Tinta Media: Salman Rushdie
Tampilkan postingan dengan label Salman Rushdie. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Salman Rushdie. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 20 Agustus 2022

FDMPB: Nasionalisme Negara Lain Lindungi Salman Rushdie

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menegaskan bahwa penikaman Salman Rusdhie (penghina Islam) akibat dari otoritas negeri-negeri muslim yang dibarengi nasionalisme negara lain yang melindunginya.

“Motif penikaman Salman Rusdhie (penghina Islam) adalah soal otoritas negeri-negeri muslim yang dibarengi nasionalisme negara lain yang melindunginya,” tegasnya dalam Program Kabar Petang: Tragis! Salman Rusdhie Ditikam, Senin (15/8/2022), di kanal YouTube Khilafah News.

Menurutnya, banyak alasan Salman Rusdhie ditikam. Tahun 1989 pemerintah Iran menganggap Salman Rusdhie menghina Islam karena novel berjudul The Satanic Versus (ayat-ayat setan). Dan fatwa mati dari negeri-negeri muslim terutama Iran diberlakukan untuknya.

“Banyak alasan Salman Rusdhie ditikam karena dari tahun 1989 sudah dianggap pemerintah Iran itu menghina Islam, menghina Nabi Muhammad dalam novelnya The Satanic Verses, tetapi Rusdhie kabur ke negara lain seperti ke Amerika dan Inggris dan mendapat perlindungan di sana,” tuturnya.

Ia menguraikan persoalan penikaman Salman Rusdhie akibat dari nasionalisme negara-negara bangsa yang melindunginya.

“Ketika Salman Rusdhie kabur ke Amerika dan Inggris kemudian kedua negara itu membelanya, melindunginya sehingga negeri-negeri muslim meskipun telah memberi fatwa mati padanya terutama dari Iran. Itu kemudian belum bisa dieksekusi, berbeda jika Rusdhie tinggal di Iran,” urainya.

Ia melanjutkan, jika kondisinya di dalam Islam sangat jelas hukuman bagi penghina Allah, penghina Rasulullah, penghina Islam, dan seterusnya.

Ia menyatakan Rusdhie merupakan sosok yang sangat kontroversial. Dari tahun 1989-1990 telah melibatkan banyak negara dan menelan banyak korban karena novelnya itu.

“Motif penikaman oleh Hadi Matar menunjukkan ingatan umat Islam masih sangat kuat tentang sosok ini,” ujarnya.

Sekularisme Munculkan Islamofobia

Ia menanggapi kecaman dari umat Islam setelah menulis novel ayat-ayat setan terhadap Salman Rusdhie tetapi mendapat perlindungan dan penghargaan di Barat, yakni pada tahun 2015 mendapat penghargaan bergengsi dari Inggris disebabkan sekularisme yang ditanamkan oleh Barat.

“Sangat benar sekularisme yang secara genetik memang anti Islam. Definisi juga esensi sekularisme itu kan paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan,” ucapnya.

Ia menuturkan secara historis sekularisme berangkat dari tradisi intelektual Kristen.
“Terjadi diskursus dan pertobatan kemudian hasilnya sekularisme itu dibuat di Barat. Di tradisi Kristen, yang namanya agama ya agama dan dunia itu dunia,” tuturnya.

Kemudian menurutnya Barat menyeret Islam ke dalam jebakan sekularisme.
“Padahal sangat berbeda antara agama Kristen yang memang ritualistik dengan agama Islam yang sangat ideologis. Di dalam Islam tidak dikenal sekularisme,” ucapnya.
Islam dibidik Barat dengan agenda sekularisme dengan program-program sistematis, salah satunya muncul Islamofobia.

“Banyak agenda-agenda diluncurkan untuk menumbuhkan Islamofobia dan ini juga berhasil karena Barat yang anti Islam bahkan umat Islam juga ada yang anti Islam. Ini keberhasilan mereka,” bebernya.

Ia mengungkapkan keberhasilan Barat ini karena ada agen-agen muslim yang terperangkap jebakan sekularisme Barat ini, lalu mendukungnya.

“Akhirnya menjadi anti Islam Ideologis. Ketika nampak ada kebangkitan Islam mereka mulai melakukan gerakan-gerakan untuk menakuti masyarakat di dunia,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa program-program sistematis dan masif dari Barat dalam rangka menghalangi kebangkitan umat Islam.

“Program-program ini merupakan orientasi politik Barat yang tidak menginginkan kebangkitan Islam, sementara umat Islam sudah mengalami banyak kesadaran politik Islam dan mereka takut hegemoninya itu terganggu,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Kamis, 18 Agustus 2022

FIWS: Kecaman Barat atas Penikaman Salman Rushdie Tunjukkan Ketidakadilan

Tinta Media - Para pemimpin barat semisal Joe Biden atau Emmanuel Macron yang mengecam penikaman Salman Rushdie seraya memuji Salman Rushdie sebagai pejuang kebebasan, direspon Direktur Forum in Isamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi.
 
“Ini menunjukkan pada kita suatu ketidakadilan yang nyata sedang  terjadi di dunia saat ini,” ungkapnya dalam acara Dialogika Peradaban: Salman Rushdie Diserang Ada Apa? Di kanal Youtube Peradaban Islam, Senin (15/8/2022).
 
Pasalnya menurut Farid, ini sangat berbeda dengan  ketika Palestina dibombardir Israel, terdapat anak-anak yang  meninggal dunia, tapi kita tidak pernah mendengar kecaman yang sama dari para pemimpin dunia tadi.
 
Siapa Salman Rushdie?
 
Farid menjelaskan, Rushdie adalah penulis novel the satanic verses. “Novel  ini disebut terinspirasi oleh kehidupan Rasulullah SAW. Buku ini isinya menghina Rasulullah dan para istri beliau,” jelas Farid.
 
Akibatnya, lanjut Farid,  Rushdie  mendapat kecaman kaum Muslim sedunia.  “Bukunya juga dilarang di berbagai negara, bahkan pada 1989 pemimpin Iran pada waktu itu  mengeluarkan fatwa hukuman mati untuk Rushdie  dan menawarkan imbalan 3 juta US$  bagi siapa pun yang membunuh Rushdie,” ungkap Farid.
 
Menurutnya, kecaman terhadap Rushdie tidak hanya muncul dari umat Islam, tapi juga muncul dari beberapa penulis barat yang cukup obyektif.
 
Bahaya Besar
 
Berkenaan dengan buku the satanic verses ini Farid menuturkan kisah Aktivis Dakwah asal Inggris Dr. Abdul Wahid.
 
“Dalam sebuah tulisannya,  Dr. Abdul Wahid  menceritakan saat masih kuliah di Inggris. Pada September 1988 ia bertemu langsung dengan Rushdie, membeli novelnya, serta menyatakan kekagumannya pada Rushdie,” tutur Farid mengutip tulisan Dr. Abdul Wahid.
 
Setelah membaca buku itu, kisah Farid selanjutnya, dia menyebut  dari cara Salman Rushdie menjelaskan  tentang istri-istri Rasulullah SAW.  maka dia mengerti bagaimana novel ini menimbulkan begitu banyak kekesalan.
 
“Karakter dalam buku ini sangat menghina, sebagai Muslim yang pemahaman Islamnya saat itu  masih sangat minimal, saya merasa malu dengan isi buku ini dan saya  ikut melakukan protes di Inggris. Saya sangat  jijik membaca buku ini,” ucap Farid menirukan kata-kata Dr. Abdul Wahid.

Dr. Abdul Wahid lanjut Farid,  mengatakan,  Salman Rushdie  dan novelnya telah diambil oleh barat dan media arus utama untuk agenda besar mereka menyerang Islam, sehingga  bahaya buku ayat-ayat  setan ini jauh lebih besar dari pada  penulisnya.
 
Tak Layak Diadopsi
 
Farid mengatakan, ini menjadi pelajaran bagi kita, bagaimana sistem kapitalisme barat ini bukan sistem yang layak untuk diadopsi atau diperjuangkan.
 
“Peradaban barat seolah mulia dengan menghargai kebebasan berpendapat, kebebasan  berkarya, bahkan melindunginya. Di sisi lain barat melakukan serangan terhadap pihak-pihak  yang mengancam Salman Rushdie ini dengan mengatakan barbar, dipenuhi narasi kebencian. Narasi-narasi seperti  itu mirip dengan narasi-narasi hari ini, ideologi kekerasan, kebencian” ungkap Farid.
 
Salman Rushdie dengan novelnya, kata Farid,  dia bukan sekedar Salman Rushdie, tapi telah diadopsi barat sebagai alat untuk kampanye agenda besar serangan mereka terhadap ajaran Islam.
 
“Jadi Salman Rushdie  dan novelnya itu dimainkan oleh barat sampai saat ini. Barat memang memelihara orang-orang  seperti Salman Rushdie ini. Itu ditunjukkan, misalnya dengan penghargaan ratu  Elizabeth dari Inggris yang   memberikan gelar  bangsawan  “Sir” pada Rushdie,”  beber Farid.
 
Seolah olah, kata  Farid, mereka ingin menunjukkan ketinggian peradaban barat, padahal ini menunjukkan kebusukan peradaban barat.
 
“Ini cerminan kegagalan peradaban barat, tidak bisa memisahkan kebolehan seseorang itu bicara dengan penghinaan. Mereka mencampuradukkan antara kebebasan, dengan penghinaan,” simpulnya.
 
Berbeda
 
Menurut Farid, ini sangat berbeda dengan  Islam yang tidak mengenal kebebasan berbicara, karena dalam Islam setiap kata akan ada pertanggungjawaban.
 
“Islam sejak awal mengatakan bahwa setiap perbuatan manusia terikat pada hukum syarak, termasuk omongan, tulisan, cuitan di twiter, semua akan dimintakan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Makanya isinya tidak boleh menghina, hoax, bohong,” tandas Farid.
 
Dalam Islam tegas Farid, Rasulullah saw.  itu orang yang sangat mulia, maka kita diperintahkan untuk mencintai Rasulullah, sebagaimana termaktub dalam hadis, “Tidak sempurna iman salah seorang diantara kalian sampai aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan seluruh umat manusia.”
 
“Mencintai Rasul adalah suatu kewajiban, maka menghina Rasul  dosa besar sebagaimana termaktub dalam  al-Quran surat at-Taubah ayat 61 dan al-Ahzab  ayat 57,” tegasnya.
 
Farid menegaskan, para ulama sepakat untuk para penghina Nabi  hukumannya wajib hukuman mati.
 
“Ini menunjukkan pada kita bahwa Islam itu begitu memuliakan Rasulullah saw. Oleh karena itu pantas kalau umat Islam marah ketika Rasulnya dihina, karena Rasul memerintahkan kita seperti itu. Ini yang harus difahami umat Islam,” ulasnya.
 
Kekuatan Seimbang
 
Farid menegaskan untuk bisa menghentikan kebijakan barat yang  menyerang Islam secara sistematis, harus ada kekuatan seimbang. “Harus ada kekuatan negara global yang bisa berhadapan dengan negara-negara barat yang memusuhi umat Islam, yang dalam istilah fikih Islam negara global itu disebut negara khilafah,” tandasnya.
 
Farid lalu menyontohkan Sultan Abdul Hamid II yang bisa menghentikan  Inggris dan Perancis untuk pementasan drama yang menghina Rasulullah.
 
“Ketika umat Islam masih memiliki institusi Khilafah suara umat Islam itu masih didengar, karena seruan Khalifah akan menggerakkan umat Islam seluruh dunia, bukan hanya menggerakkan tentara-tentara  kaum muslimin. Ini yang ditakuti Inggris saat itu. Khilafah ini yang tidak ada lagi saat ini, dan  kita tidak boleh tinggal diam harus mewujudkannya,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab