Tinta Media: Santri
Tampilkan postingan dengan label Santri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Santri. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Maret 2024

IJM: Kekerasan Santri Harusnya Jadi Pelajaran Terakhir



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana menuturkan, kekerasan pada santri yang terjadi di pondok pesantren Kediri seharusnya menjadi pelajaran terakhir. 

"Harusnya ini menjadi pelajaran terakhir, pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama yang selalu menekankan moral keagamaan," tuturnya dalam video Kejam! Santri Diduga Dibully Kakak Senior Hingga Meninggal di kanal YouTube Justice Monitor, Kamis (29/2/2024). 

"Tempat mempelajari, memahami, mendalami, menghayati. Jangan sampai, mengamalkan ajaran Islam menjadi sarangnya para predator seksual maupun bullying oleh para santri senior," imbuhnya. 

Ia mengungkapkan bahwa orang tua memiliki niat mulia untuk mengantarkan putra putrinya mengaji, memperdalam ilmu agama di pesantren. Bahkan orang tua memiliki pilihan terbaik dengan menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah umum yang berada di lingkungan pesantren. "Mereka memiliki harapan tinggi agar anaknya tidak hanya mendapatkan pengetahuan umum saja namun juga diimbangi dengan pengetahuan agama. Sehingga kelak tampil sebagai pribadi dengan akhlak yang mulia," ulasnya. 

Namun nyatanya, lanjutnya, malah menjadi korban kejahatan para oknum senior. "Jangan sampai muncul opini di Lingkungan masyarakat bahwa pesantren pun bukan tempat yang aman bagi anak untuk belajar," tukasnya. 

Ia menilai bahwa meski kasus kekerasan dan perundungan lebih banyak yang terjadi di luar pesantren, namun bukan berarti boleh memaklumi kejadian kekerasan di beberapa pesantren. Sebab itu tidak mencerminkan wajah dari pondok pesantren secara keseluruhan. "Tetapi tentu kita harus introspeksi semuanya. Masalah kekerasan dan perundungan ini tidaklah sederhana melainkan bersifat sistematis, yakni kehidupan yang sekuler liberal," ungkapnya. 

Ia memandang bahwa tidak bisa menyalakan individu santri semata, juga keluarga dan institusi pesantrennya saja. Santri tidak hanya tinggal di lingkungan pesantren dengan berbagai macam peraturannya, melainkan juga dengan keluarga dan lingkungannya yang berinteraksi dengan kehidupan sekuler liberal. Hal ini menyebabkan kehidupan umat Islam menganut gaya hidup bebas dan tentu rentan stres sosial karena mengukur segala sesuatunya dengan material. "Inilah pemicu seorang mudah terpancing amarah hingga hilang akal, yang melakukan sesuatu di luar nalar hingga bisa menghilangkan nyawa manusia," paparnya. 

"Media massa pun memprovokasi generasi muda, tidak terkecuali para santri dengan berbagai ‘konten sampah’, yang merusak, untuk hidup dengan standar gaya hidup yang materialistis, kering akan _idrak sillah billah_ , kering akan hubungan dengan Allah Subhanahu Wa Taa'la," terangnya. 

Sementara itu,  tambahnya, santri tidak 100% tinggal di lingkungan pesantren, misalnya juga suguhan game, iklan, video dan sebagainya yang menyodorkan aksi-aksi kekerasan mungkin diterima juga. Itu termasuk ketika liburan pulang ke rumah orang tuanya. Hal ini tidak bisa dihindari, ditambah pola asuh dan karakter orang tua yang cenderung sekuler, kering dari kasih sayang, yang tidak sejalan dengan pesantren. "Hal ini pun mempengaruhi santri dalam menyelesaikan masalah dengan jalan serba instan tanpa proses, bijak, penuh kesabaran, dipikir dulu. Cenderungnya main tangan, kekerasan," bebernya. 

Ia menambahkan bahwa solusi kekerasan oleh santri ini butuh solusi sistemis. Tidaklah cukup menyelesaikan masalah hanya dengan satu sisi, misalnya memberikan sanksi berat pada pelaku kekerasan tetapi membiarkan sistem penyubur kekerasan tetap eksis di tengah-tengah kehidupan, baik di dalam gadget anak-anak itu sendiri, game-game, video-video tontonan yang memang menampilkan kekerasan yang itu memudahkan orang memicu terjadinya kekerasan. Perlindungan menyeluruh bagi anak atau pelajar dari tindak kekerasan baik seksual, fisik maupun psikis mengharuskan negara membuat evaluasi menyeluruh atas kebijakan terkait dengan berjalannya fungsi keluarga. Perlunya lingkungan yang kondusif. Kemudian kurikulum pendidikan yang sejalan serta penegakan hukum. 

"Hal ini harus ditempuh negara jika serius untuk menuntaskan berbagai kasus kekerasan yang terjadi saat ini pada anak," pungkasnya.[] Ajira

Sabtu, 04 November 2023

Santri, Dulu hingga Kini Tetap Pejuang Sejati



Tinta Media - Peran besar santri akan tetap terukir abadi di negeri ini dalam mengusir penjajah. Aksi heroik mereka bersama para kyai, rakyat, dan elemen masyarakat yang lain terekam jelas mampu menggentarkan penjajah hingga hengkang dari bumi pertiwi.

Yang tak bisa dilupakan, ada sosok di balik gagahnya para santri mengusir penjajah, yaitu Syekh Hasyim Asy’ari yang mengobarkan resolusi jihad tanggal 22 Oktober di Surabaya untuk menghadapi penjajah hingga titik darah penghabisan. Dengan semangat ruh jihad, para santri berjuang membela tanah kelahiran yang diinjak-injak para penjajah serta anteknya. Ini adalah harga mati, sekalipun harus mengorbankan nyawa.

Inilah perjuangan sejati para santri ketika ada musuh di hadapannya, tak gentar meski senjata lawan lebih canggih. Dengan kekuatan iman dan pemahaman mereka tentang keutamaan jihad, para santri mampu membuat kocar-kacir para penjajah. Kekuatan jihad santri mampu menggentarkan pasukan sekutu untuk mundur dari Surabaya serta bumi pertiwi.

Perjuangan Masih Panjang

Kini, ketika penjajahan fisik sudah tidak ada lagi, sejatinya ada penjajahan gaya baru yang mendominasi negeri ini. Jika dulu mereka menggunakan senjata, maka hari ini penjajahan dalam bentuk lain, lewat kebijakan dalam segala bidang. Di negeri mayoritas muslim ini, yang diterapkan adalah ekonomi kapitalis, pendidikan yang berorientasi provit, pergaulan liberal tanpa mau diatur agama, politik Machievelis, yaitu untung rugi, dan lainnya. Itulah produk penjajah dengan landasan sekularisme, memisahkan agama dari pengaturan urusan kehidupan. 

Akibatnya, tatanan kehidupan kacau dan kesempitan hidup mendera. Itu semua karena negeri ini tidak patuh terhadap syariat Sang Pencipta. Mereka lebih tunduk pada para pemodal atau penjajah (gaya baru) itu sendiri. 

Lihat saja, kekayaan yang melimpah nyatanya bukan untuk kesejahteraan rakyat. Emas, minyak, hutan, nikel, dan sebagainya yang ada di perut bumi ini hanya dikuasai oleh segelintir orang. Sekali lagi, ini adalah penjajahan gaya baru. Namun sayang, banyak yang tidak menyadari bahwa penjajah masih bercokol di sini.

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS Al-Maidah 51).

Tugas para santri masih panjang dan belum usai. Selayaknya, mereka tetap menjadi garda terdepan untuk memperjuangkan penerapan syariat dalam setiap aspek dan menolak seluruh penjajahan gaya baru. Ini karena para santri adalah pewaris para nabi. Hal ini disadari oleh kafir penjajah. Karena itu, mereka membuat opini massif yang dijejalkan lewat kurikulum pesantren.

Sebutan santripreuner, kemandirian ekonomi santri, kopotren, dan lainnya adalah upaya membelokkan potensi santri agar lemah dari pemahaman agama dan terlena dengan karya pragmatis. Dengan begitu, santri menerima paham pluralisme, liberalisme, kapitalisme, toleransi beragama, 
L6BT dan produk Barat lainnya yang tujuannya untuk merusak kaum muslimin tanpa mereka sadari.

Sudah saatnya santri dan umat paham bahwa penjajah kafir terus menerus bekerja agar umat lslam meninggalkan syariat yang mulia. Para penjajah sadar, ketika santri dan umat bersatu untuk menerapkan lslam, maka para penjajah Barat tidak akan bisa menguasai serta menjajah kembali. Hal ini adalah kehancuran bagi penjajah itu sendiri. Allahu a’lam.

Oleh: Umi Hanifah
Aktivis Muslimah Jember

Selasa, 03 Oktober 2023

Santri dan Umat Islam dalam Pusaran Pemilu

Tinta Media - Sebanyak 20 ribu santri Pondok Pesantren Sa'adatuddaroin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berkumpul untuk mendoakan calon wakil presiden 2024, Muhaimin Iskandar (15/09/2023). Hal ini dilakukan sebagai wujud rasa bangga, dikarenakan adanya calon pemimpin nasional dari kalangan santri.

Ketua DPP PKB, Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan bahwa acara selawatan ini juga merupakan wujud rasa syukur dari anak-anak nahdliyin yang ada di Kabupaten Bandung yang terdiri dari 31 kecamatan. Juga rasa syukur karena telah memasuki bulan maulid.

Menurut Cucun Ahmad Syamsurizal, bahwa majunya Gus Imin adalah wujud nyata dari simbol anak-anak santri. Cucun menjelaskan secara gamblang bahwa selain meminta doa, juga meminta restu agar Gus Imin dilancarkan dalam pemenangan Pilpres 2024 mendatang.
Memang sangat menggiurkan, ketika 20 ribu santri ditargetkan untuk menjadi pendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden. Kembali mereka bermanis muka ketika musim Pemilu.

Inilah wajah asli dari sistem demokrasi. Mereka selalu bersikap baik dan merapat kepada Islam, apabila menginginkan dukungan. Ketika musim kampanye tiba, mereka berubah seolah-olah religius, berpenampilan islami, blusukan ke tempat-tempat yang sekiranya akan membuat mereka populer dan mendapat citra baik di kalangan masyarakat. Mereka memberikan santunan-santunan kepada rakyat, juga janji-janji akan kesejahteraan dan kehidupan yang lebih mudah, dengan mengharap dukungan, terutama dari kalangan umat Islam.

Hal ini karena umat Islam adalah mayoritas, dengan harapan suara terbanyak akan digenggam sehingga mereka menjadi pemenang dalam pemilu. Akan tetapi, pada faktanya, ketika menang dalam pemilu, mereka lupa akan janji-janji manisnya. Bahkan, ketika dikritik oleh masyarakat, mereka berperilaku seolah-olah masyarakat yang mengkritik mereka adalah musuh.

Semestinya masyarakat belajar agar tidak terus-menerus menjadi korban. Janji-janji kesejahteraan dan penghidupan yang lebih mudah dan layak hanyalah isapan jempol belaka. Mereka hanya memikirkan diri sendiri dan golongannya daripada mengurusi kepentingan rakyat. Mereka hanya memuluskan jalan bisnis para kapitalis yang telah memberi modal yang telah digelontorkan untuk kepentingan pemilu dan memenangkannya.

Sebagai umat Islam yang hidup di negeri dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah selayaknya kita menjadikan Al-Qur'an dan sunnah sebagai standar dalam menetapkan calon pemimpin, juga dalam menyikapi perilaku dan kebijakan seorang pemimpin.

Kriteria umum seorang pemimpin menurut Islam adalah, muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil, mampu (punya kapasitas untuk memimpin). Oleh karena itu, jelas salah satu kriteria calon pemimpin adalah harus orang yang berlaku adil, bukan orang fasik atau orang zalim. Di antara ciri utama orang fasik atau zalim adalah tidak mau berhukum dengan hukum Allah.

Di sinilah urgensi keberadaan seorang pemimpin Islam, yang akan memberikan keadilan di tengah-tengah masyarakat, tidak pandang bulu. Baik seorang muslim atau nonmuslim, pemimpin Islam akan memberikan hak-haknya sebagai warga negara, memberikan rasa aman, dan sejahtera, mengurusi kepentingan rakyat sesuai dengan apa yang diamanahkan oleh Allah Swt. dan rasul-Nya.

Pemimpin Islam akan mengarahkan umat untuk bertakwa kepada Allah azza wa jalla. Wallahu'alam.

Oleh: Enung Sopiah, Sahabat Tinta Media

Selasa, 22 November 2022

Korelasi antara Hari Pahlawan dan Hari Santri

Tinta Media - Tanggal 10 November sangat terkenal dengan sebutan hari pahlawan, menjadi peringatan atas peristiwa peperangan heroik yang terjadi di Surabaya. Peristiwa ini menjadi salah satu penyebab tewasnya pimpinan para penjajah, yakni Brigadir Jendral Mallaby. Karena itu, 10 November menjadi peristiwa yang tak akan pernah dilupakan oleh bangsa ini. 

Karena peperangan itulah, kini bangsa Indonesia telah terbebas dari penjajahan secara fisik. Meski kenyataannya, kini bangsa Indonesia tengah dijajah melalui pemikirannya tanpa disadari.

Banyak yang tak mengetahui atau bahkan sengaja melupakan sejarah, bahwa adanya hari pahlawan disebabkan karena adanya resolusi jihad yang digawangi oleh KH. Hasyim Asy’ari bersama para santrinya. Dahulu, para santrilah yang telah menjadi motor penggerak untuk berperang melawan para penjajah. Kalangan santrilah yang telah berjuang dan berkorban untuk kemerdekaan bangsa ini. Namun, kini sejarah itu hanya tinggal kenangan belaka. 

Sementara, tanggal 22 Oktober diperingati sebagai hari santri nasional. Lahirnya hari itu bukan tanpa sebab, melainkan ada sejarah yang tersimpan di sbaliknya. 

Tanggal 22 Oktober merupakan hari saat resolusi jihad para santri dimulai. Sejak itu, para santri selalu turut andil dalam pertempuran melawan penjajah. Oleh karena itu, kini tanggal 22 Oktober diperingati sebagai hari santri nasional untuk mengenang jasa para pahlawan yang kebanyakan dari kalangan santri. Mereka telah mengorbankan nyawanya untuk kemerdekaan bangsa ini.

Adanya resolusi jihad tersebut memantik semangat juang para santri, termasuk di wilayah Surabaya. Resolusi itu memberikan semangat pada mereka serta kebulatan tekad untuk bertempur habis-habisan melawan para penjajah. Karena sebab itulah, muncul peperangan yang sangat legendaris yang kini dikenal sebagai pertempuran 10 November yang terjadi di Surabaya. Kala itu, pemimpinnya adalah Bung Tomo yang terus membakar semangat arek-arek Surabaya hingga akhirnya peperangan pun dimenangkan oleh para santri.

Jika tak ada resolusi jihad, belum tentu ada peperangan pada tanggal 10 November yang kini setiap tahunnya selalu diperingati sebagai hari pahlawan. Maka, sebenarnya antara hari santri dan hari pahlawan itu saling berkelindan antara satu dengan yang lain. Ini karena pada hakikat yang sesungguhnya, para pahlawan itu adalah para santri yang ikut berjuang memerdekakan negeri ini dari penjajah. Oleh karena hal itulah, dua peristiwa ini begitu erat hubungannya, karena pada dasarnya mereka adalah satu kesatuan.

Maka, sangat terlihat aneh ketika kini para pejuang Islam dan pengemban dakwah didiskriminasi dan dideskreditkan oleh pemerintah. Coba ingatkan mereka akan sejarah di masa lampau, bahwa pejuang kemerdekaan itu adalah kaum muslimin. Maka, sangat tidak wajar ketika para pengemban dakwah dijebloskan ke dalam penjara hanya karena menyebarkan Islam. Padahal, bangsa Indonesia sangat berutang budi kepada kaum muslimin yang telah berjuang tak kenal lelah.

Melalui peran para santrilah kini Indonesia telah terbebas dari belenggu penjajah secara fisik. Namun, kini penjajahan secara pemikiran masih terus berlanjut. Bahkan, tak sedikit dari para santri yang telah terkena racun pemikiran tersebut. Mereka tak lagi berharap rida Allah, tetapi lebih senang membuang waktunya di hadapan layar smartphone. Padahal, umat sedang menunggu kontribusi kita dalam perjuangan ini.

Jika para pemuda saja banyak yang terlena, bagaimana kita hendak mewujudkan sebuah daulah yang akan membuat rakyat sejahtera? Jangankan memikirkan masalah umat, ketika bangun saja yang ia cari adalah gadget. Lihatlah, kini para remaja tengah di ambang kehancuran. Maka, tugas kita sebagai para remaja dambaan umat adalah menyadarkan mereka akan tugasnya berjuang dalam dakwah.

Oleh karena itu, sebagai remaja tonggak perdaban, sudah semestinya kita meneladani dan mengikuti jejak para pendahulu yang telah berjuang dan berkorban demi tegaknya Islam di seluruh penjuru bumi. Kelak, ketika menghadap Allah, kita memiliki hujjah atau bukti bahwa usia yang kita miliki senantiasa digunakan dalam hal kebaikan.

Walaupun usia kita masih muda, jangan sia-siakan dengan melakukan maksiat. Gunakan waktu yang ada untuk berjuang demi kejayaan Islam. Allah telah menjanjikan pahala yang akan dilipatgandakan bagi siapa saja yang berjuang di jalan Allah dengan ikhlas. Seorang pengemban dakwah tak digaji bukan karena tak bernilai, tapi karena tak ternilai.

Jadi, untuk seluruh remaja yang mengharapkan perubahan, tetap semangat, ya. Ketika engkau berjuang, jangan pernah mengharapkan hasil karena Allah tidak melihat hasilnya, tetapi usaha yang kita lakukan. Berdakwahlah semaksimal mungkin. Adanya hari pahlawan adalah karena adanya hari santri, dan adanya hari santri adalah karena adanya resolusi jihad. Tetaplah semangat hingga kelak Allah mengizinkan Daulah Khilafah yang selama ini kita impikan terwujud di muka bumi ini. Takbir!
Wallahu ‘a’lam bish shawwab.

Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba 
Siswi DKDM PP Baron 1 Nganjuk

Selasa, 08 November 2022

Santri Terjebak Sinkretisme Agama dan Pragmatisme Politik, Ahmad Sastra: Sangat disayangkan!

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra sangat menyayangkan para santri yang terjebak sinkretisme agama dan pragmatisme politik.

“Hari Santri Nasional yang digelar tiap tanggal 22 Oktober  setiap tahunnya, tapi sangat disayangkan jika para santrinya terjebak sinkretisme agama dan pragmatisme politik,” tuturnya kepada Tinta Media, Senin (7/11/2022).

Sinkretisme agama dan pragmatisme politik menurut Ahmad Sastra merupakan kemusyrikan modern yang menyerang tauhid umat muslim. “Sebagaimana terjadi sejak dulu, ini hanya lah sebuah kelanjutan masa lalu,” ujarnya.

Ia menjelaskan tentang sinkretisme agama seperti paham pluralisme dan paham moderasi agama. Dan Allah dengan tegas melarang mencampuradukkan ajaran, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat ke 42, yakni tidak mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan tidak menyembunyikan kebenaran.

“Pencampuradukan ajaran agama-agama yakni dengan mengoplos yang hak dan batil, dalam bahasa filsafat disebut sinkretisme agama,” jelasnya.

Ia menilai seharusnya para santri memahami bahwa salah satu kebenaran Islam justru ditunjukkan melalui berbagai istilah-istilah yang khas dengan makna yang khas pula.
“Berbagai istilah khas Islam misalnya kata kaffah, rahmatan lil’alamin, dan washatiyah, ketiganya memiliki pengertian khas yang sahih karena berasal dari Allah langsung,” ucapnya.

Sementara istilah moderatisme, sekularisme, liberalisme, pluralisme, dan radikalisme adalah istilah yang berasal dari epistemologi Barat. “Dan tentu saja bertentangan dengan ajaran Islam,” lanjutnya.

Barat menginginkan polarisasi muslim dengan memberikan label dan kapling-kapling Islam sehingga menimbulkan berbagai friksi intelektual hingga fisik sesama muslim. Ahmad Sastra mengatakan upaya semacam ini sesungguhnya pengulangan sejarah semata. “Karena itu umat Islam khususnya santri harus cerdas dan mampu membaca dengan cepat dan tepat. Inilah yang disebut ghozwul fikr,” katanya.

Ragam Islam buatan Barat seperti Islam moderat, Islam radikal, Islam fundamentalis, Islam nusantara, Islam progresif, Islam liberal, Islam teroris, Islam sekuler, Islam tradisional, dan Islam modern. Semua ini merupakan hasil dari gerakan imperialisme epistemologi (ghozwul fikr) Barat ke dunia Islam.
“Tentu saja hal tersebut tidak akan ditemukan dalam ajaran Islam karena termasuk sinkretisme,” ungkapnya.

Ia membeberkan upaya Barat dalam bidang agama dengan memunculkan narasi pengarusutamaan moderasi agama. Di mana narasi moderasi agama adalah indikasi kecil dari islamphobia. Bertujuan mengaburkan hakikat Islam, mencampur aduk kebenaran Islam dengan agama lain.

“Selain itu bertujuan untuk mengerdilkan ajaran Islam, mendegradasi akidah umat Islam, dan melumpuhkan dakwah tauhid serta menghadang kebangkitan Islam,” bebernya.

Baginya tanpa adanya narasi moderasi agama, Islam adalah agama yang paling bisa memberikan ruang pembiaran kepada pemeluk agama lain. Islam memberikan ruang pengakuan atas fakta pluralitas sosiologis, namun tidak dengan pluralisme teologis. “Tanpa diembel-embel moderat, Islam merupakan agama yang penuh perdamaian, toleransi, adil, dan menebarkan kebaikan kepada seluruh alam semesta,” ucapnya.

Ahmad Sastra menyatakan bahwa jebakan yang tidak kalah berbahaya yang tengah menjerat kaum santri adalah jebakan pragmatisme politik. Istilah pragmatisme ini berasal dari kata Yunani, artinya perbuatan (action) atau tindakan (practice).

“Para santri, kyai, dan ulama yang menjebakkan  diri dalam permainan politik demokrasi sekuler maka mereka sesungguhnya sedang menjerumuskan ke dalam jebakan pragmatisme,” tuturnya.

Ia memaparkan bahwa pragmatisme memandang kriteria kebenaran ajaran adalah faedah atau manfaat, sedangkan pragmatisme William James menawarkan sebuah konsep baru dalam memandang kebenaran. William James menolak kebenaran sebagai sesuatu yang sifatnya statis, yang dikandung oleh suatu gagasan.
“Hal ini menimbulkan implikasi bahwa kebenaran tidak bersifat mutlak, melainkan berubah-ubah. Jelas sekali pragmatisme ini sebagai standar ide dan perbuatan yang sangat bertentangan dengan Islam. Standar perbuatan Islam ialah halal haram, bukan manfaat atau kegunaan riil untuk memenuhi kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh sebuah ide, ajaran, teori, atau hipotesis,” paparnya.

Politik demokrasi menjadikan manfaat sebagai standar kebenaran dan mengabaikan wahyu. Ia mempertanyakan peranan santri, kyai dan ulama yang terjebak dalam pragmatisme politik.
“Lantas apa jadinya kalau para santri, kyai, dan ulama tidak lagi menjadikan wahyu sebagai standar kebenaran dalam berpolitik?” tanyanya.

“Benar apa yang disampaikan Imam Al Ghazali bahwa rusaknya rakyat karena rusaknya pemimpin, sementara rusaknya pemimpin karena rusaknya para ulama,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Rabu, 02 November 2022

Dukungan Santri dan Kiyai untuk Capres

Tinta Media - Sekitar 2000 santri yang berjejaring dalam himpunan santri Nusantara (HISNU) melakukan dukungan untuk Ganjar Prabowo dalam pilpres 2024 dalam peringatan Maulid Nabi 1444 H di Pondok Pesantren al-Burdah 2, Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung. Selain para santri, kegiatan ini diikuti para kiyai, ulama, habaib. Mereka menyerukan suara untuk memiliki pemimpin yang dapat membawa bangsa ini pada kemajuan dan kesejahteraan. 

Ganjar Prabowo sebagai capres sering mengunjungi pesantren dan menyalurkan bantuan untuk pesantren dan para santri. Program kerja Ganjar Prabowo banyak mendukung moderasi beragama dan menyetarakan pendidikan dengan pendidikan formal.

Pemilihan presiden dan wakil presiden 2024 sebentar lagi akan dilangsungkan. Partai politik mulai sibuk menyusun strategi untuk mendapatkan suara masyarakat. Salah satu upayanya adalah dengan masuk ke pesantren-pesantren untuk mencari dukungan. Mereka menggadang para santri dan ulama mencitrakan partainya sebagai partai yang memiliki figur pemimpin yang akan membawa kemajuan dan kesejahteraan untuk bangsa ini.

Mereka menancapkan pemahaman Islam moderat kepada para santri dan ulama di sana. Mereka menyadari bahwa Islam adalah agama mayoritas. Kekuatan Islam terbesar ada pada para santri, ulama, kiyai yang perkataannya akan didengar dan dipercayai masyarakat. 

Pemahaman Islam moderat yang mereka sosialisasikan di pesantren sangat berbahaya karena  bisa menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang sebenarnya, dan menjauhkan identitas muslim sebagai umat terbaik pelanjut peradaban mulia. 

Ide Islam moderat pada dasarnya ingin memisahkan agama dari kehidupan dengan berbagai pemahaman Islam ke tengah-tengah umat yang diberi warna baru. Idenya adalah bahwa semua agama itu sama, dan benar. Mereka juga menyerukan Islam yang toleran terhadap  ajaran agama lain. Padahal, jelas agama yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam (Q.S. al-'imran : 19). 

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Namun, mereka telah tersusupi pemahaman Islam moderat yang sangat berbahaya. Seharusnya, para kiyai dan ulama bisa membentengi diri dan waspada, bukan mendukung faham yang bertentangan dengan ajaran Islam tersebut.

Karena itu, jangan terperangkap pada bantuan sosial yang diberikan, yang hanya bersifat semu saja. Rasulullah saw. bersabda:

"Ulama adalah kepercayaan para rasul selama mereka tidak bergaul dengan para penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik dengan dunia, maka mereka telah mengkhianati para rasul, karena itu jauhilah mereka". (H.R. Al-Hakim). 

Para ulama adalah penerus perjuangan para nabi, bila mereka sudah tunduk dan bergaul, serta mendukung para penguasa dan cinta dunia, maka mereka dikategorikan ulam'suu, nauzubillah himindzalik. Ini karena sejatinya para ulama, kiyai, dan para santri memiliki peran penting sebagai pejuang umat Islam mayoritas di negeri ini. 

Para ulama dan santri dalam sejarah bangsa ini mempunyai andil besar dan kokoh  untuk melawan penindasan, kezaliman, yang dilakukan para penjajah dan musuh-musuh Islam dengan jihad fisabilillah. 

Ini karena ajaran Islam memerintahkan untuk menjadikan syariah Islam menjadi asas pengaturan dalam segala aspek kehidupan, baik aspek politik, maupun dl negara.

Kekuatan Islam yang membentuk dan mengarahkan sejarah perjuangan umat Islam adalah para santri dan ulama di negeri ini. Seharusnya, mereka melanjutkan perjuangan para ulama terdahulu yang menginginkan negara lepas dari penjajahan, baik fisik, ekonomi, politik dan sosial budaya.

Mereka ingin negeri ini menjadi negeri yang diberkahi oleh Allah Swt. Namun, sebagian ulama, kiyai , habaib, serta para santri yang merupakan tokoh dan panutan umat Islam, sekarang ini telah memberikan suara dan dukungan kepada para parpol yang mengusung demokrasi dan Islam moderat yang sudah jelas nyata bertentangan dengan syariah Islam.

Sejatinya, sistem yang diterapkan di negeri ini adalah sistem kapitalisme demokrasi, sebuah sistem buatan manusia  yang berasal dari para kafir penjajah. Sistem ini diterapkan sebagai penjajahan gaya baru, yaitu melalui kebijakan-kebijakan yang menguntungkan para kapitalis/oligarki, dan negara-negara imperialis penjajah. Kebijakan-kebijakan tersebut sangat merugikan rakyat. 

Demokrasi yang berasaskan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, pada kenyataannya membuat rakyat makin terpuruk, terutama karena impitan ekonomi. Politik yang diusung sistem kapitalisme demokrasi  adalah politik yang identik dengan adanya pemilu sebagai ajang pesta rakyat. Parpol yang menang dan terpilih akan berkuasa dan memegang kendali mayoritas dalam menentukan kebijakan. 

Oleh sebab itu, para parpol demi mendulang suara terbanyak berupaya dengan segala macam cara, sikut sana sikut sini, mengobral janji-janji manis untuk mendapatkan suara dan simpati rakyat. Namun, ketika sudah berhasil menjadi penguasa, mereka lupa akan janji-janji tersebut. Mereka menjadi parpol yang kapitalistik dengan menjadikan politik sebagai ajang bisnis untuk meraih jabatan, kekuasaan beserta  kemewahannya, bukan untuk mengurus kemaslahatan rakyat.

Lagi-lagi rakyat yang jadi korban paradigma politik tersebut. Untuk itu, para santri, ulama, dan kaum muslimin jangan sampai terbawa arus, atau terbujuk paradigma politik mereka.

Jika kita menginginkan negri ini lepas dari keterpurukan, kezaliman, dan segala bentuk penjajahan, baik fisik, poltik, ekonomi, sosial dan budaya, dan ingin menjadikan negeri ini diberkahi, maka para santri, ulama, dan seluruh kaum muslimin harus diatur dengan syariah Islam. Aturan ini mencerminkan keimanan dan ketakwaan sehingga mendapatkan keberkahan. Caranya dengan mengganti sistem kufur buatan manusia menjadi sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta alam semesta, Allah Swt, dalam institusi khilafah.

Daulah khilafah akan memberikan kemerdekaan yang hakiki, membebaskan manusia dari penjajahan manusia, dan memuliakan manusia, serta memberikan kesejahtraan, dengan menerapkan seperangkat aturan-aturan secara kaffah. Aturan ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur'an sebagai petunjuk dan pedoman hidup. 

Allah Swt. berfirman:" Dan sekiranya penduduk negri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan(ayat-ayat Kami) maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan".( Q.S. al-a'raf : 96). 

Untuk itu, mari kita melanjutkan perjuangan para ulama dan kaum muslimin terdahulu yang berjuang untuk negri ini, yaitu menerapkan syariah Islam secara kaffah di muka bumi yang akan membawa keberkahan bagi alam semesta. Hanya dengan tegaknya daulah khilafah ala minhaj nubuwah, semua itu dapat terwujud.

Walllahu alam bishawab.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media 

Senin, 31 Oktober 2022

SANTRI DAN ABSURDITAS HACKER HITAM PUTIH

Tinta Media - Perkembangan teknologi informasi adalah fakta yang tak mungkin dielakkan. Lebih dari itu, bahkan melalui dunia maya terjadi perang cyber (cyber war), tentaranya disebut sebagai cyber force. Cyber war bisa terjadi antar negara, antar ideologi, antar golongan bahkan antar pribadi. Antara lawan dan kawan menjadi sangat absurd dalam cyber war ini, sebab semua bergantung kepada sandaran dan standarnya.

Semua kepentingan bisa masuk sebagai pemain di dunia maya ini. Tak ketinggalan, ghozwul fikri juga begitu masif mewarnai perang cyber. Islam kerap menjadi sasaran fitnah, hinaan dan bahkan kebencian orang-orang yang memang tidak menginginkan agama ini bangkit. Tak heran, jika banyak muslim yang terpanggil keimanannya untuk membela Islam dari serangan cyber.

 

Dalam cyber war dikenal istilah hacker. Hacker adalah orang yang menemukan dan memanfaatkan kelemahan sistem personal komputer serta atau jaringan buat mendapatkan akses ke data langsung atau bisnis. Umumnya, hacker adalah programmer yang terampil dengan pengetahuan ihwal keamanan komputer yang luas.

 

Hacker sendiri ada yang putih dan ada yang hitam, sebuah istilah yang juga sangat absurd. Jika putih maksudnya adalah hacker yang baik dan yang hitam adalah hacker jahat, juga masih suatu yang absurd. Jika hacker putih adalah hacker muslim dan yang hitam hacker non muslim tentunya suatu yang sangat tendensius.

 

Tapi yang pasti adalah bahwa setiap muslim punya tanggungjawab membela agamanya dari berbagai bentuk permusuhan sebagaimana terjadi di masa lalu. Cyber war dengan demikian juga memerlukan tentara-tentara pembela Islam dari berbagai serangan pemikiran melalui ruang digital. Aplikasi digital bagi seorang muslim adalah alat untuk dakwah.

 

Disebutkan dalam kitab suci Al-Qur’an akan kewajiban berdakwah bagi setiap individu muslim dan jamaah umat Islam, yaitu: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl:125),

 

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110), “Demi Masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh, serta saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-’Ashr:1-3).

 

Dakwah di era sosial media disebut sebagai dakwah digital. Dakwah dengan media sosial adalah dakwah dengan memanfaatkan media seperti facebook, youtube, instagram, twitter, televisi dsb. Di zaman modern ini dakwah dengan media sosial bisa menjadi alternatif yang efektif bahkan mengena secara langsung, cepat dan tidak mengenal waktu.

 

Hal ini disebabkan karena orang zaman sekarang dapat dengan mudah mengkases apapun melalui internet ditambah kehidupan sosial yang ingin segala sesuatunya berjalan dengan cepat. Maka tidak heran jika banyak kita temukan ceramah-ceramah atau petikan-petikan hikmah yang viral melalui media sosial. Para santri, ustadz, kyai dan ulama banyak yang ambil bagian dalam gerakan dakwah digital ini. Memang begitulah seharusnya karakter seorang santri yang berdakwah bela Islam melalui kanal digital.

 

Allah menegaskan dengan firmanNya : Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad 47: Ayat 7).

 

Tafsir Kementerian Agama menerangkan, ayat ini mengandung makna, wahai orang-orang yang beriman, yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengamalkan tuntunan-Nya. Jika kamu menolong agama Allah dengan berjihad memperjuangkan kebenaran di jalan Allah, niscaya Dia akan menolongmu menghadapi berbagai kesulitan, dan niscaya Dia akan menolongmu menghadapi berbagai kesulitan serta meneguhkan kedudukanmu, sehingga kamu dapat mengalahkan musuh-musuhmu. Itulah janji Allah untuk mendorong mereka yang beriman agar tidak segan dalam berjihad di jalan Allah.

 

Melalui ayat ini, Allah menyeru orang Mukmin, jika mereka membela dan menolong agama-Nya dengan mengorbankan harta dan jiwa, niscaya Ia akan menolong mereka dari musuh-musuhnya. Allah akan menguatkan hati dan barisan mereka dalam melaksanakan kewajiban mempertahankan agama Islam dengan memerangi orang-orang kafir yang hendak meruntuhkannya. Sehingga agama Allah itu tegak dan kokoh (sumber Republika.co.id)

 

Beberapa waktu yang lalu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) bersama menggelar Seminar dan Pelatihan Cyber Security untuk santri di Indonesia yang bertepatan dengan Hari Santri Nasional 2022.

 

Menurut Hary Budiarto selaku Kepala Bidang Litbang SDM Kementerian Kominfo, ada 4 tujuan dari diadakannya seminar untuk santri, yaitu mencetak Santri Cyber Security, membangun ekosistem Santri Cyber Security, mengkosolidasikan talenta keamanan siber dan mewujudkan coaching dan job connector.

 

“Seiring dengan meningkatnya eskalasi politik dan momentum Pemilihan Umum 2024 diperlukan tindakan cepat, tepat dan akurat dalam menghadapi serta mengantisipasi berbagai tantangannya,” ujar Hary di bilangan Jakarta Pusat, Sabtu (22/10).

 

Para santri akan dididik menjadi hacker, tapi bukan untuk menyerang melainkan mengamankan perangkat yang mempunyai beberapa kelemahan dan mereka akan memperkuat di sisi itu. Potensi dan sumber daya digital yang dimiliki para santri Indonesia dinilai sangat luar biasa. Meski jarang diekspos, namun para santri selalu hadir, baik di dunia white hacker, konten, pasar digital hingga startup.

Pelatihan ini juga akan melatih, menghimpun, mewadahi dan memfasilitasi santri yang memiliki kemampuan keamanan siber sekaligus membangun kolaborasi digital dalam kesatuan visi. Pertanyaannya visinya apa ?. Apakah visinya sejalan dengan visi Islam atau tidak ?.

 

Penting dicatat, bahwa santri secara filosofis adalah individu yang memiliki visi dan orientasi keislaman, sebab mereka memang dididik agama di lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren. Santri tidak boleh disorientasi, harus tetap istiqomah menjadi guru, dai dan pembela agama Allah.

 

Karena itu Seminar dan Pelatihan Cyber Security untuk santri di Indonesia yang bertepatan dengan Hari Santri Nasional 2022 semestinya tidak boleh keluar dari filosofi santri sebagai garda terdepan pembela agama Allah. Karena itu akan menjadi sangat absurd penamaan hacker putih atau hacker hitam jika standarnya bukan Islam. Jangan sampai santri justru dimanfaatkan kepentingan-kepentingan politik pragmatis yang justru menyelisihi politik Islam.

 

Resolusi jihad sebagai latar historis hari santri harus dimaknai secara benar dalam perspektif jihad kekinian dalam sudut pandang Islam. Sebab jika salah sudut pandang, santri justru akan mengalami disorientasi. Santri dalam hal ini harus mampu mengidentifikasi siapa sebenarnya penjajah negeri ini pada saat ini? Jika saat resolusi jihad, penjajahnya adalah Belanda, lantas siapa penjajah negeri ini pada saat ini?

Salah satu pertimbangan Resolusi Jihad adalah : mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewadjiban bagi tiap2 orang Islam. Mengutip nu.or.id, Resolusi Jihad ini menegaskan, “memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaja menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sebadan terhadap usaha-usaha jang akan membahayakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tangannya.”

Allah berfirman : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Ankabut : 69).

 

Nah, oleh karena itu jadilah santri yang benar-benar santri yakni yang memiliki visi jihad membela agama Allah, khususnya melalui dunia maya yang kini tengah berlangsung cyber war. Jadilah hacker putih pembela Islam melawan hacker hitam musuh-musuh Islam. Jadikan Islam sebagai standar perbuatan dan tindakan, agar seluruh usaha mulia para santri menjadi amal sholeh di hadapan Allah. Jangan sampai sebaliknya, santri terjebak dalam kepentingan politik pragmatis.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,25/10/22 : 13.47 WIB)

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Minggu, 30 Oktober 2022

Hari Santri, Waspadai Pembajakan Potensi Generasi

Tinta Media - Tanggal 22 Oktober kerap kali disebut sebagai hari santri. Tentu saja setiap tahun selalu ada peringatan hari santri hampir di seluruh kalangan dan pondok pesantren. Kebanyakan dari kegiatan tersebut hanyalah hiburan atau ajang perlombaan semata, tanpa ada esensi yang sebenarnya dari hari santri itu sendiri, seperti meneladani para pahlawan dahulu yang kebanyakan berasal dari kalangan santri.

Kini perayaan tersebut seolah hanya menyuruh para santri memaklumi untuk menjadi budak para penjajah, walaupun penjajahan yang dilakukan saat ini bukanlah secara fisik. Penjajahan saat ini dilakukan melalui pemikiran, yakni meliputi 5F (food, fashion, fun, film, and faith).  Ini lebih fatal akibatnya bagi para generasi muda, termasuk para santri. 

Coba sekarang kita kembali sejenak pada masa resolusi jihad yang dipimpin oleh Syaikh Hasyim Asy’ari, salah satu tokoh ulama di Indonesia bersama para santri. Pada masa itu, santri berada di garda terdepan dalam barisan pejuang yang melawan para penjajah. Mereka tidak takut mati, karena yang mereka cari hanyalah rida Ilahi. Hingga puncak dari resolusi jihad itu terjadi pada tanggal 10 November dengan dipimpin Bung Tomo yang kini ditetapkan sebagai hari pahlawan. 

Sebenarnya, siapa sih santri itu? Santri adalah seorang penuntut ilmu yang sangat didambakan umat karena memiliki sebuah potensi yang sangat berguna untuk kebangkitan dan kejayaan Islam di masa mendatang. 

Namun, itu dulu, sebelum para santri terkena ghazwul fikri atau perang pemikiran yang dilancarkan Barat, sehingga akhirnya terlena dengan segala kehidupan dan gemerlapnya dunia. Tanpa terasa, para generasi muda saat ini, termasuk para santri telah mengikuti budaya yang disebarkan oleh Barat melalui aspek 5F yang telah disebutkan di atas. 

Seorang santri memiliki sebuah potensi yang sangat besar untuk kejayaan Islam. Namun, kini semua seolah hilang dan menguap begitu saja akibat terkena racun 5F yang berasal dari Barat, sehingga menyebabkan para generasi muda, termasuk para santri kini kehilangan jati dirinya sebagai seorang Agent of Change atau agen perubahan. 

Yang menjadi pertanyaan di sini adalah mengapa sikap para santri dulu dan saat ini berbeda jauh? Tentu saja hal tersebut tak lepas dari peranan para kafir penjajah yang menginginkan Islam semakin terbelakang melalui para generasi mudanya. Tampaknya, kini usaha mereka telah berhasil.

Lihatlah, kini para generasi muda tampak semakin jauh dari Islam, baik akhlak maupun perilakunya. Kebanyakan remaja saat ini mengikuti budaya Barat yang tentu saja sangat bertentangan dengan Syari’at Islam. Hal itulah yang sangat diinginkan para kafir penjajah, menghancurkan Islam dari dalam melalui para pelopor peradabannya, yakni para generasi mudanya.

Remaja saat ini bahkan tak segan-segan unutk menghina Islam dan ikut mendiskriminasi para pengemban dakwah. Mereka bahkan sangat benci terhadap segala ajaran Islam. 

Memang, kini para kafir penjajah tak perlu repot-repot menggunakan senjata untuk menghancurkan Islam. Cukup pengaruhi para generasi muda melalui 5F tersebut, maka mereka telah mendapatkan apa yang diinginkan, yakni kehancuran Islam secara perlahan.

Nah, sebagai seorang remaja muslim, sudah seharusnya kita sadar akan hakikat sebagai agen perubahan. Tentunya kita tak akan membiarkan potensi besar yang kita miliki dibajak dengan mudah oleh para kafir penjajah melalui perang pemikiran yang hingga saat ini masih terus berlangsung. Karena itulah, kita harus selalu membentengi diri dan pemikiran kita dari ide-ide kufur dengan selalu mengkaji Islam secara mendalam. Sebab, hanya di dalam Islamlah terdapat solusi yang sangat paripurna bagi seluruh permasalahan yang ada di dalam kehidupan. 

Maka, jadikanlah Al-Qur’an sebagai pedoman agar hidup terasa lebih tertata. Tentu saja seluruh syariat Islam tidak akan terealisasi dengan sempurna kecuali berada di bawah naungan Daulah Khilafah. 

Oleh karena itu, jadikanlah momentum hari santri kali ini sebagai pelecut agar kita dan para generasi muda lainnya sadar bahwa remaja harus menjadi pelopor perubahan di masa mendatang. 

Jadi, waspadalah terhadap upaya pembajakan potensi generasi. Teruslah mempelajari dan memperdalam tsaqafah atau pemahaman tentang Islam dan berdakwah hingga terwujudnya Daulah Khilafah yang sangat kita nantikan.
Wallahu a’lam bish shawwab ….

Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba 
Siswi DKDM PP Baron 1 Nganjuk

Rabu, 26 Oktober 2022

Hari Santri Nasional, UIY: Harusnya Ada Misi Ungkap Kebenaran Sejarah

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional seharusnya ada misi untuk mengungkap kebenaran sejarah.

"Kita tentu berharap, penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional bukan sekadar pemenuhan janji bagi kepentingan politik pencitraan tapi harus ada misi yang lebih jauh, yakni usaha untuk mengungkap kebenaran sejarah," tuturnya kepada Tinta Media pada hari Sabtu (22/10/2022). 

Menurutnya, misi ini sangat penting karena pelurusan sejarah akan berpengaruh besar dalam ikhtiar membangun kesadaran publik yang benar di masa mendatang. 

"Kita tahu, sejarah memang tidaklah netral dan sangat tergantung pada siapa yang menuliskan, dan atas dasar kepentingan apa sejarah itu ditulis. Di sinilah, demi memuluskan kepentingan politik penguasa, kejahatan penulisan sejarah kerap terjadi," ungkapnya. 

Cendekiawan Muslim ini mengungkapkan tiga kejahatan penulisan sejarah yang dilakukan dengan tujuan untuk mengaburkan peran Islam dalam sejarah bangsa dan negara ini.

Pertama, penguburan atau peniadaan peristiwa sejarah. Ustaz Ismail menyodorkan contoh nyata yakni Resolusi Jihad itu sendiri.  Menurutnya, bila sejarah pergerakan  kemerdekaan ditulis secara jujur, mestinya akan terbaca sangat jelas peran besar para santri yang tergabung dalam Hizbullah dan para kyai yang tergabung dalam Sabilillah dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

"Khususnya, peran KH Hasyim Asy’ari saat mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 untuk melawan penjajahan Belanda yang ketika itu, dengan membonceng sekutu, hendak kembali bercokol," paparnya. 

Ia menyampaikan penuturan cucu KH Hasyim, KH Salahuddin Wahid, bahwa resolusi atau fatwa itu telah mendorong puluhan ribu Muslim untuk bertempur melawan Belanda dengan gagah berani, terutama di Surabaya.

 "Peristiwa heroik di Hotel Oranye, Surabaya itulah yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan, 10 November," tegasnya.

Cendekiawan Muslim ini memaparkan bahwa resolusi itu meningkatkan semangat melawan Belanda dan sekutu. Namun dalam buku sejarah, peristiwa penting itu tidak ditulis.

 "Sungguh aneh, peristiwa 10 November selalu disebut-sebut, tapi Resolusi Jihad yang membuat peristiwa 10 November bisa terjadi malah disembunyikan," jelasnya. 

Ia mengulas buku Resolusi Jihad Paling Syar’iy yang ditulis oleh Gugun el Guyanie (Pustaka Pesantren, 2010). Dalam salah satu sub judulnya 'Biarkan kebenaran yang hampir setengah abad dikaburkan catatan sejarah itu terbongkar' menggambarkan semangat untuk mengungkap kebenaran sejarah, khususnya di seputar Resolusi Jihad yang menurut sejarawan Belanda Martin van Bruinessen, peristiwa penting ini memang tidak mendapat perhatian yang layak dari para sejarawan.

Kedua, pengaburan peristiwa sejarah. "Bila sejarah mencatat secara jujur, inspirator kebangkitan nasional melawan penjajah mestinya bukan Boedi Oetomo, melainkan Syarikat Islam (SI) yang merupakan pengembangan dari Syarikah Dagang Islam (SDI) yang antara lain dipimpin oleh HOS Cokroaminoto," bebernya.

Ia mengungkapkan bahwa sebagai gerakan politik, SI ketika itu benar-benar bersifat nasional karena eksistensinya di lebih dari 18 wilayah di Indonesia. Selain itu, memiliki tujuan yang sangat jelas, yakni melawan penjajah Belanda. Sebaliknya, Boedi Oetomo sesungguhnya hanya perkumpulan kecil, sangat elitis, bahkan rasis, serta sama sekali tidak memiliki spirit perlawanan terhadap Belanda. "Mengapa justru sejarah menempatkan Boedi Oetomo sebagai pelopor kebangkitan?" serunya. 

Ketiga, pengaburan konteks peristiwa sejarah. Menurutnya, bukan sebuah kebetulan belaka ketika Kebangkitan Nasional ditetapkan berdasar pada kelahiran Boedi Oetomo, bukan Sarekat Islam. Sebagaimana juga Hari Pendidikan Nasional, bukan didasarkan pada kelahiran Muhammadiyah dengan sekolah pertama yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912. "Kemana Ki Hadjar itu banyak belajar? Ki Hadjar sendiri baru mendirikan sekolah Taman Siswa pada 1922," ungkapnya.

Ia menerangkan bahwa jika spirit atau semangat Islam yang mengemuka, maka hal itu sangatlah tidak dikehendaki dalam setting kepentingan politik penguasa saat itu.
"Padahal, spirit Islam sesungguhnya telah lama menjadi dasar perjuangan kemerdekaan di masa lalu," terangnya.

Ustaz Ismail Yusanto memaparkan bahw peperangan yang terjadi pada abad ke-19 melawan Belanda tidak lain didorong oleh semangat jihad melawan penjajah. "Ketika Pangeran Diponegoro memanggil sukarelawan, maka kebanyakan yang tergugah adalah para ulama dan santri dari pelosok desa," jelasnya.

Ia menambahkan, pemberontakan petani menentang penindasan yang berlangsung terus-menerus sepanjang abad ke-19 selalu di bawah bendera Islam.

 "Perlawanan yang dilakukan oleh Tengku Cik Di Tiro, Teuku Umar dan diteruskan oleh Cut Nyak Dien dari tahun 1873-1906 adalah jihad melawan kape-kape Belanda," tuturnya.

Ia menambahkan, begitu pun dengan perang Padri. Sebutan Padri menggambarkan bahwa perang ini merupakan perang keagamaan. 

"Jelas sekali ada usaha sistematis untuk meminggirkan, bahkan menghilangkan peran Islam dalam sejarah perjuangan kemerdekaan serta menghilangkan spirit Islam dari wajah sejarah bangsa dan negara ini," terangnya.

Cendekiawan Muslim itu pun berharap penetapan Hari Santri Nasional harus bisa dijadikan momentum untuk melawan kejahatan sejarah itu, serta usaha menulis ulang sejarah. Termasuk di dalamnya tentang kebangkitan nasional, pendidikan nasional, sejarah nasional lainnya, dan juga sejarah pergerakan pra kemerdekaan secara kritis, jujur dan obyektif sehingga peran Islam bisa diletakkan secara tepat. 

"Pengaburan apalagi penguburan sejarah dari fakta yang sebenarnya tentu akan menutupi ibrah yang mestinya bisa didapat," bebernya.

Beliau menambahkan, bila mengacu kepada sejarah yang benar tentang peran Syarikat Islam, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari dengan Resolusi Jihadnya, peran Hizbullah-Sabilillah, dan lainnya sangat jelas terdapat spirit Islam itu.

Kebangkitan Hakiki

Ustaz Ismail menjelaskan kebangkitan hakiki adalah kembalinya kesadaran akan hakikat hidup manusia sebagai abdullah dan khalifatullah dengan misi untuk menyembah Sang Khalik dan memakmurkan bumi dengan menjalankan segala titah-Nya.

"Kebangkitan bukan hanya sebuah kata sloganistik, tetapi suatu kata yang menginisiasi perjuangan bagi sebuah perubahan dalam seluruh aspek kehidupan bangsa dari penjajahan ideologi-ideologi jahiliah yang menyengsarakan rakyat menuju yang memberikan rahmat bagi semua," tegasnya.

Menurutnya, itulah kebangkitan dengan spirit Islam, yang ketika itu digelorakan oleh Cokroaminoto dan Sarekat Islam. "Spirit Islam semacam itulah yang diperlukan sebagai sumber kekuatan perjuangan guna membawa negeri ini ke arah yang lebih baik di bawah ridha Ilahi," pungkasnya.[] Lussy Deshanti W.

Selasa, 25 Oktober 2022

SANTRI DALAM JEBAKAN SINKRETISME DAN PRAGMATISME


Tinta Media - Hari santri nasional digelar setiap tahun pada tanggal 22 Oktober, namun sangat disayangkan jika para santri kini banyak yang terjebak paham sinkretisme agama, liberalisme hingga pragmatisme. Kemusyrikan modern yang kini tengah menyerang tauhid umat Islam, sebagaimana terjadi sejak dulu hanyalah sebuah kelanjutan masa lalu.

Semisal paham pluralisme dan moderasi agama hanyalah sebuah transformasi bahasa, sementara secara substansial adalah kemusyrikan. Paham pluralisme sebagaimana telah dinyatakan haram oleh fatwa MUI 2005 adalah paham yang mencampur aduk haq dan batil dengan menyatakan bahwa semua agama sama yang membawa kebenaran dan kebaikan.

Secara genealogis, paham pluralisme ini berasal dari luar ajaran Islam. Paham pluralisme teologis yang diserukan kaum kafir Quraisy dengan tegas dibantah oleh Rasulullah melalui firman Allah QS Al Kafirun : 1 -6. Moderasi beragama tidaklah jauh berbeda, yakni semacam sinkretisme agama, mencampur aduk ajaran agama-agama. Munculnya batik moderasi sudah kebablasan, sebab ada hukumnya bagi seorang muslim memakai pakaian yang bergambar simbol-simbol agama lain, seperti salib dan patung Sang Budha.

Dalam Islam, umat Islam dilarang menyerupai golongan non muslim dalam berbagai hal, salah satunya yang berkaitan dengan cara berpakaian dan berbusana. Namun dalam hal pakian dan busana, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan. Dalam salah satu keterangan dalam kitab Majmu al-Fatawa wa ar-Rasail karya Sayyid Alwi al-Maliki al-Hasani.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa gambar salib sudah menjadi identitas dan ciri-ciri khusus umat kristiani. Sehingga hukum memakainya adalah haram bahkan bisa murtad apabila ada kerelaan serta mengagungkan agama mereka. Karena sudah merambah ke dalam ranah ciri khas dan identitas khusus peribadatan yang melekat, alasan toleransi tidak dapat dibenarkan dalam persoalan ini. Apalagi jika batik itu dipakai saat seorang muslim menjalankan ibadah sholat.

Allah telah menegaskan katakanlah: "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembahdan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku" (QS Al Kafiruun : 1-6)

Tujuan utama kaum kafir Quraisy saat itu adalah untuk mencoba menghentikan dakwah tauhid yang diserukan Rasulullah SAW dengan cara yang halus, yakni mencoba mengkompromikan dan mencampuradukkan ajaran-ajaran jahiliyah saat itu dengan ajaran Islam. Upaya ini akan terus dilakukan hingga zaman dimana kita hidup hari ini, yang berbeda hanya perubahan bahasa yang digunakan dan orang yang mempropagandakan.

Pecampuradukan ajaran agama-agama adalah mengoplos yang haq dan yang batil yang dalam bahasa filsafat disebut sinkretisme agama, seperti paham pluralisme dan paham moderasi agama. Allah dengan tegas melarang campur aduk ajaran, sebagaimana firmanNya : “Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 42).

Para santri harus paham bahwa salah satu kebenaran Islam justru ditunjukkan melalui berbagai istilah-istilah yang khas dengan makna yang khas pula. Berbagai istilah khas Islam misalnya kata kaffah, rahmatan lil’alamin dan washatiyah. Ketiganya memiliki pengertian khas yang sahih karena berasal dari Allah langsung. Sementara istilah moderatisme, sekulerisme, liberalisme, pluralisme dan radikalisme adalah istilah yang berasal dari epistemologi Barat dan tentu saja bertentangan dengan ajaran Islam.

 

Narasi dan istilah Barat ini adalah refleksi atas ketidaksukaan kepada Islam dengan menginginkan keterpecahan kaum muslimin. Barat menginginkan polarisasi muslim dengan memberikan lebel dan kampling-kapling Islam sehingga menimbulkan berbagai friksi intelektual hingga fisik sesama muslim. Upaya-upaya semacam ini sesungguhnya hanyalah pengulangan sejarah semata. Karena itu umat Islam khususnya santri harus cerdas dan mampu membaca dengan cepat dan tepat. Inilah yang disebut sebagai ghozwul fikri.

Beberapa postulat berikut merupakan ‘Islam’ buatan Barat yang dibangun oleh epistemologi Barat dan tentu tidak ditemukan dalam ajaran Islam karena termasuk sinkretisme. Diantara ‘Islam’ buatan Barat itu adalah : Islam moderat, Islam radikal, Islam Fundamentalis, Islam Nusantara, Islam progresif, Islam Liberal, Islam sekuler, Islam demokratis, Islam sosialis, Islam teroris, Islam tradisional, dan Islam modern. Ragam Islam inilah hasil dari gerakan imperialisme epistemologi [ghozwul fikr] Barat ke dunia Islam.

Jika dalam kajian gender, Barat meluncurkan narasi pengarusutamaan gender dengan tujuan liberalisasi sosiologis. Sedangkan dalam bidang agama, memunculkan narasi pengarusutamaan moderasi agama dengan tujuan mengaburkan hakekat Islam, mencampur aduk kebenaran Islam dengan agama lain, mengkerdilkanajaran Islam, mendegradasi aqidah umat Islam dan melumpuhkan dakwah tauhid serta menghadang kebangkitan Islam.Narasi moderasi agama adalah indikasi kecil dari islamophobia.

Kementerian Agama sedang menggalakkan konsep moderasi beragama sebagai amunisi dan alternatif kebijakan pemerintah dalam menanggulangi paham keagamaan yang ekstrim. Jamaknya, paham keagamaan moderat dianggap mampu menanggulangi penyebaran ideologi radikalisme. Melalui kebijakan deradikalisasi yang merupakan salah satu dari 5 (lima) Prioritas Aksi Kementerian Agama, akan dilaksanakan program/kegiatan deradikalisasi melalui diklat aparatur, diklat juru dakwah, kampanye toleransi, sinergi lintas Kementerian/Lembaga, TNI/Polri & Ormas dan penguatan wawasan kebangsaan. (lihat sambutan Menag Fachrul Razi dalam Buku Moderasi Beragam, Jakarta, Desember 2019, hal v)

Narasi moderasi beragama jika ditilik lebih dalam adalah bagian dari proyek deradikalisasi. Peristiwa runtuhnya WTC di New York City Amerika pada 11 September 2001 pukul 08.45 karena ditabrak pesawat American Airlines Boing 767 yang konon merupakan rekayasa selalu dijadikan argumen program deradikalisasi. Pasca runtuhnya WTC, presiden Amerika menyerukan : bersama Amerika atau bersama terorisme. Program war on terrorism dan dilanjutkan dengan war on radicalism tak lebih dari upaya serangan terhadap Islam itu sendiri. Dari sinilah program moderasi beragama bisa ditemukan jejak historis, politis dan ideologis. Siapa yang mendanai proyek deradikalisasi ini?

Genealogi perang pemikiran ini telah berlangsung sekitar 3 abad hingga hari ini. Perang asimetrsi ini terbukti efektif, buktinya banyak kalangan intelektual muslim yang terpapar sekulerisme, liberalisme dan pluralisme. Ketiga paham ini adalah produk epistemology barat untuk mendekonstruksi ajaran Islam. Itulah mengapa tahun 2005, MUI mengeluarkan fatwa haram atas ketiga paham di atas. Secara epistemologi, Islam adalah kebenaran, sedangkan moderasi agama (beragama) adalah kekacauan berfikir.

Karena itu tidaklah sama antara makna Islam washatiyah dengan Islam moderat, sementara propaganda moderasi agama adalah racun aqidah. Istilah washatiyah berasal dari Al Qur’an, sementara istilah moderat berasal dari epistemologi Barat. Meskipun banyak cendekiawan muslim memaksakan diri untuk menyamakannya. Menyamakan keduanya akan melahirkan epistemologi oplosan yang menyesatkan umat. Pengarusutamaan moderasi agama adalah sia-sia karena merupakan produk gagal paham, dan karenanya pasti akan gagal pula, setidaknya umat tidak boleh diam, terus bersuara untuk membungkam sesat pikir ini.

Tanpa diberikan embel-embel moderat, Islam adalah agama yang penuh perdamaian, toleransi, adil dan menebarkan kebaikan kepada seluruh alam semesta. Tanpa ada narasi moderasi agama, Islam adalah agama yang paling bisa memberikan ruang pembiaran kepada pemeluk agama lain. Hanya paham demokrasi sekuler yang diterapkan saat inilah yang justru menuduh Islam sebagai agama radikal dan anti keragaman. Islam memberikan ruang pengakuan atas fakta pluralitas sosiologis, namun tidak dengan pluralisme teologis.

Toleransi seagama [tasamuh] sejak awal dibangun oleh Rasulullah, Sahabat, tabiin, atba tabiin, imam mujtahid dan kekhilafahan. Toleransi antaragama dalam Islam terbangun indah saat, di Spanyol, lebih dari 800 tahun pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen hidup berdampingan dengan tenang dan damai. Di India sepanjang kekuasaan Bani Ummayah, Abbasiyah dan Ustmaniyah, muslim dan hindu hidup rukun selama ratusan tahun. Di Mesir umat Islam dan Kristen hidup rukun ratusan tahun sejak khulafaur Rasyidin.

Jebakan yang tidak kalah berbahaya yang tengah menjerat kaum santri adalah jebakan pragmatisme politik. Para santri, kyai dalam ulama yang menjebakkan diri dalam permainan politik demokrasi sekuler, maka mereka sesungguhnya sedang menjerumuskan ke dalam jebakan pragmatisme. Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice).

Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works).

Pragmatisme William James menawarkan sebuah konsep baru dalam memandang kebenaran. Ia menolak kebenaran sebagai sesuatu yang sifatnya statis, yang dikandung oleh suatu gagasan. Hal ini menimbulkan implikasi, bahwa kebenaran tidak bersifat mutlak, melainkan berubah-ubah. Pandangan ini juga mengarahkan cara pandang kita untuk menganggap gagasan-gagasan hanya sebagai instrumen atau alat untuk mencapai maksud dan tujuan kita. Dengan demikian, motivasi subjeklah yang akan menentukan kebenaran suatu gagasan.

Jelas sekali bahwa pragmatisme –sebagai standar ide dan perbuatan– sangat bertentangan dengan Islam. Sebab Islam memandang bahwa standar perbuatan adalah halal haram, yaitu perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Bukan kemanfaatan atau kegunaan riil untuk memenuhi kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh sebuah ide, ajaran, teori, atau hipotesis.

Politik demokrasi menjadikan manfaat sebagai standar kebenaran dan mengabaikan wahyu. Lantas apa jadinya kalau para santri, ulama dan kyai tidak lagi menjadikan wahyu sebagai standar kebenaran dalam berpolitik ?. Benar apa yang disampaikan Imam Al Ghazali bahwa rusaknya rakyat karena rusaknya pemimpin, sementara rusaknya pemimpin karena rusaknya para ulamanya.

Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu (QS. Al-Maidah : 48)

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 24/10/22 : 20.54 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Oleh : Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

Senin, 24 Oktober 2022

Kiai Hafidz: Hari Santri Ditetapkan untuk Mengabadikan Resolusi Jihad

Tinta Media - Penetapan Hari Santri tanggal 22 Oktober bertujuan untuk mengabadikan Resolusi Jihad yang dikobarkan oleh Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari, pimpinan PP Tebuireng, Jombang.

“Hari Santri ditetapkan sebagai Hari Santri untuk mengabadikan Resolusi Jihad yang dikobarkan oleh Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari, pimpinan PP Tebuireng, Jombang, kala itu saat Indonesia menghadapi Agresi Militer Belanda,” tutur Mudir Ma’had Syaraful Haramain, KH Hafidz Abdurrahman, M.A. melalui channel telegram pribadinya, Ahad (23/10/2022).

Terbukti, Resolusi Jihad itu berhasil mengobarkan perlawanan umat Islam khususnya kalangan santri terhadap penjajahan kaum Kafir Penjajah. “Inilah sejarah umat Islam. Bukan hanya sejarah di Indonesia, tetapi sejarah umat Islam di seluruh dunia. Karena sesungguhnya umat Nabi Muhammad ini tidak pernah mati, hanya sakit,” tegasnya.

Kiai Hafidz lalu mengisahkan apa yang pernah dialami oleh umat ini, ketika agresi militer Tartar yang begitu brutal dan biadab terhadap Baghdad. “Kaum Muslim ketika itu dilarang shalat Jumat selama 40 hari,” ungkapnya.

Tentara Tartar itu, sambungnya, telah mengubah warna sungai Dajlah menjadi merah karena darah kaum Muslim yang mereka bantai dengan tanpa perikemanusiaan . “Air pun warnanya berubah menghitam, karena tinta kitab-kitab para ulama yang dibuang ke laut atau sungai,” kisahnya pilu.
 
Pertanyaannya, apakah Islam mati? Apakah umat Islam punah? Jawabannya tidak. “Baghdad, ibukota Khilafah Abbasiyah memang jatuh, tapi Islam, umat Islam dan para ulamanya bangkit,” contohnya lagi.

Di Mesir, kisah Kiai Hafidz, seorang pemuda, Saifuddin Qutuz, bersama Sulthan Ulama, Izzudin bin Abdussalam, dalam waktu tidak sampai satu tahun berhasil menyusun kekuatan untuk melawan Tartar. Mereka berhasil dihabisi dalam Perang Ain Jalut, dan setelah itu tidak pernah lagi bisa membalas

“Tartar punah, Jengis Khan dan Hulagu Khan mati, tetapi Islam dan umatnya tetap ada. Bahkan saat itu, ibukota Khilafah berhasil dipindahkan dari Baghdad ke Mesir. Islam dan umatnya kembali bangkit,” paparnya.

Umat ini telah melalui berbagai ujian, dan fase demi fase penderitaan dan sakit berkepanjangan, tetapi dengan jasa ulama, santri dan madrasah (pesantren)-nya mereka akhirnya bisa bangkit kembali.

“Umat ini tidak mati, hanya sakit. Obatnya Islam. Jika obatnya ini diminum oleh umat ini, maka umat ini akan sehat dan bangkit kembali,” yakinnya memungkasi penuturan.[] Irianti Aminatun
 

Sabtu, 23 Juli 2022

DUA MODAL UTAMA SANTRI: SERIUS DAN TEKUN

Tinta Media - Allah menakdirkan manusia dengan takdir yang berbeda. Ada yang diberi kecerdasan, dengan IQ superior, tapi ada juga yang biasa, bahkan low. Dalam bahasa Arab disebut "Balid"

Jika kita, atau anak kita ditakdirkan oleh Allah, "Balid" jangan khawatir, dan begitu juga sebaliknya. Jangan terlalu senang, jika kita atau anak kita diberi kecerdasan superior.

Ada banyak ulama hebat, sebelumnya termasuk "Balid", seperti Imam Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah. Begitu juga Rabi' bin Sulaiman, adalah ulama yang menjadi penyebar mazhab Syafii, Qaul Jadidnya di Mesir, sebelumnya adalah Balid

Apa rahasianya? Ada dua. Pertama, Jidiyyah (kesungguhan). Kedua, Muwadhabah (ketekunan). Jika kita, atau anak kita Balid, tapi serius dan tekun, insya Allah bisa menjadi ulama hebat seperti Abu Yusuf, atau Rabi bin Sulaiman

Futuh (terbukanya tabir) ilmu itu di tangan Allah. Allah akan memberikan Futuh kepada siapa saja yang Dia Kehendaki. Bisa karena doa-doanya, doa orang tuanya, dan doa gurunya. Selain dua faktor di atas, keseriusan dan ketekunan

Itulah modal santri untuk menimba ilmu hingga menjadi ulama hebat pada zamannya.

KH Hafidz Abdurahman, M.A. 
Khadim Ma'had Syaraful Haramain 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab