Tinta Media: Sampah
Tampilkan postingan dengan label Sampah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sampah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Juli 2024

Menyikapi Darurat Sampah di Indonesia dengan Solusi Islam

Tinta Media - Di tengah kemiskinan yang masih merajalela di Indonesia, ironisnya, kita juga menghadapi masalah besar berupa sampah makanan. Data menunjukkan bahwa negara kita mengalami kerugian hingga Rp155 triliun per tahun akibat makanan yang terbuang sia-sia dari suara.com(3 Juli 2024). Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga tentang moral dan keadilan sosial.

Menurut data dari UNNES (15 Mei 2023), 1/3 dari makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia di dunia dibuang sebagai sampah. Jika dihitung, jumlahnya mencapai 1,3 miliar ton per tahun. Padahal, sebanyak 795 juta manusia di dunia menderita kelaparan. Total sampah yang dihasilkan tiap tahunnya sebenarnya dapat menghidupi 2 miliar orang.

Pada tahun 2020, Indonesia sudah memasuki sinyal darurat sampah makanan. Bahkan, pada tahun 2019, telah ditunjukkan bahwa Indonesia merupakan penghasil sampah makanan terbesar nomor 2 di dunia setelah Saudi Arabia. Pada tahun 2021, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mencatat bahwa sampah sisa makanan Indonesia mencapai 46,35 juta ton dalam skala nasional. Jumlah ini menduduki komposisi terbesar dari total sampah yang dihasilkan, bahkan melebihi sampah plastik yang mencapai 26,27 juta ton.

Besarnya sampah makanan bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama, pemborosan makanan mencerminkan pola konsumsi yang berlebihan dalam budaya yang sering mengedepankan konsumerisme. Makanan dipandang sebagai barang komoditas yang bisa dibeli dan dibuang tanpa berpikir panjang. Kita perlu menyadari bahwa setiap makanan yang terbuang adalah kesempatan yang hilang bagi mereka yang kelaparan.

Kedua, mismanajemen dalam distribusi pangan berkontribusi pada masalah ini. Praktik penumpukan sembako yang kadang terjadi, serta pembuangan makanan untuk menjaga stabilitas harga, adalah contoh bagaimana kebijakan yang tidak efektif dapat menjelaskan pemborosan. Reformasi kebijakan yang lebih baik diperlukan untuk memastikan bahwa pangan dapat didistribusikan secara merata.

Budaya konsumerisme ini dipicu oleh sistem kapitalisme yang sering mengarah pada perilaku pemborosan. Dalam hal ini, makanan tidak lagi dipandang sebagai makanan pokok, melainkan sebagai komoditas yang bisa dibeli dan dibuang tanpa berpikir panjang. Ini adalah gambaran yang jauh dari prinsip-prinsip moral dan etika yang seharusnya menjadi landasan dalam pengelolaan sumber daya.

Dalam Islam, terdapat aturan yang jelas tentang pentingnya menghargai makanan dan hidup hemat, yang bisa menjadi solusi efektif dalam mengatasi masalah ini. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, "Dan makanlah dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" (QS. Al-A'raf: 31). Hadis Rasulullah SAW juga mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam makan dan minum, menghargai makanan, makan secukupnya, menghormati berkahnya makanan, dan tidak membuang-buang makanan. Memberi kepada yang membutuhkan jika memiliki kelebihan makanan juga dianjurkan.

Islam juga memiliki solusi dari perspektif pemerintahan Islam. Pertama, distribusi yang adil melalui zakat, sedekah, dan dari Baitul Mal. Kedua, memberikan edukasi dan kesadaran masyarakat melalui kampanye publik dan pendidikan di sekolah. Ketiga, pengelolaan sumber daya alam dengan penggunaan teknologi dan infrastruktur penyimpanan. Keempat, kebijakan pengelolaan limbah dengan regulasi pembuangan dan pemanfaatan sisa makanan. Kelima, penegakan hukum dengan memberikan sanksi bagi pemborosan dan insentif untuk donasi.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam pengelolaan makanan dan distribusi yang adil, kita dapat mengurangi pemborosan makanan dan menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera. Ajaran Islam tentang menghargai makanan dan hidup hemat bukan hanya relevan secara moral, tetapi juga praktis dalam mengatasi salah satu masalah terbesar dunia saat ini. Mari kita mulai dari diri kita sendiri dan mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang sejalan dengan nilai-nilai ini. Namun, jika sistemnya masih kapitalisme, solusi ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sekarang. Hanya dengan menerapkan sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah, kita bisa menyelesaikan masalah yang terjadi sekarang.

Oleh: Dzakiyyah Kholishotun Nuha, Sahabat Tinta Media 

Senin, 01 Juli 2024

Persoalan Sampah Tak Kunjung Usai, Islam Solusinya



Tinta Media - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat terus berupaya mengurangi dan mengantisipasi sampah yang ada di wilayah Sungai Citarum. Salah satunya adalah usulan untuk memasang jaring di tiap desa yang teraliri Sungai Citarum. 

PJ Gubernur Jabar, Bey Mahmudin mengatakan bahwa permasalahan sampah harus bisa selesai dari rumah masing-masing sehingga tidak ada sampah yang dibuang sembarangan. 

Ada yang mengusulkan untuk memasang jaring dari hulu ke hilir sungai Citarum, sehingga sampah yang menumpuk bisa ketahuan datangnya dari mana. Bey meminta masyarakat harus disiplin dan bisa mengubah perilaku dalam membuang sampah. Menurutnya, kecanggihan alat apa pun tak akan mampu membereskan sampah. (DetikJabar, 20-06-2024)

Permasalahan sampah yang tak kunjung usai di Kabupaten Bandung memang menjadi tantangan besar yang harus ditangani dengan serius.

Berbagai program yang telah dilakukan memang perlu kita apresiasi. Sayangnya, kesadaran kebersihan belum dipahami masyarakat secara keseluruhan. Masalah sampah bukan hanya menyangkut manajemen pengolahan sampah semata, tetapi berkaitan dengan pandangan hidup yang diterapkan di suatu negara. 

Saat ini, paham sekuler dijadikan landasan dan aturan yang mengatur masyarakat dan negara, sehingga lahirlah masyarakat yang berjiwa individualis. Ini berdampak pada sulitnya membangun kesadaran akan arti kebersihan dan hidup bersih.

Penanganan masalah sampah tidak bisa hanya dibebankan kepada masyarakat semata, melainkan membutuhkan solusi komprehensif dari berbagai pihak, mulai dari tingkat rumah tangga hingga kebijakan pemerintah selaku pemangku kebijakan. Hal ini mengindikasikan perlunya komitmen yang kuat dari pihak berwenang untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Sistem pemerintah Islam memiliki seperangkat aturan yang telah ditetapkan oleh syariat. Di dalamnya terdapat konsep penjagaan lingkungan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. 

Sudah seharusnya visi ini menjadi landasan bagi para penguasa dalam merumuskan kebijakan terkait pengelolaan wilayah, termasuk penanganan sampah. Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa implementasi konsep tersebut belum sepenuhnya diterapkan dalam praktik. Upaya pemetaan TPA, penyiapan SDM pengelola sampah, serta edukasi, dan peningkatan kesadaran masyarakat masih perlu mendapat perhatian lebih dari pihak berwenang.

Dalam konteks permasalahan sampah ini, solusi Islam dapat menjadi model yang sempurna untuk diterapkan. Ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah saw. telah memberikan panduan yang komprehensif tentang penjagaan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam, termasuk penanganan sampah. 

Dengan kembali kepada ajaran Islam yang menekankan kebersihan, kepedulian terhadap lingkungan, dan tanggung jawab individu maupun kolektif, diharapkan permasalahan sampah di Kabupaten Bandung dapat diatasi secara efektif. Implementasi solusi Islam ini harus didukung dengan komitmen yang kuat dari seluruh komponen masyarakat, khususnya pihak berwenang sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan. 

Hanya dengan mengamalkan ajaran Islam yang menyeluruh (kaffah) dan kembali kepada sistem Islam di bawah naungan Khilafah, kita akan mampu menyelesaikan permasalahan sampah yang telah lama menjadi
tantangan bagi masyarakat. Wallahua'lam bishawab.


Oleh: Alifa Insani 
(Muslimah Peduli Generasi)

Sabtu, 04 Mei 2024

Perlunya Penanganan Serius dalam Tata Kelola Sampah

Tinta Media - Kota Bandung untuk sekarang masih menempati urutan tertinggi dalam volume pembuangan sampah. Karena kota Bandung merupakan metropolitan yang berpotensi menghasilkan sampah lebih banyak, volume sampah terbanyak kedua dihasilkan dari Kabupaten Bandung. Selama bulan Ramadhan jumlah volume sampah sangat meningkat, secara keseluruhan total ritasi sebanyak 10.065 ton. Total tonasi sebanyak 46.726 ton. Ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat. Sampah yang ditampung di TPK Sarimukti sudah terkelola dengan baik. (RMOLJABAR.13 April 2024). 

Tetapi ada yang menjadi permasalahan ketika sampah rumah tangga tersebut berupa sampah plastik, yang biasa dipakai sebagai kantong untuk tempat belanja atau pun sebagai pembungkus makanan. Dan sampah plastik yang berupa tempat minuman, sampah inilah yang merupakan kendala yang merupakan sampah yang sulit untuk musnahnya. 

Permasalahan yang cukup serius dalam penanganan sampah yang dihasilkan dari limbah produksi maupun rumahan, terutama masalah sampah plastik yang tidak mudah diurai dalam penghancurannya. Pengelolaan limbah dan sampah plastik masih merupakan isu yang serius yang dihadapi sekarang. Selain masih terkendala dengan volume sampah yang cukup besar, dan terkait dengan pengangkutan dari tempat pembuangan terakhir (TPA) ke tempat pembuangan sampah, hingga terkendala pengelolaannya. Akibatnya masih ada pada daerah tertentu terjadi darurat sampah. Di sini tampak jelas ketika sistem kapitalis sekuler yang di emban ketika penguasa abaikan kepentingan masyarakat sehingga tidak mengindahkan apa dampak dari limbah dan sampah plastik jika tidak segera ditangani secara serius. 

Dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk turut berperan dalam mengatasi masalah sampah terutama sampah plastik karena mereka sudah terbiasa menggunakan plastik yang harganya terjangkau. 

 Dalam sistem pemerintahan Islam, negara wajib sepenuhnya memaksimalkan perannya sebagai pengurus umat, sebagaimana sabda Rasulullah, "Seorang imam/khalifah adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban". Termasuk dalam menyelesaikan masalah limbah dan sampah Negara wajib menangani problem tersebut. Dengan menerapkan kebijakan yang tepat dalam menangani mata rantai penyebab timbulnya limbah sampah plastik dari hulu hingga hilir. 

Negara pula yang memiliki hak memutuskan dibolehkan atau dilarang peredaran kantong plastik penyebab timbulnya sampah yang sulit terurai dengan cepat. Penguasa akan berkonsultasi dengan pakar di bidangnya. Sehingga akan didapati sistem pengolahan limbah dan sampah yang akan mampu memusnahkan limbah plastik tersebut dengan cara memiliki sistem pemanas dengan temperatur yang sangat tinggi tetapi di sini akan memerlukan energi yang cukup banyak.

Dan sosialisasi pada masyarakat harus dilakukan secara masif. Sehingga masyarakat dapat turut berperan serta untuk membantu Negara dalam berbagai bentuk seperti pengolahan atau mengurangi volume sampah. 

Masyarakat akan didorong  untuk melakukan penelitian dengan bantuan Negara, sehingga akan mampu menemukan teknologi yang tepat yang berpotensi dapat mengelola sampah secara efektif. 

Dan tak kalah pentingnya peran individu untuk memahami perintah Allah agar tidak merusak lingkungan hidup dan tetap menjaga kelestariannya, sehingga akan mampu meminimalkan volume sampah berdasarkan ketakwaan. 

Hanya dengan sistem pemerintahan Islam dalam menerapkan aturan yang bersumber dari iman. Wallahua'lam bisshawab. 

Oleh : Farida
Muslimah Peduli Generasi

Rabu, 01 Mei 2024

Sampah Melimpah Tuntaskan Secara Kaffah

Tinta Media - Selama Ramadhan produksi sampah dari Bandung Raya tembus 46 ribu ton. Diberita di sampaikan bahwa penanganan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti, selama Ramadhan 2024 cukup lancar, tak ada kendala yang berarti, sehingga sampah terkelola dengan baik. Faktanya di lapangan banyak sampah di TPS yang tidak terangkut (Pasar Baru Majalaya) sebelum Idul Fitri hingga sekarang masih menumpuk. Hingga akhirnya sampah memenuhi bahu jalan raya, menimbulkan bau yang tidak sedap, mengotori lingkungan dan membahayakan kesehatan.

Masalah sampah ini tentu perlu penanganan khusus dan serius. Tapi karena pemerintah sekarang kurang serius menangani masalah sampah ini hingga masalah sampai yang melonjak hingga menumpuk tidak tertangani terus berulang. Pemerintah masih belum memberikan solusi tuntas terhadap permasalahan sampah di dalam negeri ini. Padahal ini akan berdampak pada kesehatan rakyat dan terjadinya pencemaran lingkungan.

Pemerintah seolah tidak memedulikan kesusahan rakyat, sebab yang di terapkan bukan hukum Islam, maka wajar jika apa pun permasalahan dalam kehidupan ini, tidak akan pernah terselesaikan secara tuntas, termasuk masalah sampah. Lain lagi di dalam Islam, Islam mengaitkan masalah kebersihan dengan keimanan individu. Maka setiap individu dituntut untuk hidup bersih baik diri maupun lingkungannya karena sebagai cerminan keimanannya. Maka tentu tidak akan dibiarkan masalah sampah ini sampai menggunung hingga menimbulkan penyakit dan pencemaran lingkungan. Tapi masalah sampah ini tidak berhenti pada tanggung jawab individu saja. Tetaplah negara menjadi penanggung jawab utama terhadap masalah ini.

Negara Islam akan menyediakan segala sarana dan prasarana yang dibutuhkan terkait pengurusan masalah sampah ini berikut teknologi yang memadai yang dibutuhkan untuk mengelola sampah. Negara juga memastikan semua orang terlibat aktif untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungannya dari sampah, terutama sampah berbahaya dan beracun untuk terciptanya kesehatan masyarakat dan lingkungan yang bersih. Maka hal ini akan menjadi perhatian utama negara. Dan satu-satunya jalan yaitu dengan diterapkannya hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Negara akan memberi sangsi yang tegas dan keras terhadap siapa pun yang tidak menjaga kebersihan dan mencemari lingkungan khususnya dengan sampah yang berbahaya dan beracun bagi makhluk hidup dan lingkungan. Maka masalah sampah tidak akan dibiarkan berulang tak tertangani seperti dalam sistem demokrasi kapitalis sekarang. Sudah jelas setiap permasalahan pasti akan terpecahkan oleh Islam, lingkungan bersih dan sehat, serta sikap individu rakyat yang peduli atas lingkungan dan kebersihan. Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh : Bu Atep (Sahabat Tinta Media)

Jumat, 26 April 2024

Solusi Tuntas Sampah dengan Mindset Islam

Tinta Media - Kaum muslim saat ini masih dalam suasana suka cita setelah merayakan hari kemenangan Idul Fitri. Namun, di balik kebahagiaan momen tersebut  ternyata tersimpan cerita miris, yaitu timbulnya peningkatan volume sampah. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar, Prima Mayaningtyas mengatakan bahwa buangan sampah dari kawasan Bandung Raya ke TPK Sarimukti selama Ramadan mencapai 1.611,23 ton atau sekitar 347 truk per hari. Jumlah tersebut berasal dari Kota Bandung 32.807,35 ton, Kota Cimahi 4.066,47 ton, Kabupaten Bandung 5.669,64 ton, dan Kabupaten Bandung Barat 4.182,61 ton.

Jadi, selama Ramadan total ritasi 10.065 truk, total tonase sebanyak 46.726,06 ton. Dari data yang ada, Kota Bandung masih menempati urutan tertinggi volume sampah yang dibuang ke TPK Sarimukti. Hal itu karena Kota Bandung merupakan kota metropolitan yang berpotensi menghasilkan sampah lebih banyak. 

Memang, di setiap momen hari raya penumpukan sampah acapkali terjadi. Tempat wisata dan pusat kegiatan keagamaan, serta tempat kumpul-kumpul biasanya mengalami lonjakan volume sampah. Walaupun pasukan kebersihan telah dikerahkan hingga 2 kali lipat serta adanya imbauan kepada masyarakat untuk menerapkan konsep kurangi, pisahkan, dan manfaatkan sampah (kangpisman) organik dan anorganik, tetapi penumpukan sampah tak kunjung teratasi, bahkan menggunung. Tak hanya di tempat pembuangan akhir (TPA), bahkan sering kita temui di pinggir-pinggir lahan kosong. 

Walaupun pemerintah telah menggandeng perusahaan swasta untuk pengelolaan sampah dan co-firing sampah untuk dijadikan bahan baku terbarukan, tetapi sepertinya hal itu baru wacana saja. Faktanya, penumpukan sampah terus terjadi dan anehnya hal ini terjadi di banyak daerah di negeri ini. 

Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) diperingati setiap 21 Februari. Sayangnya, meski peringatan demi peringatan dilewati setiap tahun, tetapi tidak menyolusi masalah sampah. Padahal, Indonesia telah mengonfirmasi kesiapannya dalam melaksanakan komitmen Zero Waste Zero Emission 2050. Akankah hal ini terealisasi di tengah minimnya penegakan hukum dan anggaran pengelolaan sampah oleh pemerintah?

Penumpukan sampah bukan hanya lahir dari kegiatan masyarakat, peningkatan jumlah penduduk, perubahan musim, ataupun momen tertentu. Pangkal dari permasalahan sampah muncul dari pola hidup konsumtif masyarakat yang berbelanja bukan untuk memenuhi kebutuhan, tetapi untuk memuaskan keinginan yang tak ada habisnya. 

Masyarakat kerap kali membeli barang karena ingin tampil beda, show off barang baru untuk mendapatkan pujian ataupun prestise dari orang lain. Walaupun tak jarang kegiatan tersebut didukung dengan modal dari hasil berutang ataupun terjerat pinjol, terlebih jika ada diskon yang sering terjadi pada momen hari raya. Ini menjadikan mereka gelap mata. 

Pakaian hingga makanan diskon sering kali dibeli, baik secara langsung maupun online. Nyatanya, setiap produk yang dibeli akan dibungkus minimal dengan kantung plastik yang akan menghasilkan sampah. 

Inilah yang menjadikan salah satu sebab penumpukan sampah terjadi saat momen hari raya, terkhusus Idul Fitri yang menjadi hari kemenangan umat Islam yang mayoritas di Indonesia. 

Perilaku konsumtif masyarakat seperti itu tercipta karena adanya kepuasan saat berbelanja. Pola hidup ini menjadi cara pandang hidup masyarakat yang lahir dari ideologi kapitalisme yang menjadikan kepuasan individu sebagai tolok ukur kebahagiaan manusia. Ideologi ini mengusung sekularisme, yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. 

Dengan ideologi ini, manusia tidak memikirkan bahwa sikap boros dan membuang-buang harta kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. di hari akhir. 

Allah Swt. berfirman dalam surat al-Isra ayat 26 dan 27 yang artinya: 

"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya." 

Seharusnya, masalah sampah juga menjadi tanggung jawab negara. Namun, sistem kapitalisme yang diusung negeri ini tak akan pernah mengurus dan memedulikan rakyat secara tulus, tidak memperhatikan kerusakan lingkungan dan memedulikan keselamatan manusia. 

Hal utama yang menjadi perhatian para penguasa dan pejabat dalam sistem ini ialah mendapatkan keuntungan dan terpenuhinya kepentingan saat berkuasa. Berbagai solusi dan inovasi telah dilakukan. Namun, sampah menjadi persoalan yang tak pernah bisa terurai, bahkan setiap kebijakan untuk mengatasinya pun selalu pragmatis. 

Permasalahan sampah seharusnya diatasi dari akar masalah yang utama, yakni mengubah mindset konsumtif masyarakat. Pola konsumtif inilah yang seharusnya diubah dengan pola konsumsi yang benar yang ada pada Islam. 

Islam mendorong manusia untuk memiliki gaya hidup bersahaja, mengonsumsi sesuai kebutuhan, dan melarang untuk menumpuk tanpa pemanfaatan. Hal ini akan terwujud karena dorongan keimanan yang muncul karena penerapan sistem Islam.  

Masalah sampah juga menjadi tanggung jawab negara. Islam mengharuskan negara menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat dengan mengedukasi bahaya sampah bagi kehidupan. Islam memiliki sistem pengelolaan sampah yang sistematik. 

Sejarah kekhilafahan Islam telah mencatat hal tersebut sejak abad 9 hingga 10 Masehi. Pada masa Bani Umayyah, jalan-jalan di kota Cordoba bersih dari sampah karena adanya mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta bin Luqo, ar-Raszi, Ibnu al-Jazzar, dan Al-Masihi. Tokoh-tokoh ini telah mengubah sistem pengelolaan sampah yang awalnya diserahkan kepada masing-masing individu beralih ke negara. Wallahu’alam bisshawwab.

Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom
Sahabat Tinta Media

Minggu, 14 April 2024

Tata Pelaksanaan Pengelolaan Sampah dalam Islam

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengungkap tata pelaksanaan pengelolaan sampah dalam Islam. "Tata pelaksanaan pengelolaan sampah dalam Islam adalah sebagai berikut," tuturnya dalam video Khilafah Mampu Mengentaskan Persoalan Sampah Plastik di kanal YouTube Muslimah Media Center, Rabu (10/4/2024).

Pertama, pada level negara khilafah. Pemimpin negara Islam bertanggung jawab dalam menyelesaikan problematika seputar limbah. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, "Seorang imam atau Khalifah adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya," ujarnya.

Oleh karenanya, lanjutnya, secara prinsip, Khalifah wajib menetapkan kebijakan yang tepat dalam mata rantai industri kantong plastik dari hulu sampai hilir. Khalifah berhak memutuskan dibolehkan atau dilarangnya peredaran kantong plastik di dalam wilayah negara. "Namun jika Khalifah bukan pakar masalah ini, Khalifah wajib berkonsultasi dengan pakar di bidangnya untuk menimbang opsi mana yang paling bijak," jelasnya.

Ia mengatakan bahwa jika bicara soal realitas fisik kantong plastik,  sebenarnya bukan masalah lingkungan. Seandainya di hulu sudah menginternalisasikan biaya pengelolaan limbah pada harga produksi dan di hilir terdapat sistem pengelolaan limbah yang mampu melenyapkan limbah plastik dalam bentuknya saat ini. Internalisasi biaya pengolahan limbah akan menyediakan dana yang kemudian dikumpulkan untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas pengelolaan limbah plastik. "Hal ini tidak diterapkan dalam kapitalisme karena berarti biaya pokok produksi kantong plastik akan bertambah dan menurunkan margin keuntungan mereka," tukasnya.

Ia menjelaskan bahwa dana yang didapatkan dari internalisasi biaya pengelolaan limbah kemudian akan dialokasikan oleh khalifah untuk berbagai kebutuhan terkait pengelolaan limbah seperti pembangunan fasilitas pengolahan limbah kantong plastik dan membiayai operasionalnya. Dana ini juga dapat dijadikan insentif bagi komunitas atau individu masyarakat untuk menemukan teknologi pengolahan limbah plastik paling optimal termasuk untuk memitigasi limbah plastik yang sudah tersebar di biosfer. Salah satu alternatif teknologi yang dapat diterapkan oleh khalifah adalah plastic to oil conversion, mengingat plastik adalah polimer hidrokarbon maka plastik dapat di polimerisasi untuk kembali menjadi senyawa hidrokarbon. Dalam hal ini minyak atau gas sintetis proses ini dapat melenyapkan limbah plastik sekaligus meningkatkan nilai gunanya. Alternatif teknologi lain adalah insinerator plasma yakni limbah plastik dilenyapkan dengan sistem pemanas temperatur yang sangat tinggi tetapi cenderung boros energi. Khilafah juga menetapkan regulasi tentang pengelolaan limbah termasuk terkait pemisahan jenis limbah dan peta jalan utama alur pengelolaan limbah dari hulu hingga hilir serta pelarangan impor limbah plastik dari luar negeri. Regulasi ini wajib diterapkan secara konsisten dan setiap penyimpangan terhadap alur proses harus ditindak tegas. Sosialisasi ke masyarakat dilakukan secara masif oleh negara melalui berbagai sarana komunikasi baik tatap muka maupun daring, penyediaan sarana pemisahan limbah juga dilakukan di hulu, yakni dengan sistem pengelolaan limbah terpisah disediakan di hilir. "Penelitian lembaga riset negara dapat dialokasikan ke dalam pengembangan teknologi pengelolaan dan pengelolaan
limbah plastik," tambahnya.

Kedua, pada level masyarakat. Berbagai komunitas di tengah masyarakat dapat berperan membantu khilafah dalam berbagai bentuk. Mulai dari bantuan sosialisasi kebijakan, mengawasi alur pengelolaan dan pengolahan limbah serta mengajak individu dengan program pengurangan volume sampah sejenis zero waste. Komunitas bekerja sebagai
penyambung lisan dan peraturan dari khalifah ke unit-unit individual. "Masyarakat dapat pula melakukan riset dengan bantuan negara untuk menemukan teknologi tepat guna yang memiliki potensi dalam pengelolaan dan pengolahan limbah plastik secara efektif dan
efisien," bebernya.

Ketiga, pada level individu. Ketakwaan individu mendorong seseorang untuk memahami perintah Allah Subhanahu Wa Taa'la terkait tidak membahayakan lingkungan. Walhasil, pemahaman atau mafahim tersebut mencegah dirinya untuk melimbahkan plastik sembarangan. Ketakwaan itu juga yang mengantarkannya untuk taat pada perintah khalifah dalam penerapan sistem pengelolaan limbah yang berlaku serta tidak bersikap boros dalam penggunaan kantong plastik. "Demikianlah, betapa Islam dapat membereskan masalah limbah plastik secara tuntas. Individu, masyarakat maupun negara memiliki peran masing-masing yang saling mendukung," paparnya.

"Selaku pemimpin negara, khalifah berkewajiban untuk membangun sistem pengelolaan sampah secara Syari yang efektif dan efisien dalam perannya sebagai pemimpin umat yang menerapkan syariat Islam," terangnya.

Ia menyatakan bahwa masyarakat dapat berperan membantu dalam tataran penyambung lisan khalifah dengan jangkauan luas dan menyeluruh. Individu digerakkan berdasarkan keimanannya. Memahami taklif syara pada dirinya untuk tidak merusak bumi yang sudah diciptakan Allah Subhanahu Wa Taa'la dengan setimbang. "Seluruh peran ini hanya akan berjalan sukses dalam sistem kenegaraan yang ideal untuk penerapannya yakni, Khilafah Islamiah ini," tegasnya.

"Mengingat hanya Khilafah sistem yang lahir dari akidah Islam, dalam menerapkan aturan yang dipancarkan dari akidah Islam, yang notabene merupakan syarat agar seluruh
mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya dapat diterapkan," pungkasnya.[] Ajira

Minggu, 25 Februari 2024

Tumpukan Sampah Plastik, Buah Sistem Kapitalistik



Tinta Media - Sampah lagi ... sampah lagi. Jika diperhatikan, urusan sampah ini kian hari kian tidak terkendali. Negara abai dalam mengurus persoalan sampah, ditambah lagi rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan. Fakta tersebut menunjukkan kelemahan dan ketidakmampuan negara dalam mengatur, menjaga, melindungi, melayani, dan berinovasi.

Seperti yang dikutip oleh media katadatacom (07/02/2024), sampah plastik menumpuk sampai 12 ton di RI. Indonesia menghasilkan sampah plastik sebesar 12,87 ton per tahun. Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan bahwa sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia. Maka dari itu, isu sampah plastik ini menjadi fokus dalam harian peduli sampah nasional (HPSN) yang diperingati setiap tanggal 21 Februari.

Sebenarnya negara sangat mampu mengatasi. Hanya saja, negara setengah hati dalam melakukan proses penanganannya. Negara ini tidak kekurangan orang-orang hebat yang berkompeten. Banyak tangan ahli yang dapat diajak bekerja sama untuk mengatasi urusan plastik.

Saat ini sudah ada beberapa penemuan tunas bangsa, seperti di Universitas Brawijaya dan Sepuluh November. Akan tetapi, belum mendapatkan dukungan, apalagi modal pengembangan hasil temuan. Hal semacam inilah yang seharusnya ditindaklanjuti agar segera terwujud teknologi mutakhir yang berguna untuk membantu mengatasi persoalan sampah plastik 

Namun sayangnya, negara seakan-akan sibuk sendiri, berkoalisi sana sini tiada henti, selalu berjanji-janji. Namun, urusan sampah nyata di depan mata terbengkalai.

Ini adalah satu bukti lagi yang seharusnya membuka mata kita, bahkan dunia bahwa tidak ada satu pun permasalahan yang dapat terselesaikan dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler. Alih-alih mengatasi, justru sistem ini merusak ciptaan Yang Kuasa, sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya, 

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar." (TQS Ar-Rum ayat 41)

Seharusnya negara hadir dengan segala macam inovasinya. Negara menjalankan semua fungsinya sebagai pengurus rakyat, termasuk dalam mengedukasi atau menyadarkan masyarakat terkait bahaya limbah plastik. Semua komponen negara berfungsi dengan baik, siap, sigap, dan tepat apabila negara dikepalai oleh imam atau dipimpin oleh seseorang yang taat akan syariat, menjadikan aturan Allah sebagai dasar hukum kepengurusan negaranya. 

Allah berfirman yang artinya,

"Dan Kami telah menghamparkan gunung-gunung dan Kami jadikan padanya segala sesuatu menurut ukuran, dan Kami telah jadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, Kami menciptakan juga makhluk-makhluk yang sekali-kali bukan kamu pemberi rezeki padanya." (TQS Al-Hijr ayat 19-20)

Islam menjawab semua problematika kehidupan masyarakat, termasuk urusan sampah. Negara akan mengembangkan riset terpadu untuk mengali pengolahan sampah dengan teknologi mutakhir agar sampah dapat menjadi bermanfaat. 

Negara juga akan terus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan bahayanya jika terus-menerus membiarkan tumpukan sampah plastik semakin banyak tanpa ada pengelolaan yang benar. Selain merusak pemandangan dan mencemari kebersihan lingkungan, sampah juga menjadi sumber penyakit akibat penggunaan limbah plastik yang kian masif. Wallahu alam.


Oleh: Yeni Aryani
Sahabat Tinta Media

Sistem Islam Mampu Menyelesaikan Sampah



Tinta Media - Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) sekaligus Hari Sampah Sedunia  bertepatan di 21 Februari 2024. Di tahun ini, tema yang diangkat adalah tentang sampah plastik. Persoalan sampah ini masih terus menjadi masalah serius, baik nasional maupun internasional. Pencemaran sampah plastik saat ini telah menjadi isu global, karena sifatnya melewati batas negara.

Indonesia menyumbang 12,87 juta ton sampah plastik pada 2023.  Darurat sampah masih terjadi di sejumlah daerah, salah satunya Bandung. Volume sampah yang awalnya sekitar 1.300 ton menjadi sekitar 900 ton. Meskipun ada penurunan volume sampah, tetapi penanganannya tetap saja kurang maksimal. 

Sementara itu, truk kontainer yang telah diangkut dari TPS Kota Bandung ke TPA Sarimukti sering berfluktuasi. Rosa Vivien, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa Indonesia punya target pengurangan sampah plastik ke laut, yaitu 70% pada 2025.
Sampah plastik yang sulit diurai merupakan produk turunan bahan bakar fosil telah mencemari setiap bagian lautan di permukaan hingga dasar, dari kutub hingga area khatulistiwa. 

Sampah ini ternyata membahayakan kesehatan dan keselamatan hewan laut.
Kelomang, hewan kecil yang berlindung di dalam cangkang siput, kini mulai beralih ke sampah plastik sebagai cangkang pengganti. Sebuah laporan dalam journal Scince of the Total Environment, menebarkan 386 individu kelomang, 10 dari 16 spesies kelomang darat menggunakan cangkang buatan, terutama tutup botol plastik. Hal ini karena kekurangan cangkang alami yang tentu saja dampak polusi plastik terhadap kehidupan laut.

Hal yang cukup misterius, hasil penelitian dari tim ilmuwan internasional yang bekerja di kapal penelitian di Pantai Panama Amerika Tengah memperlihatkan bahwa mikroplastik mencemari lautan. Mikroplastik adalah sampah plastik yang masuk ke lautan yang akhirnya terurai menjadi fragmen-fragmen kecil yang berukuran kurang dari 5 milimeter. Mikroplastik ini bisa tertelan ikan konsumsi, yang akhirnya berpengaruh ke kesehatan tubuh manusia. Mikroplastik ternyata juga mengganggu kemampuan laut untuk mendinginkan bumi. 

Akar permasalahan kerusakan lingkungan terletak pada sistem kapitalistik yang mengadidaya. Hal ini menjadikan masyarakat konsumtif dan pragmatis. Tentunya, gaya hidup ini menghasilkan sampah, tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan dampak negatif ke lingkungan. 

Perusahaan memanfaatkan peluang  masyarakat yang konsumtif itu demi mengejar keuntungan materi, tetapi kurang peduli pada dampak limbah yang merusak lingkungan udara, tanah, bahkan laut dikarenakan melebihi batas normal. 

Islam adalah din (agama) dan sistem yang memiliki perspektif tertentu mengenai manusia dan lingkungan. Manusia, sebagaimana tersurat dalam beberapa ayat al-Qur'an (Q.S At-Tin:4, Q.S Al-Mu'minun:12--14, Q.S Al-Insan:4) dan hadis adalah makhluk yang paling sempurna. Padanya diatributkan sebagaimana hamba Allah dan khalifah, termasuk yang dipercayakan untuk merawat alam semesta.

Sistem Islam mampu mengatasi permasalahan semua jenis sampah dengan melibatkan individu, masyarakat, sampai negara. 

Pertama, negara akan mengedukasi individu dan masyarakat untuk hidup hemat, bersih, dan menjaga lingkungan, termasuk lingkungan laut. Hidup yang telah diedukasi ini didasarkan pada keimanan. 

Kedua, negara menerapkan politik ekonomi Islam yang bertujuan menjamin kebutuhan pokok masyarakat, yakni kesehatan yang langsung diurusi oleh negara. Negara memberi sarana pembuangan sampah yang memadai dan pengangkutan yang cukup. Negara juga mendorong para ahli untuk menciptakan teknologi canggih dalam pengelolaan sampah. 

Ketiga, negara menetapkan sanksi tegas yang mampu memberikan efek jera bagi pelaku pengrusakan lingkungan, baik individu maupun masyarakat, misalnya membuang sampah di daratan atau lautan secara sembarangan.

Dengan penerapan sistem Islam,  maka permasalahan darurat sampah dapat terselesaikan dengan tuntas.


Oleh: Lulu Sajiah, S.Pi
Pemerhati Agro Maritim

Minggu, 18 Februari 2024

Permasalahan Sampah Plastik Butuh Solusi Mendasar



Tinta Media - Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sampah tertinggi di dunia dan di antara sampah yang paling banyak adalah sampah plastik. Ketergantungan kepada plastik sekali pakai seperti kantong plastik, botol minuman dan plastik makanan menyebabkan meningkatnya volume sampah setiap tahunnya. Belum lagi sektor industri dan ekonomi juga berkontribusi pada meningkatnya produksi sampah plastik. 

Dilansir dari Katadata.co.id, (7/2), Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik pada 2023, darurat sampah masih terjadi di sejumlah daerah. Berdasarkan data di Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup, ada 5 Provinsi penghasil sampah terbanyak di Indonesia. Di antaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta dan terakhir penyumbang sampah terbanyak adalah Banten. 

Kurangnya Pengelolaan Sampah Plastik 

Banyaknya sampah plastik yang bertumpuk di setiap TPS, menjadi bukti kelalaian negara dan rendahnya kesadaran warganya akan bahaya sampah plastik. Plastik masih menjadi alternatif masyarakat sebagai bungkus makanan dan bungkus barang karena dari sisi harga relatif lebih murah. 

Selain itu, penyebab lain yang menjadikan sampah menumpuk adalah lemahnya inovasi di negeri ini. Walaupun pemerintah sudah menganjurkan reuse, yaitu menggunakan kembali barang-barang yang terbuat dari plastik, reduce yaitu mengurangi kegiatan pembelian barang-barang plastik dan  recycle, proses mengolah kembali plastik. Namun, semua anjuran tersebut tidak berpengaruh, sebab jika hanya sekadar anjuran tanpa ada keterlibatan negara dalam pengelolaannya tidak akan menghasilkan solusi. Jadi, tidak heran jika tumpukan sampah masih menjadi pemandangan yang menjijikkan hingga saat ini. 

Kesadaran warga akan bahaya plastik masih minim, padahal sampah plastik sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Plastik merupakan bahan yang membutuhkan waktu lama untuk terurai. Kantong plastik misalnya, baru bisa terurai antara 10-500 tahun, gelas plastik sekitar 50 tahun dan sedotan plastik akan terurai sekitar 20 tahun. 

Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap racun yang berbahaya bagi kesehatan. Dampaknya bisa memicu kanker, gangguan pertumbuhan janin dan kerusakan organ. Tidak hanya itu, sisa pembakaran sampah plastik yang terkubur di dalam tanah pun bisa terserap oleh tanaman seperti sayuran, hal lainnya bisa mencemari sumber air tanah yang kemudian dikonsumsi manusia. 

Bagi lingkungan, tumpukan sampah plastik di sungai yang kemudian bermuara di lautan akan berdampak pada kerusakan ekosistem laut. Kasus dari sampah plastik yang sering kita jumpai adalah hewan laut yang menelan sampah plastik, dan ada juga yang terjerat oleh sampah plastik. Belum lagi mikro plastik yang mencemari laut dan dapat merusak tatanan mata rantai makanan ekosistem laut. 

Berbagai bentuk sampah plastik yang mencemari lingkungan akan berbahaya jika terus menerus dibiarkan. Para pelaku industri dan ekonomi seharusnya lebih memperhatikan akibat dari penggunaan plastik makanan yang diproduksinya. Jangan hanya mengutamakan keuntungan tanpa menimbang akibat bahaya yang akan terjadi. 

Kurangnya pengelolaan dalam menangani sampah plastik adalah gambaran dari lemahnya sistem kapitalisme, yang hanya mengutamakan keuntungan saja. Akibatnya, alam pun menjadi rusak karena manusia berbuat sesuka hatinya dan jauh dari aturan Sang pemilik Alam yakni Allah SWT. 

Solusi Islam Menangani Sampah Plastik 

Islam mengharuskan negara menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat termasuk dalam mengedukasi bahaya plastik. Negara juga akan mengembangkan riset terpadu untuk menemukan teknologi mutakhir, baik dalam menyediakan kemasan alternatif yang ramah lingkungan maupun dalam menghasilkan teknologi pengolahan sampah yang mempuni. Selain itu, negara akan memberikan bantuan khusus untuk inovasi penyediaan alternatif plastik yang didanai oleh negara. 

Inilah solusi mendasar pengelolaan sampah dalam Islam. Jika solusi ini diterapkan oleh negara, maka permasalahan sampah akan tuntas, masyarakat pun akan tetap bisa menikmati teknologi plastik yang ramah lingkungan. Dengan demikian, tidak ada lagi pencemaran lingkungan yang membahayakan bagi kehidupan manusia dan hewan-hewan yang ada di lautan. 

Namun, negara seperti ini hanya ada dalam sistem Islam yang disebut dengan daulah khilafah. Hanya saja inovasi dalam khilafah terikat pada batasan syariat, yakni tidak boleh membuat kerusakan di bumi dan memanfaatkan alam secukupnya. Tidak seperti dalam sistem kapitalis liberal yang bebas memanfaatkan apa saja demi keuntungan. Wallahualam bishowab


Oleh: Yulia Putbuha
Sahabat Tinta Media 

Sampah Plastik Menggunung, Umat Butuh Solusi Mendasar



Tinta Media - Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik pada tahun 2023. Dirjen Pengolahan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kebutuhan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia. Rosa mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan penanganan sampah plastik menjadi fokus dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) pada tanggal 21 Februari mendatang. 

Sampah plastik bukan masalah regional, melainkan sudah menjadi masalah global pada manusia, hewan dan lingkungan hidup. Tumpukan sampah plastik, membuktikan adanya kelalaian negara dan rendahnya kesadaran rakyat akan bahaya plastik. 

Sistem kapitalisme membuat cara berpikir manusia menjadi sempit, hanya mengutamakan keuntungan dan kemudahan semata tanpa memikirkan dampak kedepannya. 

Dari sisi masyarakat, memang dimudahkan dengan bahan atau wadah plastik yang harganya lebih murah dan terjangkau. Namun sampah yang dihasilkannya sulit untuk didaur ulang. Negara kapitalis tidak menyediakan teknologi ramah lingkungan, negara justru membuka lebar pemilik modal untuk terus memproduksi. 

Seharusnya peran negara tidaklah demikian. Negara haruslah hadir dalam menjalankan fungsinya mengurusi urusan rakyat. Negara seperti ini akan kita jumpai dalam sistem Islam yang bernama Daulah Khilafah. Yang sesuai sabda Rasulullah Saw ;
"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas urusan rakyat-rakyatnya." 
(HR. Al-Bukhari) 

Negara wajib mengedukasi rakyat terhadap bahaya plastik. Terutama bagi kesehatan dan lingkungan.
Negara juga harus memberikan inovasi dan pengembangan ilmu. Apa pun masalahnya, solusinya hanya dengan kembali kepada sistem Islam, karena khilafah selalu berpatokan kepada batasan syariat, tidak akan membuat kerusakan di bumi dan memanfaatkan alam dengan secukupnya. 

Wallahu a'lam bish shawwab 

Sumber : katadata.co.id (Rabu, 7 Februari 2024)


Oleh: Umma Aisha - Raharza Plaza 
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 12 November 2023

Bandung Masih Darurat Sampah, Hanya Islam Solusinya



Tinta Media - Kendati status darurat sampah telah dicabut Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak akhir September lalu, namun masalah sampah di Jabar ternyata belum terselesaikan. 

Pemerintah Kota Bandung masih menyatakan Darurat Sampah hingga 26 Desember 2023 mendatang merujuk pada Keputusan Wali Kota Bandung nomor 658.1/Kep.2523-DLH/2023 mengenai Penetapan Situasi Darurat Pengelolaan Sampah.

Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Dudi Prayudi. Jika mengacu pada Perda Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah, Kota Bandung masih memenuhi kriteria darurat sampah.

Karenanya Kota Bandung masih memerlukan waktu yang lama guna memproses penanganan sampah ini. Kendati demikian, Dudy menyatakan bahwa sudah mengantongi beberapa rencana pengolahan organik, sehingga di bulan Desember mendatang Bandung dapat mengelola sampah lebih optimal. 

Terpantau hingga Rabu, 1/11/2023 masih ada 24 dari 135 TPS berstatus overload dikarenakan pembatasan ritase ke TPA Sari Mukti yang hari ini hanya bisa menampung 50% jumlah sampah dari jumlah sebelumnya. Akibatnya 37.000 ton sampah masih tertahan di Kota Bandung, kondisi ini pun semakin diperparah dengan tindakan masyarakat yang tidak mengindahkan peraturan dan membuang sampah di tepi- tepi jalan Kota Bandung. Melihat fakta tersebut DLH Kota Bandung tengah mempersiapkan langkah penanganan sampah skala lingkup RT beserta sarana prasarananya. “Butuh waktu, perilaku harus diubah menjadi kumpul, pilah, dan olah sampah” ujar Dudy. (detikjabar 1 november 2023)

Butuh Solusi Sistemik

Permasalahan sampah yang kini terjadi di tengah masyarakat tidak cukup hanya menyelesaikan masalah di tataran teknis semata. Karena sejatinya masalah sampah tidak hanya sekedar salah pengelolaan namun lebih jauh dari itu, masalah sampah ini juga berkaitan dengan pandangan hidup seseorang atau ideologi yang menaungi suatu bangsa. 

Ideologi Kapitalis- sekuler yang menaungi umat hari ini mencetak masyarakat yang berperilaku konsumtif dan ingin serba praktis. Gaya hidup semacam ini memicu peningkatan sampah. Mainset masyarakat kapitalistik yang mengukur rasa bahagia dari seberapa banyak keinginan yang dicapai dan seberapa banyak barang atau materi yang dimiliki memicu dahaga “haus belanja”, “lapar mata” jauh dari rasa puas mereka terus membeli barang- barang baru tanpa melihat apakah itu kebutuhan atau hanya sekedar keinginan. 

Hal ini juga diperparah dengan tabiat masyarakat kapitalis yang individualistis, tidak peduli sesama, hingga acuh tak acuh dengan kondisi lingkungan sekitar. 
Tak berbeda jauh dari kondisi masyarakatnya, sikap pemerintah sebagai pengurus kepentingan dan keamanan rakyat cenderung setengah hati dalam menuntaskan permasalahan masyarakat termasuk dalam hal pengelolaan sampah.

 Masalah sampah lebih sering dianggap sebagai permasalahan individu, maka penyelesaiannya pun seakan menjadi tanggung jawab individu masyarakat itu sendiri. Padahal sejatinya masyarakat tentu tidak bisa dibiarkan sendiri mengatasi setiap permasalahan yang terjadi apalagi jika permasalahannya telah meluas dan menjadi masalah bersama seperti halnya masalah pengelolaan sampah.

Sebagai periayah (pengurus) kemaslahatan umat, pemerintah seharusnya meneliti apakah masalah sampah ini betul hanya dari ketidakdisiplinan masyarakat karena kurangnya sosialisasi atau edukasi atau bahkan karena minimnya sarana pengolahan sampah yang disediakan pemerintah setempat sehingga mereka sulit untuk mengelola sampah. 

Solusi Islam

Islam memiliki aturan yang komprehensif dan menyeluruh untuk memecahkan permasalahan manusia, termasuk masalah pengelolaan sampah. Dalam Islam kebersihan merupakan sebagian dari keimanan. Penanggulangan sampah dalam Islam adalah tanggung jawab semua pihak yang ada dalam negeri baik individu, masyarakat dan pemerintah. 

Ketiga pihak ini memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga lingkungan dan tempat tinggal mereka sebagai bagian rasa keimanan dan ketaatan pada perintah Allah SWT yang tentunya apabila semua pihak taat dan menjalankan perintah itu akan diganjar pahala tak terbatas serta nilai plus lainnya lingkungan mereka asri, sehat, dan terjaga dari pencemaran.

Selain itu, masyarakat Islam yang memiliki kesadaran dalam dirinya akan kental dengan suasana tolong menolong, saling mengasihi di dalam masyarakat. Sehingga terjauh dari sikap individualisme. 

Mereka akan tergerak untuk saling peduli termasuk dalam menjaga kebersihan lingkungan, sikap gotong- royong saling membantu dan berperan aktif dalam menjaga kebersihan akan semakin subur karena tergerak dari keimanan dan terwujud dalam pengamalan menjaga lingkungan sekitar sebagai ciptaan Allah yang memang seharusnya dijaga dan dilestarikan. 

Kendati demikian tidak cukup pengelolaan sampah dan penjagaan lingkungan hanya dibebankan pada individu dan masyarakat saja. Justru peran yang paling strategis dan penting ada pada pemangku kebijakan yakni pemerintah. Ditambah lagi, masalah sampah selalu erat kaitannya dengan kesehatan lingkungan dan masyarakat. 

Islam mewasiatkan pada negara perkara kesehatan adalah perkara asasi yang mesti dijamin pemenuhan dan penjagaannya kepada negara. Pengelolaan sampah merupakan bagian dari upaya preventif agar terwujud masyarakat sehat. 

Karena itu, pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin untuk dalam menanggulangi masalah sampah. Mulai dari pendidikan dan sosialisasi mengenai lingkungan beserta cara menjaganya, mengembangkan teknologi kemasan ramah lingkungan (degradable) yang mudah terurai dan aman bagi ekosistem hayati, menyediakan sarana dan prasarana pengolahan sampah yang efektif dan ramah lingkungan yang dikelola bersama baik individu masyarakat, dan pemerintah setempat dengan mekanisme mudah, praktis dan tanpa pungutan (gratis), serta upaya kuratif berupa penetapan sanksi ta’zir yang kadarnya ditentukan oleh penguasa atau qadhi (hakim) bagi individu, kelompok atau pihak manapun yang melakukan pengerusakan/ pencemaran lingkungan. Begitulah Islam menuntaskan permasalahan sampah dan menjaga kesehatan serta kelestarian lingkungan. Wallahu’alam bishawab.

Oleh: Selly Nur Amalia
Aktivis Muslimah

Kamis, 09 November 2023

Ketika Sampah Selalu Menjadi Masalah



Tinta Media - Persoalan sampah di negeri ini seolah tidak ada habisnya. Hingga kini, sampah masih menjadi masalah berulang yang belum juga terselesaikan. Berita terbaru, sampah di Pasar Sehat Cileunyi kian hari kian menggunung karena belum juga diangkut oleh petugas kebersihan. Belum lagi warga lain yang membuang limbah rumah tangga ke TPS (tempat pembuangan sampah) tersebut. Ini semakin menambah kotornya tempat itu. Kondisi tersebut merupakan buntut  terbakarnya TPA (tempat pembuangan akhir) Sarimukti beberapa waktu lalu. (jabarekpres.com, 12/10/23))

Hal serupa juga terjadi di Desa Cingcin, Kecamatan Soreang. Kondisi disana bahkan lebih memprihatinkan. Sampah-sampah memenuhi sepanjang jalan protokol hingga memakan bahu jalan dan menimbulkan bau tak sedap. Hal ini tentu sangat mengganggu warga sekitar dan penjual makanan di sana. Mereka mengaku mengalami penurunan omset. 

Penanganan sampah memang belum menjadi perhatian serius, baik dari pihak pemerintah ataupun masyarakat. Sejumlah gagasan sudah disampaikan. Langkah praktis sudah dimunculkan. Namun sayang, problem tersebut masih belum berakhir. 

Terkait masalah ini, Koordinator Aliansi Zero Waste berpendapat bahwa di Indonesia terdapat kesalahan pada fokus pengelolaan. Seharusnya, pengelolaan dimulai dari hulu, yakni produsen harus mengubah desain kemasan dari sekali pakai menjadi isi ulang agar bisa melalui proses daur ulang. Berikutnya di hilir, masyarakat diharuskan memilah limbah rumah tangga yang mereka buang. 

Untuk tercapainya target pelaksanaan, tentunya hal ini memerlukan sanksi yang tegas dan fasilitas yang memadai.
Sebagaimana yang kita saksikan saat ini, gaya hidup kapitalisme meniscayakan peningkatan volume sampah. Konsumerisme yang bermula dari paradigma bahwa keinginan adalah kebutuhan yang harus dipenuhi, akan berdampak langsung pada lingkungan. 

Belum lagi kepentingan para kapitalis (pemilik modal) yang selalu menjadi prioritas. Ini akan menyulitkan perwujudan kelestarian alam sekitar. Hasrat meraup keuntungan telah mengerdilkan kesadaran korporasi untuk memperhatikan lingkungan yang notabene membutuhkan  kebijakan holistik yang mampu menuntaskan masalah hingga ke akar-akarnya, dari tataran individu, masyarakat, maupun negara.

Penguasa dalam sistem hidup kapitalisme hanya berperan sebagai regulator, bukan sebagai pengurus, apalagi pelayan rakyat. Dengan demikian, wajar jika permasalahan sampah pun belum serius menyelesaikannya. Upaya-upaya yang dilakukan dinilai belum optimal, bahkan cenderung abai. 

Dalam Islam, kelestarian lingkungan merupakan poin penting dalam pembangunan. Buktinya adalah perintah Allah Swt. melalui firman-Nya:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya .…” (TQS Al-A’raf: 56)  

Berdasarkan peringatan Allah di atas, manusia wajib menjaga lingkungan. Dalam aspek individu, menjaga lingkungan diawali dengan memilah kebutuhan dan keinginan. Dengan sendirinya, masyarakat tidak akan membeli yang bukan merupakan keperluan. Dalam tataran negara, penguasa penting menggalakkan edukasi tentang pola hidup hemat, sehingga bisa menghindari konsumerisme yang akan menekan jumlah sampah. 

Islam memiliki kacamata khas dalam merawat lingkungan dengan landasan keimanan. Dengan demikian, masalah sampah bisa ditangani secara menyeluruh sehingga tidak selalu menjadi problem.

Selain itu, sejarah mencatat pada masa kekhilafahan Islam, pengelolaan sampah dilakukan sejak abad 9-10 M. Saat masa Bani Umayah misalnya, jalan di Kota Cordoba bersih dari kotoran karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang merupakan ide dari Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al Jazzar dan al-Masihi. Para tokoh muslim ini mengubah konsep sistem pengelolaan sampah menjadi lebih teratur yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran individu.

Dari sini kita mendapat gambaran bahwa solusi untuk masalah sampah membutuhkan sistem yang terpadu di bawah kepemimpinan penguasa, yakni pemerintahan Islam yang akan membangun kesadaran individu dan masyarakat dengan keimanan. Kesempurnaan Islam akan nampak jika kehidupan dibangun oleh 3 pihak, yakni individu, masyarakat, dan negara di bawah sistem yang sahih. 
Wallahu ‘alam bishshawab.

Oleh: Rianny Puspitasari
Pendidik
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab