Tinta Media - Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Saksi tidak boleh memberikan keterangan berdasarkan 'katanya dan katanya' karena kualifikasinya menjadi 'testimoni de auditu', yang tidak memiliki nilai pembuktian.
Sebelum menyampaikan keterangannya, berdasarkan ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.
Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH, Spd adalah Kepala Sekolah SD Tirtoyoso No. 111, Surakarta. Sebelum diambil keterangannya, saksi yang beragama Kristen Protestan ini telah diambil janji, dimana tangan kirinya diletakkan diatas injil.
Namun yang sangat mengagetkan, saat persidangan Hari Selasa (3/1/2023) di Pengadilan Negeri Surakarta, ada temuan didalam Berita Acara Pemeriksan (BAP) yang dilakukan di Polres Surakarta, dalam poin nomor 15, Rekan Andhika Dian Prasetyo, S.H menemukan fakta keterangan dari Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH yang menyatakan:
_*"Saksi sebagai umat Islam merasa tidak nyaman dan tidak setuju karena Al Qur'an yang suci* digunakan/dipakai sebagai sarana untuk menutupi kebohongan agar orang percaya bahwa apa yang dia sampaikan adalah benar, padahal aslinya adalah bohong. Karena Saksi tahu kebenaran terkait bahwa Sdr JOKO WIDODO benar pernah bersekolah di SDN Tirtoyoso Nomor 111 yang beralamat di Jl Tirtonadi No. 1, Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah yang telah lulus pada tahun 1973."_
Saat kami konfrotir didepan Majelis Hakim, ternyata ditemukan fakta hukum sebagai berkut:
*Pertama,* Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH, saat diperiksa dalam BAP di Polres Surakarta menggunakan KTP yang beragama Islam, memberikan keterangan dengan identitas Islam dan mengakui keterangan yang dibuat yang menyatakan "Saksi sebagai umat Islam merasa tidak nyaman dan tidak setuju karena Al Qur'an yang suci..dst" *diakui benar-benar keterangan Saksi, bukan atas arahan atau tekanan dari penyidik.*
Lalu, penulis dalami dengan sejumlah pertanyaan:
1. Apa dasarnya Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH menyatakan sebagai umat Islam, padahal agama Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH adalah Kristen Protestan?
2. Apa dasarnya Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH keberatan dengan Sumpah Mubahalah dibawah kitab suci al Qur'an, padahal agama Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH adalah Kristen Protestan dan berkitab suci Injil?
Saksi gelagapan, panik, bingung dan terlihat ketakutan. Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH sadar kebohongannya terbongkar di pengadilan, dan bukan kebohongan biasa melainkan kebohongan mengaku-mengaku beragama Islam dan bertindak seolah untuk kepentingan umat Islam.
Urusannya akan menjadi lebih runyam dan berdimensi luas, karena saksi telah memberikan keterangan palsu yang mengaku beragama Islam, bertindak seolah atas nama umat Islam dan memiliki kitab suci al Qur'an, digunakan untuk mempersoalkan Mubahalah yang merupakan ajaran Islam. Saksi bisa kena delik penistaan agama, saksi palsu, dan menggunakan dokumen palsu (KTP) yang beragama Islam.
*Kedua,* Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH akhirnya mencabut keterangan yang mengaku sebagai umat Islam dan seolah membela kitab suci al Qur'an yang digunakan untuk Mubahalah. Namun, saksi tidak mencabut identitasnya di BAP yang beragama Islam, juga KTP nya yang ditunjukan di persidangan yang juga masih beragama Islam.
Itu artinya, kami tim kuasa hukum bisa setiap saat melaporkan Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH dengan pasal berlapis.
Pasal dokumen palsu (KTP beragama Islam), pasal keterangan palsu dalam BAP yang mengaku beragama Islam, dan pasal penistaan Agama karena dengan enaknya menggunakan identitas Islam untuk mempersoalkan Mubahalah yang dianggap menodai kitab suci Al Qur'an.
Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH tak layak menjadi saksi, keterangannya tak bernilai. Mengenai hal ini, menarik pernyataan Rekan Zaenal Mustofa. S.H.,M.H yang menyebut Saksi terhadap tuhan Yesus saja dibohongi. Itu artinya, untuk bohong dalam bersaksi lebih mungkin dilakukan oleh Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH.
Padahal, Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH melaporkan Gus Nur dan Bambang Tri karena merasa tercemar SD yang dipimpinnya memiliki alumni berijazah palsu. Sebelumnya, Jokowi selalu dibanggakan oleh Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH kepada segenap anak didiknya sebagai alumni yang pintar, jujur hingga bisa sampai menjadi Presiden.
Apakah, SD Tirtoyoso No. 111 tidak malu, memiliki kepala Sekolah yang berbohong dihadapan persidangan? Mengaku Muslim saat di BAP padahal agamanya Kristen Protestan? Bahkan, begitu lancang mempersoalkan Mubahalah dengan dalih mengaku sebagai Umat Islam.
Keterangan Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH yang menyatakan Jokowi adalah alumni SDN Tirtoyosio juga tidak relevan, apalagi hanya sekolah 3 tahun (dari tahun 1971 sampai 1973), dengan dalih pindahan dari SD lain tanpa didukung dokumen mutasi. Bambang Tri dalam tulisannya di Buku Jokowi Undercover 2 tidak pernah mempersoalkan SD Jokowi, melainkan hanya mempersoalkan ijazah SD Jokowi yang menurut Bambang Tri berdasarkan penelitiannya palsu.
Dalam persidangan, Saksi MARTHARINI CHRISTININGSIH tidak menunjukan ijazah asli Jokowi. Saksi hanya membawa copy ijazah dan buku induk sekolah.
Artinya, kasus ini tetap belum akan tuntas sepanjang Jaksa belum menghadirkan Saudara Joko Widodo selaku korban dalam kasus ijazah palsu ini untuk hadir langsung dan menunjukan ijazah aslinya dihadapan persidangan. Kalau sampai Joko Widodo tidak dihadirkan, maka Gus Nur dan Bambang Tri harus diputus bebas, sebagaimana kasus Nikita Mirzani yang diputus bebas karena korban DITO MAHENDRA tidak dapat dihadirkan jaksa di persidangan. [].
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Advokasi Bela Gus Nur & Bambang Tri
https://heylink.me/AK_Channel/