Tinta Media: Sejahtera
Tampilkan postingan dengan label Sejahtera. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejahtera. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 November 2024

Sejahterakan Petani Tidak Cukup dengan Kartu Tani


Tinta Media - Pemkab Bandung berkomitmen melalui Dinas Pertanian untuk terus mendorong dan memperkuat sektor-sektor pertanian guna meningkatkan kesejahteraan petani-petani di wilayahnya. Salah satunya adalah dengan menyalurkan berbagai program bantuan, termasuk juga hibah kartu tani SIBEDAS dan BPJS Ketenagakerjaan untuk petani. 

Program ini adalah bentuk kepedulian dan dukungan pemerintah daerah dalam menyejahterakan petani dan memastikan akses ekonomi, juga perlindungan sosial bagi para petani. Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Ir. Hj. Ningning Hendasah, M.Si.

Sejumlah program tersebut khusus dirancang untuk memastikan bahwa bantuan tersalurkan dengan tepat sasaran  sesuai kebutuhan di lapangan. Maka, dengan kartu tani tersebut para petani mendapatkan sarana dan kemudahan akses dalam subsidi pupuk, juga bantuan keuangan yang sangat penting bagi kelangsungan kegiatan-kegiatan pertanian.

Hanya saja, upaya menyejahterakan petani dengan memberikan kartu jaminan kesejahteraan dalam pelaksanaannya sering tidak efektif. Itu hanya sebuah dongeng dengan impian manis yang semu di negeri yang kaya akan sumber daya alam. Penyebabnya tidak lain karena pengelola saprotan dikelola oleh pebisnis, bukan negara. Saat rakyat menggunakan kartu SIBEDAS atau apa pun namanya, penjual sering mensyaratkan agar membeli ini dan itu dulu kalau ingin mendapat layanan pupuk subsidi. Jika tidak, maka dikatakan pupuk kosong dan sebagainya.

Selama negara ini masih menjalankan sistem ekonomi kapitalisme sekuler, upaya apa pun yang dilakukan untuk menyejahterakan petani tidak akan pernah tercapai karena saat ini negara hanya berfungsi sebagai regulator. Pemerintah hanya memberikan panduan-panduan dasar kepada masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan. 

Dalam aspek ekonomi, kapitalisme dengan dukungan sistem politik demokrasi dan sekularisme telah meniscayakan munculnya korporasi megah yang mendominasi di seluruh sektor pertanian, mulai dari awal produksi, distribusi, konsumsi, bahkan importasinya juga. Di sisi lain, negara mengatur dan menyelesaikan persoalan pangan hanya pada aspek teknis. Contohnya, ketika stok pangan menipis, impor menjadi solusi.

Mirisnya, setiap solusi dan kebijakan pemerintah sekuler tidak menyentuh akar permasalahan, yang ada malah munculnya permasalahan baru. Ini berbeda dengan sistem Islam yang akan meriayah rakyat, termasuk petani dengan sebaik mungkin sehingga petani betul-betul tertolong dengan riayah negara.

Islam benar-benar menjadikan kepemimpinan sebagai periayah atau pengurus semua urusan rakyat. Amanah mulia ini harus dijalankan karena tanggungannya tidak hanya di dunia, melainkan hingga akhirat. Seorang pemimpin dalam Islam yang bertakwa tidak akan pernah menyalahi tugas dan amanahnya. Dia bahkan tidak akan berani membebani atau menambah berat beban rakyat dengan beban sekecil apa pun. 

Kepemimpinan sempurna nan mulia ini hanya bisa dimiliki saat sistem Islam secara kaffah dipakai dan diterapkan atas dorongan takwa kepada Allah dalam sebuah kepemimpinan bernama khilafah, bukan atas nama kepentingan dan kekuasaan.

Mari bergabung dalam partai politik yang sahih, untuk berjuang memahamkan umat agar dapat segera merasakan Islam sebagai rahmatan lil alamin dalam bingkai daulah khilafah Islamiyah.
Wallahu’alam bishawab.




Oleh: Ummu Khoirunisa
Sahabat Tinta Media

Jumat, 01 November 2024

Wakil Rakyat Sejahtera, Rakyat Menderita



Tinta Media - Pengalihan Rumah Jabatan Anggota (RJA) DPR RI periode 2024-2029 menjadi tunjangan perumahan dinilai ICW (Indonesian Corruption Watch) mempersulit pengawasan  dalam penggunaan dana tersebut. Terlebih, tunjangan ini ditransferkan secara langsung ke rekening pribadi masing-masing dari anggota dewan. Minimnya akses pengawasan tersebut akan berdampak pada pemborosan anggaran dan adanya potensi penyalahgunaan anggaran. 

Selain itu, upaya pengalihan ini tidak memiliki perencanaan sehingga diduga hanya untuk memperkaya anggota DPR saja tanpa memikirkan kesehjateraan dan nasib rakyat. Terlebih, tunjangan rumah dinas ini berasal dari anggaran negara yang bersumber dari pajak masyarakat. 

Karena itu, ICW mendesak Sekertaris Jendral DPR Dr. Ir. Indra Iskandar, M.Si., M.I.Kom. untuk mencabut surat Setjen DPR nomor B/733/RT.01/09/2024 yang salah satunya berkaitan dengan tunjangan perumahan. 

Namun, Indra mengatakan bahwa uang tunjangan perumahan akan tetap dimasukan dalam komponen gaji sehingga diberikan setiap bulan untuk para anggota DPR RI. Menurut Indra, hal itu sudah menjadi hak para anggota dewan untuk menggunakan tunjangan tersebut, (tirto.id, Sabtu, 12/10/2024).

Adanya tunjangan rumah dinas bagi anggota DPR ini menambah panjang daftar fasilitas yang diterima oleh anggota dewan, mulai dari mobil, rumah, serta tunjangan-tunjangan lainnya. Tentunya, rakyat berharap dengan banyaknya tunjangan yang diterima akan semakin memudahkan peran anggota dewan sebagai wakil rakyat. 

Rakyat berharap, para anggota dewan bisa menyampaikan aspirasi bagi kesehjateraan mereka, menjalankan peran dan fungsi dengan lebih baik sesuai dengan apa yang diharapkan rakyat. Namun, realitanya anggota dewan periode saat ini belum bisa mewujudkan harapan rakyat. Kerja mereka pun seakan tidak optimal. 

Seharusnya anggota dewan menjadi wakil dari suara rakyat. Kenyataannya, mereka hanya mencari kekayaan pribadi dan lupa akan peran serta tugasnya. Mereka berlomba-lomba ingin menjadi anggota dewan dengan menggunakan berbagai cara agar  terpilih, entah dengan cara halal ataupun haram.

Mereka membuat janji-janji dan iming-iming manis kepada rakyat. Namun, kita lihat bagaimana mereka lupa akan janji-janji tersebut ketika sudah mendapatkan jabatan. Mereka tidak peduli, bahkan membuat banyak kebijakan yang merugikan dan menyengsarakan rakyat. 

Tunjangan rumah jabatan bagi anggota dewan ini mau tidak mau menjadi satu pemborosan anggaran negara. Padahal, anggaran negara ini bersumber dari pajak rakyat. Kita tahu, rakyat semakin menderita dengan banyaknya pajak dari berbagai aspek. Namun, ternyata hasil pajak itu malah diberikan untuk kenyamanan anggota dewan. 

Terlebih, muncul persoalan lain. Adanya tunjangan ini semakin mempersulit pengawasan penggunaan dana tersebut karena ditransfer ke rekening pribadi masing-masing anggota dewan. Maka, wajar jika ada anggapan bahwa tunjangan ini hanya memperkaya mereka. 

Ironisnya, tunjangan tersebut diberikan di tengah realita rakyat yang saat ini masih kesulitan untuk memiliki rumah. Mereka hidup dalam penderitaan dan jauh dari kata sejahtera

Inilah yang terjadi pada sistem saat ini, yaitu kapitalisme yang menyebabkan begitu banyak ketimpangan. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Tolok ukur kebahagian dalam sistem ini adalah terpenuhinya kebutuhan jasadiah atau materi. Maka, mereka akan berlomba-lomba mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan nasib orang lain, baik dengan jalan halal ataupun haram. 

Mereka sering menyalahgunakan jabatan untuk meraih tujuan yang diharapkan. Wakil rakyat bukanlah sebagai wadah aspirasi dalam menyuarakan suara rakyat. Namun, sebagai ladang guna memperkaya diri pribadi. Mereka sudah tidak peduli bahwa jabatan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban.

Dalam sistem Islam, ada Majelis Umat yang berperan sebagai wakil rakyat. Namun, peran dan fungsinya jelas berbeda dengan anggota dewan dalam sistem demokrasi. Majelis Umat murni mewakili umat untuk menyampaikan aspirasi dan suara rakyat atas dasar keimanan, ketakwaan kepada Allah Swt, serta kesadaran utuh sebagai wakil rakyat yang bertugas untuk menjadi pelayan dan penyambung lidah rakyat. Mereka tidak menetapkan undang-undang atau hukum.

Dalam Islam, suatu jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Amanah ini dijalankan bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan kepentingan rakyat karena sejatinya penguasa adalah pelayan bagi rakyat. 

Dalam Islam, diatur tentang harta dan kepemilikan, serta kemanfaatannya. Kepemilikan harta dibagi menjadi tiga.

Pertama, harta milik individu, seperti sawah, kebun, dan ladang. 

Kedua, harta milik rakyat secara umum, yaitu sumber daya alam yang dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk rakyat guna memenuhi semua kebutuhan hidup rakyat. 

Ketiga, harta milik negara, seperti kharaj, jizyah, fa'i, dan sejenisnya. 

Sistem ekonomi Islam akan memberikan jaminan kesehjateraan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Tidak ada lagi ketimpangan  dalam segala aspek kehidupan. Dalam pengaturan ini, harta milik rakyat dan negara tidak bisa dimiliki dan diekpoitasi oleh individu. Maka, hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kaffahlah semua persoalan akan mendapatkan solusi. Wallahu a'lam bish shawwab



Oleh: Iske
Sahabat Tinta Media

Kamis, 17 Oktober 2024

SDA Melimpah, Apakah Rakyat Sejahtera?



Tinta Media - Setiap negara memiliki kekayaan alam yang berbeda-beda, tergantung letak geografis negara tersebut. Secara geografis, Indonesia berada tepat di garis khatulistiwa sehingga memiliki kekayaan alam berupa tambang yang melimpah. 

Indonesia di tahun 2023 menempati posisi ke enam sebagai negara dengan cadangan emas terbesar, yaitu sebanyak 2.600 ton. Dari segi produksi, Indonesia menempati posisi ke delapan dengan produksi sebesar 10 MT. Maka, seharusnya rakyat Indonesia menjadi sejahtera karena adanya kekayaan alam yang dimiliki. (CNBC Indonesia, 15/05/2024)

Warga negara asing (WNA) asal Cina berinisial YH terlibat penambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Perbuatan YH membuat negara rugi hingga 1,02 triliun. Emas yang berhasil dikeruk melalui aktivitas penambangan ilegal ini sebanyak 774,3 kg. YH juga berhasil mengeruk cadangan perak di lokasi tersebut sebanyak 937,7 kg. (CNN Indonesia, 27/09/2024)

Dari uji sampel di lokasi pertambangan, emas  tersebut memiliki kadar yang tinggi, yaitu 136 gram/ton untuk sampel batuan dan 337 gram/ton untuk sampel batu tergiling. Pelaku melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang pada wilayah tambang yang berizin. Pertambangan ilegal ini sudah melubangi tambang sepanjang 1.648,3 meter dengan volume 4.467,2 meter kubik.

Seperti inilah keadaan di negeri tercinta ini. Negara gagal dalam mengelola kekayaan alam yang ada sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai hal buruk terhadap rakyat. 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Solok, Sumatra Barat mengatakan bahwa terjadi tanah longgsor di kawasan tambang ilegal di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran, Gumanti. Diduga, tanah longsor tersebut terjadi akibat hujan lebat pada Kamis 26 September malam. Bencana ini mengakibatkan 15 orang tewas dan 13 orang lainnya terluka. (VoaIndnesia, 29/09/2024)

Dampak dari penambangan ilegal ini pula, kekayaan emas Indonesia akan habis secara perlahan karena dikeruk oleh oknum tertentu. Otomatis keuntungan hanya didapatkan oleh oknum tersebut, sedangkan rakyat hanya mendapatkan imbasnya. 

Kasus tambang ilegal ini tidak terjadi baru kali ini saja, tapi sudah berulang kali. Hal ini menunjukan ketidakmampuan negara dalam mengelola kekayaan alam yang dimiliki negeri ini. Di samping itu, hukum yang ditegakkan negera berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam bersifat tidak tegas.

Ini semua adalah buah dari sistem kapitalisme yang diterapkan dalam negeri ini. Negara kapitalis membolehkan seseorang untuk memprivatisasi tambang yang seharusnya menjadi milik umum. Harusnya, negaralah yang mengelola tambang tersebut untuk dikembalikan lagi kepada rakyat sebagai pemiliknya.

Namun, privatisasi ini tidak dipermasalahkan dalam sistem kapitalisme selagi ada keuntungan di dalamnya. Maka, segala cara diperbolehkan. Itulah tolok ukur sistem ini, yaitu keuntungan semata, bukan syariat Allah.

Sudah seharusnya negara memiliki bigdata terhadap kekayaan alam yang dimiliki. Negara juga harus memiliki kedaulatan dalam mengelolanya. Tidak hanya itu, negara harus memiliki kewaspadaan tinggi kepada pihak asing dan pihak lainnya yang akan merugikan Indonesia. Karena itu, negara harus mengatur tambang, baik besar maupun kecil dengan aturan Islam. 

Dalam negara Islam, khalifah menjalankan perannya sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai). Khalifah menerapkan aturan dalam mengelola kekayaan alam sesuai dengan ketentuan Allah. 

Apakah kekayaan alam tersebut boleh dikelola individu atau harus negara yang mengelolanya? Jika diperbolehkan dikelola oleh individu, itu adalah kekayaan alam yang hasilnya hanya sedikit, tidak melimpah. Sedangkan kekayaan alam yang hasilnya melimpah, maka negara berkewajiban mengelolanya. Dengan begitu, rakyat bisa mendapatkan manfaat yang optimal dan negara mampu menyejaahterakan rakyatnya. Wallahu’alam bishawab.



Oleh: Zidna Ilma
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 24 Februari 2024

Ilusi Investasi, Sejahtera Hanya Janji


Tinta Media - Investasi asing digadang-gadang mampu mendongkrak perekonomian dalam negeri. Namun faktanya, jauh panggang dari api. Nyatanya semua hanya ilusi. Mengapa demikian? 

Investasi ala Kapitalisme 

Bank Indonesia (BI) mencatat ada, aliran modal asing masuk atau capital inflow ke Indonesia sebesar Rp4,07 triliun, pada minggu ketiga Februari 2024 (infobanknews.com, 17/2/2024). Sementara itu, aliran modal asing di minggu ketiga Februari 2024, mencatatkan aliran modal asing masuk di pasar saham. Setelah pada pekan sebelumnya aliran modal asing tercatat keluar atau capital outflow sebesar Rp3,01 triliun. 

Investasi asing dinilai sebagai solusi yang wajar pada saat sektor ekonomi tengah terkapar. Klaim bahwa investasi asing mampu memperbaiki keadaan ekonomi dalam negeri, mengembangkan ekonomi rakyat dan membuka lapangan pekerjaan ternyata pandangan yang keliru. Karena setiap konsep investasi asing selalu berfokus pada berkembangnya kekayaan para investor. Bukan fokus pada keadaan ekonomi masyarakat. Teori tentang terbukanya lapangan pekerjaan karena derasnya investasi asing pun sama sekali tidak benar. Pabrik dan berbagai industri dengan mudahnya menetapkan kebijakan pemutusan kerja saat harus mengurangi biaya operasional. Karena dalam hal ini, biaya tenaga kerja dianggap sebagai biaya operasional yang dengan mudahnya diotak-atik demi mendongkrak keuntungan para investor. 

Bahkan secara konsepnya, investasi asing mengundang bahaya bagi kedaulatan suatu negara. Betapa rusaknya investasi asing hingga merusak ideologis suatu negara. Dan dengan jelas, investasi asing adalah jalan iming-iming yang dijanjikan pihak asing hingga berakhir dengan penjajahan. Hal ini pun nyata terjadi di beberapa negara yang sangat bergantung pada investasi asing dan gagal bayar pada jatuh tempo. Salah satunya negara Srilanka yang bangkrut. 

Inilah investasi ala sistem kapitalisme. Orientasi keuntungan materi menjadi fokus perhatian. Konsep ini adalah konsep batil yang tidak mampu melahirkan kesejahteraan di tengah kehidupan masyarakat. Karena kesejahteraan rakyat bukan tujuan utama sistem rusak tersebut. Wajar saja, saat besarnya investasi asing justru akan menciptakan nasib bangsa semakin memburuk. 

Sistem Islam dan Investasi 

Aktivitas investasi merupakan bagian dari kehidupan ekonomi dalam masyarakat. Baik yang dilakukan secara individual ataupun kelompok. Sehingga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk kebijakan yang ditetapkan negara. Ekonomi akan sulit berkembang dan maju tanpa adanya investasi. Namun perlu digarisbawahi syarat dan ketentuan investasi yang mampu memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat. 

Prinsip dasar investasi dalam Islam wajib terikat dengan hukum syara'. Investasi (istinma', tanmiyah) merupakan istilah untuk menyebut suatu cara untuk mengembangkan harta dan memperbanyak jumlahnya. Secara syara', hukumnya boleh (mubah). 

Dalam sistem Islam, investasi asing tidak dibolehkan dalam bidang-bidang yang vital (strategis), seperti proyek infrastruktur atau proyek strategis nasional. Bidang-bidang tersebut merupakan kebutuhan publik. Jika pengelolaannya menggunakan dana investasi asing akan bermuara pada liberalisasi dan komersialisasi sumber daya. Seperti yang banyak terjadi saat ini. Alhasil, rakyat yang dirugikan. Padahal konsep utama pengurusan sumber daya adalah untuk melayani seluruh kepentingan rakyat. 

Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda 

"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya".
(HR. Al Bukhari) 

Sistem Islam niscaya menjauhkan konsep investasi yang batil. Karena setiap kebatilan pasti berujung pada kesengsaraan rakyat. Konsep syariat Islam menutup kesempatan kaum penjajah untuk menguasai kehidupan kaum muslimin. Dengan prinsip tersebut, hak-hak rakyat mampu terjaga sempurna. 

Demikianlah konsep Islam menjaga umat. Senantiasa menghantarkan umat pada kesejahteraan yang seutuhnya. Dan konsep tersebut hanya mampu terwujud dalam institusi khilafah yang amanah. 

Wallahu a'lam bisshowwab.


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor 

Minggu, 21 Januari 2024

Kenaikan Indeks Pembangunan Gender, Benarkah Perempuan Makin Sejahtera?



Tinta Media - Program kesetaraan gender kian santer diopinikan. Dunia memandang bahwa memberikan hak yang sama terhadap laki-laki dan perempuan di ruang publik akan menyejahterakan kaum perempuan. Saat ini, para wanita yang hanya di rumah mengurus rumah tangga dipandang tidak produktif. Wanita dianggap produktif jika memiliki peran, bahkan bersaing dengan laki-laki, baik dalam bidang ekonomi, politik, dan lainnya. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender.

"Perempuan dianggap berdaya jika mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender," kata Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N. Republika.co.id (6/1/2024).

Namun, data yang ada berbanding terbalik dengan nasib perempuan saat ini. Tingginya angka indeks pembangunan gender tak mengurangi penderitaan para wanita. Justru, semakin hari penderitaan itu semakin meningkat. Kasus kekerasan, bahkan pembunuhan, pelecehan seksual, KDRT, eksploitasi, dan masih banyak lagi kasus kekerasan pada perempuan yang kian hari kian meningkat. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut bahwa total terdapat 21.768 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (PPA) selama tahun 2023.

Mirisnya, penyumbang terbesar kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yaitu 5.555 laporan. Jumlah laporan itu juga tercatat meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 2.241 kasus.

Dalam sistem kapitalis saat ini, perempuan dipandang sebagai salah satu komoditi untuk menghasilkan uang. Perempuan dianggap hebat dan berdaya bila bisa mencari uang sendiri atau memiliki peran di bidang tertentu, seperti politik, ekonomi, dan lainnya. Perempuan yang hanya diam di rumah mengurus dan mengatur rumah tangga dipandang remeh. Alhasil, dengan arah pandang tersebut, perempuan yang bekerja atau yang memiliki posisi penting dalam bidang tertentu menjadi role mode di kalangan perempuan saat ini.

Hal ini tentu bertolak belakang dengan fitrah seorang wanita. Semakin banyak perempuan yang bekerja keluar rumah atau pun berbisnis, tak jarang urusan rumah tangga yang menjadi kewajiban utamanya terabaikan, bahkan diserahkan kepada pihak lain yang justru malah menjadi pemicu munculnya persoalan lain di kemudian hari, seperti kurangnya keharmonisan rumah tangga, perselingkuhan, perceraian, KDRT, anak-anak terjerumus pergaulan bebas sebab keluarga tak lagi harmonis. 

Tingginya kasus KDRT yang menjadi penyumbang kekerasan terbesar terhadap perempuan menunjukkan bahwa ada yang salah dalam tatanan rumah tangga, dan pemicu utamanya ialah hilangnya peran ibu sebagai pengurus dan pengatur rumah tangga. 

Sulitnya ekonomi maupun arah pandang yang salah terhadap peran perempuan membuat para istri maupun ibu lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dibanding mengurus keluarga. Ini menunjukkan bahwa meningkatnya angka indeks pembangunan gender tidak membawa pengaruh bagi kesejahteraan perempuan. 

Faktanya, penderitaan yang dialami kaum wanita sebenarnya tidak lain karena buah dari penerapan sistem kapitalisme-Liberal yang memandang bahwa materi merupakan tolak ukur kebahagiaan. Kehidupan bebas diatur sesuai kehendak pribadi. Akhirnya, perintah agama yang mengatur kehidupan wanita tidak dilaksanakan, bahkan berbanding terbalik. 

Kehidupan yang bebas membuat manusia berperilaku bebas tanpa batasan. Ditambah tidak adanya sanksi yang tegas, semakin memperburuk kondisi saat ini. Akibatnya, tindak kriminal merajalela. Nasib perempuan menjadi tidak aman dan terancam di setiap saat. 

Jika sudah seperti ini, akan sulit terwujud generasi yang cemerlang bila seorang istri atau ibu tidak dalam kondisi yang baik menjalankan fitrahnya. Arah pandang yang keliru telah mengubah tatanan kehidupan yang seharusnya sesuai syari'at. Akibatnya, peran laki-laki dan perempuan menjadi kacau dan menimbulkan banyak persoalan. 
 
Padahal, telah jelas diatur oleh Allah Swt. bahwa fitrah wanita adalah ummu warabbatul baiti, yakni pengurus dan pengatur rumah tangga di bawah kepemimpinan seorang suami. Ini merupakan sebuah peran yang tak bisa digantikan oleh siapa pun. Menjadi ibu dan istri adalah profesi mulia sebab mendidik generasi adalah bagian dari peran besar yang menentukan nasib sebuah peradaban.

Peran ini tidaklah mudah. Maka, harus didukung dengan kondisi yang ideal, baik peran suami yang melindungi dan menjaga keluarga sebagai pemimpin rumah tangga, atau negara dalam menciptakan suasana yang kondusif hingga terpenuhi segala kebutuhan rakyat, serta adanya aturan yang tegas di tengah-tengah masyarakat agar segala tindak kejahatan terminimalisir. Begitu pun dengan peran ummu warabbatul bait, dapat terlaksana dengan maksimal.

Maka dari itu, Allah Swt. tidak mewajibkan perempuan untuk mencari nafkah, melainkan kepada para suami, atau ayah saat belum menikah. Ketika ayah atau suami meninggal, maka beban kewajiban jatuh kepada keluarga lain yang telah diatur dalam syari'at. Apabila tidak mampu, maka akan menjadi tanggung jawab negara.


Negara pun tidak boleh berlepas tangan, tetapi wajib menyediakan lapangan kerja bagi para suami maupun ayah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Karena itu, harus ada aturan yang mendukung terwujudnya peran ideal masing-masing anggota keluarga. 

Selain itu, harus ada perubahan menyeluruh, baik arah pandang maupun sistem hidup yang sesuai fitrah manusia agar kesejahteraan dan keamanan bisa kembali terwujud, tak hanya pada perempuan dan anak-anak, tetapi bagi seluruh rakyat di bawah negara yang menerapkan aturan Islam di dalamnya, yaitu aturan hidup yang diturunkan oleh Allah Swt. untuk umat manusia sebagai pencipta dan pengatur alam semesta. 

Sudah saatnya kita meninggalkan sistem buatan manusia yang hanya membawa dampak buruk di setiap peraturannya, baik bagi perempuan, anak-anak, juga masyarakat secara keseluruhan. Wallahualam bi shawwab.

Oleh: Imroatus Sholeha 
(Freelance Writer) 

Minggu, 31 Desember 2023

Dusta KEK sebagai Jalan Menuju Sejahtera


Tinta Media - Indonesia hingga akhir 2023 ini tercatat memiliki 20 kawasan ekonomi khusus (KEK) yang fokus pada manufaktur dan pariwisata. Dari 20 KEK ini, 10 kek fokus di pariwisata dan 10 sisanya di manufaktur. 

Deputi bidang koordinasi pengembangan usaha BUMN riset dan inovasi Elen Setiadi, mengungkapkan investasi di KEK manufaktur tercatat lebih tinggi, yakni Rp 133 triliun sepanjang 2023 kemudian, KEK pariwisata mencapai Rp 9 triliun, dari sisi serapan tenaga kerja, KEK pariwisata ini ternyata menyerap lebih banyak tenaga kerja yakni 36.000 pekerja pada 2023 dan KEK sektor manufaktur, penyerapan tenaga kerjanya mencapai 33.000 pekerja tahun ini.

Jadi lebih tinggi dar pariwisata artinya multiplayer Efeknya kalau kita kembangkan pariwisatanya menyerap tenaga kerja lebih banyak, dalam business forum bertajuk peluang bisnis dalam sektor manufaktur dan sektor pariwisata di kawasan ekonomi khusus Indonesia di Bangka Belitung Rabu (20/12/2023). 

Pandangan Islam terhadap kesejahteraan masyarakat bukan dilihat dari capaian angka pertumbuhan ekonomi, masyarakat secara keseluruhan, sebagai mana dalam ekonomi berasaskan kapitalisme, juga bukan hanya di lihat dari seberapa masif suatu negara melakukan proyek pembangunan.
Ukuran sejahtera di lihat dari terpenuhinya kebutuhan pokok masing-masing individu secara layak, yakni terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan papan secara baik. 

Untuk itu negara memastikan para penanggung nafkah, ayah dan suami mampu mengakses lapangan pekerjaan dan benar-benar memenuhi tanggung jawab mereka untuk menafkahi keluarganya. 

Negara juga membangun sarana prasarana untuk memudahkan fasilitas kehidupan masyarakat, misalnya membangun jalan raya yang baik dan menghubungkan ke semua wilayah secara gratis bukan berbayar seperti jalan tol. 

Negara pun akan membangun pasar dan fasilitas umum lainnya.
Negara dalam sistem Islam juga akan membangun fasilitas pendidikan secara murah, bahkan cuma-cuma bagi masyarakat agar kepribadian mereka terbentuk menjadi kepribadian Islam yang tangguh dan kuat alhasil mereka memahami agamanya, berikut tata aturan di dalamnya, juga memiliki kemampuan yang  diperlukan untuk menjalani kehidupannya. 

Bagi masyarakat yang lemah, misalnya kaum papa dan difabel negara mewajibkan keluarganya untuk menanggung nafkah mereka, apabila keluarganya tidak ada atau tidak mampu, tanggung jawab tersebut akan berpindah kepada negara dan seluruh kaum muslimin. 

Dari mana dananya di dapat untuk melaksanakan semua itu, jawabannya adalah bahwa Islam memiliki APBN syariah( Baitul mal) yang memastikan adanya pendapatan secara rutin, misalnya dari zakat kaum kaya, hasil pengelolaan kekayaan alam, jizyah dari warga non-muslim, juga harta fa'i. 

Oleh karena itu, tidak ada ceritanya, dalam Islam kaum perempuan digerakkan  agar beramai ramai bekerja di luar rumah atau mengembangkan bisnis UMKM demi memenuhi kebutuhan keluarga, di sisi lain aset berharga negara, kekayaan alam dan proyek strategis lainnya justru di serahkan kepada swasta sebagai mana terjadi sistem dengan kapitalisme saat ini. 

Konsep ekonomi dalam Islam, tidak bisa di pisahkan dari sistem politiknya, ketika penguasa hadir untuk mengurusi urusan rakyat, termasuk bertanggung jawab terhadap kesejahteraan mereka maka sistem politik dan sistem keuangan yang di berlakukan juga harus berasal dari Islam. 

Semua ini hanya bisa terealisasi apabila negara menjadi kan Aqidah Islam sebagai landasan pemikirannya dan syariat Islam sebagai asas dari seluruh mekanisme yang berjalan dalam negara. 

Wallahu alam bishawab.

Oleh : Ummu Afaf 
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 19 November 2022

Harapan Hidup Sejahtera Hanya Ada di dalam Islam

Tinta Media - Sob, gimana nih, perasaan kalian ketika mengetahui ibu kalian harus berjuang cari cuan di negeri orang? Pasti sedih, ya? Sama dengan anak-anak di luar sana yang harus merasakan ditinggal oleh sosok yang seharusnya ada di samping mereka dan mendampingi masa pertumbuhannya. 

Pasti orang-orang akan bertanya-tanya, siapa nanti yang akan mengurus dan memberikan kasih sayang pada sang anak jika ibunya bekerja di luar negeri? Padahal, peran ibu dalam keluarga itu sangat penting lho ... karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. 

Namun, di zaman sekarang ini, banyak sosok ibu yang terpaksa harus berjuang mencari cuan di negeri orang. Ini karena di negeri sendiri sangat susah untuk mendapatkan pekerjaan, apalagi lowongan pekerjaan bagi sang ayah. Akhirnya, ibulah yang harus bekerja. 

Tidak sedikit dari para ibu ini yang mengalami kesulitan dan tekanan di negeri orang, sampai-sampai membuat mereka nekat melakukan aksi bunuh diri. Seperti yang dialami oleh seorang ibu yang jadi TKW di Hongkong beberapa waktu lalu. Ia mencoba bunuh diri di JPO (jembatan penyebrangan orang) gara-gara tidak mempunyai uang untuk pulang. Beruntungnya, ibu ini bertemu dengan seseorang yang berkewarganegaraan  Indonesia yang mau membantu mengurus kepulangannya. Wahh ... miris ya, Sob ....

Padahal, negara kita ini kaya akan sumber daya alam, tetapi masih saja ada warga negara yang berjuang mencari cuan di negeri orang. Mengapa ini bisa terjadi?  

Semua ini karena sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem kapitalisme yang hanya berpihak kepada para pemilik modal saja. Sehingga, sumber daya alam yang sebanyak ini hanya bisa dikuasai segelintir orang saja, baik swasta maupun asing. 

Jadi, sudah tidak heran lagi ya, Sob, kalau yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Ditambah lagi dengan kondisi masyarakat saat ini yang hanya mengedepankan kepentingan mereka sendiri dan keluarganya. 

Masyarakat saat ini adalah masyarakat yang kapitalis. Mereka tidak peduli dengan berbagai masalah yang terjadi di negaranya. Sistem kufur ini betul-betul sudah merusak pemikiran dan perasaan masyarakat dengan ide-idenya. 

Maka, sudah semestinya kita kembali kepada sistem yang benar dan adil, yaitu dengan diterapkannya kembali Islam sebagai sebuah sistem di bawah naungan khilafah. Sudah sepatutnya kita sebagai generasi muda Islam turut memperjuangkan Syariat Islam agar tegak kembali. Hanya Islamlah yang bisa menyejahterakan rakyat.

Di dalam sistem ekonomi Islam, sumber daya alam hanya akan dikelola secara mandiri oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk menjamin kemaslahatan mereka. 

"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya" (HR. Al Bukhari)

Khalifah juga akan menjamin kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Khalifah akan menjamin kebutuhan pokok rakyat secara langsung, jadi tidak akan ada lagi para ibu yang bekerja sehingga meraka bisa fokus menjalankan kewajibannya sebagai al umm wa robbatul bait (Ibu dan pengurus rumah tangga) 

Masyaallah ... Sistem buatan Allah memang adil dan menyejahterakan, ya, Sob?
So ... Tunggu apalagi? Generasi muda, yuk mengkaji Islam secara kaffah dan berdakwah bersama kelompok dakwah Islam ideologis agar sistem Islam segera tegak kembali di muka bumi ini. Allahu Akbar!!

Oleh: Ayu Septia
Aktivis Smart With Islam
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab