Tinta Media: Sejarah
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 November 2024

Pentingnya Belajar Sejarah Peradaban Islam

Tinta Media - Pakar Sejarah Islam Salman Iskandar menjelaskan pentingnya belajar sejarah peradaban Islam.

"Penting sekali mempelajari sejarah kaum muslim, supaya banyak generasi termotivasi untuk mengawali lagi perbaikan demi perbaikan. Sehingga masa depan terwujud dengan kemuliaan, kemegahan, kehebatan, kejayaan, dan kegemilangan," ujarnya dalam tayangan video: Seberapa Penting Belajar Sejarah Peradaban Islam di kanal Youtube Ngaji Subuh,  pada Selasa (29/10/2024).

Menurutnya, dengan memperhatikan masa lalu, umat Islam akan mampu memperbaiki masa depan. "Nah, membincangkan berkenaan dengan masa lalu dalam terminologi ilmu itu adalah, histori atau sejarah. Sehingga perlu kita memahami berkenaan dengan historiografi dan lebih utama ketika kita mempelajari berkenaan dengan Islamic historiography atau pembabakan rekam jejak sejarah Islam," ungkapnya

Salman menilai, benefit ketika seseorang mempelajari sejarah peradaban Islam yaitu mampu memahami keimanan dan keislaman seseorang. 

"Bisa memahami gerak perjuangan di generasi terdahulu yang mampu untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta, seperti perjuangan Rasulullah, perjuangan sahabat generasi Salaf dan juga para khalifah terkemuka pada masanya. Dalam konteks ini, upaya yang bisa kita lakukan, ketika kita menyaksikan kaum muslim terpuruk dalam berbagai seni kehidupan," ungkapnya.

"Artinya, kalau kita ingin memiliki karakteristik, habits, tabiat, keadaan yang sama maka kita harus memperbaiki diri," imbuhnya.

Dalam proses ini, kata Salman, membutuhkan ilmu, butuh berkenaan dengan  motivasi, inspirasi agar kemudian kita mudah untuk berjuang.

"Karena berangkat dari belajar masa lalu, selaras dengan memperbaiki masa depan kita sebagaimana tuntunan yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah," pungkasnya.[] Novita Ratnasari

Selasa, 16 April 2024

Dua Faktor Penyebab Runtuhnya Kekhilafahan Turki Ustmani

Tinta Media - Influencer Aab El Karimi mengatakan bahwa keruntuhan Kekhilafahan Turki Utsmani disebabkan oleh faktor eksternal dan juga internal.

"Keruntuhan Utsmani yang disebabkan faktor eksternal dan juga internal," ujarnya dalam video The Fall Of The Khilafah di kanal Youtube Justice Monitor, Ahad (14/4/2024).

Penyebab faktor internal, menurutnya, ada hutang yang membesar, kesulitan ekonomi, juga pemerintahan yang otoriter dan tidak kapabel yang menyebabkan Sultan diasingkan. "Lalu yang memegang kendali penuh roda pemerintahan adalah kelompok Turki muda," tuturnya.

"Kelompok Turki Muda ini di dalam dunia Islam yang besar itu membawa semangat keturkian (Kebangsaan Turki) bukan semangat keislaman," ungkapnya.

Dan kelompok Turki muda pula, ujarnya, yang kemudian membawa Turki masuk ke Perang Dunia I (PD I) bersekutu dengan Jerman melawan blok Inggris, Prancis dan juga Rusia.

Nah, karena semangat keturkian Kelompok Turki Muda, bebernya, Utsmani  yang pada awalnya menjadi Ibu dari dunia Islam dan bahkan menjadi Khadimul Haramain (penjaga dua masjid suci) tiba-tiba menjadi tidak disenangi oleh negeri-negeri Arab.

"Amarah warga Arab ini memunculkan Pan Arabisme," tukasnya.

Aab menguraikan bahwa gerakan perjuangan kearaban ini dimanfaatkan, kemudian disulut untuk terus membesar. "Bahkan didanai oleh siapa lagi kalau bukan Inggris, yang lebih menjadi Ironi pada sekitaran 1914 sampai 1917," imbuhnya.

Agen Inggris

Menurut Aab, kemunculan Lawrence of Arabia, seorang agen Inggris berhasil membuat gempar dunia Arab, dia berhasil mengkonsolidasi penguasa lokal Mesir, Arab Saudi, Suriah untuk memberontak pada Utsmani.

"Ia jugalah yang merekomendasikan Inggris untuk menyerang Gaza dan wilayah sekitarnya, yang beberapa waktu kemudian muncul peristiwa Deklarasi Balfour yang membuat Yahudi membentuk Israel hari ini," cetusnya.

Lantas, ia menyebutkan peristiwa-peristiwa besar inilah yang cukup memilukan keterpecahan dunia Islam dari Khilafah menyebabkan agama dengan penganutnya yang menyentuh 2 miliar hari ini ibarat buih besar namun tidak punya kekuatan.

"Sungguh memilukan," pungkasnya.

"Dulu itu ternyata negeri-negeri kaum Muslimin itu berada dalam satu naungan yang namanya khilafah," ujar Aab saat mereview  buku yang berjudul The Fall Of The Khilafah.

Ia menuturkan buku itu ditulis oleh Eugene Rogen, seorang Profesor dari Oxford, dan di buku itu banyak mengcapture peristiwa dahsyat di Perang Dunia Pertama, sebuah peristiwa yang mengubah selamanya wajah Timur Tengah dan meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah.[] Muhammad Nur

Senin, 01 April 2024

Kisah Sejarah Berbuah Gelisah

Tinta Media - Pada saat itu, para utusan kabilah Abs, Zubyan, Banu Kinanah, Ghatfan dan Fazarah menuju ke rumah orang-orang terkemuka dan menyampaikan kepada Khalifah Abu Bakar bahwa mereka akan menjalankan shalat tetapi tidak akan membayar zakat. Sehingga sang Khalifah mengumpulkan beberapa sahabat dan dengan tegas, Abu Bakar menyatakan pada Umar, “Demi Allah, aku akan memerangi mereka yang membedakan antara kewajiban shalat dengan zakat, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wassalam, akan aku perangi."


Umar khawatir bahwa memerangi mereka akan membahayakan kaum muslimin. "Bagaimana kita akan memerangi orang yang Rasulullah SAW. menyatakan  'Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka berkata: Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya. Barang siapa telah berkata demikian, maka darah dan hartanya terjamin, kecuali dengan alasan, dan masalahnya kembali kepada Allah,” ujar Umar.

Khalifah Abu Bakar langsung menjawab, "Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan antara sholat dengan zakat ”. Dalam hal ini orang yang menolak membayar zakat berarti mereka tidak mau tunduk pada aturan Islam secara total. Meskipun mereka telah bersyahadat, berpuasa di bulan Ramadhan, mematuhi seluruh aturan Islam yang diterapkan oleh negara, kecuali satu perkara, yakni zakat. Kondisi ini membuat mereka diperangi karena dianggap telah murtad, menolak satu hukum syariat Islam berarti sama dengan menolak seluruh isi Al-Qur’an.

Pada akhirnya Umar setuju dengan sikap tegas Abu Bakar kemudian berkata: "Demi Allah, tidak ada lain yang harus kukatakan, semoga Allah melapangkan dada Abu Bakar dalam berperang (memerangi mereka). Aku mengetahui dia benar."

Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa ketika seseorang sudah bersyahadat, berarti dia telah siap, memasrahkan diri sepenuhnya untuk diatur oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Dia harus rela untuk hidup berdasarkan seluruh aturan Allah Subhanahu Wata’ala, tanpa kecuali. Ketika menolak satu aturan, zakat saja sudah dianggap murtad, bahkan langsung diperangi. Lalu, bagaimana dengan menolak sebagian besar aturan yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala? Bukankah itu berarti sama, murtad juga, bahkan lebih parah.

Padahal, saat ini kita hidup dalam sebuah sistem pemerintahan yang menolak sebagian besar aturan Allah. Tidakkah kita gelisah, dengan status keislaman kita? Kalau kita hidup di masa Khalifah Abu Bakar, tentu kita akan menjadi sasaran utama untuk diperangi karena penolakan terhadap syariat tersebut. Karena kita hidup di masa kekhilafahan sudah diruntuhkan, kita tidak merasa penolakan terhadap aturan Allah sebagai suatu yang membahayakan nasib kita kelak, lantaran tidak ada yang dating memerangi kita. Di dalam hati pun masih optimis masih termasuk hamba yang beriman, bahkan dengan lantang terang-terangan menolak setiap upaya penerapan Islam secara keseluruhan.

Memang benar, saat ini tidak ada seorang khalifah yang sedang berkuasa, sehingga tidak ada yang menyatakan kita sebagai orang yang murtad, walaupun kenyataannya kita telah menolak syariat. Tetapi, bukankah aturan yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala itu tetap berlaku hingga akhir zaman? Suatu saat kita pasti akan mati dan kelak pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas penerapan semua aturan Allah Subhanahu Wata’ala di bumi ini. Bila ternyata sebagian besar aturan tersebut diabaikan, bukankah ini berarti rakyat digiring untuk murtad bersama, didorong untuk masuk neraka oleh sistem yang ada. Tidakkah ada rasa gelisah, sedangkan akhirat akan kita jalani selamanya.

Tidak ada penghilang kegelisahan itu kecuali ada upaya serius untuk menerapkan seluruh hukum Allah itu kembali. Penerapan yang kaffah, menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlaq, makanan, minuman, maupun pakaian. Juga penerapan syariat Islam dalam seluruh sistem kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, hukum, pendidikan, budaya, maupun sistem pemerintahan. Tidak ada contoh terbaik dalam melangkah menuju ke sana kecuali kembali meneladani Rasulullah SAW dalam setiap aktivitas dakwah. Bila upaya ini dilakukan dengan kesungguhan, semoga gelisah itu akan sirna berganti dengan harapan akan pertolongan dari-Nya.

Oleh: Eko Rahmad P (Aktivis Dakwah)

Minggu, 18 Februari 2024

Membangun Izzah dengan Melihat Sejarah



Tinta Media - "Masa lalu biarlah berlalu." Sebuah kalimat yang tidak asing lagi di telinga kita. Di zaman sekarang, banyak pemuda yang enggan dan malas untuk membaca sejarah dengan berdalih kata-kata tersebut. Saat ini mereka dibutakan oleh keseruan film-film Barat yang terkesan memukau para penonton dengan tokoh-tokoh fiksi yang merupakan hasil imajinasi seseorang dan tidak pernah nyata.

Padahal, sejarah sangat penting guna membangun izzah seseorang, menjadikannya inspirasi dengan tokoh-tokoh yang namanya telah tercantum dalam sejarah, dan menjadikannya pelajaran dari kesalahan-kesalahan orang-orang terdahulu agar tidak menimpa kita.

Namun, para pemuda saat ini kebanyakan lebih cenderung ke karakter fiksi, seperti Batman dengan kejeniusannya, Captain America dengan ketangkasannya, Hawkeye dengan keahliannya dalam bidang memanah, dan masih banyak lagi karakter fiktif yang lainnya. Padahal, jika dibandingkan dengan sahabat-sahabat nabi, mereka tidak ada apa-apanya.

Khalid bin Walid dijuluki langsung oleh Rasulullah saw. sebagai Sayfullah al-Maslul yang berarti Pedang Allah yang Terhunus. Beliau sangat jenius dalam menyusun strategi perang sehingga tidak pernah kalah dalam peperangan. 

Jika mengingat perang Mu'tah, saat itu umat Islam hanya berjumlah 3 ribu pasukan dengan senjata seadanya melawan pasukan Romawi yang jumlahnya mencapai  200 ribu. Namun, dengan kejeniusan Khalid bin Walid, umat Islam mampu menang dengan strategi yang disusun. Peristiwa tersebut telah terbukti dalam sejarah.

Tidak sedikit para sahabat yang namanya tercantum dalam sejarah, seperti Ali bin Abi Thalib yang merupakan orang zuhud. Beliau mampu mengangkat pintu gerbang Khaibar yang beratnya hampir mencapai 1 ton seorang diri atas izin Allah. 

Ada juga Thalhah bin Ubaidillah yang dijuluki Ash-Syahidu Hayyu yang berarti Syahid yang hidup, karena dirinya masih hidup meski menerima luka parah, yakni 70 anak panah, 79 tebasan pedang, tusukan tombak, dan pergelangan tangannya putus sebelah. 

Saad bin Abi Waqash, sahabat nabi yang pertama kali melepaskan anak panah untuk membela agama Allah sehingga Nabi saw. mendoakan beliau agar panahnya tidak pernah meleset, dan doanya dikabulkan, dan masih banyak lagi sahabat nabi yang lain.

Kisah-kisah tersebut membuktikan bahwa sejarah juga bisa dijadikan insipirasi bagi kita dengan menjadikan panutan seorang tokoh terdahulu yang perjuangannya tidak kalah menarik, seperti Muhammad al-Fatih dengan kegigihannya mampu menembus tembok Konstantinopel yang memiliki pertahanan terkuat pada masa itu.

Sejarah bukan hanya sekadar masa lalu yang dibiarkan begitu saja. Sebagian dari kita mungkin selalu penasaran bagaimana cara orang terdahulu hidup, bagaimana cara mereka berburu, bagaimana mereka menemukan aksara, bagaimana mereka mampu berkembang hingga menjadi zaman seperti saat ini. Maka, sejarah mampu menyingkirkan rasa penasaran kita dengan jawaban yang masuk akal.

Andai kata pelajaran sejarah tidak ada, maka kita tidak akan pernah tahu kisah-kisah orang terdahulu hingga muncul rasa penasaran yang akan membuat kita gelisah. Tanpa sejarah, kita juga tidak akan bisa berkembang seperti saat ini. 

Begitu juga dengan Islam. Islam menganjurkan kaum muslimin untuk membaca sejarah agar mampu mengetahui solusi masalah kehidupan umat manusia dengan menggali hukum Islam.

Maka dari itu, penting  bagi kita untuk mempelajari sejarah karena sejarah mampu dijadikan sumber inspirasi seseorang saat berusaha mencapai sesuatu yang diinginkannya, serta menjadi edukasi bagi seseorang yang ingin mengetahui orang terdahulu. Islam menganjurkan kita untuk mengambil pelajaran dari sejarah guna membangun izzah pada diri seseorang.

Oleh: Aizar
Sahabat Tinta Media

Kamis, 08 Februari 2024

Menulislah untuk Mengabadikan Sejarah Perjuangan Kebenaran Islam



Tinta Media - Maukah kalian seperti ulama-ulama pejuang terdahulu yang tulisannya bisa sampai kepada generasi kita hari ini? Bahkan, kita semua masih bisa membayangkan karya ulama-ulama ini akan tetap dikaji sampai akhir zaman. Nama-nama mereka abadi dalam karya-karya tulisannya dengan kitab yang berjilid-jilid. Kita bisa mengikuti jejak-jejak mereka yang menghabiskan banyak waktu untuk berkarya dengan menulis. Mengabadikan nama mereka meskipun hari ini mereka telah meninggal dunia. 

Meskipun kita tahu bahwa kita tidak akan bisa menyamai derajat para ulama terdahulu, tapi minimal kita mengarahkan segala kemampuan kita untuk perjuangan kebenaran Islam. Kebenaran Islam di era modern ini mulai meredup, banyak umat Islam meninggalkan ajaran Islam karena dianggap tidak sesuai dengan zaman. Fenomena ini dibuktikan dengan banyaknya kaum muslim yang disibukkan dengan gadgetnya dibanding dengan Al-Qur’an. Lebih suka nongkrong lama-lama di kafe daripada di majelis ilmu. Sibuk membicarakan aib seseorang dan luput membicarakan persoalan umat. 

Fenomena dan kejadian seperti itu bisa memberikan keresahan dalam hati, jikalau kalian merasakan dan menyadari bahwa hal inilah yang membuat umat islam itu kelihatan lemah, sibuk dengan dunia. Pikiran mereka hanya sebatas memuaskan perasaan, mengenyangkan perut, menghilangkan dahaga dan membasahinya dengan minuman yang mahal. Pikiran itu tidak dikerahkan untuk memikirkan umat, memberi makan rakyat yang sengsara, menyantuni umat yang tidak mampu sekedar untuk merasakan yang namanya kekenyangan. Ini sangat miris! 

Tidak Peduli

Sejujurnya kita memasuki tahun-tahun yang penuh dengan kesedihan. Kaum muslim yang begitu banyak namun kekuatan mereka tak ubahnya seperti buih di lautan. Pembantaian manusia yang terjadi untuk ke sekian kalinya. Mereka adalah makhluk yang memiliki kemerdekaan untuk hidup, hak untuk hidup sebagai manusia normal. Sama seperti kita yang hidup dalam ketenangan dan ketenteraman tanpa ancaman senjata yang mematikan. Yang lebih menyedihkan lagi mereka adalah saudara seiman kita yang dibombardir hampir setiap saat, di mana kita hari ini? Tidak ada yang menolong mereka, meskipun teriakan mereka begitu jelas kita dengar, dunia juga mendengar mereka tapi tidak ada sampai saat ini yang mau menolong mereka. 

Sampai saat ini mereka hanya bertahan, meskipun kita tahu mereka juga punya titik kesabaran dan kelemahan layaknya manusia normal. Tidak tersentuhkah hati kita melihat mereka untuk sekedar makan saja sangat sulit, kekurangan air minum, penyakit yang bisa mudah menyerang mereka, peralatan kesehatan yang tidak tersedia. Kematian begitu dekat dengan mereka. 

Saat ini tidak ada lagi alasan untuk tidak melakukan apa-apa. Saudara-saudara seiman kita di Gaza mengorbankan nyawa mereka untuk menjaga kemuliaan Baitul Maqdis. Mereka rela sengsara untuk itu semua, atas dasar keyakinan yang kokoh segalanya mereka korbankan. Predikat khairuh ummah diupayakan oleh umat Islam di Gaza. 

Tak terhitung jumlah anak-anak, lansia, wanita yang meninggal dunia dengan cara dibombardir oleh Zionis Yahudi la’natullah‘alaih. Kelakuan mereka bukan lagi sekedar membunuh tetapi telah melakukan genosida terhadap bangsa Palestina. Kelakuan yang sungguh sangat biadab dan mereka tidak pantas lagi untuk disebut sebagai manusia. 

Sampai kapan pun kemunduran umat Islam akan terus berlanjut, jika kita mengabaikan dan memilih tidak peduli. Perjuangan kebenaran Islam harus dilakukan jika ingin mengakhiri penderitaan ini. Agar tragedi di Gaza bisa dimenangkan oleh umat Islam, kita tidak boleh hanya berdiam diri. 

Memang benar, kita tidak mungkin berjuang mengangkat senjata untuk menolong mereka di sana. Bangsa muslim yang dekat dengan mereka pun tidak bisa berbuat demikian, apalagi kita yang di timur jauh. Di sisi lain, tidak adanya seorang pemimpin umat Islam yang bisa didengarkan ucapannya yang menjadi pemimpin umat Islam seluruh dunia untuk memerintahkan jihad. Namun ada satu hal yang bisa kita lakukan, yaitu menulis untuk mengabadikan perjuangan kebenaran Islam hingga meraih kemenangan. Dan Allah SWT. menurunkan pertolongan atas upaya kita yang sungguh-sungguh memperjuangkan syariat Islam. 

Ayo Menulis!

Seorang muslim yang menyadari akan kewajibannya untuk berdakwah, bisa memilih cara dakwah dengan menulis. Dia perlu memaksimalkan kemampuan menulisnya agar mudah dipahami oleh pembaca. Menyadarkan mereka yang tidak tahu persoalan umat hari ini. Mengupayakan semaksimal mungkin pembaca tidak salah paham dengan berita-berita keliru yang dipublikasikan. 

Insyaallah tulisan itu akan menjadi amal jariyah yang akan menyelamatkan kita di akhirat kelak. Yakinlah tulisan itu akan tetap hidup meskipun penulisnya telah meninggal dunia. Apalagi tulisannya mengajak pada kemuliaan dan kemenangan Islam, yang mengajak manusia untuk menggapai rida Tuhan seluruh alam (Allah SWT). 

Jika kita menggunakan jalan ini untuk berdakwah, Insyaallah nama kita akan tetap abadi di dunia karena dakwah tulisan yang sudah tersebar luas. Sekalipun nantinya kita telah meninggalkan dunia tulisan itu akan tetap ada dan menjadi kebaikan yang terus mengalir. Kita berdoa kepada Allah SWT semoga ini menjadi amal jariyah, siapa pun yang mengambil jalan ini khususnya untuk menyadarkan umat dan membangunkan mereka dari tidur yang lama. 

Ulama-ulama terdahulu yang namanya kita kenal hingga hari ini, bukankah kita mengenal mereka lewat tulisan-tulisan dan kitab-kitab mereka yang terkenal? Yang memberikan manfaat yang luar biasa sehingga dirasakan seluruh kaum muslim di seluruh dunia. Tulisan mereka itulah yang telah menerangi jalan kegelapan manusia dengan cahaya peradaban yang mulia nan agung, khususnya untuk kaum muslimin. Lanjutkan perjuangan Islam untuk meraih kemenangan. 

Oleh: La Ode Abdul Salam 
Sahabat Tinta Media

Kamis, 18 Januari 2024

Palestina Yes, Rohingya No?



Tinta Media - Kemeriahan pesta Tahun Baru 2024 baru saja berlalu. Masyarakat telah berbondong-bondong menyaksikan aksi kembang api yang diledakkan di udara. Diberitakan bahwa saat itu terjadi kemacetan di beberapa titik perkumpulan masyarakat di berbagai wilayah Indonesia yang menunjukkan antusiasme masyarakat dalam merayakan tahun baru.

Namun, di saat yang sama justru terjadi kepiluan pada kaum muslimin yang lain, seperti di Palestina dan Rohingya. Mereka melewati pergantian tahun baru dengan penuh penderitaan dan ancaman kematian. Bagaimana tidak, di Palestina pergantian tahun pun harus menghadapi dentuman bom dari penjajahan Zionis. Banyak yang mengalami syahid menjelang pergantian tahun.

Seperti yang dilaporkan oleh Reuters, otoritas Hamas mengatakan bahwa para Zionis membombardir dan menewaskan 165 orang di Gaza selama 24 jam terakhir, Ahad (31/12/2023). Selain itu, 250 orang mengalami luka parah. Sementara, jumlah korban meninggal sejak 7 Oktober telah mencapai 21.672, dan lebih dari 56.000 warga yang mengalami luka. Ribuan lainnya kemungkinan sudah meninggal di bawah reruntuhan, tetapi tidak bisa terdeteksi karena keterbatasan sumber daya.

Begitu pun yang dirasakan oleh muslim Rohingya. Beberapa waktu lalu, mereka tiba di Aceh setelah sebelumnya terlunta-lunta di lautan. Namun, banyak berita miring yang menggambarkan karakter kaum muslimin Rohingya telah menjadi provokasi di tengah masyarakat. Akhirnya, hal itu pula yang menggerakkan massa dari kalangan mahasiswa untuk memindahkan secara paksa pengungsi Rohingya dari Gedung Balee Meuseraya Aceh (BMA) ke kantor Kementerian Hukum dan HAM Aceh.

Trauma yang dirasakan oleh para pengungsi Rohingya saat kejadian tersebut, hingga kalimat yang mengiris hati terucap dari salah satu pengungsi Rohingya.

"Kalau dikembalikan ke sana [Bangladesh], bunuh saja kami di sini.”
 
Padahal, apa yang terjadi dengan Rohingya juga hampir sama seperti yang terjadi di Palestina, yakni genosida. Bahkan, diakui dunia bahwa Rohingya adalah kaum yang paling tertindas. Sebab, pemerintah Myanmar tidak mengakui mereka sebagai warga negara. 

Hingga kini, Rohingya telah mengalami stateless. Mereka bahkan tidak memiliki kehidupan sebagaimana manusia layaknya. Mereka tidak memiliki akses pendidikan, kesehatan, bekerja untuk menafkahi keluarga bagi laki-laki, dan sebagainya. Semua itu justru terhalang, bahkan terlarang bagi mereka.

Paradoks Kaum Muslimin Bersikap

Kemeriahan pesta kembang api yang berlangsung menunjukkan paradoks kaum muslimin dalam bersikap. Sebab, semua itu berlangsung di tengah berkecamuknya serangan penjajahan Zionis Yahudi di Gaza. Jumlah korban perang pun meningkat tajam. Belum lagi mulai melonggarnya aksi pemboikotan dan kendurnya suara pembelaan terhadap Palestina. 

Pada satu sisi, terjadi pembungkaman yang dilakukan oleh Meta terhadap akun yang membela Palestina. Hal ini semakin menambah 'sepi'nya suara pembelaan tersebut. 

Paradoks kaum muslimin juga terlihat dari sikap mereka menghadapi pengungsi Rohingya. Jika terhadap Palestina mereka mendukung begitu besar, tetapi berbeda dengan Rohingya. Banyak di antara umat Islam (khususnya Indonesia) yang menentang keberadaan mereka di Indonesia. Sehingga hal ini pun menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Mirisnya, banyak kalangan masyarakat yang termakan provokasi tanpa melakukan validasi terhadap pemberitaan yang disampaikan. Akhirnya, banyak masyarakat yang menolak begitu saja kehadiran Rohingya di Indonesia akibat menerima berita bohong yang tersebar di media sosial. Padahal, penderitaan yang dialami oleh Rohingya menggambarkan salah satu bentuk abainya kaum muslimin terhadap urusan umat. 

Apa yang terjadi di Gaza dan Rohingya adalah urusan kaum muslimin. Semua itu berkaitan dengan keimanan kita sebagai seorang muslim. Sebab, kaum muslimin adalah bersaudara. Tidak ada yang menghalangi mereka sekalipun berbeda bangsa, warna kulit dan bahasa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

 

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, ibarat satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit, dengan tidak bisa tidur dan demam." HR. Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad.

Rasulullah saw. yang lainnya: 

“Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling menyakiti dalam jual beli, janganlah saling benci, janganlah saling berpaling (mendiamkan), dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini [beliau memberi isyarat ke dadanya sebanyak tiga kali]. Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya." (HR. Muslim)

Begitu jelas hadis tersebut menyatakan bahwa muslim dengan muslim lainnya adalah bersaudara. Bahkan, berdosa jika ia menghina saudara muslimnya yang lain. Namun, apa yang terjadi di tengah masyarakat kini justru berbeda. Banyak hujatan, cacian, dan fitnah yang diarahkan kepada muslim Rohingya. Hingga ada pernyataan yang diucapkan "Palestina Yes, Rohingya No." Sungguh miris, apa yang terlontar dari lisan ataupun ketikan jarinya tersebut.

Nasionalisme Memupus Ukhuwah

Sikap kaum muslimin yang terjadi hari ini terlahir dari adanya semangat nasionalisme. Nasionalisme adalah produk pemikiran yang berasal dari Barat dan ditancapkan di negeri-negeri kaum muslimin. Akibatnya, kaum muslimin mencukupkan diri hanya mencintai negeri dan masyarakatnya sendiri, merasa terancam ketika ada serangan, tetapi merasa aman ketika tidak ada gangguan.

Sikap itulah yang muncul saat membela Palestina. Pembelaan kaum muslimin lahir dari rasa "kasihan" sehingga hanya bersifat temporer. Ketika pemberitaan tentang Palestina menyurut, maka pembelaan pun terhenti.

Harusnya, pembelaan terhadap saudara sesama muslim dilakukan karena ikatan akidah Islam, sehingga tidak hanya muncul ketika ada perkara yang membangkitkan rasa marah dan iba semata. Namun, perasaan itu akan tetap ada karena lahir dari ikatan ukhuwah islamiah. Itulah yang hilang akibat ikatan nasionalisme ini.

Umat Islam Satu Tubuh

Seorang muslim dengan muslim lainnya ibarat satu tubuh. Itulah yang digambarkan oleh Rasulullah saw. Tidak sewajarnya kaum muslimin saling membenci, saling menghina, dan bersikap tidak peduli. Sebab, wajib bagi seluruh muslim mewujudkan persaudaraan karena keimanan. Jika ada seorang muslim yang mengalami "sakit", maka yang lain pun akan merasakan sakitnya.

Islam datang untuk menjaga darah, harta, dan kehormatan manusia. Maka, tidak dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjatuhkan kehormatan saudara muslim yang lain atau menelantarkannya. Maka, wajib bagi kita menolong saudara yang terzalimi, baik di Palestina ataupun Rohingya.

Kita diperintahkan untuk menolong saudara kita yang tertindas dan dizalimi. Pertolongan ini bisa dilakukan secara perorangan dengan berbagai upaya untuk menghentikan kezaliman tersebut, seperti memberi bantuan makanan, minuman, obat-obatan, dan lainnya. Namun, pertolongan secara individu tidak mampu menghentikan tindak kezaliman tersebut secara tuntas. Sebab, yang terjadi bukanlah bencana kemanusiaan, melainkan penjajahan. Maka diperlukan peran negara untuk menghentikannya.

Maka, perlu adanya upaya yang serius dan sungguh-sungguh untuk mewujudkan sebuah negara yang siap melawan penjajahan tersebut. Negara itu adalah negara dengan institusi Islam, yakni khilafah. 

Negara yang dipimpin oleh seorang khalifah akan mampu menghadapi penjajahan Zionis Yahudi dan rezim Myanmar untuk mengembalikan tanah kaum muslimin yang dirampas dan memenuhi hak-hak mereka. Khilafah akan mengirimkan tentara untuk memerangi musuh-musuh Islam tersebut. 

Selain itu, wajib bagi kaum muslim untuk berjihad melawan mereka.

Rasulullah saw. bersabda,

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung), dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika dia (imam) memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan selain itu, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari hadis tersebut, Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa: “Untuk seorang imam [kepala negara], boleh disebut dengan menggunakan istilah: Khalîfah, Imâm  dan Amîru al-Mu’minîn." 

Makna imam/khalifah itu laksana perisai dijelaskan oleh beliau bahwa: 

“Maksudnya, ibarat tameng. Karena dia mencegah musuh menyerang [menyakiti] kaum muslimin, mencegah masyarakat satu dengan yang lainnya dari serangan, melindungi keutuhan Islam. Dia disegani masyarakat, dan mereka pun takut terhadap kekuatannya.”

Untuk itulah khalifah satu-satunya yang akan bertanggung jawab sebagai perisai umat Islam khususnya, dan rakyat pada umumnya. Hal ini meniscayakan seorang imam harus kuat, berani, dan terdepan, bukan sebagai orang yang pengecut dan lemah. 

Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya saja, tetapi juga pada institusi negaranya. Kekuatan ini dibangun karena pondasi yang sahih, yaitu akidah Islam.

Oleh sebab itu, sudah seharusnya umat Islam untuk bersatu dan menegakkan kembali hukum Islam dalam naungan khilafah. Sebab, hanya khilafah yang akan membebaskan penderitaan kaum muslimin di Palestina, Rohingya, dan muslim lainnya di seluruh dunia. Sehingga, hal ini mengharuskan adanya pembelaan yang satu terhadap saudara muslim lainnya.[]


Oleh: Harne Tsabbita
(Aktivis Muslimah)

Rabu, 13 Desember 2023

Kesultanan Arakan



Tinta Media - Jumlah Muslim di Myanmar paling besar dibandingkan Filipina dan Thailand, jumlahnya sekitar 7 juta hingga 10 juta jiwa. Setengah dari jumlah Muslim Myanmar tersebut berasal dari Arakan, suatu provinsi di barat laut Myanmar. Di sebelah utara, wilayah Arakan mempunyai perbatasan dengan Bangladesh sepanjang 170 km; di sebelah Barat berbatasan dengan pantai yakni Laut Andaman.

Semula Arakan bernama Rohang. Masyarakatnya disebut Rohingya. Pada 1430 Rohingya menjadi kesultanan Islam yang didirikan oleh Sultan Sulaiman Syah dengan bantuan masyarakat Muslim di Bengal (sekarang Bangladesh). Kemudian nama Rohingya diganti menjadi Arakan (bentuk jamak dari kata arab ‘rukun’ yang berarti tiang/pokok) untuk menegaskan identitas keislaman mereka.

Islam mulai datang ke negeri Burma ini di mulai sejak awal hadirnya Islam, yakni abad ke-7. Saat itu daerah Arakan telah banyak disinggahi oleh para pedagang Arab. Arakan merupakan tempat terkenal bagi para pelaut Arab, Moor, Turki, Moghuls, Asia Tengah, dan Bengal yang datang sebagai pedagang, prajurit, dan ulama. Mereka melalui jalur darat dan laut.

Pendatang tersebut banyak yang tinggal di Arakan dan bercampur dengan penduduk setempat. Percampuran suku tersebut terbentuk suku baru, yaitu suku Rohingya. Oleh karena itu, Muslim Rohingya yang menetap di Arakan sudah ada sejak abad ke-7.

Para pedagang yang singgah di pantai pesisir Burma mulai menggunakan pantai pesisir dari Negara Burma (Myanmar) sebagai pusat persinggahan dan juga dapat dijadikan tempat reparasi kapal.

Dapat diketahui bahwa Islam mulai masuk ke Burma di bawa oleh para pedagang Muslim yang singgah di pesisir pantai Burma. Pada masa kekuasaan perdagangan Muslim di Asia Tenggara mencapai puncaknya, hingga sekitar abad ke-17, kota-kota di pesisir Burma, melalui koneksi kaum Muslim, masuk ke dalam jaringan dagang kaum Muslim yang lebih luas.

Mereka tidak hanya aktif di bidang perdagangan, melainkan juga dalam pembuatan dan perawatan kapal. Suatu ketika di abad ke-17 sebagian besar provinsi yang terletak di jalur perdagangan dari Mergui sampai Ayutthaya praktis dipimpin oleh gubernur Muslim dengan para administrator tinggi, yang juga Muslim

Referensi: mediaumat.com 9/8/2012

 

Sepuluh Mitos tentang Isr4hell, Buku yang Harus Dibaca di Seluruh Dunia




Tinta Media - Buku yang ditulis oleh sejarawan Israel Ilan Pappé dan diterbitkan pada tahun 2017 ini membahas beberapa mitos umum yang dijajakan oleh entitas Zionis di seluruh dunia sebagai kebenaran abadi yang tidak dapat ditandingi atau diperdebatkan. Penulisnya menghadapi pelecehan dan ancaman pembunuhan karena pandangannya, terutama karena ia mendukung konsep solusi satu negara, negara bi-nasional untuk orang Yahudi dan Arab.

Buku ini dianggap sebagai dokumen penting dalam membongkar narasi yang dipromosikan oleh entitas, terutama karena berasal dari perspektif orang dalam — seseorang yang lahir di Haifa, tinggal di dalam entitas, pernah bertugas di tentara Israel, dan bekerja di akademisi sebagai seorang dosen.

Mari kita bahas mitos-mitos ini, termasuk yang terkait dengan situasi saat ini di Gaza dan Hamas, yang merupakan poin kesembilan:

Bagian Satu: (Kebohongan tentang Masa Lalu)

1- Palestina, Tanah Kosong tanpa Rakyat:
Penulis menegaskan bahwa kebohongan ini, yang dijajakan secara global oleh entitas, sepenuhnya tidak benar dan merupakan distorsi sejarah yang jelas. Palestina telah ada sejak zaman Romawi, jika bukan sebelumnya, hidup berdampingan dengan lingkungan Islam dan Arab sepanjang sejarahnya, Bersama dengan orang-orang Yahudi yang menjadi minoritas.

2- Yahudi, Bangsa tanpa Tanah:
Penulis membahas mitos bahwa penduduk Israel saat ini adalah keturunan dari orang-orang yang diusir oleh Romawi pada tahun 70 Masehi. Dia berpendapat bahwa sebagian besar orang Yahudi di wilayah itu masuk Kristen dan kemudian Islam, membentuk minoritas, dan hubungan antara orang Yahudi dan Palestina sebelum Zionisme adalah murni spiritual dan religius.

3- Zionisme adalah Yudaisme:
Penulis menyanggah hubungan antara Zionisme dan Yudaisme, dengan menyoroti perbedaan pendapat internal Yahudi tentang Zionisme dan tujuan kolonialnya, bertentangan dengan narasi entitas.

4- Zionisme bukanlah Gerakan Kolonial:
Penulis membandingkan gerakan Zionisme dengan gerakan kolonial di Amerika, Australia, dan Afrika Selatan, yang menekankan perampasan hak-hak penduduk asli.

5- Orang-orang Palestina meninggalkan tanah mereka dengan sukarela pada tahun 1948:
Penulis membantah klaim bahwa orang-orang Palestina pergi secara sukarela pada tahun 1948, dengan mengungkapkan pembantaian, pembersihan etnis, dan kejahatan perang yang dilakukan oleh geng-geng Zionis.

6- Perang 1967 dipaksakan terjadi pada Israel:
Penulis berpendapat bahwa Israel mengambil kesempatan pada tahun 1967 untuk memperluas kontrolnya atas wilayah Palestina yang tersisa, dengan menggambarkannya sebagai perang defensif.

Bagian Kedua: (Kebohongan tentang Masa Kini)

7- Israel, satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah:
Penulis membahas status warga Palestina di Israel dan Tepi Barat, dengan membahas kondisi kehidupan mereka yang buruk, penolakan hak-hak sipil mereka, dan pembangunan tembok pemisah.

8- Mitos Kesepakatan Oslo:
Penulis menantang gagasan bahwa Kesepakatan Oslo adalah proses perdamaian sejati, dengan menegaskan bahwa Israel mengeksploitasi Palestina untuk memperdalam kegiatan pemukiman.

9- Tragedi Gaza adalah Kesalahan Hamas:
Bab ini menggali tiga mitos yang membenarkan kekerasan, blokade, dan kebijakan yang menindas terhadap Gaza, dengan menggambarkan Hamas sebagai organisasi teroris.

10- Solusi Dua Negara adalah Satu-satunya Jalan Menuju Perdamaian: Penulis menyamakan solusi dua negara dengan manipulasi Israel, yang digunakan secara berkala untuk mempertahankan kontrol atas Palestina tanpa mengintegrasikan penduduk aslinya ke dalam entitas.

Oleh: Mooad Shaqour

Kronologis Sejarah Penderitaan Muslim Rohingya



Tinta Media - Arakan, wilayah di mana mayoritas Muslim Rohingya tinggal, sudah ada bahkan sebelum Negara Burma lahir setelah diberi kemerdekaan oleh Inggris pada tahun 1948. Kaum Muslimin di sana telah berabad-abad tinggal sebagai kesultanan Islam yang merdeka. Justru yang terjadi adalah penjajahan oleh kerajaan Budha dan Kolonial Inggris di negara itu. 

Para sejarawan menyebutkan bahwa Islam masuk ke negeri itu tahun 877 M pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid. Saat itulah Daulah al-Khilafah menjadi negara terbesar di dunia selama beberapa abad. Islam mulai menyebar di seluruh Burma ketika mereka melihat kebesaran, kebenaran, dan keadilannya. 

Kaum Muslimin memerintah provinsi Arakan lebih dari tiga setengah abad antara tahun 1430 hingga tahun 1784 M. Penderitaan Muslim di sana mulai terjadi saat penjajah kerajaan Budha maupun kolonialis Inggris menjajah negeri itu. Berikut tahun-tahun penting penderitaan Muslim Rohingya. 

1784 M : Kerajaan Budha berkoalisi menyerang provinsi dan menduduki wilayah Arakan. Mereka menghidupkan kerusakan di provinsi tersebut. Mereka membunuh kaum Muslimin, membunuh para ulama kaum Muslimin dan para dai. Mereka juga merampok kekayaan kaum Muslimin, menghancurkan bangunan-bangunan Islam baik berupa masjid maupun sekolah. Hal itu karena kedengkian dan fanatisme mereka terhadap kejahiliyahan budhisme mereka. 

1824 M : Inggris menduduki Burma termasuk wilayah Arakan dan menancapkan penjajahan mereka atas Burma. 

1937 : Kolonial Inggris menduduki provinsi Arakan dengan kekerasan dan menggabungkannya ke Burma (yang saat itu merupakan koloni Inggris yang terpisah dari pemerintah Inggris di India). Untuk menundukkan kaum Muslim agar bisa dikuasai dan dijajah, Inggris mempersenjatai umat Budha. 

1942 : lebih dari 100 ribu Muslim dibantai oleh orang-orang Budha dan ratusan ribu mengungsi ke luar negeri. 

1948 M : Inggris memberi Burma kemerdekaan formalistik. Sebelumnya, pada tahun 1947 M Inggris mengadakan konferensi untuk mempersiapkan kemerdekaan dan mengajak seluruh kelompok dan ras di negeri tersebut kecuali Muslim Rohingya. Pada konferensi itu Inggris menjanjikan janji kemerdekaan kepada setiap kelompok atau suku sepuluh tahun kemudian. Namun pemerintahan Burma tidak mengimplementasikan hal itu. Yang terjadi adalah memilih terhadap kaum Muslimin yang terus berlanjut. 

1962 : terjadi kudeta militer di Burma di bawah pimpinan militer Jenderal Ne Win. Rezim militer melanjutkan 'tugas penting' bermusuhan dengan umat Islam. Lebih dari 300 ribu Muslim diusir ke Bangladesh. 

1978 : rezim militer mengusir lebih dari setengah juta Muslim ke luar Birma. Menurut UNHCR, lebih dari 40 ribu orang Muslim terdiri atas orang-orang tua, wanita dan anak-anak meninggal dunia saat pengusiran akibat kondisi mereka yang memprihatinkan. 

1982 : operasi penghapusan kebangsaan kaum Muslim karena dinilainya sebagai warga negara bukan asli Burma. 

1988 M : lebih dari 150 ribu kaum Muslimin terpaksa mengungsi ke luar negeri. Pemerintah Myanmar menghalangi anak-anak kaum Muslimin mendapatkan pendidikan. Untuk mengurangi populasi, kaum Muslim dilarang menikah sebelum berusia tiga puluh tahun. 

1991 :  lebih dari setengah juta kaum Muslim mengungsi akibat penindasan yang mereka alami. 

2012 : Pada bulan Juni  orang-orang Budha melakukan serangan terhadap sebuah bus yang mengangkut Muslim dan membunuh sembilan orang dari mereka.  Konflik cenderung dibiarkan oleh pemerintah. Pembunuhan, pembakaran rumah, dan pengusiran terjadi. Puluhan ribu kaum Muslimin keluar dari rumah mereka.  Bangladesh menolak untuk membantu kaum Muslim yang tiba di Bangladesh. Negara ini bahkan mengembalikan  dan menutup perbatasan untuk saudara Muslimnya. Tidak ada angka yang pasti jumlah korban Muslim, namun diduga puluhan ribu Muslim terbunuh pasca pecahnya kembali konflik pada awal Juni 2012. 

Keamanan tidak akan kembali menjadi milik kaum Muslimin di negeri tersebut kecuali jika tidak kembali kepada Khilafah.  Mereka telah bernaung di bawah Khilafah sejak masa Khalifah Harun ar-Rasyid lebih dari tiga setengah abad lamanya. Jadi Khilafah sajalah yang memberikan kepada mereka keamanan dan menyebarkan kebaikan di seluruh dunia.  Semoga Khilafah sudah dekat keberadaannya, atas izin Allah.

Oleh: Farid Wadjdi
Pemred Majalah Al-Wai’e

Referensi: Mediaumat.com/ FW dari berbagai sumber

Senin, 05 Juni 2023

KH Yasin Muthohar Jelaskan Tujuan Perang Mu’tah

Tinta Media - Pimpinan Pondok Pesantren Al Abqory KH Yasin Muthohar menuturkan tujuan terjadinya perang Mu'tah.

“Pertama, bahwa perang Mu’tah ini sebenarnya terjadi juga karena sebelum perang Mu’tah itu kaum muslimin telah mendapat gangguan-gangguan yang berarti dari kelompok Arab yang berkolaborasi dengan Romawi,” ungkapnya Kajian Sejarah Peradaban Islam: Perang Mu’tah, Wafatnya 3 Panglima Terbaik dan Akhir yang Menegangkan, Selasa (30/5/2023) di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Kedua, perang _Mu’tah_ ini bertujuan untuk memperlihatkan kekuatan kaum muslimin kepada musuh yang melecehkan umat islam yaitu bangsa romawi yang saat itu penguasanya adalah Heraklius.

“Salah satunya adalah penguasa romawi, Heraklius. Heraklius itu betul-betul menyombongkan diri dan betul-betul melecehkan kekuatan kaum muslimin. Karena itulah maka Rasulullah SAW perlu untuk memperlihatkan kekuatan kaum muslimin terhadap musuh, maka terjadilah Mu’tah ini” ungkapnya.

Ketiga, Perang Mu’tah ini juga bertujuan menggentarkan musuh pada saat itu yakni pasukan Romawi yang merupakan pasukan paling hebat pada masanya. “Selama ini pasukan romawi itu merupakan pasukan tiran paling hebat di dunia” tegasnya.

Keempat, Perang Mu’tah juga bertujuan untuk menyampaikan risalah ke seluruh dunia dengan menghilangkan rintangan yang menghalangi dakwah untuk sampai ke suatu negeri.

“Karena islam memang ditujukan untuk menyampaikan risalah ke seluruh dunia dan jika di tengah-tengah perjalanan itu ada penghalang yang menghalangi dakwah islam sampai ke suatu tempat, penghalang itu harus dihilangkan. Nah ini yang dilakukan kenapa kemudian kaum muslimin melakukan perang Mu’tah” pungkasnya.[] ekop

Sabtu, 27 Mei 2023

Al-Karaji, Ilmuwan Muslim Bidang Hidrologi

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) mengisahkan ilmuwan Muslim yang ahli di bidang Hidrologi. 

"Al-Karaji sebagai ilmuwan muslim, beliau memahami betul bagaimana konsep mengenai pengelolaan air tanah. Namun beliau tidak memiliki kekuasaan untuk mengeksekusi secara praktis hal tersebut, karena kebijakan distribusi air dan derivatnya membutuhkan peran negara untuk mengaturnya," tutur narator dalam video History Insight: Sumur Air Bawah Tanah, Mastepiece Ilmuwan Muslim di bidang Hidrologi, Kamis (16/5/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Sekitar abad ke-10, kisah narator, seorang ilmuwan muslim telah berjasa menemukan konsep dan teknis pengelolaan air di bawah tanah. "Al-Karaji ilmuwan yang menguasai bidang hidrologi, berhasil membuat konsep sarana persediaan sumber air bersih, mengatur gerakan air serta berbagai teknologi hidrologi.

Berbagai konsep pengelolaan air bersih oleh Al-Karaji, lanjutnya, memberikan manfaat yang cukup besar. Al-Karaji membuat teknologi pengelolaan pasokan air bersih di kota-kota modern Islam menjadi tetap melimpah sehingga membuat perkembangn kota semakin pesat.

"Salah satu teknologinya, Al-Karaji menyediakan terowongan air bawah tanah di salah satu tanah gersang di Isfahan," ungkapnya.

Bukti keahlian al-Karaji secara tekstual dalam bidang hidrologi, kata narator, tertuang di dalam kitab inbat Al-miyah Al-khafiya. Kitab ini memuat tentang ilmu ekstraksi pengelolaan air bawah tanah, siklus tanah, prinsip - prinsip siklus hidrologi air bawah tanah, gambaran akuifer tanah dan mencari air tanah. "Kitab ini dirangkum namun dibahas detail menjadi tujuh kelompok," ungkapnya. 

Pertama adalah bagian pengenalan diawali dengan basmalah. "Dan penegasan bahwa buku tersebut didedikasikan kepada Abu Ghanim Ma'ruf bin Muhammad, penguasa pada saat itu," terangnya. 

Kedua adalah penjelasan mengenai berbagai filosofi alami geologi dan aspek bumi, sumber air, air tanah, pegunungan, berbagai jenis air dan metode untuk membedakannya.

Ketiga, berisi tentang berbagai argumen dari berbagai faham atau aliran Islam mengenai hukum qanat (irigasi), karakteristik, penggalian dan penggunaannya di dalam Islam. "Bagian ketiga, adalah merupakan bagian sosial dan karya," jelasnya. 

Keempat adalah bagian yang membahas secara spesifik tentang hidrologi terutama yang relevan dengan transportasi air dan pengalian qanat, air akuaduk dan keterangan yang diperlukan untuk pemeliharaannya.

Kelima, membahas tentang instrumen, survei Teorema penggunaan pelaksanaan survei teknik di hidrologi.

Keenam, membahas tentang analisis survei metode dan instrumen lanjutan. "Al-Karaji menjelaskan survei instrumen tradisional dan prosedurnya," terangnya. 

Ketujuh, atau bagian akhir merupakan pengamalan dari semua bab, pada bab ini al-karaji memberikan beberapa nasihat praktis kepada sang menteri yang mendukung penelitian ini. "Tidak salah al-karaji pada bagian akhir menjelaskan tentang bagaimana tata cara praktis mengatur pengelolaan air bawah  tanah, agar pada saat itu bisa dijalankan oleh negara," ujarnya. 

Penguasa seperti ini, kata narator, hanya bisa ditemukan dalam Islam bernama khilafah bukan dalam sistem kapitalis," pungkasnya.[] Pakas Abu Raghib

Sabtu, 29 April 2023

Nicko Pandawa: Hubungan Khilafah dan Nusantara Sangat Erat!

Tinta Media - Sejarawan Nicko Pandawa menyatakan bahwa hubungan antara Khilafah Utsmaniyah dan Nusantara sangat erat. 

“Dulu, kaum pemuda yang ada di Nusantara tidak pernah memisahkan ikatan agamanya, bahkan dengan ikatan negara agamanya, yaitu Khilafah Utsmaniyah,” ujarnya dalam acara Bedah Media Pembebasan: Kekhilafahan dan Keindonesiaan, yang digelar PP Gema Pembebasan di kanal YouTube Gema Pembebasan pada Kamis (30/3/2023).

Ia menyampaikan, setidaknya ada dua bukti yang menunjukkan hubungan antara Khilafah Utsmaniyah dan Nusantara. 

Pertama adalah artefak, yaitu sebuah koin Dinar yang bukan buatan Indonesia tapi buatan Mesir. "Di atasnya tertulis nama Sultan Sulaiman bin Salim Khan alias Sulaiman Al Qanuni, yaitu Khalifah kedua dari Bani Utsmaniyah,” katanya.

Yang menjadi menarik, sambungnya, koin tersebut ditemukan di Aceh, bukan di Arab atau di India tapi di wilayah Nusantara. “Ketika kita melihat sejarah, ternyata pasukan-pasukan Utsmani yang membawa koin-koin ini, tidak saja beraktivitas di Aceh.” tambahnya.

Kedua, ada sebuah kitab yang menjadi dasar keilmuan orang-orang Nusantara. Kitabnya sangat tebal, berjudul Turjumanul Mustafid. "Kitab ini adalah sebuah kitab tafsir berbahasa Jawi Melayu yang ditulis oleh ulama dari Singkel, Aceh Barat. Namanya Syaikh Abdul Rauf," ungkapnya. 

 Istimewanya, kata Penulis Buku Khilafah dan Ketakutan Penjajah, ternyata cetakan yang kemudian disebarluaskan sangat masif di seluruh Nusantara ini dicetak dari Istanbul atas perintah Sultan Abdul Hamid Kedua.

“Kita berhutang sangat banyak, baik dari segi perjuangan maupun segi keilmuan yang membentuk cara berfikir Islam orang tua kita sehingga bisa mewariskannya sampai generasi kita,” pungkasnya.[] Azis Harda

Minggu, 23 April 2023

Khilafah Punya Andil Besar untuk Dakwah Islam di Tanah Jawi

Tinta Media - Sejarawan Muslim Nicko Pandawa mengatakan, bahwa Khilafah Islamiyyah di Turki punya andil besar dalam dakwah dan keilmuan Islam di Tanah Jawi.

"Para khalifah ternyata mempunyai peran yang sangat besar bagi pengembangan dakwah dan keilmuan kita," ucapnya dalam acara Teman Sahur: Sumbangsing Khilafah dalam Dakwah di Negeri Jawi, Senin (17/4/2023) di kanal YouTube Rayah TV.

Hal ini, ujar Nicko, bisa dilihat dari kitab Tarjumanul Mustafid karya ulama Aceh Tuan Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri al- Singkili al-Jawi yang penyuntingan dan percetakan nya banyak disponsori oleh Khilafah Islamiyyah di Konstantinopel.

"Ditulis disini bahwa kitab ini dicetak di Konstantinopel dalam naungan Kesultanan yang Agung dan dengan tanggungan pengetahuan umum Khilafah Utsmaniyyah," ungkapnya.

Kitab ini, lanjut Nicko, mempunyai peran penting dalam penyebarluasan Al-Qur'an di tanah Jawi atau Asia Tenggara yakni Al-Qur'an yang beredar semua berbahasa Arab. "Maka untuk menyebarluaskan lebih jauh lagi, Syeikh Abdur Rauf as-Singkili menulis kitab ini dalam bahasa jawi/melayu," ungkapnya. 

Menurutnya, hal tadi menunjukkan Khilafah Utsmani dan Sultan Abdul Hamid II yang kala itu menjabat sebagai Khalifah punya koneksi dengan umat islam dan punya peran signifikan dalam penyebarluasan ilmu agama islam di negeri Jawi.

"Walaupun umat islam di Jawi sedang dalam penjajahan Inggris atau Belanda tapi mereka tetap loyal dan mendapatkan naungan serta pengayoman dari Khalifah," bebernya.

Menurut Nicko, ini menjadi bukti agar kita tidak menjadi generasi denial (penyangkalan) yang menolak Khilafah. "Yang ternyata (Khilafah) punya peran agung dalam penyebarluasan dan pelestarian Al-Qur'an di negeri kita tercinta," pungkasnya [] Muhammad Ikhsan Rivaldi

Kamis, 02 Februari 2023

MESTINYA FIR’AUN MUHASABAH DIRI

Tinta Media - Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (QS Yusuf : 111).


Dokumentasi sejarah berupa kisah-kisah para Nabi dan para musuhnya banyak yang diabadikan oleh Allah dalam Al Qur’an. Salah satu kisah yang sangat terkenal adalah kisah dakwah Nabi Musa kepada penguasa zalim yang bernama fir’aun. Fir’aun adalah sosok pemimpin yang oleh Allah disebut sebagai thaghut yang maknanya melampaun batas.

 

Tentu saja yang dimaksud batas adalah aturan Allah. Maknanya, fir’aun telah terlalu jauh melanggar aturan-aturan Allah sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi Musa.  Bahkan Allah mengawetkan jasad fir’aun agar menjadi pelajaran dan petunjuk bagi manusia di masa depan, terutama para pemimpin.

 

Perhatikan firman Allah : Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut. Mereka pun diikuti oleh Fir’aun dan tentaranya, karena mereka hendak menganiaya dan menindas (Bani Israil). Ketika Fir’aun telah hampir tenggelam, ia berkata: saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang disembah oleh Bani Israil dan saya termasuk orang yang berserah diri (kepada-Nya). (Allah menyambut ucapan Fir'aun ini dengan berfirman) Apakah kamu (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu menjadi pelajaran bagi (generasi) yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami (QS Yunus : 90-92)

 

Pakar tafsir Indonesia, Prof Quraish Shihab, dalam bukunya berjudul Mukjizat Alquran menjelaskan, kalimat dalam ayat di atas yang perlu digarisbawahi adalah: “Hari ini Kami selamatkan badanmu, agar engkau menjadi pelajaran bagi generasi yang datang sesudahmu,”.

 

Ada yang menarik dari ayat di atas bahwa Fir’aun sempat berucap menjelang kebinasaannya menerima sanksi dari Allah : saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang disembah oleh Bani Israil dan saya termasuk orang yang berserah diri (kepada-Nya).

 

Perkataan Fir’aun ini mestinya diucapkan sejak menerima dakwah Islam dari Nabi Musa. Sebab Nabi Musa telah sejak awal memberikan peringatan bahwa apa yang dia lakukan telah melampaui batas yang akan mendatangkan murka dari Allah. Alih-alih muhasabah diri, menerima dan mengakui kesalahannya, Fir’aun justru bertambah bringas dan zalim dengan menyerang Nabi Musa dan jamaahnya. Bahkan Fir’aun tidak segan-segan menghina, menista dan merendahkan Nabi Musa.

 

Allah menyambut ucapan Fir'aun ini dengan berfirman : Apakah kamu (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.

 

Temuan-temuan dari para arkeolog modern mengkonfirmasi tentang adanya kisah fir’aun yang diceritakan oleh Al-Qur’an. Maurice Bucaille seorang egyptologis mempublikasikan bukunya yang berjudul “The Bible, The Qur’an and Science”.


Dalam bukunya itu ia mengatakan bahwa tidak ada pernyataan dalam al-Qur’an yang bertentangan dengan fakta ilmiah. Kesimpulan Maurice Bucaille tersebut ia buat setelah ia melakukan kajian terhadap mummy Ramesses II yang diperkirakan hidup pada zaman Nabi Musa. Ia menemukan ada sisa garam pada mummy tersebut.


 


Mummy yang ada di Mesir baru ditemukan sekitar tahun 1898 M. Sementara cerita tentang fir’aun telah diketahui oleh muslim sebagaimana diinformasikan al-Qur’an jauh sebelum itu. Hal inilah yang membuat Maurice Bucaille terheran-heran.


 


Hasil temuan arkeologi tentang peradaban Mesir kuno termasuk Pharaoh memang sangat menarik. Telah banyak publikasi ilmiah dan film fiksi tentang hal itu. Selaku orang yang beriman, kita patut mengambil pelajaran berharga dari kisah fir’aun ini.


 


Penggambaran al-Qur’an terhadap Fir’aun ini adalah “manusia yang paling sombong”. Kesombongan terbesar fir’aun adalah ia mengaku dirinya sebagai tuhan. Lalu akibat kesombongannya tersebut, Allah menghukum fir’aun bersama bala tentaranya. Mereka ditenggelamkan di laut.


 


Kisah Fir’aun ini dapat dilihat pada Surat al-Qashas: 38-42). Dosa besar lain dari fir’aun adalah menindas umat Nabi Musa. Ia melakukan penganiayaan dan termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Selain sombong dengan kekuasaan, fir’aun juga berbuat zolim kepada rakyat kecil. Ada pelajaran penting, bahwa sejarah itu berulang, artinya siapapun dan dimanapun orang atau penguasa yang sombong dan zolim, maka akan terjungkal, cepat atau lambat, sebagaimana fir’aun.


 


“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)


 


Tak butuh lama bagi Allah untuk menegur kesombongan manusia. Meskipun mereka mengatakan, tidak ada kekuatan yang dapat menghentikannya. Namun, Allah telah membuktikan kekuasaan dan kekuataannya melalui sebuah wabah penyakit yang mematikan.


 


Kekuasaan memang sering kali menjerat manusia kepada kesombongan dan kecongkakan. Mestinya kisah terjungkalnya fir’aun dan namrud cukup menjadi pelajaran, bahwa sekuat apapun kekuasaan manusia yang sombong dan zolim, maka hanya akan berakhir kepada kehancuran dan kehinaan.


 


Jika kematian telah mengancam setiap saat, maka apalah arti harta dan tahta yang selama ini dipuja-puja. Untuk para penguasa, kembalilah kepada Allah dan RasulNya. Merunduklah untuk tunduk kepada syariah Allah. Jangan pernah sombong dan congkak menentang hukum dan aturan Allah dan RasulNya, jika tidak ingin bernasib sama seperti fir’aun dan namrud. Maka, semestinya, fir’aun bermuhasabah diri saat didakwahi oleh Nabi Musa, jangan malah tambah sombong.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan,19/01/23 : 10.44 WIB)

Dr. Ahmad Sastra 

Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

MESTINYA FIR’AUN MUHASABAH DIRI

Tinta Media - Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (QS Yusuf : 111).


Dokumentasi sejarah berupa kisah-kisah para Nabi dan para musuhnya banyak yang diabadikan oleh Allah dalam Al Qur’an. Salah satu kisah yang sangat terkenal adalah kisah dakwah Nabi Musa kepada penguasa zalim yang bernama fir’aun. Fir’aun adalah sosok pemimpin yang oleh Allah disebut sebagai thaghut yang maknanya melampaun batas.

 

Tentu saja yang dimaksud batas adalah aturan Allah. Maknanya, fir’aun telah terlalu jauh melanggar aturan-aturan Allah sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi Musa.  Bahkan Allah mengawetkan jasad fir’aun agar menjadi pelajaran dan petunjuk bagi manusia di masa depan, terutama para pemimpin.

 

Perhatikan firman Allah : Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut. Mereka pun diikuti oleh Fir’aun dan tentaranya, karena mereka hendak menganiaya dan menindas (Bani Israil). Ketika Fir’aun telah hampir tenggelam, ia berkata: saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang disembah oleh Bani Israil dan saya termasuk orang yang berserah diri (kepada-Nya). (Allah menyambut ucapan Fir'aun ini dengan berfirman) Apakah kamu (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu menjadi pelajaran bagi (generasi) yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami (QS Yunus : 90-92)

 

Pakar tafsir Indonesia, Prof Quraish Shihab, dalam bukunya berjudul Mukjizat Alquran menjelaskan, kalimat dalam ayat di atas yang perlu digarisbawahi adalah: “Hari ini Kami selamatkan badanmu, agar engkau menjadi pelajaran bagi generasi yang datang sesudahmu,”.

 

Ada yang menarik dari ayat di atas bahwa Fir’aun sempat berucap menjelang kebinasaannya menerima sanksi dari Allah : saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang disembah oleh Bani Israil dan saya termasuk orang yang berserah diri (kepada-Nya).

 

Perkataan Fir’aun ini mestinya diucapkan sejak menerima dakwah Islam dari Nabi Musa. Sebab Nabi Musa telah sejak awal memberikan peringatan bahwa apa yang dia lakukan telah melampaui batas yang akan mendatangkan murka dari Allah. Alih-alih muhasabah diri, menerima dan mengakui kesalahannya, Fir’aun justru bertambah bringas dan zalim dengan menyerang Nabi Musa dan jamaahnya. Bahkan Fir’aun tidak segan-segan menghina, menista dan merendahkan Nabi Musa.

 

Allah menyambut ucapan Fir'aun ini dengan berfirman : Apakah kamu (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.

 

Temuan-temuan dari para arkeolog modern mengkonfirmasi tentang adanya kisah fir’aun yang diceritakan oleh Al-Qur’an. Maurice Bucaille seorang egyptologis mempublikasikan bukunya yang berjudul “The Bible, The Qur’an and Science”.


Dalam bukunya itu ia mengatakan bahwa tidak ada pernyataan dalam al-Qur’an yang bertentangan dengan fakta ilmiah. Kesimpulan Maurice Bucaille tersebut ia buat setelah ia melakukan kajian terhadap mummy Ramesses II yang diperkirakan hidup pada zaman Nabi Musa. Ia menemukan ada sisa garam pada mummy tersebut.


 


Mummy yang ada di Mesir baru ditemukan sekitar tahun 1898 M. Sementara cerita tentang fir’aun telah diketahui oleh muslim sebagaimana diinformasikan al-Qur’an jauh sebelum itu. Hal inilah yang membuat Maurice Bucaille terheran-heran.


 


Hasil temuan arkeologi tentang peradaban Mesir kuno termasuk Pharaoh memang sangat menarik. Telah banyak publikasi ilmiah dan film fiksi tentang hal itu. Selaku orang yang beriman, kita patut mengambil pelajaran berharga dari kisah fir’aun ini.


 


Penggambaran al-Qur’an terhadap Fir’aun ini adalah “manusia yang paling sombong”. Kesombongan terbesar fir’aun adalah ia mengaku dirinya sebagai tuhan. Lalu akibat kesombongannya tersebut, Allah menghukum fir’aun bersama bala tentaranya. Mereka ditenggelamkan di laut.


 


Kisah Fir’aun ini dapat dilihat pada Surat al-Qashas: 38-42). Dosa besar lain dari fir’aun adalah menindas umat Nabi Musa. Ia melakukan penganiayaan dan termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Selain sombong dengan kekuasaan, fir’aun juga berbuat zolim kepada rakyat kecil. Ada pelajaran penting, bahwa sejarah itu berulang, artinya siapapun dan dimanapun orang atau penguasa yang sombong dan zolim, maka akan terjungkal, cepat atau lambat, sebagaimana fir’aun.


 


“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)


 


Tak butuh lama bagi Allah untuk menegur kesombongan manusia. Meskipun mereka mengatakan, tidak ada kekuatan yang dapat menghentikannya. Namun, Allah telah membuktikan kekuasaan dan kekuataannya melalui sebuah wabah penyakit yang mematikan.


 


Kekuasaan memang sering kali menjerat manusia kepada kesombongan dan kecongkakan. Mestinya kisah terjungkalnya fir’aun dan namrud cukup menjadi pelajaran, bahwa sekuat apapun kekuasaan manusia yang sombong dan zolim, maka hanya akan berakhir kepada kehancuran dan kehinaan.


 


Jika kematian telah mengancam setiap saat, maka apalah arti harta dan tahta yang selama ini dipuja-puja. Untuk para penguasa, kembalilah kepada Allah dan RasulNya. Merunduklah untuk tunduk kepada syariah Allah. Jangan pernah sombong dan congkak menentang hukum dan aturan Allah dan RasulNya, jika tidak ingin bernasib sama seperti fir’aun dan namrud. Maka, semestinya, fir’aun bermuhasabah diri saat didakwahi oleh Nabi Musa, jangan malah tambah sombong.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan,19/01/23 : 10.44 WIB)

Dr. Ahmad Sastra 

Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

Minggu, 13 November 2022

UIY: Kebenaran Ibrah Sejarah tergantung Sumbernya

Tinta Media - Setiap kisah sejarah pasti memiliki pelajaran yang bisa diambil, namun menurut Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY), benar tidaknya sebuah pelajaran yang bisa diambil (ibrah) dari sebuah cerita sejarah, tergantung dari sumber sejarah tersebut.

"Seberapa besar atau seberapa benar ibrah atau pelajaran yang bisa diambil dari sejarah, tergantung kepada seberapa benar sejarah itu," ujarnya dalam tayangan live di channel YouTube UIY Official dengan tema 'Hari Pahlawan: Menguak Pengaburan dan Penguburan Sejarah', Ahad (6/11/2022) 

Jika sejarah itu ditulis dengan benar, lanjutnya, maka pelajaran yang akan didapat juga benar. Sebaliknya, apabila sejarah itu ditulis dengan salah, maka pelajaran yang didapat juga akan salah. "Nah, dititik itu, Allah SWT menegaskan bahwa kisah di dalam Al-Qur'an itu benar," ucapnya.

Artinya, menurut Ustaz Ismail, saat umat Islam membaca kisah-kisah di dalam Alqur'an berupa kisah orang-orang yang taat, seperti Nabi Ibrahim dan Ismail, atau kisah orang-orang yang bermaksiat, semisal kisah Kaum Tsamud dan Fir'aun. Maka, seluruhnya adalah kisah-kisah yang benar terjadi dan benar seperti itu kejadiannya. "Ada dua, benar terjadi dan benar begitulah terjadi," tegasnya.

Maka, tambahnya, pelajaran-pelajaran yang bisa diambil pada kisah-kisah tersebut juga pasti benar. "Di situlah persoalan kita hadapi. Bahwa sejarah itu, tangan kedua yang sangat bergantung kepada siapa yang merumuskan, yang menuliskan sejarah," bebernya.

Sejarah, sambungnya, adalah peristiwa yang sudah terjadi di masa lampau, bahkan sebagian besarnya itu terjadi jauh sebelum manusia saat ini lahir.

"Karena itu, sejarah yang kita baca sekarang adalah rumusan/tulisan tentang sejarah yang sangat tergantung kepada penulisnya atau perumusnya. Itulah yang sering kita sebut sebagai second hand reality," pungkasnya.[] Wafi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab