Tinta Media: Sayembara Opini MU
Tampilkan postingan dengan label Sayembara Opini MU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sayembara Opini MU. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Desember 2023

Kapitalisme di Ambang Kehancuran

Tinta Media - Banyaknya berbagai konflik yang terjadi di belahan bumi, menunjukkan kegagalan aturan yang bersumber dari kapitalis sekularisme. Dari sinilah pentingnya sebuah perubahan peradaban untuk mengembalikan kehidupan manusia agar sesuai fitrahnya. Butuh sebuah aturan yang komprehensif agar tatanan kehidupan kembali kepada fitrah manusia, yakni aturan Islam yang diterapkan dalam sebuah sistem pemerintahan.

Kesadaran umat Islam untuk melanjutkan kehidupan dengan tegaknya sebuah peradaban Islam, makin menguat di kalangan masyarakat. Banyaknya kezaliman dan kehancuran yang terjadi akibat sistem kapitalis sekuler, membuat umat semakin merindukan adanya sebuah sistem pengganti yang bisa memberi solusi.

3 Maret 1924 M, tepatnya pada bulan Rajab 1342 H, menjadi titik tolak penderitaan umat Islam ketika runtuhnya kekhalifahan terakhir. Sejak saat itu sistem kapitalis sekuler mendominasi dan membuat sengsara umat Islam di dunia.

Sistem kapitalis telah banyak melahirkan kebijakan-kebijakan yang merusak dan menyengsarakan rakyat. Sistem buatan manusia yang jauh dari kata memanusiakan manusia, sehingga menimbulkan kerusakan di setiap sendi dan lini kehidupan manusia itu sendiri.

Sehingga umat Islam harus bersegera bangkit untuk mengalahkan musuh yang sudah di ambang kehancuran. Perlu usaha bersama dan saling bergandengan memperkuat ukhuwah untuk mengalahkan kapitalisme.
Mengutip arti dari surah An-Nur ayat 55: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi...,”.

Karena sejatinya bumi ini milik orang-orang beriman, jika semua orang beriman maka bumi ini akan bisa diwarisi. Sebagaimana umat juga akan merengkuh kembali apa yang diwariskan oleh Rasulullah SAW, dan sahabat yang mulia yakni, kekhilafahan Islam. Manusia boleh berselisih, boleh berpendapat banyak hal, tapi Allah SWT. dan Rasulullah SAW. yang menetapkan, tidak akan pernah menyelisihi.

Tegaknya sistem kehidupan Islam kaffah, telah ditunggu untuk menggantikan sistem yang rusak pada saat sekarang. Janji Allah SWT. dan Rasulullah SAW. pasti akan datang. Kapitalisme akan ambruk digantikan dengan tegaknya peradaban Islam yang cemerlang.
Saat ini geliat dakwah untuk menuju tatanan kehidupan Islam sudah semakin bergemuruh, memanas di seluruh negeri, bahkan di seluruh dunia. Dakwah Islam kaffah mendapat tempat dan diterima di hati umat, maka pantulan dari kapitalisme itu semakin menguat pula. Sehingga semakin banyak tantangan yang harus dihadapi. Maka umat juga harus semangat, karena itu suatu tanda, dakwah mulai dirasakan dampaknya oleh kaum kapitalis.

Sebagai contoh, ketika dakwah mulai menggeliat di berbagai negeri Asia, Timur Tengah, Asia Tenggara sampai di Eropa, maka dimunculkan gelombang moderasi Islam. Tuduhan radikal, teroris, ekstremis dan semacamnya mulai digulirkan. Isu moderasi Islam dipakai obat dari radikalisme. Dari sinilah awal mula terjadi benturan pro dan kontra khilafah.

Mereka menyusun langkah-langkah untuk membangun jaringan Islam moderat di seluruh dunia yang ramah terhadap barat. Berbagai strategi disusun untuk menghadang dakwah Islam kaffah. Upaya umat Islam untuk kembali kepada ajaran agamanya yang kaffah dianggap sebagai bahaya, dunia Islam harus ramah terhadap demokrasi kapitalis dan tunduk kepada aturan-aturan internasional. Maka dibuat pemetaan dan penilaian kekuatan Islam untuk diadu domba.
Tanda-tanda hancurnya kapitalisme makin kuat terasa, semakin banyaknya tantangan dari mereka, berarti mereka sudah merasakan dahsyatnya dentuman dakwah di tengah-tengah kaum Muslim.

Maka dari itu perlu bersemangat untuk menyambut kemenangan dengan berdirinya sebuah institusi yang disebut khilafah yang merupakan metode syar’i dari Nabi Muhammad SAW. Wallahu’alam bishawab.[]

Oleh: Isty Da’iyah 
Mutiara Umat Institute

Klitih, Eksistensi Diri Tanpa Visi

Tinta Media - Keberadaan seseorang ingin diakui dalam masyarakat, adalah salah satu manifestasi dari naluri mempertahankan diri (gharizah baqo). Naluri ini adalah sesuatu yang fitrah dimiliki semua manusia , sebagaimana naluri beribadah dan naluri melangsungkan jenis/keturunan. Namun pengakuan terhadap eksistensi diri tidaklah bebas nilai dan bebas aturan. Karena jika tidak diatur oleh yang Maha Tahu, maka akan menimbulkan perselisihan, keresahan, keonaran, dan kezaliman.

Gejolak naluri mempertahankan diri pada kawula muda memiliki energi yang dahsyat. Dengan darah mudanya mereka selalu berusaha ingin tampil mengekspresikan potensinya Potensi luar biasa ini akan sayang jika tidak diarahkan pada tujuan atau visi yang benar. Seperti yang terjadi di Jember beberapa hari yang lalu pada bulan Nopember. Kompas.com (20/11/2923) mewartakan aksi klitih mulai masuk ke Jember. Yaitu sekelompok remaja yang melakukan aksi klitih (kliling golek getih), atau arti akronimnya: berkeliling mencari darah. Mereka tergabung dengan geng motor yang melakukan aksinya dengan cara menyasar korban secara acak melukai siapa saja yang ditemui di jalan. Tidak ada barang yang dirampas atau dijambret. Mereka hanya butuh kepuasan menyaksikan korban bersimbah darah, kemudian kabur.

Miris sekali, inilah salah satu contoh pemenuhan naluri baqo yang salah arah dan tanpa visi yang jelas. Meskipun Tim Patroli Polres telah melakukan tindakan cepat menangkap sejumlah pelaku, tetapi masyarakat telah dibuat resah dengan adanya peristiwa ini. Mereka adalah para remaja yang merupakan transisi dari usia kanak- kanak ke dewasa. Pada masa ini mereka butuh identity, mencari jati diri siapa dirinya? 

Permasalahannya, bagaimana mereka dapat menemukan identitas yang benar?

Dalam aksi klitih jelas perbuatan itu tidak dilandasi dengan tuntunan akidah. Bisa jadi mereka berbuat hanya ikut ikutan yang sedang trending, dan dianggap itu sesuatu yang sangat membanggakan. Bisa juga karena mereka mendapat banyak maklumat dari media yang sering menayangkan kekerasan hingga tontonan menjadi tuntunan. 

Apalagi dalam kehidupan sekuler- kapitalisme ini semakin menyuburkan pemahaman yang salah tentang makna hidup. Kebahagiaan dimaknai jika manusia bisa memenuhi semua kebutuhan jasmani dan nalurinya dengan kenikmatan jasadiyah semata.

Islam Menunjukkan Pemenuhan Naluri yang Benar

Dalam Islam semua jiwa dilindungi. Kehilangan nyawa satu orang Muslim itu lebih berharga dari pada dunia dan seisinya. Bahkan sekedar menyakiti fisik seseorang ada diyatnya/ tebusannya. Menghilangkan satu gigi diyatnya adalah 5 ekor unta. Begitu juga diyat berlaku bagi anggota tubuh yang lain. Maka keadilan hukum Islam tampak pada menetapkan hukum qishash sebagaimana firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishash dalam perkara pembunuhan.( TQS. Al- Baqarah: 178).

Begitu pula dalam sabda Rasulullah saw. " Barang siapa yang membunuh maka bunuhlah ia. Bagi ahli waris ada dua pilihan, yaitu minta tebusan atau balas membunuh. (HR Bukhari)

Jelas dalam Islam pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri diatur dalam sejumlah hukum syara'. Rasa ingin memiliki sesuatu, ingin dihargai, ingin diakui keberadaan dalam lingkungan dan sebagainya pemuasannya harus tetap pada koridor hukum Islam. Jika ingin memiliki sesuatu dengan jalan menjambret, mencuri, membunuh dan sebagainya maka ia akan mendapat sanksi atas perbuatan yang melanggar hukum Islam. 

Namun jika ia tidak bisa memenuhi nalurinya dan bersabar dengan keadaan itu maka ia tidak akan mendapatkan sanksi apa- apa, kecuali kegelisahan yang melingkupinya.

Negara sebagai institusi terpenting yang kehadirannya bisa menciptakan suasana yang kondusif sangat diharapkan rakyat. Negara hendaknya menerapkan sistem yang teratur sesuai petunjuk Allah Swt. dalam semua lini kehidupan, baik sistem ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, pemerintahan dsb. Berkaitan dengan penanganan remaja, maka dibutuhkan sinergi antara keluarga, masyarakat/sekolah dan negara. Keluarga sebagai lingkungan awalan anak hidup harus ditancapkan akidah yang kokoh. Anak dibiasakan menjalankan ibadah dengan baik, saat malam anak dibiasakan istirahat lebih awal agar bisa bangun lebih awal pula, tidak dibiarkan keluyuran hingga dini hari.

Masyarakat juga selalu menyuburkan budaya amar makruf nahi munkar, sehingga tampak suasana kepedulian dengan keadaan sekitar. Saling menghormati, membantu, memberi wadah yang positif untuk anak remaja. Bahkan keberadaan jamaah dakwah yang giat melakukan kajian untuk remaja perlu didukung, tidak malah dicurigai/ dimusuhi.

Walhasil dengan adanya sinergi yang cantik dari tiga unsur ini, akan menghindarkan dari aksi- aksi menyimpang pada anak remaja. Mereka akan dapat menemukan jati dirinya yang positif. Maka kasus klitih atau kasus- kasus negatif lain tidak akan bermunculan dan meresahkan masyarakat.
Wallahu'alam bishawwab

Oleh: Dyah Rini
Kontributor Tinta Media

Refleksi Hari Ibu: Nasib Ibu Kian Pilu

Tinta Media - Pilu rasanya mengamati berita yang muncul di media, sering membuat ketakutan maupun kesedihan luar biasa. Terlebih bagi seorang ibu, yang berperan sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga.

Kasus bunuh dirinya seorang anak kelas 5 SD di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, setelah dilarang memakai HP oleh ibunya, menambah deretan kasus bunuh diri yang menimpa anak usia sekolah dasar. (Kompas.com, 24/11/23)

Sungguh menyedihkan peristiwa ini, anak yang belum sempurna proses berpikirnya, menemui ajal dengan cara yang dilaknat dalam Islam. Adanya kejadian tersebut, patut menjadi perhatian bagi orang tua, khususnya ibu terhadap tumbuh kembang anak.

Keberadaan ibu sebagai pendidik utama dan pertama, nampak pudar seiring kita memasuki era digital. Memang, digital ini mempunyai efek positif dan negatif. Di satu sisi, segala informasi bisa diakses secara cepat, di sisi yang lain banyak bertebaran tayangan negatif dari ponsel yang mampu membuat anak seakan tersihir untuk main dan memegang telepon genggamnya. Jika diamati kejadian ini timbul dikarenakan ada 5 kondisi yang menjadi penyebabnya, yaitu :

Pertama, kurangnya pemahaman Islam yang ditanamkan dalam keluarga. Memang usia anak yang masih kecil, belum bisa memahami secara utuh, tugas orang tua terutama ibu untuk memahamkan kepada anak setahap demi setahap.

Kedua, kurangnya kedekatan hubungan antara ibu-anak. Banyak orang tua yang menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada lembaga pendidikan, seperti sekolah maupun TPA, tanpa ikut membersamai anak dalam menjalaninya. Sehingga anak menjalani pendidikan dengan pemahaman semampunya tanpa pendampingan dari orang tua.

Ketiga, kesibukan orang tua dalam menjalani aktivitas rutinnya, membuat mereka tanpa sadar menghilangkan waktu bersama anak, sehingga HP menjadi pengganti dalam menemani kehidupan mereka.

Keempat, karakter anak yang labil, berubah-ubah tidak diketahui oleh orang tua. Sehingga mereka tidak menyangka anaknya mengambil keputusan nekat tersebut.

Kelima, tidak adanya kontrol/pengawasan dari negara dan orang tua, terhadap tontonan yang disuguhkan oleh HP, maupun televisi. Adanya tampilan film, gambar, cerita, bisa menjadi inspirasi perbuatan.

Memang menjadi seorang ibu di era digital akan lebih berat, terlebih dalam lingkungan sistem yang tidak Islam (sekuler). Negara berlepas tangan dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok, diberikan dengan asas pemisahan agama dari kehidupan. Akibatnya kurikulum sering berubah tanpa landasan kuat berupa agama yang dianut oleh anak. Masalah agama dan pemenuhan kebutuhan pokok lainnya diserahkan kepada masing-masing individu rakyat. Harga kebutuhan hidup yang kian tinggi, kadang membuat ibu mengorbankan kebersamaan dengan anak, demi menambah penghasilan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup. Nasib ibu kian pilu ketika bertahan hidup dalam negara sekuler, yang hanya bertindak sebagai pembuat aturan belaka, sementara pelaksananya diserahkan kepada para pengusaha.

Maka dibutuhkan kesadaran bagi semua ibu dan muslim pada umumnya, untuk meninggalkan sistem sekuler yang jelas rusak dan batil. Pemahaman yang sahih akan mendorong setiap muslim termasuk para ibu untuk memperjuangkan tegaknya sistem Islam kafah yang terbukti selama tiga belas abad lebih telah memberi rahmat bagi umat manusia. Negara akan memenuhi kebutuhan rakyatnya secara makruf, baik muslim maupun non-muslim. Sehingga mampu mewujudkan generasi cemerlang dengan kokohnya iman yang tertanam dalam setiap jenjang pendidikan dan terpancar dalam kehidupan. Wallahu'alaam bishawwab

Oleh : Nita Savitri 
Pemerhati Kebijakan Publik dan Generasi

Rabu, 13 Desember 2023

Jangan Buru-Buru Bunuh Diri!


Tinta Media - Tampaknya, fenomena bunuh diri bak jamur di musim penghujan. Tidak hanya menyerang usia remaja, dewasa, ataupun orang tua. Tapi juga mampu menyasar usia anak-anak. Seorang bocah SD di Kabupaten Pekalongan yang nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri setelah dilarang bermain gadget oleh ibunya. WHO memperkirakan setiap 40 detik terjadi kasus bunuh diri di seluruh dunia, Adapun angka bunuh diri di Indonesia menyentuh 826 kasus pada tahun 2022, naik 6,37% dibandingkan tahun 2018 yakni 772 kasus. (health.detik.com, 13/10/2023).

Anehnya, fenomena tersebut semakin masif seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, yang turut didukung dengan gaya hidup individualistis, egosentris, dan cenderung praktis. Anak-anak saat ini adalah generasi yang dididik oleh gadget, tidak bisa dimungkiri mereka akan menemukan role model virtual di dalam gadget yang dipegang setiap harinya.

Entah itu youtuber kaya raya, game online yang menjanjikan kemenangan, seleb tiktok yang berwajah rupawan, atau reels nyeleneh tapi lucu seperti skibidi toilet yang pernah viral. Terlihat aneh tapi nyata, anak bisa tersenyum sendiri menatap gadget yang ia pegang, tak lama kemudian ia pun bisa marah-marah dan membanting gadgetnya.

Persepsi kebahagiaan di benak anak-anak tidak terlepas dari standar materi duniawi berupa harta atau pujian. Inilah yang membentuk mindset "kepraktisan" dalam benaknya. Mau cepat terkenal di medsos harus memperbanyak konten. Mau mengejar posisi top harus push rank. Atau bisa juga hanya menjadi penonton biasa-biasa saja yang menghabiskan waktu dan kuota demi killing time dan having fun.

Coba bayangkan, anak-anak yang masih alpha dari pemikiran Islam, lagi asyik-asyiknya push rank eh disuruh berhenti. Lagi enak-enaknya nontonin idola malah disita gadgetnya. Jiwanya kosong, dan merasa menjadi anak paling menderita sejagat raya, tidak berguna. Berbagai emosi yang hadir tanpa dibimbing oleh syariat hanya menuju kepada pelampiasan yang sia-sia.

Cikal bakal persepsi keliru inilah yang kemudian berujung kepada depresi. Ditambah bumbu-bumbu perilaku impulsif atas emosi yang tengah bergejolak. Lingkungan sekitar pun tidak ada yang mengarahkan kepada qiyadah fikriyyah Islam. Bukan tidak mungkin berujung kepada pengambilan sikap untuk bunuh diri. Naudzubillah min dzalik.

Sebagai orang tua, ini adalah alarm bagi kita bagaimana mendidik anak di tengah gempuran teknologi yang tidak bisa dielakkan. Segala informasi membanjiri otak anak-anak yang masih polos dan tak berdosa. Jika tanpa kendali orang tua, maka anak akan dikendalikan oleh disrupsi digital.

Ditambah dengan arus feminisme terkait, "Perempuan Berdaya, Perempuan Bekerja" akan makin menggempur ketahanan rumah tangga kaum muslim. Bukan tidak mungkin peran ibu akan tergantikan oleh "ibu virtual". Anak-anak akan meniru apa yang dilihat dan didengar dari gadgetnya. Mereka diasuh oleh tontonan-tontonan yang tidak mendidik.

Tentu hal ini tidak mampu diredam oleh institusi keluarga dan masyarakat saja, dibutuhkan kekuatan yang lebih besar. Bukan kekuatan Superman ataupun Wonder Woman. Melainkan, kekuatan negara yang mampu menyaring informasi dan tayangan ramah anak, dan kurikulum pendidikan yang mampu melahirkan generasi-generasi bermental pejuang.

Sebagaimana lahir generasi Islam seperti Usamah bin Zaid yang menjadi panglima perang di usia 18 tahun. Kemudian, Muhammad Al Fatih yang berhasil menaklukkan Konstantinopel di usia 21 tahun. Tentu saja, mereka dibesarkan dengan kematangan berpikir, dan kedewasaan sikap yang bersumber dari Alquran dan Hadits.

Tren naiknya kasus bunuh diri di Indonesia adalah alarm bagi kita bahwa ada yang salah dengan sistem kehidupan hari ini. Sistem pendidikannya terbukti gagal mencerdaskan generasi, sistem ekonominya terbukti gagal menyejahterakan para ibu, sistem sosialnya pun terbukti gagal dalam menjaga akal dan jiwa. Jangan buru-buru bunuh diri, wahai kaum muslim. Inilah waktu yang tepat untuk berjuang dan menyambut penerapan Islam secara paripurna. Allahu Akbar!

Oleh: Putri Halimah, M.Si.
Sahabat Tinta Media

Nasib Anak dalam Cengkeraman Sistem Rusak

Tinta Media - Anak adalah anugerah yang harus dijaga. Namun sayang, beragam gempuran saat ini menjadikan anak dalam ancaman luar biasa. Berbagai masalah menyapa anak sejak usia belia. Bunuh diri misalnya. Kasus tersebut dilaporkan salah satunya di Pekalongan. Sang anak marah dan depresi saat dilarang bermain gadget terlalu lama. Tidak hanya bunuh diri, kasus perundungan pun menjadi masalah yang terus melingkari dan belum juga temu solusi. 

Mirisnya lagi, perundungan pun seolah dianggap sebagai masalah yang tidak penting. Malah ada yang menganggap bahwa beberapa kasus perundungan adalah candaan diantara anak-anak saja. Sehingga tidak perlu terlalu diambil pusing. Miris. Selain perundungan dan bunuh diri, judi online pun kini tengah merambah di circle pergaulan mereka. Gegara gaya hidup hedonis atau hanya sekedar mengikuti trend, mereka terbawa arus judi hingga akhirnya ketagihan.

Masalah-masalah ini terus menggempur dan merusak cara pandang anak tentang hidup dan kehidupan. Bagaimana tidak? Lingkungan yang rusak, cepat atau lambat akan menjerumuskan anak pada keadaan yang terpuruk. Semua ini merefleksikan bahwa negara telah gagal mengurusi masalah anak. Padahal beragam kebijakan telah ditetapkan. 

Di antaranya pasal-pasal tentang perlindungan anak, kebijakan Kota Layak Anak dan kebijakan lainnya yang mengupayakan perlindungan terhadap hak hidup anak. Namun faktanya, semua aturan tersebut tidak mampu menyentuh akar masalah.

Sistem kapitalisme yang sekuleristik menjadi biang kerok timbulnya berbagai masalah mengerikan pada anak. Sistem yang terus berusaha mendapatkan keuntungan materi, telah memaksa negara agar menetapkan setiap keputusan hanya berstandar pada keinginan para pemilik modal. Alhasil, konsep inilah yang menciptakan kerusakan berbagai tatanan. Salah satunya kurikulum pendidikan yang sama sekali tidak berbasis aturan agama. Aturan agama ditanggalkan karena dianggap menghambat kemajuan. Akhirnya perilaku anak berada di luar batas karena tidak ada pemahaman syariat agama sejak kecil.

Kondisi keluarga dan lingkungan pun sangat mempengaruhi pembentukan pribadi pada anak. Keluarga yang minim ilmu karena orang tua yang sibuk mengejar materi menciptakan jiwa anak yang gersang, minim perhatian dan kasih sayang. Lingkungan yang egois dan serba cuek pun melahirkan pribadi anak yang bebas dan mudah menerima berbagai konsep keliru. Akhirnya sistem destruktif ini melahirkan pola pikir yang bebas dan pragmatis. Semuanya dijalankan serba praktis tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi.

Sementara di sisi lain, negara menganggap masalah anak bukanlah masalah besar yang urgent. Sehingga setiap regulasi yang ada, tidak dilengkapi dengan sistem sanksi tegas yang mengikat. Ini membuktikan bahwa negara tidak serius menangani berbagai masalah anak.

Berbelitnya konsep penjagaan anak ala sistem rusak. Nasibnya kian terkoyak seiring dengan kentalnya kapitalisme sekuleristik. Sungguh, sistem ini benar-benar tidak layak dijadikan pondasi penjagaan anak.
Islam-lah satu-satunya sistem yang menjanjikan harapan. Konsepnya yang amanah akan menjaga nasib anak dari berbagai ancaman. Negara dengan sistem Islam, yakni Khilafah, menetapkan bahwa penjagaan masa depan anak adalah prioritas utama. Sehingga berbagai kebijakan ditetapkan demi menjaga kualitas kehidupan anak. Dalam hal pendidikan, kurikulum pendidikan ditetapkan dengan akidah Islam sebagai basis kurikulum yang utama. Syariat Islam menjadi dasar setiap kebijakan. Sehingga mampu optimal menanamkan kaidah-kaidah Islam sejak dini. Anak pun mampu membedakan konsep halal haram, dan benar salah sesuai standar yang benar sejak usia belia.

Dalam Islam, keluarga pun diposisikan sebagai sekolah yang pertama dan utama. Orang tua menjadi teladan yang mampu menjadi role model bagi anak-anaknya. Kontrol masyarakat pun mampu tercipta optimal karena konsep yang ada dalam tubuh masyarakat adalah konsep yang shahih. Kontrol sosial berfungsi dan mampu menjadi alat untuk saling mengingatkan dan menjaga.
Sempurnanya sistem Islam dalam naungan Khilafah. Dan hanya konsep inilah yang mampu menyajikan harapan dalam penjagaan anak. Anak adalah penerus kehidupan. Dari tangannya-lah, tongkat estafet peradaban mampu dilanjutkan. Wallahu 'alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

IKN Itu Memang Mengerikan


Tinta Media - Ucapan yang dilontarkan oleh Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang dilansir dari CNN Nasional itu memang relate banget menurutku, dengan keadaan Ibu Kota Nusantara (IKN), dari yang sedang menuju tahap pembangunan ataupun yang akan datang. Bagaimana tidak, dari perencanaan sampai pembangunannya saja semua bermasalah, dari pembiayaan, lahan, kependudukan, bahkan sampai ke depan ketika sudah jadi pun publik menilai itu tidak sesuai yang diharapkan.

Wajar memang, jika IKN itu dijadikan tempat hukuman. Walaupun hanya guyonan memang ada benarnya juga kalau hukuman untuk ASN yang kerjanya tidak baik adalah dikirim ke sana. Itu cukup merepresentasikan bahwa IKN ini dilihat dari mana pun, baik untuk rakyat ataupun bahkan sampai pejabat tingkat eselon sekali pun, IKN tidaklah cocok untuk disinggahi, apalagi dibangun.
Sebenarnya apa sih yang menjadi patokannya, hingga pemerintah itu berambisi memindahkan ibu kotanya ke Kalimantan Timur. Disokong dengan dana yang luar biasa yakni mencapai 460 triliun rupiah. Dengan anggaran sebesar ini dan hanya ditopang oleh 20% APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Padahal logikanya, 20% APBN itu tidak mungkin bisa menutupi pembiayaan pembangunan IKN.

Walhasil, untuk menutupi kekurangan anggaran yang sebesar itu, maka tidak bisa menutup kemungkinan akan adanya peran pengusaha ataupun investasi asing yang besar, yang ikut berinvestasi di IKN tersebut. 

Jika sudah begitu, khawatirnya kelak proyek tersebut menjadi proyek yang ambisius untuk kelompok kecil dengan syahwat kepentingan pribadinya tanpa memedulikan rakyat.
Memang sejak awal kontroversial dan banyak pihak yang menilai bahwa pembangunan IKN ini kurang adanya kajian saintifik yang mendalam untuk masyarakat, terkait urgentivitas pembangunan atau pemindahan ibukota ini. Kok bisa, pemerintah ngebet banget untuk membangun di saat perekonomian di negeri ini sedang dalam keadaan yang kurang baik. Akan sangat berbahaya jika banyak pembiayaannya itu diberikan kepada pengusaha, investor, asing ataupun negara lain.

Apalagi yang ditawarkan pemerintah kepada pengusaha ataupun investor adalah sektor yang sangat strategis seperti disektor publik kesehatan, pendidikan, dan juga infrastruktur. Bisa dibayangkan jika dua sektor pokok yakni pendidikan dan kesehatan yang sejatinya itu adalah kebutuhan hajat hidup orang banyak, itu dikuasai dan dikelola oleh pengusaha, yang terjadi adalah sektor tersebut akan dijadikan sebagai lahan bisnis mereka. Nah, jika sudah menjadi lahan bisnis atau berbayar tidak semua orang bisa akses, bisa akses pun layanannya akan tergantung pada pembiayaan yang diberikan, semakin mahal pelayanannya akan semakin istimewa pemberiannya.

Itulah sifat pengusaha, tidak mungkin pengusaha berpikiran akan gotong royong, suka rela berkorban, ataupun gratis. Jika sudah menyangkut bisnisnya, kepentingan masyarakat pasti akan tersingkirkan dengan sendirinya. Karena hakikatnya mindset mereka itu adalah untung-rugi bukan berjuang demi rakyat.

Dari sisi pembiayaan pembangunannya lebih ngeri lagi. Jika banyak ketergantungannya dengan investor ataupun berhutang kepada negara lain, maka tak bisa dipungkiri akan rentan didikte kebijakannya oleh investor ataupun negara lain yang sebenarnya problem ketergantungan ini, adalah PR buat rezim ini.
Jadi bisa kita bayangkan nasib negeri ini ke depan, jika kebijakan sudah didikte oleh negara lain ini tak terbendung, maka akan sangat terasa sekali ketidakberpihakan pada rakyat, dan lebih kepada investor ataupun negara-negara yang sudah memberikan jaminan hutang ataupun jaminan dana, dan pada akhirnya yang menjadi korbannya adalah masyarakat. Tentu ini tidak baik dan akan sangat berbahaya jika diterus-teruskan. Bahkan proyeknya pun tidak akan optimal, bisa jadi yang berkuasa di proyek ini nanti investor, pengusaha ataupun asing.

Oleh: Setiyawan Dwi
Sahabat Tinta Media

Malapetaka, Indonesia Darurat Judi Online pada Anak

Tinta Media - Kapitalisme sungguh nyata merusak generasi muda. Jumlah remaja berkepribadian Islam dengan yang tidak berkepribadian Islam ibarat satu banding seribu. Kapitalisme telah membentuk pola pikir dan pola sikap remaja hanya berorientasi pada materi duniawi dan mengabaikan aturan agama. Salah satunya adalah marak anak terjerat judi online. 

Sepanjang tahun ini, klinik KiDi spesialis anak di Pejaten, Jakarta Selatan sedang menangani hampir 50 kasus anak kecanduan judi online. Yang awalnya remaja SMA dan SMP, tiga bulan terakhir justru anak-anak SD kelas 5 dan 6, yang kebanyakan dari keluarga menengah atas. (BBC.com, 27/11/23)

Mengerikan, Indonesia telah darurat judi online pada anak. Ini merupakan masalah besar yang butuh penanganan serius. Sebab, anak merupakan calon pemimpin. Jika mereka rusak, maka hancurlah masa depan negeri ini. Oleh karena itu, harus dipahami beberapa faktor terkait, yakni: 

Pertama, lemahnya self control anak akibat kegagalan pendidikan dari keluarga maupun sekolah. Seperti diketahui bahwa pendidikan Kapitalis hanya berorientasi pada nilai akademik, sehingga mengabaikan penanaman akidah Islam. Tak heran, anak didik hanya mengejar nilai dan perbuatannya tidak terikat syariat. Keluarga termasuk ibu lebih fokus memenuhi kebutuhan materi, sehingga sibuk bekerja dan mengabaikan perannya sebagai pendidik awal bagi anak. 

Kedua, lemahnya kontrol masyarakat akibat tatanan Kapitalis yang mewujudkan masyarakat individualis dan menjunjung tinggi kebebasan. Tak heran, judi dianggap sebagai kebebasan individu yang tak boleh dilarang. 

Ketiga, lemahnya peran negara akibat penerapan Kapitalisme yang menyebabkannya tak mampu menutup secara total situs perjudian online. Sebab, kepemimpinan Kapitalis menjadikan pemilik modal dapat mengendalikan negara hingga seakan tak berkutik. 

Ini adalah malapetaka besar. Maka, untuk menyelamatkan anak dari jeratan judi online dibutuhkan sebuah negara yang berdaulat penuh agar terbebas dari intervensi. Kebijakannya tak bisa dibeli oleh pemilik modal. Negara itu harus menerapkan secara total sebuah sistem komprehensif yang akan mampu menyelesaikannya.

Negara tersebut adalah Khilafah yang kepemimpinannya menjadi perisai bagi rakyat untuk berlindung dari musuh (baik secara nyata maupun kerusakan). Khilafah akan sepenuh hati menjaga keamanan rakyat dari segala hal yang membahayakan termasuk judi offline maupun online. Sebab, judi merupakan kemaksiatan yang dilarang sesuai dengan firman Allah SWT dalam Alquran surat Almaidah ayat 90. Oleh sebab itu, Khilafah akan melakukan segala upaya pencegahan hingga penyelesaian. 

Khilafah akan mewujudkan sistem pendidikan berakidah Islam yang mampu mencetak anak didik berkepribadian Islam. Khilafah juga mampu membentuk keluarga yang kuat dengan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap individu rakyat. Dengan begitu keluarga tidak hanya fokus bekerja, tetapi mampu mendidik anak-anak sehingga terwujud keimanan kuat pada anak sebagai self control untuk membedakan perbuatan halal atau haram. 

Setelah keimanan individu terwujud, maka akan optimal pula kontrol masyarakat dengan melaksanakan amar makruf nahi mungkar dengan memberikan peringatan dan tak segan melaporkan pelaku kemaksiatan kepada pihak berwenang. 

Khilafah akan memberlakukan patroli polisi baik offline maupun online untuk memastikan masyarakat bersih dari perjudian. Khilafah berkomitmen kuat untuk memantau, meretas, dan memblokir seluruh situs dan fasilitas perjudian. Khilafah juga akan menangkap pelaku, agen atau penyedia fasilitas, dan bandar judi untuk kemudian diberikan hukuman sesuai tingkat kejahatannya. 

Sungguh, Khilafah metode kenabian adalah perisai yang keberadaannya saat ini harus diperjuangkan. Sebagaimana Rasulullah melakukan talabun nushrah ke berbagai kabilah, meskipun dilempar batu dan ditolak demi memperjuangkan tegaknya daulah Islam yang belum diketahui kapan dan di mana. Maka, tidak layak bagi kita untuk sekadar menunggu tanpa memperjuangkan bisyarah itu tegak.

Oleh: Wida Nusaibah
Pemerhati Remaja

Selasa, 12 Desember 2023

Mampukah Kurikulum Baru Mengatasi Stres Guru?


Tinta Media - Keterkejutan Presiden Jokowi terhadap tingkat stres guru disampaikan pada acara peringatan ulang tahun ke-78 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Presiden mengungkap hasil penelitian lembaga riset internasional, RAND Corporation bahwa stres para guru disebabkan perilaku siswa, perubahan kurikulum, dan perkembangan teknologi. Jika memang karena perilaku siswa, bukankah memang tugas guru mendidik siswa agar berperilaku baik? Mestinya pemerintah membuat kurikulum yang membantu guru agar terwujud siswa berkepribadian Islam dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

Alih-alih membantu, kurikulum yang sering berubah justru menjadi beban guru. Ketika para guru memahami dan menerapkan satu kurikulum, sudah diganti dengan yang baru seiring pergantian menteri pendidikan. Jadi, wajar jika guru stres dengan seringnya perubahan kurikulum.

Untuk mengatasi masalah ini, Mendikbudristek Nadiem membuat kurikulum merdeka yang dianggapnya lebih sederhana dibanding kurikulum sebelumnya. Namun, apakah penyederhanaan semacam ini yang dibutuhkan? Faktanya, banyak guru mengeluh beratnya pembelajaran yang berpusat pada siswa, namun tidak didukung oleh sistem yang baik. Ini membuktikan ketidakmampuan negara menyelesaikan masalah guru.

Perubahan Kurikulum

Menurut Jokowi, kurikulum pendidikan harus berubah seiring perkembangan teknologi, agar guru bisa terus beradaptasi. Harusnya bukan sekadar perubahan kurikulum, tapi peran negara dalam memfasilitasi guru, memanfaatkan perkembangan teknologi dengan pelatihan yang maksimal. Untuk itu, dibutuhkan kurikulum dengan tujuan yang jelas.

Tidak cukup tujuan kurikulum, tapi juga metode pembelajaran yang tegas guna mewujudkan siswa berkepribadian Islam. Butuh dorongan konsistensi pendidik untuk membekali siswa dengan ilmu tsaqafah Islam dan pengetahuan umum maupun keahlian, hingga menghasilkan kecakapan hidup. Jadi, sesering apa pun perubahan kurikulum yang salah, maka tidak akan ada hasilnya.

Penyebab Stres

Jika ditelisik, stres para guru tidak hanya pada sering berubahnya kurikulum, tapi juga berbagai tuntutan. Guru dituntut kreatif dalam mendidik siswa. Di sisi lain, siswa disuguhi berbagai pemikiran sekuler kapitalis yang liberal. Ini berakibat maraknya kasus bullying, kriminalitas siswa, pergaulan bebas, hingga narkoba. Belum lagi wali murid yang menuntut guru yang berusaha mendidik dan mengarahkan siswanya ternyata justru dianggap melanggar HAM. Kondisi ini membuat posisi guru serba sulit hingga stres. Beratnya upaya guru di sekolah dalam mendidik siswa, justru dipudarkan keluarga dan masyarakat. Tenaga dan pikiran guru terkuras untuk memenuhi kebutuhan para kapitalis yang menjadikan pendidikan sebagai penghasil cuan. Maka, guru tidak butuh kurikulum baru yang biasa.

Kurikulum Pendidikan Sahih

Berbagai kurikulum pendidikan dijalankan di Indonesia, namun belum memberi hasil nyata. Guru dan siswa butuh kurikulum sahih yang mampu menjawab berbagai persoalan dengan masifnya perkembangan teknologi. Guru dan siswa akan mampu mengendalikan teknologi untuk kemaslahatan umat, bukan sebagai budaknya.

Inilah urgensi diterapkannya kurikulum pendidikan yang sahih. Kurikulum yang memiliki tujuan, metode pembelajaran, hingga peran negara sahih yang mampu menyelenggarakan pendidikan dengan baik, menjadikan teknologi untuk meringankan guru. Sejatinya Allah berfirman dalam QS. An-Nahl: 125. Dalam ayat tersebut, Allah minta manusia menuju jalan yang benar dengan cara yang baik sesuai tuntunan Islam. Meraih pendidikan dengan benar, bijak, dan pengajaran yang baik untuk mendapat ilmu. Allah lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk.

Kurikulum ini hanya kompatibel dengan sistem pemerintahan Islam yang akan mendorong guru berbuat yang terbaik, tanpa keluhan apalagi stres. Guru paham yang dikerjakan adalah tugas mulia membawa kebaikan akhirat. Allahu a’lam bish showab.

 Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi

"Pengemis Elite" Campakkan Harga Diri demi Cuan

Tinta Media - Dilansir oleh media kompas 1/12/2023 "pengemis elite" telah diamankan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Ponorogo Jawa Timur. 

Mengapa disebut pengemis elite? Pasalnya, ditemukan kunci hotel yang terkategori bukan hotel ecek-ecek di dalam tas pengemis tersebut. Diakui bahwa dalam seminggu ini pengemis tersebut menginap di salah satu hotel tengah kota. Pengemis tersebut berasal dari kabupaten Jombang dan sengaja datang ke Ponorogo mengendarai bus dengan tujuan mengemis.

Tidak hal yang baru sebenarnya berita semacam ini, karena pada bulan Agustus lalu, di Bogor juga ditemukan pengemis yang di sakunya ditemukan uang sebesar 50 juta. Ini hanya yang terkuak di media yang tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada banyak lagi yang lainya. 

Demokrasi Liberal Meniscayakan Adanya Pengemis 
 
Pengemis bisa menjadi peluang dalam mencari cuan dalam sistem demokrasi liberal. Baik online maupun offline, baik kaya atau miskin. Sebab dalam demokrasi liberal yang mengagungkan kebebasan berperilaku, termasuk bagaimana mencari uang. Dengan jalan apa pun asalkan dapat uang yang menjanjikan maka tidak akan lagi banyak pertimbangan. Harga diri, rasa malu, apalagi landasan keimanan dalam setiap tindakan sudah dihempaskan. 

Maka ketika tertangkap Satpol PP, direhabilitasi ataupun dikembalikan ke keluarga tidak akan mampu menghentikan jiwa meminta-mintanya. Kerjaan tanpa berpikir, tanpa berkantor, tanpa modal namun hasilnya menjanjikan. 

Islam Solusi Tuntas 

Islam mengatur segala aspek kehidupan, karena Islam adalah agama yang sempurna. Termasuk bagaimana menangani saat terjadi manusia pemalas yang memandang pengemis sebagai peluang kerja. 

Ingatlah dengan kisah yang diceritakan oleh Anas Bin Malik, bahwa suatu ketika ada seorang pengemis datangi Rasulullah,  pengemis tersebut dari kalangan Anshar. Rasulullah bertanya pada pengemis "apakah kamu memiliki sesuatu di rumahmu?" pengemis itu menjawab "tentu, di rumahku ada baju yang sehari-hari kami pakai juga punya sebuah cangkir" lalu Rasulullah  berkata "ambillah dan serahkan padaku" maka pengemis menyerahkannya kepada Rasulullah, kemudian beliau menawarkan pada para sahabat. Sahabat pun ada yang menawar satu dirham. Kemudian Rasulullah menawarkan kembali "adakah di antara kalian yang membayar lebih?"  lalu ada sahabat yang mau membayar dengan dua dirham. 

Setelah mendapatkan uang dua dirham dari penjualan barang tadi maka Rasulullah menyuruh pengemis untuk membelanjakan makanan untuk keperluan keluarganya dan sisanya untuk membeli kapak.  Lalu dengan kapak itu Rasulullah menyuruhnya untuk mencari kayu bakar lalu menjual kayu tersebut ke pasar dan tidak boleh menemui Rasul selama 2 pekan. 

Pengemis itu mengikuti yang disarankan Rasulullah, maka setelah dua pekan pengemis menemui Rasulullah dengan membawa uang hasil jualan kayu sebanyak 10 dirham. 

Kemudian Rasulullah meminta pengemis tersebut membeli pakaian dan makanan untuk keluarganya seraya bersabda "Hal ini lebih baik bagimu, karena meminta-minta akan membuat noda di wajahmu di akhirat kelak. dan tidak layak bagi seorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal yaitu fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu apa pun, orang yang memiliki hutang dan tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat seseorang tidak bisa berusaha (HR. Abu Daud). 
 
Dari sini banyak ibrah yang bisa kita petik untuk menyelesaikan kasus pengemis di negara ini. Pertama, negara wajib menanamkan akidah Islam pada rakyatnya sehingga standar dalam berbuat adalah aturan Islam. Dengan begitu tidak akan ada kaya namun meminta-minta. 

Kedua, negara wajib menerapkan aturan Islam di segala lini kehidupan. Termasuk dalam meriayah rakyatnya dengan sepenuh jiwa, disediakan lapangan kerja yang memadai untuk seluruh pemikul tanggung jawab nafkah, sedang bagi yang kurang cakap maka ada bimbingan, selain itu ada sistem perwalian dalam penanggung nafkah.

Ketiga, jika dengan poin satu dan dua sudah dijalankan maksimal dan sudah beberapa kali peringatan masih saja ada yang kaya namun menjadi pengemis maka negara wajib memberikan hukuman yang menjerakan.

Oleh: Lilik Solekah, SHI. 
Ibu Peduli Generasi
 

 

 

 


Derita Rohingya, Derita Umat Islam Seluruhnya

Tinta Media - Populasi Muslim Rohingya di Myanmar (Negara bagian Rakhine) tercatat sekitar sekitar 600 ribu jiwa hingga November 2019. Menurut data yang diperbarui oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), populasi Rohingya di Bangladesh mencapai 1,18 juta jiwa pada 2023. Bangladesh menjadi negara dengan populasi Rohingya terbanyak karena banyaknya pengungsi dari etnis tersebut yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar pada tahun 2017. (Sindonews.com 24/11/2023)


Gelombang kekerasan yang dialami oleh etnis Rohingya di Myanmar disebabkan oleh serangan militer Myanmar yang melakukan operasi di desa-desa Rohingya pada Agustus 2017, dengan  alasan untuk “mengusir para pemberontak”. Pemberontak yang dimaksudkan adalah sekelompok militan Rohingya yang disebut dengan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Menurut keterangan PBB, dalam dua minggu pertama operasi militer itu telah menewaskan sedikitnya 1.000 Orang.


Akibatnya warga Rohingya yang tersisa melarikan diri ke berbagai Negara, hingga saat ini mereka hidup terkatung-katung tanpa identitas kewarganegaraan yang jelas. Amnesty International pun telah mengakui bahwa Umat Islam di Burma menjadi sasaran pelanggaran oleh kelompok-kelompok ekstrimis Budha, yang disaksikan langsung oleh pihak pemerintah Burma. Umat Islam di Rohingya selama beberapa dekade memang telah mengalami diskriminasi oleh pemerintah Myanmar yang menolak mengakui kewarganegaraan mereka.


Menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Muslim Rohingya merupakan salah satu minoritas paling teraniaya di Dunia. Kelompok etnis yang mayoritas beragama Islam ini kerap mendapatkan kekerasan seksual, terutama terhadap perempuan. Sehingga terjadinya peningkatan besar pada kasus cedera alat kelamin, kehamilan yang tak diinginkan, aborsi yang tidak aman, Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan segala bentuk infeksi menular lainnya. (National Library Of Medicine, Desember 2020)


Kejadian memilukan ini tentu sangatlah menyakiti hati Umat Islam seluruhnya. Karena Muslim Rohingya merupakan bagian tak terpisahkan dari tubuh Muslim lain di seluruh Dunia yang pada saat ini berjumlah lebih dari 2,18 Miliar orang, bagaimana mungkin Umat Islam yang begitu banyak itu tidak mampu melindungi saudaranya yang sedang terdzolimi?


Mirisnya saat etnis Rohingya datang meminta bantuan kepada saudara Muslimnya, sebagian masyarakat justru enggan menerima mereka, seperti yang terjadi di Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Satu perahu tiba berisi 256 orang di dalamnya, sementara di tempat lain kapal yang memuat 239 etnis Rohingya tiba di wilayah Pidie di Aceh dan sebuah perahu yang lebih kecil yang membawa 36 orang tiba di Aceh Timur. Sebagian warga Pidie Provinsi Aceh menolak ratusan pengungsi Rohingya yang hendak berlabuh,  setelah sebelas hari terkatung-katung di laut.


Penolakan yang didapat Muslim Rohingya ini sungguh tidak mencerminkan sikap Umat Islam yang bersaudara, seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :


"Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam hal berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuhnya akan terjaga (tidak bisa tidur) dan demam (ikut merasakan sakit)." (HR. Bukhari-Muslim)


Semestinya Umat Islam faham bahwa derita etnis Rohingya merupakan tanggung jawab Muslim lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkata :


“Barangsiapa yang bangun di pagi hari dan tidak memperdulikan urusan Muslimin, maka dia tidak termasuk bagian dari mereka (Muslimin).” (HR. Al-Hakim dari Ibnu Mas’ud)


Berdasarkan hadits di atas, sudah sepantasnya seluruh Umat Islam di negeri manapun baik rakyat maupun pemerintah memberikan perlindungan pada imigran Rohingya yang tiba di wilayahnya, serta menyerukan kepada seluruh kaum muslimin di Dunia untuk bersatu hidup dan diatur oleh aturan sempurna tiada cela, aturan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang berasal dari Rabbul ‘Alamin  yaitu aturan Islam Kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah.


Karena hanya Institusi Khilafah yang mampu mempersatukan 2,18 Miliar Umat Islam serta menjadikan mereka pribadi berkarakter kuat dan militan, mampu mengangkat harkat dan martabat Umat Islam di seluruh Dunia termasuk Muslim di Rohingya bisa terwujud dengan segera.

Wallahu ‘alam  bishowab.

Oleh: Husnul AK (Sahabat Tinta Media)


Politik Demokrasi Hanya untuk Kekuasaan, Perubahan Hakiki Hanya dengan Islam


Tinta Media - Bertebaran makna politik di sepanjang jalan yang memaknai politik hanya bersenang-senang untuk meraih kekuasaan. Politik riang gembira, politik jalan ninja kita atau pernyataan lainnya yang tidak memahami politik sebagai aktivitas untuk mengurusi umat. Berjoget riang gembira dengan bagi-bagi amplop atau bingkisan sembako menjelang pemilu dianggap langkah pragmatis untuk meraih simpati rakyat agar mau menjatuhkan pilihannya. Aturan dibuat untuk dilanggar, money politik dianggap sedekah yang dilakukan caleg atau capres-cawapres untuk mendapatkan dukungan. Blusukan dan janji-janji manis ditebar dengan memberikan harapan palsu pada rakyat yang menginginkan perubahan dan bisa hidup srjahtera. Namun, pergantian aktor politik atau rezim tidak membawa angin perubahan ke arah yang lebih baik, malah ambisi untuk terus berkuasa ditampakkan secara vulgar  oleh mereka yang sudah menikmati kue kekuasaan. Koalisi dilakukan hanya untuk menggalang kekuatan.

 

 

 

Kedaulatan ditangan rakyat adalah ide utopis, janji demokrasi yang tidak pernah terbukti, faktanya kedaulatan ditangan oligarki. Rakyat diberi angan-angan semu untuk menentukan nasib mereka sendiri. Nyatanya, atas nama rakyat banyak aturan dibuat hanya menguntungkan oligarki, tapi merugikan rakyat. Suara buruh yang menyuarakan perbaikan nasib mereka tidak ditanggapi. Suara oligarki lebih didengar dan diberi jalan untuk menguasai negeri yang memiliki kejayaan dan keindahan yang luar biasa. Masihkah sistem demokrasi layak dipertahankan jika ingin sebuah perubahan hakiki.

Sejarah membuktikan demokrasi sistem yang tidak manusiawi. Pergantian rezim tidak membawa perubahan hakiki. Setiap rezim menginginkan politik dinasti yang menjadikan anak keturunannya terus berkuasa, meskipun menghalalkan segala cara bahkan melanggar prinsip-prinsip dalam berdemokrasi. Ambisi kuat untuk mempertahankan kekuasaan ditunjukkan dengan menyalahgunakan kekuasaan, bahkan dengan mengubah aturan yang mereka buat sendiri.

Tentunya hanya dengan Islam kita berharap untuk melakukan perubahan hakiki, yang memaknai politik tidak hanya berebut kekuasaan, tapi lebih pada usaha untuk mengurusi rakyat agar terpenuhi hak dan kebutuhan mereka untuk bisa hidup aman dan sejahtera. Keadilan akan dirasakan oleh semua rakyat dengan menerapkan hukum dari Sang Pencipta manusia, hidup dan alam semesta. Sebuah sistem yang menjaga jiwa, keamanan, kehormatan manusia. Menjaga rakyat dan juga pemimpinnya dari keburukan, bujukan setan yang terkutuk dengan selalu mengaitkan setiap perbuatan dengan semua perintah dan larangan-Nya agar Allah SWT. Ridho pada mereka. Pemimpin yang amanah dan dicintai rakyat akan mampu membawa gerbong perubahan menuju Indonesia maju.

Sementara, politik demokrasi hanya jalan di tempat, Indonesia maju hanya janji semu yang jauh dari kenyataan. Bagaimana bisa Indonesia maju ditopang oleh hutang riba yang terus menggunung tanpa ada usaha untuk menyelesaikannya. Biaya politik yang tinggi membuat para pejabat yang terpilih menyalahgunakan kekuasaan dengan mencuri uang rakyat. Korupsi menggurita karena hikum buatan manusia telah menyuburkannya. Hukum tidak tegas dan memberi celah bagi koruptor, pencuri uang rakyat terbebas dari hukuman. Kehidupan sekuler membuat hidup semakin sulit karena pintu berkah dari langit dan bumi tertutup bagi penduduk suatu negeri yang lebih memilih diatur dengan hukum peninggalan kolonial penjajah.

Politik kotor hanya demi kekuasaan harus diganti dengan politik bersih dan mulia dalam sistem Islam agar kehidupan Islami bisa terwujud untuk menciptakan penduduk suatu negeri yang beriman dan bertakwa. Allah SWT. Membuka pintu berkah langit dan bumi, karena penduduknya yang beriman dan bertakwa.  “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Surat Al-A’raf Ayat 96). Saatnya beralih ke politik Islam untuk perubahan hakiki dengan meninggalkan politik demokrasi yang hanya untuk ambisi merebut kekuasaan. Politik dalam sistem Islam yang menghasilkan pemimpin amanah untuk mengurusi rakyat karena dorongan iman dan takwa. Begitu pula rakyat peduli dan mencintai pemimpinnya dengan terus melakukan muhasabah agar pemimpinya bisa tetap lurus menjalankan tugasnya dengan menerapkan Islam secara kaffah.

Seorang muslim yakin bahwa penerapan Islam secara kaffah akan membawa kebaikan. Sebaliknya meninggalkan dan mendustakan syariat-Nya, hanya akan mendatangkan keburukan dan azab yang pedih. Kehidupan dunia yang hanya sementara tidak layak dijadikan tujuan, karena semua ini akan segera tinggalkan. Semua yang ada di dunia akan menjadi cerita pada waktunya nanti saat kita harus kembali kepada-Nya. Sementara, kehidupan akhirat akan menjadi nyata dan kita akan tinggal selama-lamanya. Lalu bagaimana bisa kita meninggalkan Islam saat berpolitik dan mati-matian mengejar kekuasaan dan nikmat dunia yang segera kita tinggalkan. Sudah saatnya kita berpikir cerdas untuk mengatur hidup kita dengan Islam termasuk juga saat kita berpolitik agar Allah SWT. Ridho dengan apa yang kita kerjakan sehingga kita akan mendapatkan kebaikan di dunia terlebih di akhirat nanti.

Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab