MMC: Ada Harga yang Harus Dibayar Dibalik Keuntungan Pengelolaan Sedimentasi Laut
Tinta Media - Klaim pemerintah bahwa proyek sedimentasi laut bisa menciptakan keuntungan ganda yaitu penyehatan lingkungan dan biota laut, serta keuntungan penerimaan negara dikritisi Narator Muslimah Media Center (MMC).
“Dibalik potensi keuntungan tersebut tentu ada harga yang harus dibayar yaitu kerusakan ekosistem. Para ahli dan akademisi mengingatkan hal ini,” ujarnya dalam program Serba-serbi MMC: Ekspor Pasir Laut Legal, Untung Berujung Buntung Niscaya dalam Kapitalisme, Ahad (4/6/2023).
Narator menegaskan, PP nomor 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut yang dikeluarkan pemerintah 25 Mei lalu dinilai oleh manajer WALHI Parid Ridwanuddin beresiko mengurangi pulau-pulai kecil di Indonesia.
“Sedimen pasir yang dikeruk dapat merusak ekosistem pantai dan menimbulkan abrasi. Menurut catatan WALHI ada sekitar 20 pulau kecil di sekitar Riau, Maluku dan kepulauan lainnya yang sudah tenggelam,” ucap Narator mengutip pendapat Parid.
Narator menilai, abainya pemerintah terhadap kerugian ini karena mindset kapitalisme yang hanya mengedepankan keuntungan materi.
"Alih-alih menghentikan, pemerintah justru melanjutkan kebijakan tersebut, mereka hanya memberikan janji akan menghentikan program tersebut jika menimbulkan kerusakan lingkungan dan membahayakan kelangsungan hidup di wilayah perairan," ungkapnya.
Karena itu, lanjutnya, proyek sedimentasi yang diklaim sebagai penyehatan ekosistem sejatinya hanya kebijakan yang memuluskan kepentingan ekonomi para kapital.
Islam
Narator menilai, ini sangat berbeda dengan sistem Khilafah dalam membuat kebijakan tentang pengelolaan lingkungan. “Sebagai institusi yang menerapkan syariat Islam secara Kafah, Khilafah senantiasa menetapkan kebijakan berdasarkan nash-nash syariat terkait pengelolaan lingkungan,” tandasnya.
Ia mengutip Al-Quran surat Al-Hijr ayat 19-20 dan surat Al-A’raf ayat 56 sebagai rujukan dalilnya. “Dari dalil-dalil inilah Khilafah membuat kebijakan yang mengatur pemanfaatan kekayaan lingkungan termasuk pengelolaan sedimentasi laut,” terangnya.
Narator menjelaskan, sedimentasi laut adalah proses pengendapan yang terjadi di laut di mana material-material dipindahkan oleh kekuatan air laut. Sedimentasi ini bisa terjadi karena beberapa hal, seperti perubahan arus laut yang mengendapkan material-material ke dasar laut maupun adanya pasang surut air laut. Hal ini berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama.
“Jika proses sedimentasi tersebut tidak menimbulkan kerusakan ekosistem dan mengganggu aktivitas sosial ekonomi, maka Khilafah akan membiarkan hal tersebut. Namun jika proses sedimentasi tersebut ternyata merusak ekosistem dan mengganggu aktivitas sosial ekonomi warga, semisal berasal dari penggerusan di garis pantai, maka Khilafah akan melakukan tindakan khusus, yakni akan melakukan pengendalian proses abrasi yang terjadi dengan metode coastal engineering atau yang lain," tegasnya.
Dan untuk menentukan apakah hasil sedimentasi menimbulkan kerusakan atau tidak, lanjutnya, diperlukan kajian khusus oleh para ahli dan akademisi, sebab dinamika wilayah pantai dan daerah pesisir dangkal sangat beragam. Hasil kajian ini akan digunakan Khilafah dalam membuat kebijakan pengelolaan sedimentasi.
“Seperti inilah peran Khilafah dalam mengelola sedimentasi laut di daerah pesisir. Prinsip pengelolaan tidak didasarkan pada keuntungan ekonomi semata sebagaimana dalam sistem kapitalisme, melainkan pengelolaan yang mengedepankan kelestarian lingkungan hidup dan kebutuhan manusia.Karena itulah Khilafah dikenal sangat melindungi manusia, kehidupan, dan alam semesta," pungkasnya.[] Sri Wahyuni.