Tinta Media: Sekularisme
Tampilkan postingan dengan label Sekularisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sekularisme. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 April 2024

Secara Normatif maupun Faktual, Pancasila Hanyalah Nama Lain dari Sekularisme

Tinta Media - Tadinya, kaum Muslim bersatu dalam naungan khilafah dengan menjadikan Islam sebagai dasar negaranya sehingga tegaklah syariat Islam secara kaffah. Pasca runtuhnya khilafah, kaum Muslim terpisah dan tersekat ke lebih dari 57 negara bangsa dan tak satu pun negaranya yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. 

Hal itu terjadi lantaran faktor internal dan eksternal. Secara internal pemahaman kaum Muslim terhadap ajaran Islam mengalami kemerosotan signifikan. Secara eksternal, kafir penjajah berhasil menanamkan  ide sekularisme dan ide negara bangsa di benak tokoh-tokoh Muslim yang memang mengalami kemunduran pemahaman akan ajaran agamanya sendiri. 

Khusus di Indonesia, merupakan keberhasilan penjajah kafir Belanda dalam program Politik Etis pada 1901-1942 M, yang salah satu targetnya adalah berupa edukasi agar kaum Muslim menjadi sekuler dan menerima ide negara bangsa.

Walhasil, bukan berjuang mengusir penjajah untuk kembali menegakkan syariat Islam secara kaffah dengan sistem pemerintahan khilafah dan menjadikan Islam sebagai dasar negaranya, setelah penjajah terusir malah semuanya menjadikan sekularisme sebagai dasar negaranya. Sistem pemerintahannya: ada yang demokrasi (contoh: Indonesia; Pakistan); ada pula yang kerajaan (contoh: Brunei Darussalam; Arab Saudi). 

Hanya saja, sekularisme ini memiliki nama beragam. Di Indonesia dikenal dengan nama Pancasila.

Normatif dan Faktual 

Mungkin sebagian kaum Muslim bertanya-tanya mengapa Pancasila dikatakan sebagai nama lain dari sekularisme, bukankah sila pertamanya jelas-jelas “Ketuhanan Yang Maha Esa”, bahkan di Pembukaan UUD 1945 disebutkan “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa...”?

Dikatakan sekuler/sekularisme karena memang secara normatif maupun secara faktual mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa (Allah yang Mahakuasa) tetapi dalam tata negaranya, maupun sebagian (besar) hukum yang diterapkan bukan dari Islam, bahkan tak sedikit yang bertentangan dengan Islam.  

Secara tata negara, negara ini bersistem pemerintahan demokrasi (sesuai dengan sila keempat Pancasila). Sedangkan dalam pandangan Islam, demokrasi merupakan sistem kufur yang haram untuk ditegakkan, dijaga, dan disebarluaskan. Lantaran, sistem tersebut (1) bukan lahir dari akidah dan syariat Islam, tetapi lahir dari akidah sekuler kafir penjajah Barat, serta (2) menjadikan kedaulatan ada di tangan rakyat. 

Padahal dalam Islam, kaum Muslim sama sekali tak boleh menerapkan sistem pemerintahan yang lahir dari (1) akidah dan aturan selain Islam, dan (2) wajib hanya menjadikan Allah SWT yang berdaulat dengan menjadikan Al-Qur’an, Hadits, Ijma Shahabat dan Qiyas Syar’i sebagai sumber hukumnya.

Selain itu tak ada satu klausul pun dalam konstitusi negara Pancasila ini yang mewajibkan penyelenggara negara menerapkan aturan dari Tuhan Yang Maha Esa (Allah yang Mahakuasa) secara kaffah. Makanya, banyak regulasi yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam tetapi tak pernah dinyatakan bertentangan dengan Pancasila. 

Di antaranya adalah regulasi yang melegalkan perbankan maupun pinjaman online (pinjol) menarik riba (bunga/interest); melegalkan negara melalui BUMN Sarinah mengimpor khamar (miras/minol) dan menjualnya di negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim ini, juga melegalkan Pemda DKI Jakarta dan Pemda NTT memiliki saham di pabrik khamar. 

Sampai detik ini pun badan yang paling otoritatif dalam pembinaan ‘ideologi’ Pancasila (BPIP) tak pernah mempermasalahkan semua keharaman dalam Islam tersebut sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Pancasila.

Bahkan, UU Omnibus Law Cipta Kerja yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam karena banyak pasal yang bertentangan dengan ajaran Islam, (salah satunya adalah memandatkan kepada presiden agar membolehkan asing berinvestasi membuat pabrik miras di Indonesia) dikatakan sesuai Pancasila. 

“Saya bisa katakan Omnibus Law UU Cipta Kerja Pancasila banget,” ujar Sekretaris Utama BPIP Karjono, Jumat (27/11/2020) sebagaimana diberitakan di situs resmi BPIP, bpip.go.id.

Lebih jauh lagi, malah Ketua BPIP Yudian Wahyudi sebelumnya (Februari 2020) menyatakan, “Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama.” Agama apa lagi yang dimaksud kalau bukan Islam? Karena selama ini ajaran agama yang distigma negatif rezim negara Pancasila ini adalah Islam, tak terdengar mereka menstigma negatif ajaran agama selain Islam. 

Di sini kaum Muslim mesti sadar, Pancasila hanyalah nama lain dari sekularisme. Selain itu, tak perlu pula berekspektasi seluruh syariat Islam akan diterapkan secara sempurna di negara Pancasila dengan sistem pemerintahan demokrasinya.

Karena, sekularisme ---apa pun namanya--- memastikan tata negaranya jangan sampai islami, dan (sebagian/sebagian besar/seluruh) aturan yang ditegakkan tak boleh dari Islam. 

Maka tak aneh, Pancasila kerap kali dijadikan alat rezim dari masa ke masa untuk menggebuk siapa saja yang ingin menerapkan syariat Islam secara kaffah, dengan alasan: radikal, bertentangan dengan Pancasila, tidak demokratis, dan lain sebagainya.

Tapi giliran penjahat seksual manggung di podcastnya Deddy Corbuzier dan berbagai wasilah lainnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, “Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Deddy menampilkan LAGI BETE di podcast miliknya.” 

Padahal jelas-jelas propaganda kejahatan seksual yang dilakukan DC itu sama haramnya dengan praktik kejahatan seksual yang dilakukan pasangan penjahat seksual yang diundangnya, semuanya (dalam aturan Islam) wajib dihukum tegas, tanpa ampun. 

Maka, sekali lagi, dapat disimpulkan, secara normatif maupun faktual, Pancasila hanyalah nama lain dari sekularisme. Tak lebih dan tak kurang. Wallahu’alam bish-shawwab. [] 

Depok, 14 Syawal 1443 H | 15 Mei 2022 M

Oleh: Joko Prasetyo 
Jurnalis
 


Selasa, 02 April 2024

Sekularisme Menyuburkan KDRT


Tinta Media - Seorang Istri mantan Perwira Brimob berinisial MRF, RFB mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berulang kali oleh suaminya. Kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 adalah yang paling berat. Kasus KDRT ini sudah dilaporkan melalui kuasa hukum korban, Renna A Zulhasril ke Kepolisian Resort (Polres) Metro Depok. Adapun terkait status terduga pelaku, saat ini MRF sudah berstatus pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Intelijen Kejaksaan Negeri Depok, M Arief Ubaidillah, Kamis (21/03/2024) 

Ubaidillah juga menyampaikan korban mengalami pendarahan dan keguguran sebagai akibat dari tindakan kekerasan terdakwa. Disisi lain Renna menuturkan "Kekerasan terhadap RFB pada Juli 2023 terjadi di ruang kerja MRF. Suaminya itu tak segan menganiaya RFB di depan anaknya. Korban dipukul, ditendang, diinjak-injak gitu. Jadi ada semua buktinya ada luka yang cukup berat sampai korban keguguran. Dan janin keguguran usia 4 bulan," ungkap Renna. 

Atas perbuatannya MRF dituntut hukuman pidana selama 6 tahun penjara. Salah satu pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai sebagai seorang Anggota Kepolisian dan Brimob, terdakwa seharusnya melindungi dan menyayangi istrinya. Namun ironisnya, terdakwa justru melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya sendiri. Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a. Yang diatur dan diancam pidana dalam pasal UU ayat (22) jo pasal 5 huruf a Undang-undang nomor 23 tahun 2024 tentang penghapusan KDRT. Sampai diucapkan tuntutan perdamaian antara pihak korban dan terdakwa belum mencapai kesepakatan," tambah Ubaidillah (kompas.com, 22/03/2024, 16.20 WIB) 

Sungguh begitu sangat mengerikan melihat kasus KDRT yang saat ini terus meningkat. Bukan saja terjadinya di dalam rumah tangga namun di luar lingkungan rumah pun banyak sekali terjadi kekerasan. Mulai dari pelecehan, pembullyan,  dan banyak lagi kasus yang lainnya. Yang seharusnya rumah adalah tempat berlindung namun nyatanya saat ini rumah pun sudah tidak bisa memberikan rasa aman untuk keluarga. Semua itu terjadi dikarenakan begitu banyak faktor yang mempengaruhi antara lain dari sistem ekonomi, pendidikan, serta aspek sosial. Karena sangat jelas pada sistem sekuler saat ini memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya berlaku ketika dalam hal beribadah saja namun untuk masalah-masalah lain agama tidak boleh dibawa-bawa. 

Sistem ekonomi sekuler begitu banyak ketimpangan. Dalam sistem ini, mempunyai paradigma siapa yang kuat dalam hal memiliki modal maka dia yang menang. Maka negara dalam sistem ini hanya menjadi regulator bagi sang pemilik modal. Negara membiarkan sumber daya alam yang ada dikelola oleh pihak asing, ini akan membuat rakyat jauh dari kata sejahtera. Seharusnya seorang kepala rumah tangga bisa memberikan penghidupan yang layak namun dengan sistem ekonomi seperti ini yang sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Ketika pun bekerja tidak akan mendapat upah yang sesuai, inilah salah satu faktor banyak terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Betapa tidak, dengan beban hidup yang begitu mengimpit sedangkan kebutuhan hidup pun terus meningkat, bisa membuat seseorang menjadi sulit untuk bisa berpikir jernih. 

Belum lagi dalam aspek pendidikan, dalam sistem sekuler tidak ada pendidikan yang berbasis akidah. Ilmu hanya disampaikan saja sebagai transfer pengetahuan saja untuk mengejar target kurikulum. Tanpa cek dan ricek bagaimana pemahamannya, pengamalannya oleh peserta didik serta tidak ada penjagaan dari negara terkait kepastian mengamalkan ilmu dan pelanggarannya. Ini membuat masyarakat menjadi rapuh, minimnya tingkat keimanan dan ketakwaan kepada Allah sehingga ilmu tidak bisa dijadikan untuk mengendalikan hawa nafsu. Maka ketika menghadapi suatu permasalahan dilampiaskan dengan kemarahan dan kekerasaan dan tidak lagi memikirkan dampak apakah itu benar dan salah. 

Begitu pun sistem sosialnya, pada sistem sekuler ini negara memberikan kebebasan untuk berperilaku dan negara melindungi hak-hak tersebut. Maka mau tidak mau kasus-kasus seperti kekerasan dalam rumah tangga yang berawal dari perselingkuhan misalnya, kasus kekerasan seksual ataupun bullying akan terus terjadi karena tidak adanya peraturan sosial. 

Faktor selanjutnya adalah tidak adanya peran negara dalam memberikan perlindungan keamanan  serta kesejahteraan bagi rakyatnya. Negara dalam sistem ini abai dan gagal untuk menjadi pelindung rakyatnya. Dan negara pun tidak bisa mencari apa akar dari permasalahan ini. Solusi yang diberikan negara saat ini tidak efektif untuk bisa mengurangi kasus-kasus kekerasan yang terjadi. Diperburuk dengan sangsi yang tidak bisa memberikan efek jera kepada si pelaku semakin menambah banyak daftar kasus-kasus kekerasan yang terus semakin meningkat. 

Dalam sistem Islam tentunya akan dicari apa akar dari masalah kekerasan yang terjadi. Faktor apa saja yang  mempengaruhinya baik dari sistem ekonominya, atau pun yang lainnya. Dalam sistem Islam seorang kepala rumah tangga diwajibkan untuk bekerja. Dan tentunya dengan membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya dengan cara mengelola sumber daya alam yang ada dan hasilnya diberikan untuk kesejahteraan rakyat dan pastinya akan memberikan upah yang sesuai sehingga terwujud kesejahteraan untuk rakyat. Tidak ada lagi rakyat yang sulit untuk mencari pekerjaan beban hidup pun tidak akan berat karena negara memberikan jaminan kesejahteraan untuk rakyatnya. 

Begitu juga dalam sistem pendidikan Islam, negara akan memberikan pendidikan yang berbasis akidah yang tentunya akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, mempunyai keimanan serta ketakwaan yang kuat kepada Allah SWT. Sehingga tidak akan mudah rapuh ketika pun dihadapkan kepada suatu masalah. Mereka akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah dan lebih bisa untuk mengatasi hawa nafsunya. 

Dalam sistem sosial Islam juga mengatur segala bentuk pergaulan. Sehingga tidak akan terjadi hal-hal seperti perselingkuhan juga pergaulan bebas yang bisa mengakibatkan kemaksiatan. Di sinilah peran negara begitu sangat penting untuk melindungi seluruh rakyatnya dari hal-hal kemaksiatan dengan membatasi tayangan- tayangan yang berbau pornografi. Perjudian  dan lain sebagainya guna untuk dapat mencegah terjadinya kasus-kasus kekerasan di masyarakat. Sistem Islam mempunyai mekanisme dalam segala aspek kehidupan untuk bisa memberikan perlindungan kesejahteraan dan  keamanan bagi rakyatnya. Karena dalam sistem Islam negara menjadi pelayan bagi rakyatnya. Dalam sistem Islam rakyat menjadi aman tenteram. Serta terlindungi dan sejahtera. 

Wallahu a'lam bish shawwab.


Oleh. : Iske
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 16 Maret 2024

Sekularisme Pemicu Kekerasan di Pesantren


Tinta Media - Sangat menyayat hati dan miris, ketika mengetahui kembali terjadi penganiayaan di pondok pesantren (Ponpes) PPTOQ Al Hanafiyyah di Mojokerto Kediri Jawa Timur. Seorang santri yang bernama Bintang Bilqis Maulan (14) meninggal akibat di aniaya  seniornya. Penganiayaan santri di pesantren sungguh sangat merisaukan dan bukan terjadi kali ini saja. 

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan keagamaan yang sehari harinya mereka belajar agama dan senantiasa di tekankan untuk berpegang teguh pada syariat Islam. Di situlah seseorang menimba ilmu agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Tidak bisa dipungkiri sekularismelah yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan di kalangan pondok pesantren itu. Pola hidup sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan pun tak luput dari kehidupan di dalam pesantren. Karena sekularisme yang di terapkan di negara kita ini telah melahirkan  gaya hidup bebas. 

Pola kebebasan sekularisme ini tentu sangat berpengruh dalam kehidupan pesantren termasuk pada para sistem pendidikan pesantren dan para pengasuhnya. Yang seharusnya  menjadi teladan justru melakukan perundungan terhadap santri. 

Guru dan murid mengkaji Islam hanya sebagai tsaqofah (keilmuan) yang tidak di terapkan kecuali hanya pada aspek ibadah mahdhah saja. Sehingga dalam ibadah ini sangat di tekankan. Tetapi aspek yang lain dalam kehidupan sehari-hari  yang seharusnya juga sesuai dengan syariat Islam tidak di perhatikan. Syariat Islam seharusnya di terapkan baik oleh individu masyarakat maupun negara. Sayangnya syariat Islam justru malah di kesampingkan. Pelajaran Islam hanya dipahami sebagai ibadah mahdhah saja yaitu  hanya shalat, puasa, zakat, dan melaksanakan haji. Oleh karena itu. wajar jika penganiayaan  atau perundungan pun terjadi di kalangan pesantren. 

Padahal Islam adalah agama yang mengatur urusan individu masyarakat maupun urusan negara. Baik dari segi keamanan, pendidikan, kesehatan ekonomi, dan lain-lain.

Tidak ada jalan lain untuk menghentikan tindakan kekerasan ini  kecuali dengan mengubah pola hidup sekularisme dengan pola hidup Islam. Yaitu dengan di diterapkannya  seluruh aturan Islam di dalam kehidupan sehari hari, baik skop individu, masyarakat maupun negara. Karena hanya  Islam  dengan seluruh aturannya yang lengkap, sempurna, adil dan sesuai dengan fitrah manusia yang akan membawa manusia pada kesejahteraan, ketenangan, dan keamanan. 

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Ummu Nizam 
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 19 Oktober 2023

Hilangnya Fungsi Keluarga, Buah Busuk Sekularisme

Tinta Media - Masyarakat kembali digemparkan oleh berita penganiayaan seorang ibu terhadap puteranya. Korban ditemukan meninggal dalam keadaan tangan yang terikat dan bersimbah darah di sebuah saluran irigasi. Mirisnya, tindakan sadis sang ibu ini dibantu oleh anggota keluarga yang lain, yaitu sang kakek.

Dilansir dari Kompas.com (07/10/2023), Muhamad Rauf (13), warga Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023).

Kasus ini bukanlah yang pertama diberitakan oleh media online. Sebelumnya, telah banyak kasus penganiayaan yang terjadi. Seperti yang diberitakan oleh Detik.com (24/09/2023), seorang anak berinisial SN (10th) telah diseterika oleh ibu tirinya. Penyebabnya hanya karena kesal pada suaminya terkait masalah ekonomi.

Sekularisme  Si Biang Kerok

Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh keluarga semakin merebak dengan berbagai motif dan alasan. Sering dan banyaknya kasus penganiayaan ini seakan-akan menjadi sesuatu yang lumrah dan patut dimaklumi.

Hal ini wajar karena pola asuh dan pola pendidikan orang tua sangat dipengaruhi oleh sistem yang ada. Minimnya ilmu orang tua ditambah faktor ekonomi yang karut-marut, membuat orang tua asal-asalan dalam mendidik anak-anak mereka sehingga tak heran, hanya karena faktor ekonomi, anak yang terkena imbasnya. 

Orang tua stress mencari nafkah, tuntutan hidup semakin kompleks, sedangkan anak-anaknya tidak bisa diatur. Ini bisa menjadi pemicu kekerasan orang tua pada anak-anak.

Padahal, orang tua seharusnya bisa menjalankan fungsinya sebagai pengayom bagi anak-anak. Demikian juga keluarga, harusnya bisa menjadi  tempat berkasih sayang antara anak dengan orang tuanya. Namun sayang, semua itu seolah terkikis habis karena sistem sekularisme yang diterapkan saat ini. 

Pada faktanya, sekularisme  sangat berperan dalam menyebabkan berbagai masalah, di antaranya masalah ekonomi, dekadensi moral, maupun masalah keimanan. Fungsi negara, masyarakat, bahkan keluarga hilang karena si biang kerok ini.

Sekularisme yang memang menjauhkan agama dari kehidupan dapat meruntuhkan keimanan seseorang, sehingga dengan mudahnya tersulut emosi dan melakukan KDRT. Sistem pendidikan yang tidak mengarahkan pada keimanan dan ketakwaan akan memudahkan seseorang melakukan kekerasan, meskipun pada anaknya sendiri atau anggota keluarga yang lain.

Penerapan sistem kapitalisme sekuler telah gagal dalam menciptakan kesejahteraan bagi rakyat, bahkan cenderung melepaskan tanggung jawab. Akibatnya, rakyat yang dalam kondisi jauh dari kata sejahtera tersebut akan mudah tersulut secara emosional. Pelampiasannya ditujukan pada keluarga, terjadilah KDRT. Inilah buah busuk dari penerapan sekularisme.

Islam Solusi KDRT

Sistem sekuler sangatlah berbeda dengan sistem Islam secara mutlak. Pondasi yang dibangun dalam sistem Islam adalah keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Penerapan sistem pendidikan yang berbasis Islam akan melahirkan generasi yang bermoral dan memiliki keimanan dan ketakwaan, generasi yang mempunyai kesadaran bahwa setiap perbuatan akan dihisab.

Penerapan sistem Islam akan melahirkan generasi yang memiliki rasa takut jika melakukan kemaksiatan, termasuk penganiayaan atau KDRT. Selain itu, sistem Islam akan membentuk anak yang senantiasa berbakti kepada orang tua. Sebaliknya, orang tua akan menyayangi dan mendidik anak-anak mereka.

Negara yang berasaskan Islam akan berupaya menyejahterakan rakyat dengan menyediakan lapangan kerja dan upah yang mencukupi bagi semua rakyat. Negara akan memastikan setiap penanggung nafkah atau kepala keluarga bisa memenuhi semua kebutuhan keluarganya.

Penerapan sistem Islam secara menyeluruh tentu akan meminimalkan kasus KDRT, bahkan bisa mencegah faktor-faktor yang bisa memicunya. Semua itu hanya bisa diterapkan dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, yaitu Daulah Khilafah Islam yang tegak di atas metode kenabian.
Wallahu a'lam.

Oleh: Sri Syahidah (Ibu Rumah Tangga)

Sabtu, 14 Oktober 2023

Sekularisme Merusak Fungsi Keluarga

Tinta MediaHarta yang paling berharga adalah keluarga, Harta yang paling Indah adalah keluarga. Kata-kata itu saat ini hanyalah sekedar  nyanyian belaka. Mengapa demikian? Sebab, jika kita tilik kembali, belakangan ini begitu banyak kasus-kasus KDRT yang beredar. Bahkan kasus KDRT bukan hanya melibatkan antara suami dan istri saja, melainkan juga antara sesama saudara kandung. Dan yang lebih mirisnya lagi kekerasan itu terjadi antara ibu kandung dan anaknya sendiri.

 Seperti yang dilansir oleh KOMPAS.com - Muhamad Rauf (13), warga Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023). Rauf ditemukan di pinggir sungai dalam kondisi berlumuran darah dengan tangan terikat ke belakang. Dari hasil penyelidikan, Rauf dibunuh oleh ibunya sendiri, Nurhani (40) dibantu oleh sang paman S (24) serta kakeknya, W (70).

Keluarga, terutama ibu  yang harusnya menjadi tempat utama untuk tempat berlindung bagi seorang anak, sudah tak lagi berada pada fungsinya akibat sistem yang rusak saat ini. Ibu yang semestinya menjadi pelindung dan sosok yang memberi kehangatan dan kasih sayang kepada seorang anak, bisa menjelma bak seekor singa yang kelaparan dan menghabisi anaknya sendiri.

Hilangnya naluri keibuan bukan terjadi begitu saja, melainkan disebabkan beberapa faktor yaitu, faktor ekonomi, moral, emosi dan juga keimanan. Tidak mustahil rasanya jika dikatakan sistem sekuler saat ini menggerus bahkan menghilangkan peran keluarga terutama ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Ibu yang seharusnya menjadi pengatur  dan pendidik dalam rumah tangganya, kini beralih menjadi pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga tidak dapat meberikan perhatian dan pendidikan yang penuh terhadap anak nya. Dan alhasil sebuah keluarga akan jauh dari nilai-nilai agama, dan kurangnya keimanan pada setiap anggota keluarganya. Seseorang yang tidak memiliki keimanan  akan selalu diselimuti oleh sikap emosional yang tidak terkendali .Dan kurangnya keimanan juga menyebabkan seseorang menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya.

Berbeda Jika diterapkan sistem Islam. Islam sangat menjaga fungsi dari keluarga. Islam mengajarkan kepada setiap muslim untuk berbuat sesuai dengan aturan-aturan Islam. Islam juga mengajarkan kepada setiap muslim untuk selalu mengambil solusi berdasarkan hukum hukum yang berlaku dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

Dalam islam, negara juga tidak tinggal diam terhadap rakyatnya yang tidak berkemampuan dalam bidang ekonomi. Apabila rakyatnya miskin negara akan bertanggungjawab melalui pos zakat. Jika rakyatnya tidak memiliki pekerjaan negara akan bertanggungjawab menyediakan lapangan pekerjaan ataupun menyediakan modal untuk usaha. Islam juga akan bertanggungjawab penuh terhadap pendidikan bagi rakyatnya. Sehingga rakyatnya akan mendapatkan pendidikan yang layak terutama dalam nilai-nilai agama. Sebab jika nilai-nilai agama ini tertanam pada setiap individu, maka akan melahirkan generasi-generasi yang bertakwa dan takut kepada Allah. Jika sudah ada ketakwaan individu dalam setiap diri manusia, maka setiap perbuatan akan berlandaskan kepada Al-Qur'an dan Sunnah.

Jadi, hanya islamlah solusi bagi setiap masalah tanpa mendatangkan masalah yang lainnya. Apakah masih ada alasan bagi kita untuk tidak memperjuangkan  kembalinya kehidupan Islam? Wallahu A'lam Bishawab.

Oleh: Sri Wahyuni, S.E. (Aktivis Dakwah dan Ummu wa robbatul bait)

Minggu, 24 September 2023

Individualitas Masyarakat Buah dari Sekularisme

Tinta Media - Dilansir dari TEMPO.CO, Depok, telah ditemukan dua mayat tinggal kerangka di salah satu rumah di Perumahan Bukit Cinere Indah, Jalan Puncak Pesanggrahan VIII Nomor 39, Kecamatan Cinere, Depok pada Kamis, 7 September 2023. Dua mayat tersebut adalah seorang ibu berinisial GAH (64 tahun) dan anaknya DAW (38 tahun). Mayat keduanya diduga sudah lama membusuk di dalam kamar mandi.

Berita yang mengejutkan datang dari salah satu kota di negeri tercinta, sebuah kota yang ramai bahkan bisa di katakan padat akan penduduk, bukan desa terpencil atau sepi. Agaknya memang mencengangkan kabar ini, dua mayat membusuk di rumah yang di singgahi. Dari sini kita bisa melihat cara masyarakat kita hidup saat ini dan cara interaksi satu dengan yang lain seringkali berdasarkan asas manfaat. Selama manusia itu bisa memberi keuntungan untuk kelangsungan hidup orang lain, maka dia akan senantiasa dicari bahkan dijaga

Namun jika manusia itu tidak dapat memberi keuntungan, maka ia akan di jauhi bahkan di abaikan. Selain itu individualitas masyarakat saat ini juga sangat kuat, bahkan sudah menjadi karakteristik masyarakat, yang dimana jika masyarakat itu peduli akan kehidupan yang lain akan dianggap campur tangan terhadap urusan orang lain.

Hal ini bukan ada dengan begitu saja, melainkan hal ini lahir dari sistem kenegaraan yang dianut masyarakat saat ini, yaitu sekulerisme. Ide sekularisme ini kerap kali menjunjung kemerdekaan dan kebebasan sehingga masyarakat saat ini merasa bebas jika tidak ada campur tangan tetangga atau orang di sekitar dalam kehidupan mereka. 

Entah masyarakat melakukan kesalahan bahkan maksiat sekalipun itu adalah hak asasi setiap manusia tidak perlu manusia lain ikut campur akan hal itu. Hal inilah yang menjadikan terkikisnya kepedulian dan empati di tengah masyarakat, asal hidupnya enak dan nyaman menurut versi dia tidak perlu orang lain ikut campur.

Kini masyarakat pun lebih memprioritaskan kehidupan pribadi dari pada kehidupan bersama, sehingga kalimat serupa "yang penting bukan aku", "yang penting bukan keluargaku", "yang penting bukan hidupku", menjadi kalimat yang sangat lumrah dan amat sangat biasa di masyarakat. Dari hal seremeh ucapan inipun kita sudah bisa menilai, bagaimana individualitas benar-benar menjadi karakteristik yang mendarah daging. Tak hanya itu, negara juga lalai terhadap tugasnya yaitu mengurusi rakyatnya.

Padahal sikap yang dilakukan masyarakat saat ini amat sangat jauh berbanding balik dengan pandangan Islam dalam hidup bemasyarakat maupun bertetangga. Dalam islam senantiasa mengajarkan agar kita saling peduli, beramar ma'ruf nahi munkar, saling mengingatkan jika ada yang melakukan kesalahan, saling menasehati dalam kebaikan, dan tentunya saling tolong menolong. Inilah kehidupan yang diajarkan dalam Islam, bukan saling apatis dan abai.

Anjuran ini pun dapat kita temui dalam firman Allah yang artinya, "Tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan." (QS. Al-Maidah : 2). Begitu pula seperti sabda Rasul SAW., “Barangsiapa yang tidak peduli urusan kaum muslimin, maka Dia bukan golonganku” (Al-Hadits). Kaum muslimin bagaikan satu tubuh. Saat bagian yang satu merasakan sakit, maka bagian yang lain pun akan merasakan hal yang sama. Namun, sungguh tragis yang terjadi saat ini. Antar tetangga tidak saling peduli hingga terjadi pembusukan mayat berhari-hari.

Semua ini tak akan terjadi jika napas kehidupan sosial masyarakat berasas pada akidah Islam, bukan sistem sekuler kapitalisme. Islam dengan seperangkat aturannya memberikan tuntunan dalam kehidupan bertetangga. Tak hanya itu, kewajiban atas pengurusan jenazah adalah salah satu aturannya. Kepedulian kepada sesama dibangun atas ruh jamaah bukan karena manfaat. Negara juga hadir mengurusi rakyat dan tak akan mendzaliminya. Sebagaimana yang ditakutkan Khalifah Umar atas kepemimpinannya adalah hisab di hadapan Allah. Begitulah Islam menjaga kehidupan manusia. Antara individu, masyarakat dan negara berasaskan akidah Islam. Jika hari ini kita merasa geram terhadap kehidupan sosial saat ini, maka kita harus mengubah cara pandang manusia serta sistem kehidupan kapitalis sekuler menjadi sistem Islam. Wallahu a’lam.

Oleh: Ulin Nuha (Aktivis Muslimah)

Rabu, 13 September 2023

Sekularisme Racun Kehidupan

Tinta Media - Manusia adalah makhluk yang unggul dibandingkan makhluk ciptaan Allah yang lain. Manusia punya akal yang tidak dimiliki hewan. Manusia punya nafsu yang tidak dimiliki malaikat. Namun manusia bisa lebih rendah derajatnya dari pada hewan ketiga akalnya tidak difungsikan. Sebaliknya,  manusia bisa lebih tinggi derajatnya dari pada malaikat ketika hawa nafsunya.mampu dikendalikan. Sementara, dua potensi kehidupan manusia yang lain, yakni kebutuhan jasmani dan naluri dalam pemenuhannya sering menimbulkan perselisihan di antara bani Adam dalam kehidupan masyarakat.

Akal memegang peran penting bagi perjalanan hidup manusia. Karena itu mengapa akal yang sudah sempurna (akil baligh) menjadi ukuran seseorang terkena beban hukum (taklif syarak). Pada saat itu semua amal perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. 

Ketika amal perbuatannya selaras dengan hukum syarak, maka Allah menjanjikan pahala. Pun sebaliknya ketika amal perbuatannya menyelisihi syariat, maka Allah menimpakan dosa. Hukum syarak ditetapkan Allah kepada manusia dalam rangka menjaga eksistensinya sebagai manusia. Begitu pula menjaga keteraturan kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya. Sehingga tidak mengorbankan individu/makhluk yang lain.

Namun keberadaan akal yang semestinya untuk memahami syariat Allah, telah disalahgunakan manusia untuk menandingi hukum-hukum Allah. Dengan pongahnya dan merasa genius mereka membuat aturan sendiri. Mereka menganggap Tuhan cukup menciptakannya. Selanjutnya mereka sendiri yang menentukan segala hal terkait kehidupan dunia. Itulah paham sekularisme yang kelahirannya dibidani para cendekiawan yang tidak rela pemuka gereja bersekutu dengan kaisar memeras rakyat atas nama agama pada era kegelapan di Eropa. Akhirnya diputuskan untuk memisahkan perkara agama dengan perkara pemerintahan.

Makin ke sini paham sekularisme itu diadopsi pula oleh kaum muslim. Menjadi aneh ketika Islam dipinggirkan dalam kancah kehidupan. Karena Islam bukan sekedar agama yang mengatur urusan ibadah saja. Bahkan Islam adalah sebuah sistem kehidupan terlengkap dan sempurna,. mengatur urusan manusia mulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Maka tidak layak kaum Muslim mengadopsi liberalisme, pluralisme, hedonisme, demokrasi dan turunan lainnya dari paham sekularisme. Semua adalah racun kehidupan yang mengarahkan manusia pada pembangkangan terhadap hukum-hukum Allah. Mengimani Allah sebagai Al-Khalik, tetapi mengingkari Allah sebagai Al-Muddabbir (Maha Pengatur). Maka sudah seharusnya kaum Muslim mencampakkan racun sekularisme itu dan kembali kepada Islam kaffah saja. Agar selamat hidup nya di dunia dan setelah kehidupan dunia (akherat). 
Wallahu'alam bishowwab.

Oleh: Dyah Rini (Muslimah Jatim)

Senin, 17 Juli 2023

Islamofobia Racun dari Sekularisme

Tinta Media - Sebagai seorang muslim, tentu sakit rasanya ketika agama, Allah, dan rasul-nya dihina dan dilecehkan. Seperti tidak habisnya, pelecehan terhadap agama Islam terus terulang dan semakin akut saja.

Terjadi lagi pembakaran Al-Qur'an di Swedia pada hari Rabu, tanggal 28 Juni 2023. Aksi ini dilakukan oleh Salwan Momika asal Irak. Hal ini terjadi dengan alasan kebebasan berekspresi. (BBCIndonesia.com)

Bentuk islamofobia ini tentu ada penyebabnya, melihat mereka yang menyuarakan kebencian terhadap Islam merupakan pengusung sekularisme yang berpandangan bahwa agama adalah musuh ketika mencampuri urusan kehidupan. 

Negara-negara Barat menjadikan sekuler sebagai bumbu untuk meracuni pemikiran siapa pun untuk memusuhi agama, terutama agama Islam. Mengapa Islam? Karena Allah telah mengabarkan tabiat para kafir penjajah dalam Al-Qur'an.

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rida kepadamu hingga kamu mengikuti milah mereka." (QS Al Baqarah: 120)

Wujud kebencian mereka tidak hanya sampai pada pembakaran Al-Qur'an dan penghinaan terhadap Allah dan rasul-Nya. Mereka juga berupaya untuk mencabut ajaran Islam dan akidahnya dari dada setiap kaum muslimin. Cara ampuh untuk melumpuhkan agama Islam pada setiap muslim adalah dengan menanamkan paham sekularisme.

Keberhasilan kafir Barat ini nampak pada setiap negeri-negeri muslim yang tidak lagi berpegang teguh pada tali agama Allah. Bahkan, mereka menjadi penyeru paham sekuler itu sendiri. Pantas saja, sekuler mampu menjadikan muslim benci pada ajaran agamanya dan menyuarakan islamofobia pula.

Negara ikut andil pada penyakit akut ini. Sebab, negaralah yang seharusnya membentengi rakyat dari pemikiran rusak Barat, bukan malah menjadi budak Barat untuk melayani mereka dan meng-iya-kan setiap titah mereka.

Sengguh menyedihkan, agama yang mulia dihinakan, tetapi tiada pembelaan. Kecaman demi kecaman dan protes juga sudah diajukan tetapi tidak ada perubahan. Beginilah ketika muslim hidup tanpa ideologi Islam yang diemban oleh negara.

Seperti singa yang sedang tertidur, kaum muslimin tidak sadar dan harus bangun sehingga memiliki satu kemimpinan yang menaungi dunia. Kepemimpinan itu adalah negara khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah.

Banyak sejarah menggambarkan kemuliaan negara Islam yang kala itu berhasil menguasai 2/3 dunia selama 13 abad lebih lamanya. Negara Islam mampu menjadi negara adidaya dan ditakuti oleh negara-negara kafir Barat. 

Syariah Islam adalah landasan bernegara dengan futuhut, yaitu pembebasan-pembebasan negara-negara yang dikuasai para raja dan penguasa kafir penjajah, termasuk pengaruh kekuatan negara Islam di Nusantara. 

Para wali yang diutus dari Turki Utsmani untuk membantu pengusiran penjajah Belanda di Aceh, juga yang memengaruhi semangat jihad dan spirit pada pada Raden Diponegoro.

Ini menjadi hikmah bahwa negara Islam tidak akan tinggal diam ketika kaum muslimin, agama Islam, Allah, dan rasul-nya dilecehkan, dihina maupun ditindas.

Mari berjuang bersama demi kembalinya kehidupan Islam dalam naungan khilafah sebagaimana janji Rasulullah saw. dalam bisyarahnya, agar tidak ada lagi penghinaan kepada agama Islam dan mencabut sekulerisme hingga akarnya.

"Tsunma takunu khilafatan 'ala minhajin nubuwwah." Kemudian akan kembali lagi khilafah yang sesuai dengan metode kenabian. (HR. Abu Dawud dan Nasa'i)
Allahu 'alam bishawab.

Oleh: Lestia Ningsih, S.Pd.
Sahabat Tinta Media

Rabu, 05 Juli 2023

Shalat Berjama'ah Dianggap Membahayakan Sekularisme, Ustadzah Iffah: Bencana Bagi Umat Islam

Tinta Media - Peringatan Kementerian Pendidikan di Perancis bahwa shalat berjama'ah dianggap bisa membahayakan nilai sekularisme yang dipraktekkan oleh Prancis, dinilai bencana bagi umat Islam.

"Shalat berjama'ah dianggap bisa membahayakan nilai sekularisme yang dipraktekkan oleh Perancis. Ini merupakan bencana bagi umat ini," ujar Aktivis Muslimah Ustadzah Iffah Ainur Rochmah dalam Muslimah Talk: Ketika Anak-anak Muslim Di Prancis Dilarang Shalat di Sekolah, Jumat (30/6/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Ia menyesalkan, untuk menjalankan shalatnya hari ini anak-anak kaum muslim di Prancis sudah mendapatkan tantangan yang luar biasa. "Kurikulum pendidikan di sana tidak menghendaki adanya identitas tertentu pada semua siswa yang sekolah di sekolah-sekolah umum," ungkapnya.

Ustadazh Iffah menuturkan, sesungguhnya Perancis dalam kampanyenya senantiasa mengunggulkan sekularisme, kebebasan dan nilai-nilai penghormatan terhadap hak asasi manusia tanpa membedakan ras, suku, bangsa maupun agama tetapi realitanya begitu banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa nilai sekularisme justru menjadikan Islam dan ajaran Islam sebagai sasaran tembaknya.

Ia menilai, pernyataan resmi yang disampaikan oleh menteri pendidikan Prancis agar melakukan intervensi terhadap semua sekolah-sekolah agar tidak ada lagi aktivitas ibadah yang mencirikan identitas agama tertentu di sekolah ini adalah pengingkaran. 

"Jikalau mereka jujur, ini adalah hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kebebasan maupun penghormatan terhadap hak asasi manusia yang mereka kampanyekan," ungkapnya.

Menurutnya, peristiwa ini membuktikan betapa dunia hari ini memiliki kebencian yang luar biasa terhadap kaum muslimin dan terhadap ajaran Islam. 

"Kenapa demikian? Karena sesungguhnya yang memberikan sikap negatif terhadap pelaksanaan ajaran agama Islam bukan hanya Perancis tetapi berbagai negeri-negeri di dunia barat mereka menunjukkan penolakan dan kebencian yang luar biasa terhadap pelaksanaan ajaran Islam," cetusnya.

"Sesungguhnya apa yang menimpa kaum muslimin baik anak-anak kaum Muslimin yang ada di Perancis maupun saudara-saudara Muslim dan Muslimah yang ada di berbagai negeri-negeri di Eropa, adanya diskriminasi kekerasan dan seterusnya," ujarnya. 

Perlu Junnah

Ustdazah Iffah mengatakan hal ini bisa menjadi satu pelajaran penting bahwa umat Islam di seluruh dunia membutuhkan adanya junnah. "Adanya pelindung yang akan memastikan dan memfasilitasi pelaksanaan hukum-hukum Syariah," tegasnya.

Ia mengutip sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, "Sesungguhnya seorang Imam seorang pemimpin seorang khalifah tidak lain adalah perisai yakni dimana orang-orang bisa berlindung di belakangnya dan orang-orang bisa berperang dengan menggunakan senjata berupa perisai".

Ia mengingatkan bahwa seorang Muslim hari ini tidak boleh lagi percaya kepada nilai-nilai liberal dan sekularisme bahwa sekularisme cocok untuk siapa saja dan sekularisme tidak akan menyakiti muslim dan tidak akan menghalangi muslim untuk menjalankan agamanya selama ajaran agamanya ini tidak dibawa ke ranah politik.

Bahwa sekularisme adalah menolak agama dalam urusan politik tetapi dari peristiwa yang terjadi pada Muslim di Prancis maupun di berbagai belahan dunia maka sekularisme bukan hanya menolak agama untuk masuk ke dalam politik. "Tetapi sekularisme ingin menjauhkan manusia dari agamanya di berbagai aspek kehidupan," tegasnya.

 "Artinya sekularisme adalah pemahaman yang mengajarkan kepada manusia untuk sama sekali tidak menggunakan agama atau bahkan menolak agama berperan dalam berbagai sisi kehidupannya," jelasnya.

Menurutnya, umat Islam saat ini membutuhkan kembali hadirnya sistem pemerintahan Islam dibanding pemerintahan sekuler. Dengan pemerintahan Islam akan memiliki seorang imam yang benar-benar menjadi junnah. 

"Seorang imam yang benar-benar untuk memastikan pelaksanaan seluruh hukum-hukum syariat dan menolak berbagai bentuk sekularisme dari seluruh sisi kehidupan umat manusia," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Sabtu, 10 Juni 2023

UIY: Bukan Sekedar Reformasi, Negeri Ini Butuh Ganti Sekularisme

Tinta Media - "Sesungguhnya apa yang dibutuhkan oleh negeri ini bukan hanya sekedar reformasi, tapi butuh mengganti asas yang menjadi dasar, dalam arti bahwa negeri ini tidak bisa terus berharap kepada sekularisme," tutur Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) dalam Focus To The Point: Reformasi Tanpa Islam Gagal Total! Ahad (5/6/2023 ) di kanal YouTube UIY Official.

Menurutnya, reformasi yang itu terjadi karena kegerahan masyarakat terhadap pemerintahan orde baru, yang pada puncaknya Tahun 98. Kemudian era pemerintahan orde baru dihentikan dan digantikan dengan yang disebut reformasi. 

"Jika menilik tujuan reformasi adalah menghentikan pemerintahan orde baru, tentu itu sudah berhasil, tapi apakah setelah itu keadaan menjadi lebih baik ataukah tidak?" tanyanya.

UIY mengatakan, orde baru diganti dengan salah satu alasannya itu karena korupsi. Setelah reformasi itu memang korupsi sempat menurun, ditunjukkan oleh indek persepsi korupsi sempat di angka 20, semakin kecil semakin bagus, bahkan sempat di angka 18.

"Era reformasi ini sempat memberikan harapan tapi kemudian itu dibajak oleh mereka-mereka yang memiliki kepentingan.
Terlebih di era rezim yang berkuasa saat ini. Berdasarkan data index korupsi, selalu menunjukkan di angka 40. Bahkan di tahun 2019 puncak tertingginya itu hampir di angka 40 ini.

Hal ini, kata UIY,  menunjukan bahwa reformasi yang bertujuan menghilangkan praktik korupsi yang menjadi pangkal dihentikannya kekuasaan orde baru itu tidak lebih bagus. Bahkan banyak orang menyebut korupsi di era reformasi saat ini, korupsi semakin menjadi jadi.

"Kegagalan besar Reformasi saat ini terlihat dari korupsi tidak dilakukan oleh satu titik seperti masa orde baru, tapi saat ini korupsi dilakukan oleh semua lini dari pusat sampai daerah," pungkasnya.[] pakas Abu Raghib


Sabtu, 03 Juni 2023

IJM: Sekularisme Sumber dari Semua Masalah Manusia

Tinta Media - Menanggapi kemenangan Recep Tayyip Erdogan atas dukungan partai AKP yang merupakan partai demokratis konservatif sekularisme, Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menyatakan bahwa sekularisme adalah sumber dari semua masalah manusia.

"Sekularisme, baik yang datang dari Eropa maupun dari Amerika adalah sumber dari semua masalah manusia," tuturnya dalam Program Aspirasi: Erdogan Menang, Sekularisme akan Dilenyapkan? Kamis (29/5/2023) di kanal YouTube Justice Monitor.

Menurutnya, penyebab dari semua problem dan krisis yang menimpa umat adalah sekularisme. Sekularisme yang menciptakan semua bencana malapetaka, kesengsaraan, perselisihan, kerusuhan, perang, penembakan massal dan pembunuhan yang menghantui kehidupan publik hari ini. 

"Singkatnya Amerika terus berusaha menancapkan pengaruhnya di Turki untuk menggunakan pengaturan sipil yang lemah atau kerusakan kapitalisme yang beroperasi di bawah bayang-bayang tentara yang kuat untuk mengendalikan banyak bagian dunia muslim dan mencegah penyatuan umat secara alami," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, model pemerintahan ini hanya akan berubah ketika kepimpinan militer mengalihkan kesetiaannya dari melindungi kepentingan Barat kepada kesetiaan terhadap pemerintahan yang berlandaskan Islam, berlandaskan Al-Qur'an, Sunnah. 

"Itulah yang disebut dengan khilafah Islamiyyah," tandasnya.[] Ajira

Sabtu, 13 Mei 2023

Tidak Ada Kebenaran Mutlak dalam Sistem Sekularisme

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menegaskan bahwa dalam sistem sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan membuat manusia tidak ada kebenaran mutlak.

"Ajaran sekularisme kapitalisme yang memisahkan agama dengan kehidupan membuat manusia tidak boleh menuding kesalahan dalam beragama sebagai kesesatan, karena dalam sistem ini tidak ada kebenaran mutlak," ujarnya dalam program Serba-serbi MMC: Penembakan MUI Mengaku Wakil Nabi, Kesesatan Beragama Rentan dalam Sistem Sekuler, Ahad (7/5/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center. 

Menurutnya, atas nama toleransi, pemimpin sekulerisme kapitalisme hanya menghukum pelaku sekedarnya tanpa memberi efek jera. Padahal secara jelas apa yang dibawa oleh orang tersebut melanggar aturan agama.

"Dalam syahadatain, kaum muslimin mengakui bahwa nabi terakhir adalah Rasulullah Saw, maka ketika ada kaum muslimin yang mengklaim dirinya sebagai nabi, bisa terkategori perbuatan menistakan agama," jelasnya.

Hidup dalam sistem sekuler kapitalisme memang membuat manusia rentan dalam kesesatan dalam beragama karena menurut sistem ini urusan agama diserahkan kepada individu masing-masing bukan tanggung jawab negara. "Akhirnya umat Islam yang lemah imannya mudah goyah dan mengikuti ajaran yang sesat," tegasnya.

Khilafah 

Narator menilai, hal ini sangat berbeda dengan sistem Khilafah ketika menghadapi fenomena nabi palsu. Khilafah akan menganggap fenomena ini adalah perkara yang besar dan genting, sehingga secepatnya harus segera diselesaikan. Sebab keberadaan nabi palsu akan menyesatkan banyak orang hingga mengganggu stabilitas negara.

Ia mencontohkan seperti kasus nabi palsu Musailamah al-Kadzdzab pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, Musailamah al-Kadzdzab adalah seorang pendusta yang mengaku dirinya menerima wahyu dalam kegelapan. 

"Dengan dukungan dari inner circle-nya Musailamah al-Kadzdzab membuat opini yang menyesatkan yakni pembayaran zakat itu kepada Muhammad, sedangkan Muhammad sudah meninggal maka tidak ada lagi kewajiban untuk membayarnya," bebernya.

Opini sesat ini, katanya, kemudian menyebar luas dan menyebabkan beberapa daerah khilafah tidak mau membayar zakat, goncangan opini Ini akhirnya mengganggu stabilitas negara, maka Khalifah Abu Bakar yang pada masa itu menjadi pemimpin negara Khilafah memutuskan untuk memerangi Musailamah. 

"Khalifah Abu Bakar tidak memberi kompromi apapun kepada pihak yang telah memisahkan zakat dengan syariat lainnya dan keputusan Khalifah Abu Bakar ini kemudian menyelamatkan kaum muslimin," jelasnya.

MMC menilai, sikap khalifah Abu Bakar adalah wujud keberadaan negara Khilafah sebagai pelindung bagi rakyatnya termasuk melindungi aqidah mereka dari hal-hal yang merusaknya. Rasulullah Saw bersabda, "Imam atau khalifah itu tidak lain laksana perisai, dia akan dijadikan perisai di mana orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng." (HR. Bukhari dan Muslim).

"Selain sikap tegas, Khilafah juga akan melakukan beberapa langkah agar warga negaranya terhindar dari penyimpangan aqidah, seperti Khilafah akan mengedukasi warganya melalui sistem pendidikan Islam. Dari pendidikan ini Khilafah akan memastikan Setiap warga negaranya mendapat pemahaman akidah yang benar. Khilafah juga akan melarang setiap propaganda yang menghina simbol dan ajaran Islam, termasuk penyebaran pemikiran sesat baik yang dilakukan oleh organisasi ataupun individu," urainya.

Selain itu ia menambahkan, media massa Khilafah dilarang menyiarkan berita dan program apapun yang bertentangan dengan Akidah Islam. Terakhir ketika muncul Kasus penyimpangan aqidah Khilafah akan mendakwahi pelaku terlebih dahulu sebelum memberikan sanksi tegas, jika tetap tidak mau kembali pada Islam ia akan terkena sanksi sebagaimana orang murtad.

"Seperti inilah Khilafah memberikan perhatian yang begitu besar terhadap penjagaan aqidah warga negaranya," pungkasnya.[] Sri Wahyuni
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab