Atasi Selingkuh dengan Sistem Tangguh
Tinta Media - Mencengangkan! Inilah hasil survei yang dilakukan aplikasi Just Dating terhadap pasangan suami-istri yang melakukan perselingkuhan se-Asia Tenggara. Tenyata, Indonesia menduduki peringkat kedua se-Asia setelah Thailand. Tentu hal ini bukan prestasi yang membanggakan, tetapi penobatan yang membuat sesak dada. Secara garis besar, urutan hasil survei itu menyatakan bahwa 50% responden di Thailand menyatakan pernah berselingkuh. Selanjutnya, 40% responden di Indonesia pernah melakukan hubungan yang tidak sah, disusul 30% negara Singapura & Taiwan. Dan 20% Malaysia dinobatkan sebagai negara yang paling setia terhadap pasangannya. (TribunNews.Com)
Fakta maraknya perselingkuhan menunjukkan betapa lemahnya ikatan pernikahan. Hubungan suami-isteri tidak lagi terjalin harmonis. Hubungan keduanya tidak seperti layaknya dua orang sahabat. Bangunan rumah tangga tidak lagi berdiri kokoh, tetapi sangat rapuh dan bersiap-siap untuk roboh. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Banyak faktor yang memicu terjadinya hubungan terlarang ini. Namun, di antara berbagai faktor yang paling menonjol adalah ketertarikan terhadap lawan jenis dari sisi fisik dan materi belaka.
Sekuler-Kapitalisme Biang Perselingkuhan
Dalam sistem Kapitalisme, kehidupan manusia dijamin kebebasannya tanpa batas dalam semua aspek kehidupan. Di bidang ekonomi contohnya, siapa pun punya hak terhadap kepemilikan benda, baik itu barang milik umum ataupun milik negara, terkategori halal atau haram. Di bidang pemerintahan, asas demokrasi menjadikan penguasa bebas membuat aturan atau undang-undang, bahkan yang bertentangan dengan syariat sekalipun, tak terkecuali dalam aspek pergaulan pria dan wanita. Pertemuan kedua lawan jenis ini diberi ruang yang longgar untuk berinteraksi tanpa ada rambu- rambu. Bahkan walau tanpa ada kepentingan yang dibolehkan syariat.
Standar perbuatan yang dipakai dalam sistem ini adalah kemanfaatan, bukan halal-haram sebagaimana yang ditetapkan Islam. Maka wajar, dalam sistem ini selingkuh dianggap sebagai sesuatu yang bisa mendatangkan manfaat. Semisal, bisa menemukan sensasi atau kesenangan yang tidak ditemukan dari pasangannya yang sah, nauzubillah min zalik! Tidak ada lagi rasa takut pada diri individu jika melanggar syari'at. Lebih miris lagi, hukum di negeri ini pun tidak bisa menyentuhnya jika itu dilakukan atas dasar suka sama suka (concern).
Di samping itu, makna kebahagiaan dari sistem ini menyatakan bahwa materi yang berlimpah menyebabkan fisik atau jasmani merasakan kenikmatan. Maka, untuk meraih tujuan bahagia itu mereka menghalalkan segala cara. Ini karena memang agama tidak boleh berperan dalam urusan kehidupan manusia (sekular), kecuali urusan ibadah saja.
Kondisi ini diperparah dengan bebasnya arus media sosial. Tayangan dengan konten yang berbau pornografi dan pornoaksi bertebaran di mana-mana. Tidak ada lagi filter yang melindungi individu rakyat dari tayangan nir-faedah.
Bagi individu yang memiliki ketakwaan rendah, maka akan mudah terjerumus ke perbuatan maksiat. Hal ini karena sifat dari naluri atau dorongan seksual itu akan menuntut pemuasan jika selalu mendapat rangsangan.
Bagi yang sudah menikah, mereka bisa menyalurkan kepada pasangannya. Namun, bagi yang belum menikah, jika ia tidak bisa mengendalikan naluri itu, maka akan menyebabkan terjadinya pelecehan seksual terhadap orang lain. Akan tetapi, hari ini mereka yang sudah memiliki pasangan sah sekalipun bisa melakukan perbuatan maksiat (selingkuh).
Sistem pendidikan hari ini juga gagal melahirkan individu yang memiliki kepribadian islami, yakni individu yang cara berpikir dan bertingkah lakunya berlandaskan syariat Islam. Bahkan, kurikulum merdeka belajar yang diberlakukan sekarang memberi porsi sedikit pada pelajaran agama. Jargon moderasi beragama yang digencarkan sejatinya mengerdilkan peran agama.
Pendidikan sekarang tidak membolehkan terlalu serius beragama dengan alasan agar tidak melahirkan radikalisme. Sementara itu, problem yang utama tidak tersentuh, yakni pergaulan bebas di kalangan kawula muda. faktanya nampak jelas di depan mata, yakni adanya pemberitaan ribuan kasus permohonan dispensasi nikah dini di kalangan pelajar di Jawa Timur disebabkan hamil di luar nikah.
Hanya Islam Solusi Sempurna
Solusi Islam tidak perlu diragukan. Semua problem kehidupan manusia akan tuntas dengan aturan yang sahih itu, termasuk dalam hal menyelesaikan kasus perselingkuhan.
Islam menjadikan pernikahan sebagai salah satu bentuk ibadah. Karena itu, Islam menganjurkan bagi siapa yang mampu untuk segera menikah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
" Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab, pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya." (Muttafaq alayhi)
Ketika akad pernikahan telah disepakati antara seorang pria dan wanita, maka konsekuensinya akan lahir hak dan kewajiban yang berlaku kepada keduanya. Misalnya, kewajiban menanggung nafkah bagi suami terhadap istrinya. Sementara, seorang isteri berkewajiban melayani suami, menaati perintahnya, dan mengatur segala urusan rumah tangga.
Kepemimpinan rumah tangga (qawwam) ada di tangan suami. Namun, hubungan antara suami-isteri bukanlah seperti antara majikan dengan pembantu. Hubungan keduanya adalah hubungan persahabatan yang diliputi dengan kasih sayang, kedamaian, tolong-menolong, saling cenderung, dan bukan saling menjauh.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Quran surat Ar- Rum: 21:
" Dan di antara tanda- tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang."
Jika kehidupan suami-isteri telah dilingkupi dengan suasana persahabatan, menjadikan syariat Islam dalam memecahkan seluruh problem rumah tangga, selalu menjadikan standar halal & haram dalam melakukan perbuatan, serta selalu mengharap rida Allah Swt. maka tidak akan ada perselingkuhan yang terjadi.
Keberlangsungan keluarga akan terjaga. Hal ini karena negara pun turut serta menjaganya, yakni dengan memastikan lapangan pekerjaan tersedia bagi kaum pria, sehingga ia bisa menjalankan kewajiban memenuhi nafkah dengan makruf. Ekonomi keluarga terjaga. Ekonomi negara stabil, kebutuhan pokok rakyat murah dan terjangkau. Kebutuhan dasar publik (pendidikan, kesehatan, keamanan, dsb) tersedia gratis dan berkualitas
Negara juga akan memberlakukan aturan yang mengatur hubungan pria dan wanita di kehidupan umum maupun khusus dengan memastikan adanya pemisahan (infishal). Hal ini akan menihilkan peluang terjadinya interaksi yang terlarang, misalnya campur baur dengan lawan jenis (ikhtilat) atau berdua-duaan dengan yang bukan mahramnya (khalwat), dsb.
Negara juga akan mengatur media sosial agar menjadi media yang bermanfaat untuk rakyat, bukan media yang membawa mudarat dan menjadi sarana perbuatan maksiat.
Terakhir, negara akan memberlakukan sanksi tegas terhadap pelaku zina. Pezina yang diketahui sudah menikah (mukhsan) akan dirajam hingga mati. Sedang bagi yang belum menikah, maka dijatuhi sanksi jilid 100 kali dan diasingkan ke tempat lain. Pelaksanaan hukuman disaksikan khalayak sehingga akan menimbulkan aspek jera & takut untuk melakukan hal yang sama.
Jelas, hanya sistem Islam yang bisa menyelesaikan problem perselingkuhan yang marak terjadi. Maka, jika ingin problem ini selesai, tidak ada jalan lain selain harus kembali diterapkan sistem Islam secara kaffah, sistem paripurna yang akan menjamin keberlangsungan sebuah keluarga, keberlangsungan jenis manusia, dan menjaganya dari kemerosotan martabat.
Wallahu 'alam bi ash-shawwab.
Oleh: Dyah Rini
Aktivis Muslimah Jatim