Rabu, 10 April 2024
Selasa, 02 April 2024
Sekularisme Menyuburkan KDRT
Sabtu, 16 Maret 2024
Sekularisme Pemicu Kekerasan di Pesantren
Kamis, 19 Oktober 2023
Hilangnya Fungsi Keluarga, Buah Busuk Sekularisme
Sabtu, 14 Oktober 2023
Sekularisme Merusak Fungsi Keluarga
Tinta Media - Harta yang paling berharga adalah keluarga, Harta yang paling Indah adalah keluarga. Kata-kata itu saat ini hanyalah sekedar nyanyian belaka. Mengapa demikian? Sebab, jika kita tilik kembali, belakangan ini begitu banyak kasus-kasus KDRT yang beredar. Bahkan kasus KDRT bukan hanya melibatkan antara suami dan istri saja, melainkan juga antara sesama saudara kandung. Dan yang lebih mirisnya lagi kekerasan itu terjadi antara ibu kandung dan anaknya sendiri.
Seperti yang dilansir oleh KOMPAS.com -
Muhamad Rauf (13), warga Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten
Subang, Jawa Barat ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok
Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023).
Rauf ditemukan di pinggir sungai dalam kondisi berlumuran darah dengan tangan
terikat ke belakang. Dari hasil penyelidikan, Rauf dibunuh oleh ibunya
sendiri, Nurhani (40) dibantu oleh sang paman S (24) serta kakeknya, W (70).
Keluarga, terutama ibu yang harusnya menjadi tempat utama untuk tempat
berlindung bagi seorang anak, sudah tak
lagi berada pada fungsinya akibat sistem yang rusak saat ini. Ibu yang semestinya
menjadi pelindung dan sosok yang memberi kehangatan dan kasih sayang kepada
seorang anak, bisa menjelma bak seekor singa yang kelaparan dan menghabisi anaknya sendiri.
Hilangnya naluri keibuan bukan
terjadi begitu saja, melainkan disebabkan beberapa faktor yaitu, faktor ekonomi, moral, emosi dan juga keimanan. Tidak mustahil rasanya jika dikatakan sistem sekuler saat ini menggerus
bahkan menghilangkan peran keluarga terutama ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Ibu yang seharusnya menjadi pengatur dan pendidik dalam rumah tangganya, kini
beralih menjadi pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga tidak
dapat meberikan perhatian dan pendidikan yang penuh terhadap anak nya. Dan
alhasil sebuah keluarga akan jauh dari nilai-nilai agama, dan kurangnya
keimanan pada setiap anggota keluarganya. Seseorang yang tidak memiliki
keimanan akan selalu diselimuti oleh
sikap emosional yang tidak terkendali .Dan kurangnya keimanan juga menyebabkan
seseorang menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya.
Berbeda Jika diterapkan sistem
Islam. Islam sangat menjaga fungsi dari keluarga. Islam mengajarkan kepada
setiap muslim untuk berbuat sesuai dengan aturan-aturan Islam. Islam juga
mengajarkan kepada setiap muslim untuk selalu mengambil solusi berdasarkan
hukum hukum yang berlaku dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Dalam islam, negara juga tidak
tinggal diam terhadap rakyatnya yang tidak berkemampuan dalam bidang ekonomi.
Apabila rakyatnya miskin negara akan bertanggungjawab melalui pos zakat. Jika
rakyatnya tidak memiliki pekerjaan negara akan bertanggungjawab menyediakan
lapangan pekerjaan ataupun menyediakan modal untuk usaha. Islam juga akan bertanggungjawab penuh
terhadap pendidikan bagi rakyatnya. Sehingga rakyatnya akan mendapatkan pendidikan
yang layak terutama dalam nilai-nilai agama. Sebab jika nilai-nilai agama ini tertanam pada setiap individu,
maka akan melahirkan generasi-generasi yang bertakwa dan takut kepada Allah.
Jika sudah ada ketakwaan individu dalam setiap diri manusia, maka setiap
perbuatan akan berlandaskan kepada Al-Qur'an dan Sunnah.
Jadi, hanya islamlah solusi bagi setiap masalah tanpa mendatangkan masalah yang lainnya. Apakah masih ada alasan bagi kita untuk tidak memperjuangkan kembalinya kehidupan Islam? Wallahu A'lam Bishawab.
Oleh: Sri Wahyuni, S.E. (Aktivis Dakwah dan Ummu wa robbatul bait)
Minggu, 24 September 2023
Individualitas Masyarakat Buah dari Sekularisme
Tinta Media - Dilansir dari TEMPO.CO, Depok, telah ditemukan dua mayat tinggal kerangka di salah satu rumah di Perumahan Bukit Cinere Indah, Jalan Puncak Pesanggrahan VIII Nomor 39, Kecamatan Cinere, Depok pada Kamis, 7 September 2023. Dua mayat tersebut adalah seorang ibu berinisial GAH (64 tahun) dan anaknya DAW (38 tahun). Mayat keduanya diduga sudah lama membusuk di dalam kamar mandi.
Berita yang mengejutkan datang dari salah satu kota di negeri tercinta, sebuah kota yang ramai bahkan bisa di katakan padat akan penduduk, bukan desa terpencil atau sepi. Agaknya memang mencengangkan kabar ini, dua mayat membusuk di rumah yang di singgahi. Dari sini kita bisa melihat cara masyarakat kita hidup saat ini dan cara interaksi satu dengan yang lain seringkali berdasarkan asas manfaat. Selama manusia itu bisa memberi keuntungan untuk kelangsungan hidup orang lain, maka dia akan senantiasa dicari bahkan dijaga.
Namun jika manusia itu tidak dapat memberi keuntungan, maka ia akan
di jauhi bahkan di abaikan. Selain itu individualitas
masyarakat saat ini juga sangat kuat, bahkan sudah menjadi karakteristik
masyarakat, yang dimana jika masyarakat itu peduli akan kehidupan yang lain
akan dianggap campur tangan terhadap urusan orang lain.
Hal ini bukan ada dengan begitu saja, melainkan hal ini lahir dari sistem kenegaraan yang dianut masyarakat saat ini, yaitu sekulerisme. Ide sekularisme ini kerap kali menjunjung kemerdekaan dan kebebasan sehingga masyarakat saat ini merasa bebas jika tidak ada campur tangan tetangga atau orang di sekitar dalam kehidupan mereka.
Entah masyarakat melakukan kesalahan
bahkan maksiat sekalipun itu adalah hak asasi setiap manusia tidak perlu
manusia lain ikut campur akan hal itu. Hal inilah yang menjadikan terkikisnya
kepedulian dan empati di tengah masyarakat, asal hidupnya enak dan nyaman
menurut versi dia tidak perlu orang lain ikut campur.
Kini masyarakat pun lebih
memprioritaskan kehidupan pribadi dari pada kehidupan bersama, sehingga kalimat
serupa "yang penting bukan aku", "yang penting bukan
keluargaku", "yang penting bukan hidupku", menjadi
kalimat yang sangat lumrah dan amat sangat biasa di masyarakat. Dari hal
seremeh ucapan inipun kita sudah bisa menilai, bagaimana individualitas
benar-benar menjadi karakteristik yang mendarah daging. Tak hanya itu, negara juga lalai terhadap tugasnya
yaitu mengurusi rakyatnya.
Padahal
sikap yang dilakukan masyarakat saat ini amat sangat
jauh berbanding balik dengan pandangan Islam dalam hidup bemasyarakat maupun bertetangga. Dalam islam senantiasa mengajarkan agar kita saling peduli, beramar
ma'ruf nahi munkar, saling mengingatkan jika ada yang melakukan kesalahan,
saling menasehati dalam kebaikan, dan tentunya saling tolong menolong. Inilah kehidupan yang diajarkan dalam Islam, bukan saling apatis dan abai.
Anjuran ini pun dapat
kita temui
dalam firman Allah yang artinya, "Tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan." (QS. Al-Maidah : 2). Begitu pula seperti sabda Rasul SAW., “Barangsiapa
yang tidak peduli urusan kaum muslimin, maka Dia bukan golonganku” (Al-Hadits).
Kaum muslimin bagaikan satu tubuh. Saat bagian yang satu merasakan sakit, maka
bagian yang lain pun akan merasakan hal yang sama. Namun, sungguh tragis yang
terjadi saat ini. Antar tetangga tidak saling peduli hingga terjadi pembusukan
mayat berhari-hari.
Semua ini tak akan terjadi jika napas kehidupan sosial masyarakat berasas pada akidah Islam, bukan sistem sekuler kapitalisme. Islam dengan seperangkat aturannya memberikan tuntunan dalam kehidupan bertetangga. Tak hanya itu, kewajiban atas pengurusan jenazah adalah salah satu aturannya. Kepedulian kepada sesama dibangun atas ruh jamaah bukan karena manfaat. Negara juga hadir mengurusi rakyat dan tak akan mendzaliminya. Sebagaimana yang ditakutkan Khalifah Umar atas kepemimpinannya adalah hisab di hadapan Allah. Begitulah Islam menjaga kehidupan manusia. Antara individu, masyarakat dan negara berasaskan akidah Islam. Jika hari ini kita merasa geram terhadap kehidupan sosial saat ini, maka kita harus mengubah cara pandang manusia serta sistem kehidupan kapitalis sekuler menjadi sistem Islam. Wallahu a’lam.
Oleh: Ulin Nuha (Aktivis Muslimah)
Rabu, 13 September 2023
Sekularisme Racun Kehidupan
Senin, 17 Juli 2023
Islamofobia Racun dari Sekularisme
Rabu, 05 Juli 2023
Shalat Berjama'ah Dianggap Membahayakan Sekularisme, Ustadzah Iffah: Bencana Bagi Umat Islam
Sabtu, 10 Juni 2023
UIY: Bukan Sekedar Reformasi, Negeri Ini Butuh Ganti Sekularisme
Sabtu, 03 Juni 2023
IJM: Sekularisme Sumber dari Semua Masalah Manusia
Sabtu, 13 Mei 2023
Tidak Ada Kebenaran Mutlak dalam Sistem Sekularisme
Kamis, 06 April 2023
Kekerasan Merebak dalam Sekularisme
Minggu, 26 Maret 2023
MENAKAR DAYA RUSAK SEKULARISME DEMOKRASI TERHADAP PARTAI DAN ORMAS ISLAM
MUI pernah menetapkan fatwa haram untuk liberalisme, pluralisme dan sekulerisme agama pada tahun 2005. MUI berpendapat bahwa agama harus menjadi sumber nilai dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, dan bahwa pemisahan antara agama dan negara yang diusung oleh sekulerisme dapat merusak dan memperlemah keimanan umat muslim.
Pemisahan antara agama dan negara yang diusung oleh sekulerisme dapat memperlemah keimanan umat muslim, karena pandangan sekulerisme menolak campur tangan agama dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, sehingga nilai-nilai keagamaan tidak lagi diakui sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat.
Sekulerisme tentu saja bukan ajaran Islam. Sejarah kemunculannya terkait dengan dinamika gereja di Eropa. Sejarah munculnya sekulerisme dapat ditelusuri kembali ke masa pencerahan di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Pada saat itu, pemikir-pemikir seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Voltaire mulai mempertanyakan peran gereja dalam kehidupan masyarakat.
Mereka menekankan pada pentingnya akal budi dan ilmu pengetahuan dalam mengarahkan kebijakan publik. Tentu saja Islam dan Kristen memiliki perbedaan fundamental soal ini. Sebab Islam tidak mengenal pemisahan kehidupan dengan hukum syariah. Semua masalah individu dan sosial telah diatur dalam syariah Islam.
Selama Revolusi Perancis pada akhir abad ke-18, paham sekulerisme semakin meluas dan menuntut pemisahan gereja dan negara. Pada saat itu, kekuasaan gereja di Prancis dikritik karena dianggap korup dan tidak mencerminkan kepentingan rakyat. Gerakan sekulerisme ini memperjuangkan hak individu untuk berpikir dan bertindak secara bebas, tanpa campur tangan agama atau kekuasaan gereja.
Sejak itu, pandangan sekulerisme semakin berkembang di negara-negara Barat dan menjadi dasar bagi sistem pemerintahan yang demokratis dan pluralis. Maka, sistem demokrasi jelas berpaham sekulerisme ini. Sementara sekulerisme telah diharamkan oleh MUI.
Demokrasi sekuler itu berpaham antroposentrisme adalah pandangan bahwa manusia adalah pusat segala-galanya, bahwa manusia adalah yang paling penting atau yang paling berharga di alam semesta ini. Sementara Tuhan dianggap tidak punya hak untuk mengatur kehidupan manusia. Antropomorfisme demokrasi mengacu kepada bahwa manusialah yang berhak membuat hukum dan aturan di dunia ini.
Sekulerisme sebagai pandangan dunia yang menekankan pada pemisahan antara agama dan negara, memiliki daya rusak bagi kehidupan sosial, politik, dan budaya, terutama bagi umat Islam, politik Islam dan ormas Islam . Berikut beberapa daya rusak sekulerisme : pertama, pemisahan agama dan negara dapat memperlemah nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga moralitas dan etika sosial dapat menjadi kurang dihargai dan terabaikan. Partai dan ormas Islam yang mengadopsi sekulerisme tidak akan menjadikan Islam sebagai landasan dan tujuan perjuangannya.
Kedua, sekulerisme cenderung menekankan pada kepentingan dunia atau materi, sehingga spiritualitas dan nilai-nilai keagamaan dapat diabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Partai Islam dan ormas Islam yang menerapkan meyakini sekulerisme akan cenderung pragmatis sebagaimana organisasi sekuler lainnya.
Ketiga, sekulerisme dapat memicu individualisme dan hedonisme serta sering tidak mengindahkan halal dan haram, di mana individu cenderung lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan bersama. Hal ini dapat dilihat dari partai dan ormas Islam yang para pengurusnya banyak yang dipenjara karena terlibat korupsi.
Keempat, pemisahan agama dan negara dapat memicu terjadinya benturan antara ajaran agama dan nilai-nilai sekuler, seperti dalam hal legalisasi praktik-praktik yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini sering terjadi di negeri ini, sebab perda-perda syariah justru ditolak, sementara perda-perda yang bertentangan dengan Islam justru disahkan.
Kelima, sekulerisme dapat memicu polarisasi dan konflik antara kelompok agama dan non-agama, terutama jika diimplementasikan dengan cara yang tidak proporsional atau memihak pada kelompok tertentu. Sekulerisme di negeri ini terbukti telah memecah umat Islam ke dalam berbagai organisasi politik dan sosial. Saat pemilu demokrasi, terlihat jelas perpecahan umat Islam.
Padahal umat Islam adalah umat yang satu, karena mereka memiliki keyakinan yang sama dalam agama Islam dan mengikuti ajaran yang sama dalam Al-Quran dan Hadits. Hal ini juga tercermin dalam pernyataan syahadat, yaitu "Laa ilaaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah" yang artinya "Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah".
Selain itu, umat Islam adalah umat yang satu karena memiliki sumber nilai dan hukum yang sama dalam Islam, serta menjunjung tinggi persatuan dan solidaritas antar sesama umat Islam. Dalam Islam, umat ditekankan untuk saling tolong-menolong, menghormati hak-hak orang lain, dan menjaga kerukunan serta keharmonisan dalam bermasyarakat. Sumber hukum Islam adalah Al Qur’an, Hadits, Ijma dan Qiyas, bukan demokrasi sekuler apalagi piagam PBB.
Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk terus memperkuat persatuan dan solidaritas dalam menghadapi tantangan dan perbedaan yang ada, serta menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesejahteraan bersama dan mewujudkan Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam) dengan menjadikan al Qur’an sebagai sumber hukum, baik individu maupun sosial kenegaraan.
Oleh: Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 27/02/23 : 15.33 WIB)