Rencana Pembebasan PBB Sawah, Apakah Solusi Sejahterakan Petani?
Tinta Media - Bupati Bandung HM Dadang Supriatna dengan moto pembangunan 'bedas' akan menggulirkan kebijakan pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB) pada sejumlah lahan sawah yang dinilai layak di Kabupaten Bandung. Kebijakan ini digulirkan untuk meringankan beban petani. Selain itu, langkah tersebut merupakan wujud komitmennya dalam menjaga ketahanan pangan di Provinsi Jabar.
Indonesia adalah negara agraris dengan lahan pertanian yang luas serta sumber daya alam yang melimpah. Sehingga, sebagian mata pencaharian penduduknya adalah di sektor pertanian.
Pertanian menjadi salah satu sektor penopang perekonomian negara dan menjadi faktor tercapainya ketahanan pangan. Namun, apakah kebijakan pemerintah membebaskan PBB pada sejumlah lahan pertanian, seperti lahan sawah yang dinilai layak di Kabupaten Bandung bisa menjaga ketahanan pangan?
Pada kenyataannya, lahan persawahan yang ada saat, sebagian besar dimiliki oleh para konglomerat, para pengusaha, dan hanya sebagian kecil yang dimiliki oleh para petani. Bahkan, lahan persawahan di Kota Bandung sudah banyak yang dijadikan perumahan elit.
Karena itu, bila PBB dibebaskan, maka tidak menjamin sedikit pun kesejahteraan petani. Ini karena lahan yang dimiliki para petani hanya sebagian kecil saja.
Padahal, banyak penduduk yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Untuk keberlangsungan hidupnya, banyak petani yang menyewa lahan pertanian pada para konglomerat dan para pemilik tanah yang luas. Bahkan, banyak yang menjadi buruh tani bagi yang tidak punya modal. Karena itu, kesejahteraan bagi para petani kian menurun karena keterbatasan modal, lemahnya penguasaan teknologi, hingga lemahnya posisi tawar dalam penjualan hasil panen.
Mengapa semua ini bisa terjadi? Penyebabnya adalah karena sistem kapitalisme neoliberal yang menggantikan peran negara hingga sekadar sebagai regulator. Sementara, secara operasional diserahkan kepada korporasi.
Sistem inilah yang menyebabkan ketimpangan ekonomi. Para pemilik modal bisa memiliki aset dan menguasai rantai produksi, distribusi pangan, hingga kendali harga, sementara pemerintah hanya pemulus kebijakan mereka.
Ketimpangan ini menyebabkan proses produksi, hingga distribusi pertanian para petani makin dipersulit. Dalam proses produksi, para petani mendapatkan benih, pupuk, pestisida, dan sarprodi yang berkualitas dengan harga yang sangat mahal. Ini disebabkan karena semuanya telah didominasi oleh para korporasi.
Dalam proses distribusi, pada saat panen raya anjloknya harga disebabkan bermainnya para tengkulak, pengepul, cukong, hingga kartel yang memainkan harga yang merugikan para petani. Upaya pencegahan untuk mengantisipasi semua ini sangat minim. Belum lagi produk impor yang difasilitasi oleh kebijakan pemerintah.
Keberpihakan pemerintah pada koorporasi ini semakin menambah penderitaan pada para petani. Semua problematika ini menyebabkan petani hidup dalam kemiskinan tanpa adanya solusi yang tuntas dan benar.
Tata kelola pertanian yang buruk akibat sistem yang batil dan berbagai program jaminan subsidi yang dikeluarkan pemerintah tak mampu melindungi dan memperbaiki nasib petani. Ini karena subsidi yang diberikan hanyalah obat sesaat yang tidak akan mengobati sumber penderitaan mereka. Namun, itu hanya untuk menutupi kebobrokan sistem kapitalisme yang merugikan rakyat.
Umat butuh solusi tuntas untuk mengatasi problematika ini. Caranya dengan mengganti sistem kapitalisme yang batil ini dengan sistem Islam. Sistem yang berlandaskan pada Al-Qur'an dan as-sunah yang berasal dari Allah Swt. terbukti bisa mengatasi problematika kehidupan manusia.
Islam memiliki konsep yang jelas untuk memajukan pertanian dan menyejahterakan petani. Pengaturan berada dalam tanggung jawab negara Islam, yaitu khilafah sebagai pelindung dan penjaga bagi rakyat.
Pertanian wajib dikelola berdasarkan prinsip syari'at Islam, yang akan mewujudkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Islam memandang kepemilikan lahan pertanian sejalan dengan pengelolaannya. Bagi siapa yang mampu mengelolanya, maka dia berhak memiliki tanah tersebut, bila tidak mampu, maka hilanglah kepemilikan tanah tersebut.
Islam melarang untuk menyewakan tanah pertanian dan memberikan dukungan penuh terhadap upaya memaksimalkan pengelolaan tanah. Khilafah akan memberikan bantuan kepada para petani, seperti sarprodi, benih, pupuk, infrasturktur, penunjang modal, teknologi, dan sebagainya untuk memaksimalkan pengelolaan lahan dalam proses produksi.
Dalam proses distribusi, tawar-menawar harga dilakukan secara adil dan saling rida antara petani dengan pembeli. Mekanisme pasar terjadi secara sempurna tanpa adanya penyimpangan. Politik ekonomi Islam yang sahih dijalankan oleh pemerintah yang amanah. Mereka bertindak sebagai pelayan dan pelindung rakyat, menjadi jaminan berjalannya sektor pertanian yang dinamis dan terus tumbuh, serta menerapkan syari'at Islam secara kaffah. Khilafah terbukti bisa mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, sehingga Islam akan kembali menjadi rahmatan lil a'lamin.
Walllahu alam bishawab
Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media