tanpa ada penyelesaian, maka akan menyebabkan kekacauan dan krisis ekonomi maupun politik. Tentunya ini semua sudah menjadi tanggung jawab penguasa untuk mencari solusi.

Sistem Ekonomi Kapitalis Melibas Rakyat Kecil

Sistem ekonomi yang memberikan kebebasan penuh pada semua orang untuk melakukan kegiatan ekonomi demi keuntungan, itulah sistem ekonomi kapitalis. Bisa dipastikan bahwa para pemilik modal besarlah nantinya yang akan menguasai pasar. Rakyat kecil yang memiliki modal pas-pasan tentu akan kalah bertarung di pasaran.

Dalam sistem ekonomi kapitalis  ini, setiap individu diberi hak penuh untuk mengambil manfaat atas harta atau kekayaannya sebagai alat produksi dan berusaha. Sedangkan negara/pemerintah tidak dapat melakukan intervensi atau ikut campur dalam sistem ekonomi kapitalisme.

Ketidakberdayaan pemerintah dalam mengatasi masalah sektor pangan ini tampak dari rendahnya pasokan dalam negeri serta ketidakmampuan mereka dalam menjaga kestabilan harga pasar. Inilah salah satu kelemahan ekonomi kapitalis, yaitu bisa mengakibatkan munculnya pasar persaingan tidak sempurna dan pasar persaingan monopolistik. Persaingan ini dapat menimbulkan konflik dan ketidakadilan karena pemimpin pasarnya adalah pengusaha besar. Inilah yang terjadi di negara kita saat ini.

Solusi Terbaik Kembali pada Islam

Seolah menjadi fenomena yang berulang tiap tahunnya, setiap menjelang Ramadan sembako mengalami kenaikan. Selama ini, kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan kenaikan harga ini adalah dengan mengatur harga. Kebijakan seperti ini hukumnya tidak boleh atau haram. Hal ini pernah terjadi di masa Rasulullah. Sahabat nabi yang berkata kepada Rasulullah:

"Ya, Rasulullah. Tolong tetapkan harga." Rasulullah menjawab, "Sesungguhnya yang menetapkan harga itu adalah Allah dan Dialah Allah yang menetapkan harga atau rezeki." dan Nabi mengatakan, "Saya tidak ingin melakukan perbuatan zalim yang kemudian saya akan dituntut oleh kaum muslimin karena kezaliman yang saya lakukan."

Jadi hadis ini menjelaskan kepada kita ketika harga-harga naik, pemerintah tidak boleh mengeluarkan kebijakan untuk mengatur harga.

Lalu bagaimana? Kita tentu butuh solusi yang tepat untuk mengatasi hal ini. Islam sebagai satu-satunya agama yang sempurna telah memiliki seperangkat aturan kehidupan yang mampu memberikan solusi terhadap seluruh problematika kehidupan umat manusia, termasuk masalah kenaikan harga kebutuhan pangan ini.

Cara mengatasinya adalah dengan mengkaji apa yang menjadi penyebab harga-harga itu menjadi mahal, bukan langsung menetapkan harga. Mahalnya harga bisa jadi karena kelangkaan barang. Dalam ekonomi, ketika barang itu langka, maka harga itu naik. Jadi, yang bisa dilakukan adalah dengan menambah suplay barang-barang yang ada di pasar.

Hal ini pernah terjadi di masa Khalifah Umar. Harga gandum pada saat itu naik. Ternyata itu bukan karena penimbunan, tetapi karena kelangkaan barangnya. Gandumnya memang sedikit, jadi wajar kalau harganya naik. Maka, yang dilakukan oleh Khalifah Umar adalah membeli gandum dari Mesir kemudian membawa ke Madinah dan dijual ke Madinah dengan harga normal sehingga kemudian terjadi kestabilan harga.

Wallahua'lam bishawab.

Oleh: Yanik Inaku
Anggota Komunitas Setajam Pena
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab