Tinta Media: Satu
Tampilkan postingan dengan label Satu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Satu. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 Februari 2024

Kebenaran Itu Hanya Satu, Maka Carilah dan Sebarkanlah!



“Kebenaran itu hanya ada satu”

Tinta Media - Itulah kata Conan Edogawa dalam Serial Detective Conan karya milik Aoyama Gosho. Sebuah kata-kata yang menarik perhatian. Waktu kita belajar Islam kita di beri sebuah fakta bahwa kebenaran itu hanya datang dari satu sumber yaitu Allah SWT.

Menariknya, kalimat yang di ucapkan oleh Conan Edogawa ini seringkali dia katakan setelah dia melakukan sebuah pencarian pencarian fakta secara mendalam sehingga dapat mencapai kebenaran dan menyebarkan fakta tersebut ke orang yang ada di sekitarnya agar mereka juga paham akan kasus yang sedang di tangani tersebut.

Begitu pun kita, sudah seharusnya kita sebagai seorang muslim seperti itu. Kita tahu bahwa kebenaran datangnya hanya dari Allah SWT dan oleh karenanya ada dua hal yang harus kita lakukan.

Yang pertama, melakukan pencarian fakta yang mendalam agar dapat menemukan kebenaran. Tentu caranya hanya satu yakni belajar. Bahkan belajar merupakan suatu hal yang wajib bagi seorang muslim, Rasul SAW bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim" (HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami'ish Shaghiir no. 3913).

Yang kedua adalah menyebarkan ilmu yang telah kita dapat kepada orang banyak terkhusus pada orang orang sekitar kita dan biasa disebut dengan “Dakwah”. Dalam penyebaran ada 2 cara yang umum digunakan yaitu dengan orasi dan tulisan.

Salah satu cara Dakwah termudah adalah menggunakan tulisan. Sebab, dengan menggunakan tulisan kita dapat berdakwah dengan sangat mudahnya. Cukup hanya dengan mendengarkan kemudian tulis saja. Tak perlu menulis panjang lebar hingga menjadi buku, cukup satu ayat saja lalu sebarkan, diriwayatkan dalam dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari).

Dengan menulis juga kita bisa berdakwah dengan efisien di zaman yang serba canggih ini, cukup sekali saja menulis dan sebarkan saja ke media yang telah kita punya pun sudah cukup. Apalagi, kalau tulisan kita di sebarkan lagi oleh orang lain bisa berlipat ganda lagi pahala kita nantinya. Ada satu perkataan dari ulama yang bernama Sayyid Qutub Rahimahumullah :

“Satu peluru hanya dapat menembus satu kepala. Namun satu tulisan dapat menembus ribuan kepala”.

Artinya kita dapat membuat banyak orang sadar akan sebuah kebenaran jika kita membuat satu tulisan saja. Oleh karena itu, menulis masih menjadi salah satu cara Dakwah yang penting meski sekarang zamannya sudah digital.

Apalagi para anak-anak muda di zaman sekarang ini, seharusnya mereka juga sadar akan pentingnya menulis. Sebab, dengan menulis kita bisa dengan mudah mengingat ilmu yang telah kita pelajari. Dengan tulisan juga bisa jadi pengingat kita ketika lupa.

Apalagi mencari ilmu dan menuliskannya sudah tak perlu lagi keluar dari rumah. Hanya cukup duduk diam di kursi, lalu buka YouTube saja kita sudah bisa mencari ilmu.


Oleh : Abu Ai 
(Wibu Ideologis)

Rabu, 24 Januari 2024

SEKARANG WAKTUNYA MENJADI UMAT YANG SATU


.
Tinta Media - Sudah seratus tahun kita hidup tanpa khilafah, padahal secara 𝑠𝑦𝑎𝑟'𝑖 kaum Muslim tak boleh hidup tanpa ada baiat di pundak khalifah lebih dari tiga hari saja. Apakah dosa kita kurang banyak sehingga masih abai saja akan fardhu kifayah menegakkan khilafah?
.
Sudah seratus tahun kita hidup tanpa khilafah, padahal Allah SWT mewajibkan kita 𝑢𝑑𝑘ℎ𝑢𝑙𝑢 𝑓𝑖𝑠𝑠𝑖𝑙𝑚𝑖 𝑘𝑎𝑎𝑓𝑓𝑎𝑎ℎ (masuklah ke dalam Islam secara totalitas). Apakah kita mengira Islam 𝑟𝑎ℎ𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑙 '𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖𝑛 akan tercapai bila kita menerapkan syariah Islam setengah-setengah?
.
Sudah seratus tahun kita hidup tanpa khilafah, padahal Rasulullah SAW menegaskan khalifah adalah 𝑗𝑢𝑛𝑛𝑎ℎ (perisai/pelindung). Apakah kita kurang sengsara apa diperbudak kafir penjajah melalui sistem kufur demokrasinya?
.
Sudah seratus tahun kita hidup terpecah belah lebih dari 57 negara bangsa, padahal Islam mewajibkan hanya bernaung di bawah satu khalifah saja untuk Muslimin sedunia. 
.
Cukup! Seratus tahun tanpa khilafah sudah terlalu lama. Saatnya kaum Muslim bangkit membuang sistem kufur jebakan penjajah seraya berjuang menegakkan khilafah warisan Rasulillah dan para khalifah rasyidah!
.
𝐼𝑡 𝑖𝑠 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑡𝑜 𝑏𝑒 𝑜𝑛𝑒 𝑢𝑚𝑚𝑎ℎ, sekaranglah waktunya untuk menjadi umat yang satu di bawah naungan 𝑘ℎ𝑖𝑙𝑎𝑓𝑎ℎ '𝑎𝑙𝑎 𝑚𝑖𝑛ℎ𝑎𝑗𝑖𝑛 𝑛𝑢𝑏𝑢𝑤𝑤𝑎ℎ. Allahu Akbar! []
.
Depok, 12 Rajab 1445 H | 23 Januari 2024 M
.
.
Oleh: Joko Prasetyo 
Jurnalis

Senin, 05 September 2022

Recharge Mandiri Pengemban Dakwah (bagian 5-habis): Satunya Kata dan Perbuatan

Tinta Media - Ngomong itu mudah. Kata orang lidah tak bertulang. Bisa lentur berkata kata. Siapapun bisa bicara tapi perbuatan lah yang menjadi buktinya. 

Dakwah itu bukan sekedar memberi tahu. Bukan sekedar mengajak. Bukan sekedar menyebar nasehat dan peringatan. Namun dakwah juga menghendaki perubahan. Bukan sekedar perubahan individu namun juga masyarakat. Dari masyarakat kufur menjadi masyarakat Islam. Masyarakat yang hanya diatur oleh syariat Islam kaffah. 

Karena itu pengemban dakwah mesti jadi contoh. Bahwa apa yang disampaikan bisa juga dilaksanakan. Karena nya pengemban dakwah wajib berupaya sungguh sungguh untuk menyatukan kata dan perbuatan. 

Allah berfirman dalam surat As-Shaff Ayat 2

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?"

Jangan sampai kita menyampaikan dakwah kepada manusia namun lupa akan amal diri. Kita harus berupaya maksimal untuk menjadi pengamal ilmu kita. Meski tentu saja tidak akan bisa sempurna. Namun kekurangan itu dimaafkan dalam upaya serius untuk mewujudkan nya. Karena pengemban dakwah itu manusia biasa bukan malaikat juga bukan nabi sehingga tidak maksum. Jika seseorang baru boleh dakwah ketika sudah sempurna mengamalkan Islam pastilah tidak ada seorang pun manusia sekalipun para ulama yang akan sanggup berdakwah. 

Karenanya maka sikap proporsional itu sangat penting. Disatu sisi kita wajib mengemban dakwah. Dan disisi lain kita wajib mentaati Allah dan Rasul-Nya dengan mengamalkan ilmu kita sebaik baiknya. Jangan sampai pinter ngomong saja. Tapi tak boleh juga dengan alasan belum sempurna amalnya kemudian tak mau berdakwah. 

Abai terhadap amal diri akan menjadi penghambat kemenangan dan pertolongan Allah kepada dakwah ini. Karena itu pengemban dakwah wajib menjadi orang pertama yang tertib sholatnya, tertib puasanya, tertib mbayar zakatnya, tertib ibadah lainnya. Yang semangat menambah dengan amal sunnah. Yang tertib muamalahnya baik bisnisnya maupun dalam urusan rumah tangga nya. Yang tertib lisannya dan amal tangan serta kakinya. Pendek kata dia adalah orang yang berjuang untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya meski sebagai manusia biasa tak luput dari kekurangan. 

Ayo Sobat... Cukup yah. Hasbunallahu wani'mal wakil. []

Ustaz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

Minggu, 03 Juli 2022

Hampir Satu Milyar Penduduk Dunia Alami Gangguan Mental, Aktivis Muslimah: Saatnya Akhiri Loyalitas kepada Sistem Global Kapitalisme


Tinta Media - Tanggapi rilis WHO tentang hampir satu milyar penduduk dunia alami gangguan mental, Aktivis Muslimah Ustazah Iffah Ainur Rochmah menyarankan kepada umat Islam untuk mengakhiri loyalitas (kepercayaannya) kepada sistem global kapitalisme.

"Maka ini adalah sebuah data yang mestinya mengingatkan kita semua dan menampar dunia pada hari ini untuk mengakhiri loyalitas (kepercayaannya) kepada sistem global kapitalisme," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (27/6/2022).

Menurutnya, pemicu dari munculnya gangguan mental yang dialami hampir semilyar penduduk dunia ini adalah pemberlakuan aturan-aturan di dalam sistem yang berlaku hari ini, yaitu sistem kapitalisme.

"Pemberlakuan sistem ekonomi menghasilkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin yang luar biasa ekstrimnya," tandasnya.

Ia memandang, pemberlakuan sistem sosial hari ini, menghasilkan keluarga ataupun hubungan antar masyarakat yang luar biasa sulit untuk mengharmonisasi, bahkan kemudian juga menghasilkan persoalan-persoalan moralitas seperti adanya kekerasan seksual karena sangat banyaknya paparan aurat yang terbuka, kebebasan seksual yang dipertontonkan, dan seterusnya.

Demikian pula, lanjutnya, ini disokong oleh media yang tentu saja tidak bisa ada media yang sampai ke tengah-tengah masyarakat, kecuali diizinkan oleh sistem yang ada. "Karena itu, benar ini adalah satu bencana bagi masyarakat dunia," tegasnya.

Namun, ia menyampaikan bahwa harus disadar, termasuk WHO tidak boleh hanya menginformasikan kesehatan mental banyak orang itu terganggu sampai sekian banyak. Tapi mestinya PBB juga objektif menyatakan bahwa ada problem sistemik, karena ini sesungguhnya gampang sekali disimpulkan dari apa yang berjalan dari sistem hari ini.

"Belum lagi apa yang dinyatakan oleh  WHO ada ketidakmampuan orang-orang yang punya masalah kesehatan mental ini untuk mengakses layanan kesehatan. Nah ini juga problem sistemik," imbuhnya.

Ia menilai tidak semua layanan kesehatan bisa diperoleh dengan mudah. Karena semuanya berbayar. Kalau ingin mendapatkan fasilitas lebih, tentu saja harus membayar lebih.

"Nah apa pelajaran yang bisa kita ambil?  tentu saja ini mengingatkan kita semua bahwa sesungguhnya memang semua aturan kehidupan, sistem yang tidak berlandaskan kepada hukum-hukum Allah, tidak dilandaskan kepada tuntunan Ilahi. Padahal Allah sudah memberikan tuntunan-Nya, tapi diabaikan bahkan ditolak mentah-mentah," sesalnya.

Maka, ujar Ustazah Iffah, yang terjadi adalah kerusakan, kesengsaraan, bagi umat manusia. Seharusnya ini mendorong kita untuk mencari sistem alternatif yang sesungguhnya itu bisa didapatkan di dalam sistem Islam. Karena Islam punya tuntunan yang lengkap untuk mengatur semua aspek kehidupan.

"Dan dulu, praktik pemberlakuan sistem Islam ini, sudah dicontohkan oleh para Khulafa. Khulafaurrosyidin maupun para khalifah. Dan kesehatan mental itu bisa ditekan sedemikian rupa bahkan orang yang mengalami gangguan kesehatan mental itu juga bisa diselesaikan dengan treatment atau dengan perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh sistem yang ada," paparnya.

Ustazah Iffah menyampaikan, ada satu tempat di mana masih ada jejak perawatan terhadap gangguan kesehatan mental yang dulu disediakan oleh sistem Khilafah yaitu oleh Khilafah Utsmaniyah.

"Di mana di situ negara punya tanggung jawab penuh, bahwa ada orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental yang jumlahnya mungkin tidak banyak, tapi negara menyediakan fasilitas untuk menangani mereka agar tidak mengganggu kehidupan mereka, berikutnya agar tidak menjadi hal yang buruk bagi masyarakat," pungkasnya.
[]'Azimatul Azka

Sabtu, 02 Juli 2022

Hampir Satu Milyar Penduduk Dunia Alami Gangguan Kesehatan Mental, Ustazah Iffah: Indikasi Sistem Saat Ini Banyak Persoalan


Tinta Media - Menanggapi rilis WHO yang menyampaikan bahwa hampir satu milyar penduduk dunia alami gangguan kesehatan mental, Aktivis Muslimah Ustazah Iffah Ainur Rochmah mengungkapkan, hal itu sebagai indikasi atau penanda bahwa sistem yang berjalan di dunia ini menghasilkan banyak persoalan.

"Nah ini kita bisa jadikan sebagai indikasi atau sebagai penanda bahwa sistem yang berjalan di dunia ini menghasilkan banyak persoalan," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (27/06/2022).

Ia mengurai berbagai persoalan sistemik yang muncul. Mulai dari persoalan ekonomi,  persoalan keluarga (berupa tidak harmonisnya hubungan keluarga, retaknya keluarga), kemudian tidak harmonisnya hubungan antar individu-individu di masyarakat, persoalan sosial, dan persoalan politik  yang terjadi karena pengaturan berbagai urusan kehidupan masyarakat tidak diselesaikan dengan baik.

Tidak Ada Harmonisasi

Menurutnya, munculnya gangguan kesehatan mental paling besar diakibatkan oleh tidak adanya harmonisasi. Baik harmonisasi di dalam hubungan keluarga, di dalam hubungan sosial antar individu masyarakat maupun kemudian terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan masyarakat khususnya kebutuhan ekonomi, kebutuhan layanan kesehatan, dan seterusnya.

"Coba kita bayangkan ketika tidak baik-baik saja atau tidak harmonis, kondisi tidak ideal dalam kehidupan berkeluarga, maka kita bisa saksikan ada anak-anak yang sejak kecil menyaksikan kedua orang tuanya bertengkar atau konflik, maka ini menjadi satu pukulan mental tersendiri bagi anak-anak," paparnya.

Bahkan, lanjutnya, di usia dewasa banyak juga orang yang kemudian mengatakan, "Oh saya tidak mau berumah tangga, karena saya tidak ingin nanti mengalami kondisi yang sama dengan orang tua," kutipnya.

Kekerasan dalam Rumah Tangga

"Apalagi kalau mereka melihat terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, misalnya adanya kekerasan fisik yang dilakukan oleh keluarganya baik kepada ibu ataupun kepada anak-anak. Ini juga menjadi trauma tersendiri dan mengakibatkan gangguan mental, gangguan kesehatan mental pada anak-anak," terangnya.

Belum lagi, ungkap Ustazah Iffah, kalau kita lihat karena banyaknya anak-anak itu terpapar content-content kekerasan  atau mereka juga menyaksikan, mengalami langsung menjadi korban kekerasan itu di dalam keluarganya, maka mereka menduplikasi, mereka meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang dewasa di sekitar mereka, yang mereka tonton di media, maka ini juga membuat mereka melakukan buliying (perundungan) serupa kepada yang lainnya, belum lagi soal kekerasan seksual, dan seterusnya.

"Nah ini memang berakibat pada gangguan-gangguan kesehatan  mental, baik pada anak-anak di usia tumbuh kembang mereka, ataupun pada saat mereka di usia yang lebih dewasa," ujarnya.

Mereka yang pada usia anak-anak mengalami kekerasan seksual misalnya, maka di usia dewasa juga akan mengalami trauma tersendiri atau bahkan ada sebagian yang disampaikan oleh riset-riset yang ada, bahwa pelaku kekerasan seksual bahkan predator seksual itu adalah orang-orang yang dulunya di masa kecil, mereka mengalami kekerasan serupa.

Kekerasan Ekonomi

Ustazah Iffah memandang, orang yang mengalami atau orang yang menghadapi kehidupan yang sangat sulit secara ekonomi (secara ekonomi mereka mengalami kesulitan), mereka tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, maka ada semacam persoalan gangguan kesehatan mental di usia yang lebih dewasa.

"Mereka seperti ingin take revenge (seperti ingin balas dendam). Kita bisa lihat beberapa waktu yang lalu kasus crazy rich 'yang melakukan' bisnis penipuan, trading, kemudian sejenisnya, itu adalah orang-orang yang dia katakan, 'Dulu saya punya orang tua yang tidak bisa memenuhi kebutuhan saya, secara ekonomi sangat sulit'," kutipnya.

Ia menilai ungkapan 'secara ekonomi sangat sulit' itu tidak dipahami sebagai hal yang tidak bisa diterima secara mudah, karena mereka melihat ada orang lain yang bisa memiliki apa saja. Jadi, ada kesenjangan yang luar biasa. Orang yang kaya sangat kaya, orang yang miskin sangat juga miskin.

"Nah, ini juga menyebabkan gangguan gangguan pada kesehatan mental. Nah, otomatis kalau kita merunut dari beberapa contoh kasus tadi, kita bisa lihat memang problem kesehatan mental ini bukan problem yang bersifat subjektif dialami oleh individu-individu yang tak mampu menghadapi msalahnya, bukan hanya itu. Tapi ini adalah problem sistemik," pungkasnya. []'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab