Tinta Media: Sanksi
Tampilkan postingan dengan label Sanksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sanksi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 September 2024

Sanksi bagi Pemerkosa dan Aborsi dalam Pandangan Islam



Tinta Media - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Ini merupakan aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. (26/07/24)

Sejumlah poin dalam PP kesehatan telah diatur ulang. Salah satunya poin tentang aborsi. Pemerintah telah menetapkan dalam pasal 120 bahwa dokter diizinkan untuk melakukan praktik aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi medis atau kehamilan akibat tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual.

Dalam prosedurnya, praktik aborsi ini bisa dilakukan selama ada persetujuan dari pihak perempuan dan suaminya, kecuali korban tindak pidana perkosaan. Dikutip dari Pasal 124 ayat 1, apabila selama pendampingan korban hendak berubah pikiran dan membatalkan aborsi, ia berhak mendapat pendampingan hingga persalinan. Dalam proses pelayanan, pelaksanaan aborsi hanya boleh dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut yang telah ditetapkan oleh kementerian kesehatan.

Menurut ketua MUI bidang dakwah, M.Choli Nafis, PP 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana UU Kesehatan soal aborsi sudah sesuai dengan Islam, hanya kurang ketentuan terkait kebolehan aborsi karena diperkosa itu, dengan syarat usia kehamilan sebelum usia 40 hari, yaitu sebelum ditiupkannya ruh, karena jika melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkah al-ruh, hukumnya adalah haram.

Tindakan aborsi sendiri memiliki risiko medis yang fatal bagi perempuan yang melakukannya hingga bisa mengancam nyawa jika terjadi pendarahan atau infeksi. Selain itu, ada juga risiko non-medis, yaitu secara psikis berupa trauma dan lain-lain.

Komnas perempuan mencatat bahwa pemicu kasus pemerkosaan salah satunya adalah akibat maraknya penyebaran video porno, peretasan atau pemalsuan akun dan grooming. Di sisi lain, perilaku gaya hidup bebas yang tampak marak saat ini, salah satunya dalam hal berpakaian, telah menjadikan para perempuan banyak yang rela mengumbar aurat, bahkan menjual diri demi meraih popularitas dan sejumlah uang. 

Pergaulan laki-laki dan perempuan yang juga begitu bebas berinteraksi, menghantarkan mereka pada seks bebas, yang berefek pada kehamilan di luar nikah semata karena pemenuhan syahwat. Ketika kehamilan tersebut tidak diinginkan, satu-satunya cara adalah dengan mengaborsi janin tersebut.

Efek lain dari gaya hidup bebas adalah maraknya kasus pelecehan seksual sampai pemerkosaan. Bahkan, pelakunya adalah orang terdekat korban, bisa ayah, paman, saudara laki-laki, bahkan kakeknya. 

Ini adalah fakta yang sangat memilukan dan dilematis. Di satu sisi perempuan didorong untuk bebas berekspresi, di sisi lain, akibat kebebasan yang dia lakukan, perempuan menjadi korban pelecehan seksual bahkan pemerkosaan. Hal ini menandakan bahwa tidak ada jaminan kemanan bagi  perempuan sebagai pihak yang harus dilindungi. 

Seperti inilah masyarakat yang berada dalam sistem kapitalisme sekularisme liberalisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Negara yang menganut sistem ini hanya membuat aturan yang bisa memberikan keuntungan bagi segelintir orang, bukan untuk kepentingan masyarakat. 

Maraknya pornografi dan pornoaksi di tengah masyarakat, serta perilaku bebas individu dianggap tidak membahayakan selama tidak mengganggu kepentingan individu yang lain. Seperti pergaulan dan seks bebas, dipandang tidak masalah selama dilakukan atas dasar suka sama suka. Namun, jika dilakukan berdasarkan paksaan, seperti pelecehan atau pemerkosaan, akan terkena jerat hukum. Itu pun jika dilaporkan. 

Kebijakan seperti inilah yang justru menunjukkan bahwa negara membiarkan masyarakat terkubur dalam kubangan kemaksiatan setiap saat, termasuk hamil di luar nikah dan aborsi.

Ditambah lagi jika terjadi pemerkosaan, hukuman bagi pelaku tidak sebanding dengan derita para korban. Apalagi jika pelaku memiliki kekuasaan, yang hanya akan berujung damai dan kekeluargaan.

Jikapun masuk dalam delik aduan kejahatan yang diproses ke jenjang pengadilan, sering kali prosesnya panjang dan berbelit-belit, menghabiskan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar, sehingga banyak korban yang tidak ingin melaporkan kasus tersebut, selain karena tidak mau aibnya tersebar luas.

Inilah bukti kegagalan sistem kapitalisme sekularisme liberalisme dalam mengatur kehidupan manusia, khususnya dalam menjaga kehormatan perempuan dan hak-hak mereka.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang sempurna dan paripurna. Islam mampu menghadirkan kehidupan yang dapat menjaga kehormatan semua rakyatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut karena salah satu maksud dari penerapan syariat Islam kaffah adalah menjaga kehormatan. 

Melalui penerapan sistem pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Islam, keduanya mendapatkan penjagaan karena syariat Islam bersifat preventif, yaitu dengan seperangkat aturan pergaulan, di antaranya sebagai berikut:

Pertama, menundukan pandangan bagi laki laki maupun perempuan (Ghaddul Bashar)

Kedua, menutup aurat secara sempurna, baik bagi laki-laki maupun perempuan, sesuai ketentuan syariat 

Ketiga, larangan Ikhtilat (bercampur-baur) antara laki-laki dan perempuan, kecuali yang diperbolehkan oleh syariat, misalnya terkait pengajaran dan aktivitas di ranah umum

Keempat, larangan khalwat (bersua-duaan) antara laki laki dan perempuan kecuali disertai oleh mahrom dari perempuan 

Kelima, larangan tabarruj bagi perempuan 

Keenam syariat tentang safar bagi perempuan yang harus ditemani mahram, jika lebih dari sehari-semalam

Ketentuan syariat tersebut aka berfungsi dalam menjaga masyarakat ketika diasaskan pada tegaknya tiga pilar utama, yakni ketakwaan setiap individu, masyarakat yang peduli dengan menjalankan amar makruf nahi munkar, dan keberadaan negara yang menerapkan syariat Islam kaffah.

Jikapun terjadi pemerkosaan, maka pelaku akan mendapatkan sanksi yang tegas. Peradilan dalam Islam tidak berbelit-belit dan tidak mengeluarkan biaya sedikit pun, sehingga tidak memberatkan korban. Mereka pun cepat mendapatkan keadilan.

Dalam prosesnya, jika perempuan tersebut mengadu pada qadi (hakim) bahwa dirinya diperkosa oleh laki-laki tersebut dan memiliki bukti yang kuat, pelaku akan dijatuhi hukuman zina dengan 100 cambukan jika belum menikah dan dirajam sampai mati jika sudah menikah. Hal ini dilakukan di hadapan publik, untuk memberikan efek jera sebagai peringatan dan pencegahan agar orang lain tidak berbuat hal yang sama.

Lalu bagaimana jika adanya kehamilan pada perempuan korban pemerkosaan?

Bagaimanapun, aborsi adalah tindakan merampas hak hidup manusia, sedangkan hak hidup berasal dari Allah Swt. Allah Taala berfirman dalam ayat, “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’am [6]: 151).

Atas dasar ini, kita tidak bisa menjadikan aborsi sebagai solusi untuk menyelesaikan kasus kehamilan dalam tindak pidana pemerkosaan. Inilah fungs negara sebagai periyah umat. Negara memiliki kewajiban dalam mengawasi kehamilan tersebut. Negara juga akan memastikan bahwa keluarga dari korban akan mendampingi dan memberikan penjagaan kepada perempuan dan calon anak tersebut hingga lahir.

Hak-haknya pun akan dipenuhi selayaknya masyarakat lain. Dengan terbentuknya masyarakat Islam yang menaati aturan Allah, maka tidak ada diskriminasi terhadap perempuan korban pemerkosaan dan anak yang terlahir darinya. 

itu semua tidak akan terwujud jika kita masih menggunakan sistem kapitalisme. Hanya dengan penerapan sistem Islam kaffah saja dan dalam naungan khilafah Islamiyyahlah, rakyat termasuk perempuan, dapat terlindungi dari pelecehan dan kekerasan seksual, sebagai salah satu bentuk penjagaan negara terhadap kehormatan mereka. Waahuallam.



Penulis: Ira Mariana 
Sahabat Tinta Media 

Senin, 02 September 2024

Sanksi bagi Pemerkosa dan Aborsi dalam Pandangan Islam


Tinta Media - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Ini merupakan aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. (26/07/24)

Sejumlah poin dalam PP kesehatan telah diatur ulang. Salah satunya poin tentang aborsi. Pemerintah telah menetapkan dalam pasal 120 bahwa dokter diizinkan untuk melakukan praktik aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi medis atau kehamilan akibat tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual.

Dalam prosedurnya, praktik aborsi ini bisa dilakukan selama ada persetujuan dari pihak perempuan dan suaminya, kecuali korban tindak pidana perkosaan. Dikutip dari Pasal 124 ayat 1, apabila selama pendampingan korban hendak berubah pikiran dan membatalkan aborsi, ia berhak mendapat pendampingan hingga persalinan. Dalam proses pelayanan, pelaksanaan aborsi hanya boleh dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut yang telah ditetapkan oleh kementerian kesehatan.

Menurut ketua MUI bidang dakwah, M.Choli Nafis, PP 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana UU Kesehatan soal aborsi sudah sesuai dengan Islam, hanya kurang ketentuan terkait kebolehan aborsi karena diperkosa itu, dengan syarat usia kehamilan sebelum usia 40 hari, yaitu sebelum ditiupkannya ruh, karena jika melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkah al-ruh, hukumnya adalah haram.

Tindakan aborsi sendiri memiliki risiko medis yang fatal bagi perempuan yang melakukannya hingga bisa mengancam nyawa jika terjadi pendarahan atau infeksi. Selain itu, ada juga risiko non-medis, yaitu secara psikis berupa trauma dan lain-lain.

Komnas perempuan mencatat bahwa pemicu kasus pemerkosaan salah satunya adalah akibat maraknya penyebaran video porno, peretasan atau pemalsuan akun dan grooming. Di sisi lain, perilaku gaya hidup bebas yang tampak marak saat ini, salah satunya dalam hal berpakaian, telah menjadikan para perempuan banyak yang rela mengumbar aurat, bahkan menjual diri demi meraih popularitas dan sejumlah uang. 

Pergaulan laki-laki dan perempuan yang juga begitu bebas berinteraksi, menghantarkan mereka pada seks bebas, yang berefek pada kehamilan di luar nikah semata karena pemenuhan syahwat. Ketika kehamilan tersebut tidak diinginkan, satu-satunya cara adalah dengan mengaborsi janin tersebut.

Efek lain dari gaya hidup bebas adalah maraknya kasus pelecehan seksual sampai pemerkosaan. Bahkan, pelakunya adalah orang terdekat korban, bisa ayah, paman, saudara laki-laki, bahkan kakeknya. 

Ini adalah fakta yang sangat memilukan dan dilematis. Di satu sisi perempuan didorong untuk bebas berekspresi, di sisi lain, akibat kebebasan yang dia lakukan, perempuan menjadi korban pelecehan seksual bahkan pemerkosaan. Hal ini menandakan bahwa tidak ada jaminan kemanan bagi  perempuan sebagai pihak yang harus dilindungi. 

Seperti inilah masyarakat yang berada dalam sistem kapitalisme sekularisme liberalisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Negara yang menganut sistem ini hanya membuat aturan yang bisa memberikan keuntungan bagi segelintir orang, bukan untuk kepentingan masyarakat. 

Maraknya pornografi dan pornoaksi di tengah masyarakat, serta perilaku bebas individu dianggap tidak membahayakan selama tidak mengganggu kepentingan individu yang lain. Seperti pergaulan dan seks bebas, dipandang tidak masalah selama dilakukan atas dasar suka sama suka. Namun, jika dilakukan berdasarkan paksaan, seperti pelecehan atau pemerkosaan, akan terkena jerat hukum. Itu pun jika dilaporkan. 

Kebijakan seperti inilah yang justru menunjukkan bahwa negara membiarkan masyarakat terkubur dalam kubangan kemaksiatan setiap saat, termasuk hamil di luar nikah dan aborsi.

Ditambah lagi jika terjadi pemerkosaan, hukuman bagi pelaku tidak sebanding dengan derita para korban. Apalagi jika pelaku memiliki kekuasaan, yang hanya akan berujung damai dan kekeluargaan.

Jikapun masuk dalam delik aduan kejahatan yang diproses ke jenjang pengadilan, sering kali prosesnya panjang dan berbelit-belit, menghabiskan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar, sehingga banyak korban yang tidak ingin melaporkan kasus tersebut, selain karena tidak mau aibnya tersebar luas.

Inilah bukti kegagalan sistem kapitalisme sekularisme liberalisme dalam mengatur kehidupan manusia, khususnya dalam menjaga kehormatan perempuan dan hak-hak mereka.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang sempurna dan paripurna. Islam mampu menghadirkan kehidupan yang dapat menjaga kehormatan semua rakyatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut karena salah satu maksud dari penerapan syariat Islam kaffah adalah menjaga kehormatan. 

Melalui penerapan sistem pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Islam, keduanya mendapatkan penjagaan karena syariat Islam bersifat preventif, yaitu dengan seperangkat aturan pergaulan, di antaranya sebagai berikut:

Pertama, menundukan pandangan bagi laki laki maupun perempuan (Ghaddul Bashar)

Kedua, menutup aurat secara sempurna, baik bagi laki-laki maupun perempuan, sesuai ketentuan syariat 

Ketiga, larangan Ikhtilat (bercampur-baur) antara laki-laki dan perempuan, kecuali yang diperbolehkan oleh syariat, misalnya terkait pengajaran dan aktivitas di ranah umum

Keempat, larangan khalwat (bersua-duaan) antara laki laki dan perempuan kecuali disertai oleh mahrom dari perempuan 

Kelima, larangan tabarruj bagi perempuan 

Keenam syariat tentang safar bagi perempuan yang harus ditemani mahram, jika lebih dari sehari-semalam

Ketentuan syariat tersebut aka berfungsi dalam menjaga masyarakat ketika diasaskan pada tegaknya tiga pilar utama, yakni ketakwaan setiap individu, masyarakat yang peduli dengan menjalankan amar makruf nahi munkar, dan keberadaan negara yang menerapkan syariat Islam kaffah.

Jikapun terjadi pemerkosaan, maka pelaku akan mendapatkan sanksi yang tegas. Peradilan dalam Islam tidak berbelit-belit dan tidak mengeluarkan biaya sedikit pun, sehingga tidak memberatkan korban. Mereka pun cepat mendapatkan keadilan.

Dalam prosesnya, jika perempuan tersebut mengadu pada qadi (hakim) bahwa dirinya diperkosa oleh laki-laki tersebut dan memiliki bukti yang kuat, pelaku akan dijatuhi hukuman zina dengan 100 cambukan jika belum menikah dan dirajam sampai mati jika sudah menikah. Hal ini dilakukan di hadapan publik, untuk memberikan efek jera sebagai peringatan dan pencegahan agar orang lain tidak berbuat hal yang sama.

Lalu bagaimana jika adanya kehamilan pada perempuan korban pemerkosaan?

Bagaimanapun, aborsi adalah tindakan merampas hak hidup manusia, sedangkan hak hidup berasal dari Allah Swt. Allah Taala berfirman dalam ayat, “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’am [6]: 151).

Atas dasar ini, kita tidak bisa menjadikan aborsi sebagai solusi untuk menyelesaikan kasus kehamilan dalam tindak pidana pemerkosaan. Inilah fungs negara sebagai periyah umat. Negara memiliki kewajiban dalam mengawasi kehamilan tersebut. Negara juga akan memastikan bahwa keluarga dari korban akan mendampingi dan memberikan penjagaan kepada perempuan dan calon anak tersebut hingga lahir.

Hak-haknya pun akan dipenuhi selayaknya masyarakat lain. Dengan terbentuknya masyarakat Islam yang menaati aturan Allah, maka tidak ada diskriminasi terhadap perempuan korban pemerkosaan dan anak yang terlahir darinya. 

itu semua tidak akan terwujud jika kita masih menggunakan sistem kapitalisme. Hanya dengan penerapan sistem Islam kaffah saja dan dalam naungan khilafah Islamiyyahlah, rakyat termasuk perempuan, dapat terlindungi dari pelecehan dan kekerasan seksual, sebagai salah satu bentuk penjagaan negara terhadap kehormatan mereka. Waahuallam.



Penulis: Ira Mariana 
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 30 Mei 2024

Lemahnya Sanksi dalam Sistem Kapitalisme

Tinta Media - Saat ini kejahatan sudah menjadi hal biasa dan dianggap normal-normal saja untuk dilakukan. Sehingga, jumlah kejahatan semakin meningkat dan meresahkan masyarakat. Apakah hukum di negeri ini tak ada? Tentu saja ada. Hanya saja, hukum saat ini justru membuat pelaku tidak merasa terjerakan. Dengan sanksi tersebut, pelaku malah makin menjadi-jadi setelah terbebas pidana.

Inilah yang terjadi di negeri yang katanya negara hukum. Namun, hukum yang mereka junjung malah digunakan sebagai alat untuk memoles sesuatu yang harusnya tampak untuk menutupi seberapa besar borok yang disimpan negara dalam mengatur masyarakat dengan dalih kesejahteraan rakyat.

Salah satu contoh adalah adanya remisi pada momen tertentu. Ini menunjukkan bahwa sistem sanksi yang digunakan tidak mampu menjerakan. Ini malah berujung pada bertambahnya kejahatan dengan bentuk yang makin beragam, menjadi bukti tidak adanya efek jera. Hal ini akan berakibat pada hilangnya rasa takut sehingga pelaku bisa melakukan kejahatan yang lebih besar.

Selain itu, sistem pidana yang dijadikan rujukan di negara ini tidak baku, mudah berubah. Aturan manusia ini mudah disalahgunakan. Ini menunjukkan adanya sistem pidana yang tidak berkeadilan akibat dari adanya pengaruh manusia yang mampu memanipulasi hukum sesuai kepentingannya.

Inilah lemahnya aturan yang dibuat manusia. Karenanya, pengaturan hidup kadang saling tumpang tindih, juga saling terobos dan tabrak aturan.

Maka, jayalah mereka yang dekat dengan kursi kekuasaan. Mereka tidak mudah terjerat sanksi.

Aturan kadang dihadirkan hanya sebagai pencitraan bahwa aturan itu ada.

Namun, di sisi lain, kadang aturan akan terpental jika merujuk kepada pihak-pihak yang berpengaruh, sehingga ketegasan hukum di negeri ini perlu dipertanyakan, mengapa sanksi lebih tajam ke bawah, terapi tumpul ke atas?

Kritik masyarakat pun menjadi boomerang karena terbentur UU ITE. Maka, dengan cara apalagi negara ini bisa diingatkan kalau kritik masyarakat dianggap sebagai ancaman?

Katanya negara ini demokrasi, tetapi penduduk muslim yang banyak pun bisa didiskriminasi dalam beragama. Maka, di manakah bentuk setaranya?

Beginilah kehidupan yang diatur oleh sistem kapitalisme sekuler. Sesuatu yang akan mendatangkan manfaatlah yang akan dimudahkan dan didukung, sekalipun manfaat yang didapat bukan suatu kebenaran.

Berbeda halnya ketika kita memandang pengaturan dari sisi Islam. Kesejahteraan Masyarakat dalam naungan Khilafah dijamin oleh negara, baik jaminan langsung maupun tidak langsung. Ini akan mengurangi faktor risiko terjadinya tindak kejahatan. 

Hal ini ditopang pula dengan sistem pendidikan Islam yang  mampu mencetak individu beriman sehingga jauh dari kemaksiatan. Ini karena di dalam pendidikan tersebut mereka akan dikuatkan dari segi akidah, juga fikrah dan thoriqah Islam, sehingga setiap individu mengetahui bagaimana menyikapi kehidupan dengan pandangan Islam.

Uniknya, Islam memiliki sistem sanksi yang khas, tegas, dan menjerakan. Sanksi ini berfungsi sebagai jawabir (penebus) dan zawajir (menjerakan). Jika sistem ini diterapkan, maka tidak akan ada keberpihakan baik kepada yang berkuasa atau tidak. Karenanya ia lahir dari Sang Pencipta, maka manusia tak memiliki hak untuk mengotak-atik aturan yang datang dari-Nya. Karena itu, orang yang sudah diberi sanksi tidak akan pernah melakukan tindakan serupa atau bahkan melakukan kejahatan yang lebih besar dari sebelumnya seperti yang terjadi pada hari ini. Wallahua'lam.

Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd., Aktivis Muslimah

Kamis, 14 Desember 2023

Maraknya Penipuan Properti, MMC: Beri Sanksi agar Timbul Efek Jera



Tinta Media - Maraknya penipuan properti, menurut narator Muslimah Media Center (MMC) seharusnya pemerintah memberi sanksi kepada pelaku agar menimbulkan efek jera. 

"Pemerintah harusnya bisa memberi sanksi kepada pelaku agar timbul efek jera," tuturnya pada video Blusukan Kru MMC, [Sidoarjo] Kasus Penipuan Bermodus Jual Beli Properti Lagi Marak! Ahad (10/12/2023). 

Narator menjelaskan di dalam kitab Nizhamul Uqubat karya Ustadz Abdurrahman Al-Maliki, tentang sanksi bagi pelaku berbagai jenis penipuan berdasarkan kejahatan yang dilakukannya. 

“Seseorang yang memalsukan surat berharga atau surat jaminan, maka ia akan dikenakan sanksi jilid (cambuk) dan penjara sampai dua tahun,” terangnya. 

Narator lantas mencontohkan seperti kasus yang terjadi di Sidoarjo. Usai menjual unit properti, direkturnya lalu membawa lari sertifikat rumah tersebut untuk digadaikan ke bank dengan pinjaman hingga 2 miliar rupiah. Setidaknya ada 19 sertifikat properti yang menjadi hak pembeli yang ia jaminkan ke bank. 

“Pembeli yang seharusnya senang sudah memiliki rumah baru tetapi malah sengsara karena tertipu,” paparnya. 

Lantas, narator melanjutkan, jika penipuan berkaitan dengan penyerahan harta bergerak atau harta tidak bergerak, maka sanksinya jilid dan penjara sampai 5 tahun. 

Menurut narator, kemiskinan sering kali menjadi pemicu tindak kriminal di tengah masyarakat termasuk penipuan ini. 

Untuk itu, tegasnya, dalam mencegah tindak kriminal ini, selain sanksi yang diterapkan, negara Islam juga berkewajiban untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. 

“Dan ini masalahnya yang tidak terjadi dan tidak dilakukan di dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme seperti sekarang ini,” tandasnya. []Langgeng Hidayat

Sabtu, 15 Juli 2023

Sanksi Hukum terhadap Penista Agama Harus Tegas

Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan, penegakan sanksi hukum terhadap penista agama harus tegas.

“Sanksi hukum terhadap penistaan agama harus tegas agar orang yang menistakan agama merasa jera,” tuturnya dalam program Kabar Petang: Coki Pardede cs Bikin Geram!" di kanal Youtube Khilafah News pada Sabtu (8/7/2023).

Menurutnya, perbuatan Coki Pardede dan teman-temannya sudah masuk ke dalam ranah kriminal penistaan agama. Karena selalu menggunakan Agama Islam sebagai bahan lawakan. Ini menunjukkan ada niatan untuk menistakan Agama Islam. Hal ini mencerminkan kebenciannya terhadap Agama Islam. 

"Tindakannya ini merupakan tindakan kriminal penistaan agama yang harus ditindak dengan tegas. Karena lawakannya menggandung unsur penistaan agama,” ujarnya. 

Iwan mengatakan, para penegak hukum negara dan pengacara ahli hukum pidana Muslim harus tegas untuk turun menyeret pelakunya ke meja hijau.  

"Tidak hanya Coki tetapi juga siapa saja yang menjadikan agama sebagai bahan lawakan. Dan ini cukup banyak, seperti di Stand Up Comedy, dalam bentuk tulisan dan seterusnya," ungkapnya. 

"Memang di dunia komedi, di dunia lawak beberapa topik tampaknya abadi dan laku untuk dijadikan bahan lawakan. Karena apa yang mereka lakukan  itu mengandung unsur penistaan Agama,” tegasnya.

Menurut Iwan, yang disebut prank itu adalah kebohongan, mengandung unsur humor. "Sementara kisah yang disampaikan dalam Al-Qur'an itu tidak bohong dan tidak ada unsur komedi," pungkasnya. [] Abi Bahrain

Senin, 18 Juli 2022

Sistem Sanksi Pidana Islam Menjamin Persamaan Hukum

Tinta Media - Kasus penembakan hingga tewas Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menyisakan tanda tanya bagi publik. Dilansir hampir semua pemberitaan nasional, Brigadir Yosua tewas ditembak rekannya sesama polisi di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) pekan lalu.

Masih dilansir semua media sosial dan pemberitaan media online, tentang kejanggalan dibalik tewasnya Brigpol Nopriyansyah, sebagaimana diungkap keluarga mendiang. Jenazahnya, kata Samuel ayah Nopriyansyah, terdapat luka lebam, mata seperti ditusuk, dan ada sayatan luka di jari kelingking. Hal janggal lainnya, ketika Samuel meminta CCTV yang merekam kejadian untuk dibuka kembali, tetapi pihak kepolisian berdalih rusak dan mati total.

Publik akhirnya mempertanyakan kejanggalan tersebut, setelah pihak keluarga mendiang, membeberkan sejumlah misteri kejanggalan di balik kematian Norpryansah. Dari titik pandang ini, semua orang akan terusik perasaan keadilannya, tentu saja proses penegakan hukum pidana harus berjalan sesuai koridor semua orang sama di depan hukum (equality before the law). Artinya, bila sebuah sistem hukum pidana memang menjamin semua orang sama di depan hukum, tentunya aparat penegak hukum, seharusnya bertindak cepat dan bersifat transparan guna menguak apa sesungguhnya dibalik peristiwa yang menjadi penyebab tewasnya Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat.

Manusia secara fitrah, tentu saja, tidak akan terima diperlakukan secara tidak adil ketika menjadi korban dari sebuah kejahatan yang berlangsung secara sistemik. Apalagi jika kejadian perkara pidana sengaja dipetiskan atau ditutupi dengan motif melindungi pihak-pihak tertentu. Mungkin yang mau lindungi adalah seorang petinggi yang ada di lingkaran kekuasaan atau pemangku kepentingan yang memiliki relasi begitu kuat terhadap skandal yang melibatkan oligarki dan geng elitis.

Penegakan hukum pidana negeri ini pernah menyimpan catatan kelam. Salah satunya, adalah kisah seorang gadis berusia 17 tahun, penjual telur, dirudapaksa segerombolan pria di atas sebuah mobil, tepatnya di Kota Jogjakarta, 21 September 1970. Para pelakunya belum terkuak, masih misterius hingga kini. Ilustrasi kasus ini, sebetulnya merupakan fenomena gunung es, masih ada sejumlah besar kasus hukum yang belum terkuak hingga kini. Sebuah aksioma untuk menggambarkan begitu rapuhnya sistem hukum pidana hasil produk berpikir bebas manusia.

Sistem hukum pidana Islam atau yang dikenal dengan istilah sistem uqubat, sangat menjamin penegakan hukum lebih adil serta menempatkan status semua orang sama didepan hukum. Sistem ini berasal dari Sang Pencipta, Allah SWT, pasti memberikan keadilan serta persamaan hukum siapapun juga. Sebuah sistem pidana yang berciri transendental, sebab merupakan produk Wahyu Tuhan Sang maha pencipta, tidak ada satu ruang yang menimpan cacat dan cela sedikitpun. Semua orang pasti merasa tentram dengan jaminan keadilan hukum pidana Islam. Para penegak hukum pidana Islam, dilandasi semangat ketakwaan bukan atas dasar sentimen kelompok atau melindungi oknum elitis tertentu.

Inilah yang menjadi dasar sehingga Baginda Rasullullah, menolak memberikan amnesti pengampunan atas anak perempuan pembesar Quraisy yang terbukti mencuri dari sanksi potong tangan. Lisan mulia Baginda Nabi bahwa kehancuran suatu bangsa karena apabila yang mencuri adalah kaum bangsawan, hukum tidak ditegakkan, tetapi jika yang mencuri adalah kalangan lemah dan miskin, hukum baru ditegakkan. Beliau melanjutkan “Demi Allah seandainya putriku Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya”.

Keadilan hukum pidana Islam juga terpatri indah ketika hakim pengadilan (qadhi) menolak pengaduan Imam Ali, sebagai seorang kepala negara saat itu, atas tuduhan pencurian baju besi milik Ali oleh seorang laki-laki Yahudi sebab hakim menolak kesaksian yang diajukan sebagai barang bukti. Kata hakim, kesaksian yang diajukan sang khalifah, tertolak karena cacat secara formil. Sebabnya, yang diajukan sebagai saksi adalah anak dan pembantu Sang Khalifah.

Oleh: Dr. Muh. Sjaiful, S.H., M.H 
Indonesia Justice Monitor


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab