Tinta Media: Rusia
Tampilkan postingan dengan label Rusia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rusia. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Desember 2023

Rusia Memperingatkan Kemungkinan Pecah Perang Dunia lll, Analis: Itu Hanya Pernyataan Politik!

Tinta Media - Menanggapi peringatan Rusia kepada Amerika Serikat terkait kemungkinan pecah Perang Dunia lll, Analis dari Geopolitical Institute Dr. Hasbi Aswar, menilai peringatan itu hanya sebagai pernyataan politik.

“Itu harus kita pahami dalam konteks politik, bahwa pernyataan-pernyataan baik dari barat ketika merespons isu Rusia dalam konteks Ukraina, termasuk juga pernyataan Rusia dalam konteks merespons barat dalam isu invasi Isr4el ke P4lestin4 itu hanya pernyataan politik,” tuturnya di Kabar Petang: Biden Nyalakan Api Perang Dunia 3? Melalui kanal Youtube Khilafah News, Sabtu (16/12/2023).

Dengan kata lain, lanjutnya, Rusia dan Barat saling mempermalukan dan saling memberikan label (naming and shaming), saling berbalas pantun dalam menyikapi peristiwa yang terjadi.

Adapun kemungkinan pecahnya PD lll, Hasbi menganalisis, disebut perang dunia karena terjadi konflik bersenjata yang melibatkan banyak negara dan berdimensi lintas benua.

“Kenapa dikatakan perang dunia? Karena dampak dan aktor-aktor yang terlibat itu kan lintas benua sehingga layak dikatakan sebagai perang dunia,” jelasnya.

Oleh karena itu, menurutnya, perang yang terjadi di Gaza ataupun di Ukraina tidak akan memicu PD lll, karena tidak melibatkan banyak negara.

“Kondisi ekonomi yang buruk secara global, konflik internal baik di Amerika maupun Rusia, membuat tidak semudah itu mereka siap melakukan perang dunia,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Jumat, 23 Juni 2023

Respon Konflik NATO-Rusia, Pengamat: Dunia Islam Begitu Pragmatis

Tinta Media - Pengamat Hubungan Internasional dari Geopolitical Institute Hasbi Aswar menilai dunia Islam begitu pragmatis dalam merespon konflik Rusia dan NATO.

"Saya kira yang dunia Islam sekarang inginkan itu, jadi betul-betul pragmatis," ujarnya dalam acara Kabar Petang: NATO vs Rusia, Senin (19/6/2023) di kanal Youtube Khilafah News.

Menurutnya, sikap pragmatis dunia Islam karena loyalitas dunia Islam sekarang bukan kepada Islam, tapi kepada nasionalisme, sekularisme, liberalisme dan isme-isme yang bukan dari Islam.

Ia mengatakan dunia islam sekarang tidak punya kekuatan apa-apa dan bergantung pada negara-negara besar yang sedang berkonflik yakni Cina, Amerika, termasuk Rusia.

Ia memipai dunia Islam tidak akan bertindak lebih jauh karena filosofinya bukan islam. "Kalau basis filosofinya Islam kan pasti modelnya amar ma'ruf nahi mungkar. Kalau amar naruf nahi mungkar itu pasti tidak akan tenang hatinya, tidak akan tenang jiwanya, ketika melihat orang-orang lain itu menderita dan tersiksa dan menjadi alat adu domba politik," bebernya.

"Akhirnya, kita hanya bisa mengamankan kepentingan masing-masing dan cuma bisa menyerukan hentikan perang lindungi warga," lanjutnya.

Ia mengungkapkan, hal ini berbeda di era-era kekuatan Islam masih kuat dulu. Bukan hanya bersuara namun juga melakukan aksi-aksi nyata.

"Saya kira itulah hal yang menyedihkan di dunia islam. Jadi, kondisi Ukraina sekarang itu, tidak jauh beda. Kondisi dunia islam tidak lebih baik daripada kondisi Ukraina ataupun dunia islam lain yang sedang terpuruk seperti Rohingya ataupun Xinjiang, tapi dengan wajah yang lain," pungkasnya. [] Setiawan Dwi 

Senin, 22 Mei 2023

Inilah Empat Alasan Rusia Masih Bertahan dari Embargo

Tinta Media - Pengamat Politik Internasional dari Geopolitical Institute, Hasbi Aswar, Ph.D. menuturkan, ada empat alasan Rusia masih bertahan dari embargo-embargo yang sedang berlangsung.

"Ada beberapa alasan mengapa Rusia bisa bertahan di tengah kondisi embargo," ujarnya dalam acara Kabar Petang: Hitung Mundur! Rusia Segera Ambruk? Sabtu (13/5/2023) di 
kanal YouTube Khilafah News.

Pertama, Hasbi mengatakan para elit dan oligarki Rusia masih memiliki kekayaan yang cukup besar. "Dari 400 miliar dolar yang elit Rusia punya hanya 100 miliar yang dibekukan oleh Eropa, artinya para oligarki atau orang kaya Rusia masih menguasai kekayaan yang lebih banyak," bebernya.

Kedua, terkait isu minyak, lanjut Hasbi, walaupun Eropa memberikan sanksi kepada Rusia tapi ternyata Rusia masih memiliki alternatif pasar selain Eropa.

"Sampai hari ini Cina dan India menjadi importir utama dari minyak Rusia, sehingganya isu minyak ini bukan problem yang besar," lanjutnya.

Ketiga, Hasbi mengatakan dalam aspek barang-barang kebutuhan teknologi Rusia itu akhirnya sekarang banyak diimpor dari negara-negara Asia tengah seperti Kazakhstan.

Keempat, Ia mengatakan bahwa untuk perlengkapan militer Rusia mengimpor dari Iran dan produksi lokal "Rusia sampai sekarang juga masih memproduksi peralatan-peralatan tempur sendiri," jelasnya.

Maka dari itu ia menyimpulkan bahwa meski banyak efek dari embargo-embargo tadi Rusia masih bisa bertahan dan mencari alternatif-alternatif lain.

"Faktanya Rusia masih bisa bertahan sampai hari ini bahkan mampu mencari alternatif alternatif lain untuk tetap membuat Rusia bisa bertahan dan melanjutkan peperangannya di Ukraina," pungkasnya. [] Muhammad Ikhsan Rivaldi

Kamis, 06 April 2023

Tanggapan LBH Pelita Umat Terkait Perintah Penangkapan Putin

Tinta Media - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. memberikan pendapat hukum (Legal Opini) terkait perintah dari Mahkamah Pidana Internasional untuk menangkap Presiden Rusia Vladimir Putin karena kejahatan perang.

“Saya mendengar bahwa Mahkamah Pidana Intenasional (International Criminal Court - ICC) menerbitkan surat penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin dituduh bertanggung jawab atas kejahatan perang,” tuturnya pada Tinta Media, Senin (20/3/2023)  

Menanggapi perintah penangkapan Vladimir Putin tersebut, Chandra yang juga President of the IMLC (International Muslim Lawyers Community) memberikan legal opininya. 

Pertama, menurutnya Mahkamah Pidana International (ICC) selama ini tidak pernah berani mengeluarkan perintah penangkapan kepada Presiden Amerika Serikat (AS), Inggris dan negara sekutu atas tindakan kejahatan perang terhadap Afganistan dan Irak. 

“Bandingkan sikap ICC terhadap AS, Inggis dan sekutunya. Atas nama demokrasi dan HAM, AS dan Inggris melakukan pembunuhan terhadap rakyat sipil. Jutaan orang kehilangan tempat tinggal, ribuan orang meninggal dunia termasuk anak-anak dan wanita, serta tak terhitung jumlah muslimah yang diperkosa. Namun ICC tidak pernah berani mengeluarkan surat perintah penangkapan presiden AS maupun Inggris,” bebernya.

Kedua, Chandra menyatakan jika ICC seperti macan ompong yang tidak memiliki keberanian untuk mengadili presiden Amerika Serikat, Inggris, dan sekutunya. “Saya berkali-kali membuat laporan kepada ICC terkait Irak, Afganistan, Palestina, Rohingya, Suriah, Uyghur. Tapi  semua laporan tersebut tak jelas ujungnya,” ujarnya. 

Ketiga, menyepakati pernyataan lawyer muslim dari Inggris Mr. Abu Dawud yang  disampaikan pada acara International Muslim Lawyers conference (IM LC) yang diselenggarakan oleh LBH Pelita Umat.  

"Mr. Abu Dawud menyatakan bahwa semua hukum internasional dibuat dan diterapkan secara selektif untuk mengistirahatkan hegemoni Barat atas dunia termasuk negeri-negeri muslim". Dan saya sepakat atas pernyataannya,” pungkasnya.[] Erlina

Minggu, 26 Maret 2023

IJM: Kebangkitan Cina tergantung Eropa dan Amerika

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengungkapkan bahwa menguatnya politik Cina tergantung pada perdagangan luar negerinya, terutama  pasar-pasar Eropa dan Amerika.

"Kebangkitan Cina dan menguatnya politik Cina semuanya tergantung sepenuhnya pada perdagangan luar negerinya. Yang mana pasar-pasar Eropa dan Amerika merupakan urat nadi untuk kemajuan Cina," jelasnya dalam tayangan berjudul Biden Cemas! Ini Skenario Putin-Xi Jinping Untuk Kuasai Dunia di kanal YouTube Justice Monitor, Jumat (25/3/2023)

 Ia menyebut hal ini sebagai beberapa fakta yang menarik terkait konsolidasi gerakan Cina dan Rusia untuk menguasai dunia.

"Hal yang berbeda dalam konteks ini dari Rusia yang mewarisi semangat kemiliteran dan agrevisitas dari Uni Soviet. Di sisi lain, Cina terus melakukan manuver bersama dengan Rusia di laut lepas di Asia dan di luar Asia," ujarnya.

Dan di dalam banyak hal, ia menjelaskan bahwa Cina ingin berada di tengah, agar tidak kehilangan Rusia yang dibutuhkannya  jika terjadi konflik antara Cina dan Amerika, karena perdagangannya merupakan urat nadi perekonomiannya.

"Ini dia kekuatan yang cukup menarik bisa kita lihat. Cina dengan perdagangan luar negerinya. Rusia dengan warisan energi agresinya. Ketergantungan Cina pada Amerika dalam politik dan ekonominya," pungkasnya.[] Wafi

Ketidakadilan FIFA: Rusia Ditolak, Israel Diterima

Tinta Media - Piala dunia menjadi bukti akan ketidakadilan organisasi dunia. Pasalnya, Rusia sebagai negara peserta dalam event empat tahunan tersebut ditolak masuk oleh FIFA dengan alasan agresinya terhadap Ukraina, bahkan dalam ajang olimpiade sekaligus Rusia ditolak dengan alasan yang sama.

Sebagai negara yang sama-sama melakukan agresi, Israel seharusnya juga ditolak dalam event piala dunia U-20 2023 di Indonesia. Karena selayaknya Rusia yang melakukan agresi ke Ukraina, Israel juga dapat ditolak dengan alasan agresinya terhadap Palestina bahkan lebih brutal daripada Rusia.

Akan tetapi kenyataan berkata lain, Israel yang seharusnya ditolak, justru diterima dan dilayani. Mereka masuk tanpa ada sedikit masalah ataupun rasa bersalah sedikitpun terhadap agresinya kepada rakyat Palestina. Tidak seperti Rusia yang ditolak karena agresinya terhadap Ukraina. Maka dari sini terlihat ketidakadilan organisasi dunia.

Dari sini bisa dilihat bahwa keadilan tidak berjalan dengan baik. Sebagai sesama negara agresor, Israel seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti Rusia yaitu ditolak dalam event-event dunia seperti itu.

Rusia yang menyerang Ukraina mendapatkan perlakuan berbeda, sedangkan Israel yang menyerang Palestina justru tidak diperlakukan selayaknya Rusia. Mereka dibiarkan, bahkan didukung oleh negara adidaya seperti Amerika dan organisasi dunia pun seperti PBB tidak mampu berbuat apa-apa tidak seperti tindakannya terhadap Rusia. Dan sungguh jelas ini menunjukkan islamophobia Barat terhadap Islam. 

Karena dari hal itu Israel dan Amerika berusaha menunjukkan kedigdayaan Israel dan ketidakberdayaan Islam. Mereka berusaha membombardir negara Islam supaya umat muslim merasa lemah dan tentunya untuk menghalangi umat Islam bangkit menerapkan sistem khilafah yang praktis.  

Dari sini pula membuktikan bahwa PBB dan antek-anteknya tidak pantas untuk dijadikan sebagai sumber hukum untuk membentuk peradaban baru pengganti khilafah. Karena mereka secara jelas mendukung Israel dan memusuhi Islam.

Butuh Khilafah

Hanya khilafah yang bisa melindungi umat Islam. Karena kehidupan sekularisme telah benar-benar menghancurkan umat Islam di seluruh dunia. Mereka semua dibunuh, dihancurkan, bahkan dirusak moral akidah dan akhlaknya tanpa ada pertolongan dari organisasi dunia. Dan ini menunjukkan akan kebutuhan umat terhadap khilafah benar-benar ada.

Ketika khilafah tegak maka negara-negara yang memerangi Islam akan diperangi. Bahkan khilafah juga akan mengusir penjajah yang menjajah negara muslim. Negara Islam pun bersikap tegas terhadap warga kafir yang ingin masuk ke negara Islam. Negara Islam melarang tegas masuknya warga negara kafir harbi fi'lan tanpa ada alasan apapun. Maka dari itu umat muslim di seluruh dunia akan aman di bawah naungan khilafah.

Negara khilafah akan tegak ketika umat memiliki pemikiran yang benar, karena dengan pemikiran yang benar mereka akan sadar dengan kebobrokan sekuler. Sedangkan kebobrokan sekuler akan terungkap dengan dakwah kaum muslimin dalam menyadarkan dan menyatukan umat.
Allahu a'lam bish showab.

Oleh: Azzaky Ali 
Santri IBS Al-Amri

Sabtu, 25 Maret 2023

Penangkapan Putin oleh ICC Tidak Bisa Diimplementasikan

Tinta Media - Pengamat Hubungan Internasional, Hasbi Aswar Ph.D. menilai surat penangkapan untuk Vladimir Putin yang diterbitkan oleh International Criminal Court (ICC) tidak akan bisa diimplementasikan.

"Saya kira tidak mungkin rekomendasi hasil keputusan dari ICC itu bisa diimplementasikan," ujarnya dalam acara Kabar Petang: Putin Hendak Ditangkap, ICC Permainan Apalagi? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (21/3/2023).

Hasbi melihat Rusia bukan bagian dari ICC dan melalui Dewan Keamanan PBB juga ICC tidak bisa diterapkan. "Karena pasti akan di veto terlebih dahulu oleh Rusia," ujarnya. 

Menurutnya, ICC tidak punya hak untuk memberikan sanksi kepada Putin atau Rusia, karena Rusia sendiri bukan bagian dari ICC ataupun termasuk dalam negara-negara yang meratifikasi statuta roma yang menjadi pondasi ICC itu sendiri.

"Rusia belum meratifikasi statuta roma itu. Jadi secara legal ICC itu tidak punya hak untuk melakukan upaya untuk melakukan  kriminalisasi atau memberikan sanksi terhadap Putin," tuturnya.

Begitu pula bila ICC mengajukan ke Dewan Keamanan PBB, menurut Hasbi, hal yang sama akan berlaku jika ICC mencoba jalan kedua yaitu mengadukan Rusia ke Dewan Keamanan PBB.

"Yang menjadi problem adalah tidak mungkin, karena Rusia adalah bagian dari anggota dewan PBB dengan Dewan Keamanan PBB dan otomatis ketika isu ini diangkat pasti akan di veto duluan oleh Rusia," lanjutnya.

Menurutnya, yang dilakukan ICC ini semata-mata hanya untuk memberikan dampak intimidasi sekaligus merusak image Putin di mata global.

"Kalau kita ingin melihat dampaknya mungkin sekedar memberikan intimidasi kepada Putin. Dan dari segi image dan legitimasinya Putin di global akhirnya ia seolah digambarkan sebagai kriminal, jahat dan melakukan pelanggaran," sambungnya.

Hal ini ia kira tidak akan berpengaruh besar terhadap Rusia dan juga tidak akan mempengaruhi kerjasama dengan negara-negara yang punya hubungan baik dengan Rusia.

"Melihat Rusia ini punya pengaruh yang kuat. Saya kira dengan kekuatan ekonomi yang dimiliki dan dengan jangkauan kerjasama yang dimiliki, tidak akan mempengaruhi hubungan Rusia dengan negara-negara yang punya hubungan baik seperti Cina, India, Indonesia kemudian negara-negara Timur Tengah termasuk Turki," pungkasnya.[] Muhammad Ikhsan Rivaldi

 

Rabu, 22 Maret 2023

PRESIDEN RUSIA DIPERINTAHKAN UNTUK DITANGKAP OLEH MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL

Tinta Media - Beredar informasi di media bahwa Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) menerbitkan surat penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin. Pengadilan menuduhnya bertanggung jawab atas kejahatan perang. 

Menanggapi hal tersebut diatas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut;

Pertama, bahwa Mahkamah Pidana International (ICC) selama ini tidak pernah berani mengeluarkan perintah penangkapan kepada Presiden Amerika Serikat, Inggris dan Negara sekutu atas tindakan kejahatan perang terhadap Afghanistan dan Irak. Atas nama demokrasi dan HAM, Amerika Serikat dan Inggris melakukan pembunuhan terhadap sipil, jutaan orang kehilangan tempat tinggal, ribuan orang meninggal dunia termasuk anak-anak dan wanita serta tak terhitung jumlah muslimah yang diperkosa;

Kedua, bahwa ICC seperti macan ompong yang tidak memiliki keberanian untuk mengadili presiden Amerika Serikat, Inggris dan sekutunya. Penulis berkali-kali membuat laporan kepada ICC terkait Irak, Afganistan, Palestina, Rohingya, Suriah, Uyghur semua laporan tersebut tak jelas ujungnya;

Ketiga, bahwa benar apa yang dinyatakan seorang lawyer muslim dari Inggris yaitu Mr. Abu Dawud, "Semua hukum internasional dibuat dan diterapkan secara selektif untuk mengistirahatkan hegemoni barat atas dunia termasuk negeri-negeri muslim." pernyataan tersebut disampaikan pada acara International Muslim Lawyers conference (IM LC) yang diselenggarakan oleh LBH Pelita Umat.

Wallahualam bishawab

IG @chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH PELITA UMAT dan President of the IMLC /International Muslim Lawyers Community

Minggu, 11 Desember 2022

L68T Terlarang di Rusia, Bagaimana dengan Negeri Muslim?

Tinta Media - Dunia saat ini tengah dipertontonkan dengan kompleksitas pengakuan gender yang bias. L68T (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) mencari ruang pentas agar diterima eksistensinya. Dalih hak asasi manusia menjadi tameng mereka untuk menunjukkan keberadaannya. Benarkah mereka harus diakui dan dihormati keberadaannya? Bagaimana negeri kita dan Islam memandang persoalan ini? 

Keberanian Rusia sebagai negara liberal menetapkan aturan RUU tentang pembatasan eksistensi L68T di ruang publik patut diapresiasi positif. Di tengah gempuran promosi yang dilakukan kaum L68T, RUU di negara sebesar Rusia akan memberi dampak terhadap negara-negara lainnya. 

Dilansir dari Moskwa, Kompas.com (25/11/2022) bahwa Parlemen Rusia telah menyetujui RUU Propaganda L68T dan membatasi tampilan L68T. UU ini akan mengatur setiap tindakan atau informasi yang dianggap sebagai upaya untuk mempromosikan homoseksualitas, baik di depan umum, online, atau dalam film, buku, atau iklan. Semua itu akan dikenakan denda yang berat. RUU baru juga melarang menampilkan perilaku L68T kepada anak-anak. UU ini sebelumnya hanya melarang promosi gaya hidup L68T yang ditujukan untuk anak-anak. 

Hukuman denda yang ditetapkan bagi pribadi maksimal mencapai sekitar Rp25 juta, sedangkan bagi perusahaan hingga mencapai sekitar Rp258 juta. Larangan propaganda L98T yang dikeluarkan oleh rezim Vladimir Putin ini telah resmi diberlakukan bagi orang dewasa hingga anak-anak di Rusia.  

Detail denda berdasarkan laporan media pemerintah TASS, Jumat (25/11/2022) adalah sebagai berikut: denda bagi pribadi mencapai 50 ribu – 100 ribu rubles (sekitar Rp12 juta – Rp25 juta), bagi pejabat antara 100 ribu – 200 ribu rubles ( sekitar 12 juta – 50 juta), sementara perusahaan mencapai 800 ribu – 1 juta rubles (sekitar 207 juta – 400 juta). Propaganda yang dilakukan terhadap anak akan diberi denda dua kali lipat dan untuk perusahaan denda maksimalnya bisa penyetopan operasional selama 90 hari, (Liputan6.com, Moskwa (25/11/2022). 

Kebijakan yang ditetapkan Parlemen Rusia dalam mengesahkan RUU tentang larangan L98T ini bertujuan untuk membela moralitas di hadapan apa yang mereka anggap sebagai nilai-nilai dekaden “non-Rusia” yang dipromosikan oleh Barat. Rasa keakuan dari Rusia ini justru secara tidak langsung menunjukkan kekuatannya atas dominasi Barat dalam menancapkan ide-ide liberalisnya. Bagi mereka L98T telah merusak tatanan kehidupan khas Rusia yang memang anti Barat. Hak asasi manusia yang dipromosikan Barat sebagai salah satu alat pelegalan kaum L98T di dunia ini tidak diadopsi oleh Rusia dan menganggap keberadaannya sebagai perbuatan yang terlarang. 

Selain itu, diketahui bahwa larangan L98T tersebut terkait juga dengan misi suci Rusia dalam perang melawan Ukraina. Dikutip dari Sindonews.com, (18/7/2022), menurut Komandan Chechnya Apti Alaudinov, yang berperang di Moskow menyebutkan bahwa Perang Rusia di Ukraina sebagai perang suci melawan nilai-nilai setan Barat dan komunitas L98TQ (lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer). Ia pun memuji Presiden Rusia Vladimir Putin karena berdiri melawan Barat dan NATO, menggambarkan mereka sebagai kejahatan. Baginya Putin telah mewakili apa yang seharusnya dilakukan negara-negara Islam dengan melawan AS dan NATO. 

Sungguh sebuah tamparan keras dari pernyataan tersebut bagi negara-negara Islam. Begitu pun dengan Indonesia yang mayoritas muslim. Selama ini tidak ada reaksi atau aksi nyata dalam menggerus, bahkan mencegah masuknya nilai-nilai Barat ke dalam negaranya yang mampu merusak tatanan kehidupan sosial, terutama nilai agamis yang dipegang teguh negara-negara Islam. Hal ini juga memperlihatkan bagaimana kepemimpinan yang kuat bisa memengaruhi kebijakan yang ditetapkan dan diterapkan di tengah masyarakat. 

Lihat saja bagaimana denda berat yang akan diterima pelaku L98T jika memaksakan diri untuk eksis di Rusia. Detail tindakan yang berkaitan dengan LGBT ditetapkan hukumannya.  Tidak terbayangkan jika hukuman yang akan ditetapkan itu berasal dari Islam, maka efek jera akan jauh lebih dirasakan para pelaku karena hukumannya jelas dan tegas. Bukankah Islam sangat melarang perbuatan laknat ini? Bagaimana pandangan Indonesia yang mayoritas muslim terhadap eksistensi L98 ini? Tentu saja sangat miris karena mengekor pada Barat dan menganggap L98T sebagai penerapan hak asasi manusia maka Indonesia tidak memiliki aturan larangan bagi L98T. 

Padahal, semakin lama komunitas tersebut semakin banyak di negeri ini. Mereka tidak malu untuk memperlihatkan diri dan menunjukkan keberadaannya di berbagai sektor publik. Tidak ada sangsi sosial dari masyarakat. Ini menambah kepercayaan diri mereka untuk terus berkembang, mencari mangsa baru. 

Namun, negeri yang harusnya terhindar dari perbuatan terlaknat ini justru membuka tangan lebar-lebar untuk memahami keberadaan mereka. Hal ini disebabkan karena negeri ini menganut paham liberalisme yang di usung Barat. Sehingga perilaku L98T pun dianggap wajar untuk tumbuh dan berkembang. 

Sudah seharusnya Indonesia mengacu kepada hukum Islam, mengingat mayoritas masyarakatnya adalah umat Islam. Bagi seorang muslim, keyakinan akan hukum Allah sebagai hukum terbaik hendaknya senantiasa dipegang dengan sepenuh hati. Ini karena setiap hukum syarak membawa maslahat untuk manusia. 

Islam sangat menentang, bahkan melaknat perbuatan L98T. Perbuatannya dikategorikan buruk, keji, dan dibenci yang disematkan pada sebutan fahsiyah. Sebagaimana yang terjadi di masa Nabi Luth, dalam Firman Allah Swt.: 

“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan fahsiyah yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu.”,” (Q.S. al-Ankabut [29]: 28). 

Selain itu, perbuatan tersebut dinyatakan juga dengan kata khabits, yakni sebagai sesuatu yang dibenci, jelek, dan hina, baik secara empiris maupun logis. Sebagaimana dalam Firman Allah Swt.: 

“Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan-perbuatan habits (khaba’its). Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik,” (Q.S. al-Anbiya [21]: 74). 

Dengan demikian, maka perlu aturan yang tegak, jelas dalam melarang tumbuh dan berkembangnya kaum) ini dengan sangsi tegas seperti dalam hukum syarak. Tegaknya aturan tersebut harus bersifat menyeluruh, mulai dari edukasi kepada masyarakat (meliputi pendidikan dan pembinaan berbasis Islam), sehingga terwujud individu yang bertakwa diiringi kontrol sosial di tengah masyarakat. 

Aturan ini dapat diterapkan jika pemimpin dan negaranya mendukung pelaksanaannya. Pemimpin dengan tegas mengharamkan, melarang keberadaan kaum L98T, sedangkan negaranya menerapkan aturan Islam secara kaffah, menyeluruh. Hanya dengan demikian, segala aturan dapat diterapkan dan diaplikasikan oleh masyarakat atas dasar ketakwaan kepada Allah Swt.  

Seharusnya para pemimpin negara-negara Islam dan Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim), melaksanakan ketetapan hukum syarak yang telah diatur di dalam kitabullah, sehingga akan tercipta masyarakat yang berkualitas, jauh dari inisiasi nilai-nilai buruk dari Barat atau selain Islam. Wallahu’alam bi shawab.

Oleh: Ageng Kartika 
Pemerhati Sosial

Sabtu, 29 Oktober 2022

SCO Dijadikan Rusia Alat Bendung Hegemoni Amerika di Level Global?

Tinta Media - Pembentukan Shanghai Cooperation Organization (SCO) dinilai Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana tidak sekedar dijadikan alat oleh Rusia untuk menjaga hegemoni kawasan, tetapi juga membendung pengaruh global Amerika Serikat.

"Jadi tidak sekedar dijadikan alat oleh Rusia untuk menjaga hegemoni kawasan, tapi juga berikutnya adalah bagaimana membendung pengaruh global Amerika Serikat," tuturnya dalam acara Kabar Petang : Blok Beijing-Moskow Ubah Konstelasi  Politik Dunia, Rabu (21/09/2022) di kanal Youtube Khilafah News. 

Menurutnya, selain bersama Cina, Rusia juga belakangan menggandeng India dan juga Iran yang sama-sama dalam kacamata Amerika ini menjadi pesaing di level global.

"Jadi, saya melihatnya memang, walaupun ini masih terlalu dini dianggap sebagai saingan Amerika di level global, tapi tanda-tandanya atau indikasinya bisa mengarah ke sana," ujarnya.

Sementara itu, terkait dengan Taiwan dalam hubungannya dengan Rusia dan Cina, ia melihat bahwa Taiwan adalah pihak yang tersingkir pasca kekalahan di revolusi budaya Cina. Sehingga, lanjutnya, kemudian China dikuasai oleh rezim komunis dan rezim nasionalis republik atau yang kita kenal dengan Taiwan ini. 

"Dia (Taiwan) tersingkir ke Pulau Formusa, dan karena memang secara ideologis, Taiwan ini sama dengan Amerika Serikat, maka kemudian Taiwan ini menjadi perpanjangan tangan dari Amerika Serikat di Asia Timur," terangnya. 

Budi menilai, sangat dimaklumi ketika statement-statement Taiwan merespon terhadap Cina atau merespon terhadap galang kekuatan Cina dengan Rusia itu menjadi perpanjangan tangan dari respon terhadap Amerika Serikat itu.

"Karena memang, selain dari dia adalah sekutunya, tentu Taiwan juga wajar merasa khawatir menguatnya hubungan Rusia dengan Cina ini akan mengancam posisi Taiwan walaupun memang sempat eskalasi meningkat. Tetapi kita lihat bahwa Cina menghitung banyak hal untuk melakukan semcam invasi seperti yang Rusia lakukan terhadap Ukraina," paparnya.

Perlu Dilawan

Menurutnya, unilateral Amerika itu perlu dilawan, namun secara kapabilitas negara memang tidak mungkin dilawan oleh satu negara.

"Kalau dulu pada masa perang dingin kan bisa vis to vis Amerika berhadapan dengan Uni Soviet, pasca runtuhnya Uni Soviet tentu kekuatan Rusia itu jauh lebih lemah dibandingkan Uni Soviet sebelumnya. Makanya kemudian perlu ada kekuatan bersama. Menggalang kekuatan bersama," ujarnya.

Budi memandang menjadikan kekuatan bersama melawan hegemoni Amerika itu bukan perkara yang mudah, karena secara ideologis atau secara kepentingan politik Rusia dengan China itu beda. Walaupun keduanya sama-sama negara komunis dulu. 

"Tapi ya.., masing-masing punya kepentingan politik yang berbeda terhadap Amerika Serikat," imbuhnya.

Menurutnya, apalagi ketika menggabungkan India yang juga punya konflik dengan Cina di beberapa sisi. Kemudian juga ada Pakistan dan juga Iran di sana. 

"Memang ini kekuatan-kekuatan potensial, kalau menyatu bisa menghadapi Amerila  menjadi kekuatan yang sepadanlah setidaknya begitu," ungkapnya.

Tetapi, lanjutnya, masing-masing negara tadi, India, Cina, Rusia, dan Pakistan, dan Iran itu, punya kepentingan nasional yang berbeda-beda, dan perlu waktu yang banyak untuk menyamakan kepentingan untuk digunakan menghadapi Amerika Serikat.

"Bahkan bisa sebaliknya, justru Amerika Serikat memanfaatkan negara tadi karena memang Amerika juga membuka hubungan baik, misalkan dengan Pakistan, dengan India juga. Bahkan kadang Amerika juga memanfaatkan perbedaan antara Rusia dengan Cina ini untuk mengadu domba kedua negara itu untuk melemahkan salah satu," urainya.

Jadi, sambung Budi, "Ya, ada upaya ke arah sana untuk membendung kekuatan global Amerika, tapi butuh banyak waktu untuk bisa membuktikan soliditas SCO ini," pungkasnya.
[] 'Aziimatul Azka

Kamis, 06 Oktober 2022

UIY Ungkap Penyebab Krisis Energi di Eropa

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, penyebab krisis energi di Eropa karena ketergantungan Eropa terhadap energi, terutama gas dari Rusia, sangat tinggi.
 
 “Ketergantungan Eropa Barat termasuk Inggris terkait energi, dalam hal ini gas, dari Rusia memang sangat tinggi. Ada yang 40 persen, ada 50 persen, bahkan ada yang lebih,” ungkapnya di acara Fokus UIY Official: Krisis Energi, Awal Kehancuran Eropa, Ahad (2/10/2022) melalui kanal Youtube UIY Official.
 
Menurut UIY, hal ini jelas memukul ekonomi masyarakat di Eropa Barat termasuk Inggris. “Apalagi ini menjelang musim dingin. Kebutuhan energi untuk pemanas ruangan itu sangat vital. Ada sebagian masyarakat lebih memilih mengurangi makan dari tiga kali menjadi dua kali, dari dua kali menjadi sekali ketimbang dia memangkas kebutuhan energi,” tambahnya.
 
Termasuk anak-anak di beberapa tempat di Inggris itu, kata UIY,  mereka makan karet penghapus karena tidak ada lagi makanan dari rumah.
 
 “Ini enam bulan saja (dampak perang) itu sudah kayak begini. Ini mendekati bulan Oktober, November, Desember itu puncak musim dingin, itu saya kira sangat menderita itu,” ucapnya.
 
Padahal, sambung UIY,  Rusia  tidak menyetop seluruh produksi gasnya, hanya menurunkan sampai level kira-kira 20 persen itu saja dampaknya sudah luar biasa.
 
Berdampak Buruk
 
Terkait krisis energi di Eropa ini UIY mengatakan cepat atau lambat akan berdampak buruk bagi Indonesia. “Kalau krisis terus berlanjut, daya beli masyarakat di sana bisa dipastikan akan turun. Yang berarti volume impor dari Indonesia juga turun. Dampaknya, ekspor Indonesia ke sana tentunya bakal berkurang,” prediksinya.
 
Dalam jangka panjang, menurutnya, hal itu akan mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak ekspor. “In the long run, pasti akan berpengaruh,” tandasnya.
 
Meski belum mengetahui seberapa besar volumenya, ia menilai, hal demikian yang pernah diingatkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa di tahun 2023, dampak dimaksud akan sampai ke Indonesia.
“Sementara untuk saat ini, perang  tersebut  memang masih memberikan keuntungan bagi Indonesia. Pasalnya, komoditas batu bara dan crude palm oil (CPO/minyak sawit), salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia masih laris di pasar Eropa,”
 
Ditambah adanya penaikan harga dari komoditas tersebut, nilai UIY,  perang Ukraina-Rusia ini telah memberikan keuntungan pada Indonesia karena ada kenaikan harga pada komoditas dalam hal ini batu bara dan CPO,” ungkapnya.
 
Pelajaran  
 
Krisis energi ini, menurut UIY, bisa menjadi pelajaran bagi dunia Islam. Menurutnya, potensi energi yang ada di negeri-negeri Muslim harusnya di bawah pengelolaan negara.
 
“Islam  telah memberikan pemahaman mengenai energi termasuk dalam hal pengelolaan minyak bumi, gas, batu bara, dan lainnya yang ternyata masuk dalam kategori milkiyah ‘ammah, atau kepemilikan umum,” jelasnya.
 
UIY pun membacakan sebuah hadis:
“Ibnu al-Mutawakkil bin Abdi al-Madan berkata, dari Abyadh bin Hamal, bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah SAW dan meminta diberi tambang garam —Ibnu al-Mutawakkil berkata— yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul SAW memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, ‘Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia air yang terus mengalir.’ Dia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata: Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal)” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan ath-Thabarani. Redaksi menurut Abu Dawud).
 
“Itu dijadikan sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa barang  tambang yang sangat banyak jumlahnya itu, itu tidak boleh dikuasai oleh individu,” kata UIY menjelaskan makna hadis tersebut.
 
Sedangkan secara data, ungkapnya, negeri-negeri Muslim merupakan wilayah yang dikaruniai Allah SWT dengan sumber daya alam yang luar biasa besar.
 
Minyak bumi misalnya, menurut UIY, 60-70 persen ada di dunia Islam. “Kalau gas, wilayah Rusia itu paling banyak. Tetapi dunia Islam juga bukan tidak punya, tetap saja juga cukup tinggi,” bebernya.
 
Belum termasuk batu bara yang secara peringkat, Indonesia termasuk produsen nomor tiga di dunia setelah Cina dan India. “Hanya kan Cina dan India itu konsumsinya juga besar. Karena itu dia tidak termasuk negara eksportir batu bara. Dia impor batu bara malahan,” ujarnya.
 
Maka itu, ia kembali menuturkan, betapa semua potensi sumber daya alam harus dipastikan dikuasai oleh negara dalam arti sebenarnya, untuk digunakan kesejahteraan dan kebaikan seluruh rakyatnya.
 
Dengan demikian, negara bisa memainkan politik pengelolaan energi. “Negara bisa mempunyai strategi jangka pendek, jangka panjang, termasuk juga strategi menghadapi krisis seperti ini hari, misalnya krisis energi di Eropa,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                
 

Kamis, 18 Agustus 2022

Apa Hubungan Krisis Ukraina dan Rusia dengan Food Crisis? Begini Penjelasannya...

Tinta Media - Analis Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD), Ustaz Fajar Kurniawan menjelaskan kaitan antara krisis Ukraina dan Rusia dengan krisis pangan.

"Kalau kaitannya kita ingin mengulas, apa sebenarnya hubungannya atau korelasinya krisis Ukraina dan Rusia terkait dengan food crisis dan juga mungkin energy crisis," ujarnya dalam acara Majelis al-Buhuts al-Islamiyah: Krisis Ukraina-Rusia, Resesi Amerika, Momentum Tegaknya Khilafah Islamiyah, Kamis (4/8/2022), di Kanal Youtube Ahmad Khozinudin Channel.

Menurutnya, ada tiga hal yang harus dipahami dalam kaitan krisis Ukraina-Rusia dengan food crisis, 

Pertama, perlu dipahami bersama, kalau dalam konteks pangan tadi, pasokan pangan global, Ukraina ini dan Rusia ini adalah dua negara yang punya produk-produk yang sangat penting bagi dunia.

"Katakanlah, mungkin yang pertama gandum. Ukraina dan Rusia ini, menguasai hampir sepertiga pasokan gandum dunia. Ukraina 9% dan Rusia itu 18%,"terangnya. Dan, lanjutnya, ketika perang, maka pasokan gandum ini menjadi terhambat.

Kemudian yang kedua, kedua negara itu juga menguasai hampir seperempat pasokan barley. "Barley ini biji-bijian juga sereal, juga hampir mirip dengan gandum, kurang lebih 23-24%," selanya. 

Kemudian yang ketiga, lanjut Fajar, kedua negara ini juga pemasok hampir 16% pasokan jagung dunia. Sehingga kita bisa melihat betapa memang dunia ini sangat tergantung dengan pasokan pangan, bahan-bahan pangan, terutama gandum, barley, dan jagung dari kedua negara tersebut.

Ketergantungan 

Fajar menjelaskan bahwa Indonesia sendiri ketergantungannya terhadap impor gandum dari Ukraina itu terus meningkat.

"Kalau data yang saya dapatkan, kalau pada tahun 2018, impor gandum kita dari Ukraina itu kurang lebih 2,4 juta ton, ya," selanya.

Kemudian, lanjutnya, menjadi 2,99 juta ton pada tahun 2019. Kemudian menjadi 2,96 juta ton pada tahun 2020.

"Nah, di tahun 2021 ini, impor gandum kita dari Ukraina itu menembus angka 3,07 juta ton," jelasnya. 

"Jadi, ini data dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APINDO), jadi ini adalah angka yang signifikan," tandasnya.

Nilai impor

Fajar menilai, nilai impornya pun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kalau pada tahun 2018 itu nilai impornya adalah US$576 juta, kemudian pada tahun 2019 menjadi US$696 juta, di tahun 2020 itu US$705 juta. Nah, sambungnya, di tahun 2021 kemarin, nilai impor kita dari Ukraina itu menjadi US$843 juta.

"Ini sebuah nilai perdagangan yang sangat signifikan," selanya.

Dan dari keseluruhan gandum yang diimpor Indonesia yang kurang lebih 10 juta ton, Fajar menilai berarti sepertiganya itu dari Ukraina. 

"Memang yang paling besar masih dari Australia, 4,6. Tapi itu pun tahun 2021 kemarin ya," imbuhnya.

Sebelumnya, sedikit saja negeri ini mengimpor gandum dari Australia. Lebih banyak dari Kanada, kemudian Argentina, dan Amerika Serikat. Tapi, sela Fajar, di tahun 2021 impor gandum dari Australia itu sangat signifikan, menempati yang pertama di 4,6 juta ton per tahun, kemudian Ukraina 3,07 juta ton per tahun.

Food Crisis

"Nah, dari situlah kemudian tadi,  kalau kemudian perang ini terus berkelanjutan, maka yang dikhawatirkan kemudian akan mengakibatkan food crisis. Karena apa?, karena pasokan gandum dari Ukraina dan Rusia yang kurang lebih sepertiga pasokan dunia itu tadi, terganggu pengapalannya, pengirimannya kepada konsumen. Maka memaksa negara-negara itu saling  berebut pasokan gandum yang tersisa, diperebutkan oleh negara-negara tadi itu," paparnya.

Ia memandang, tentu negara yang bisa menawarkan harga yang lebih tinggi, dia yang akan memperoleh kesempatan untuk bisa mengimpor gandum atau memperebutkan gandum di pasaran dunia tadi. 

"Sementara negara-negara yang miskin, mungkin negara-negara di Afrika Utara dan beberapa negara Timur Tengah itu, yang selama ini tingkat ketergantungan impor gandumnya dari Ukraina itu sangat tinggi, maka itu yang akan terjerembab ke dalam krisis pangan, ya. Dan tentu pada akhirnya akan jatuh ke dalam kemiskinan dan kelaparan," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka

Senin, 08 Agustus 2022

Pengamat: Rusia Serang Ukraina sebagai Respon Upaya Perluasan NATO di Eropa Timur

Tinta Media - Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana mengungkapkan bahwa serangan Rusia terhadap Ukraina merupakan respon Rusia atas upaya perluasan NATO ke negara-negara Eropa Timur.

"Kita bisa menyimpulkan bahwa memang benar, serangan Rusia terhadap Ukraina adalah bagaimana respon Rusia terhadap upaya perluasan NATO ke negara-negara Eropa Timur," tuturnya dalam acara Kabar Petang: Peta Ancaman Geopolitik Global, Sabtu (06/08/2022) di Kanal Youtube Khilafah News.

Menurutnya, saat ini presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dia menunjukkan keinginan kuat untuk turut bergabung terhadap NATO.

"Kita harus bisa baca bahwa posisi Ukraina ini adalah negara yang berbatasan langsung dengan Rusia. Tidak hanya berbatasan langsung, karena di atas kan Latvia itu sudah menjadi anggota NATO. Tapi Ukraina beda dengan Latvia, dia negara yang secara kapabilitas negara, bisa menjadi ancaman secara langsung terhadap Rusia," terangnya.

Ia menjelaskan bahwa luas wilayah Ukraina itu cukup besar, jumlah penduduknya banyak, juga keberadaan sumber daya alamnya cukup banyak. Terlebih sama-sama akan menjadi ancaman Rusia untuk bisa akses ke Laut Hitam itu kan masuk ke Laut Mediterania.

"Makanya kemudian menjadi harga mati bagi Rusia agar Ukraina ini tidak bergabung dengan NATO," jelasnya.

Dan itu, lanjutnya, harus dicegah dengan segala cara. "Bahkan sampai yang kita saksikan sendiri terjadilah serangan Rusia terhadap Ukraina," ungkapnya. 

Ia menilai, serangan Rusia atas Ukraina, adalah serangan yang terukur, tidak dalam rangka mengambil alih Ukraina, walaupun itu bisa dilakukan oleh Rusia.

"Tetapi terukur dalam arti memberikan warning buat NATO, buat Barat, buat Amerika, bahwa Ukraina itu menjadi harga mati untuk tidak masuk menjadi anggota NATO," simpulnya.

Tarik Ulur

Budi memandang ada tarik ulur, baik secara diplomasi atau mungkin juga bagaimana perkembangan-perkembangan situasi politik.

"Kita tidak tahu bagaimana nanti akhirnya. Kita masih tunggu bagaimana akhir dari konflik Rusia dengan Ukraina ini. Dan kita tahu bahwa di balik NATO itu, ya Amerika Serikat," ungkapnya.

Karena, sambungnya, Amerikalah yang mendirikan NATO pasca Perang Dunia kedua, dan Amerikalah yang menjadikan NATO sebagai upaya mencengkeram Eropa dalam konteks hegemoni keamanan.

"Maka, kalau ditanyakan dibalik konflik Ukraina adalah NATO dan Amerika, ya itu benar. Seperti itu," tandasnya. 

Karena, lanjut Budi, Amerika harus tetap menjaga hegemoninya di Eropa dan lebih luas di dunia. "NATO itu juga berperan untuk menjadi alat Amerika untuk mewujudkan upayanya tersebut," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka

Selasa, 05 Juli 2022

FIWS: Ukraina Menjadi Obyek Kepentingan Negara-Negara Besar

Tinta Media - Merespon krisis Ukraina-Rusia, Direktur Forum on Islamic World Studeis (FIWS) Farid Wadjdi menilai, Ukraina menjadi obyek kepentingan negara-negara besar.

“Dalam krisis ini, Ukraina sebenarnya menjadi obyek kepentingan dari negara-negara besar yaitu Rusia, Amerika dan Eropa,” tuturnya dalam Kabar Petang: Krisis Ukraina Pembuka Perang Dunia ke-3? Rabu (29/6/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.
 
Menurut Farid, ketiga negara besar tersebut kini mulai memikirkan bagaimana cara paling efektif untuk menghentikan krisis, karena krisis ini telah menyedot energi dari negara-negara yang terlibat di dalamnya.
 
“Eropa misalkan, harus menunjukkan komitmennya untuk memberikan bantuan kepada Ukraina. Di sisi lain, Eropa selama ini mengandalkan gas dari Rusia. Ini menjadi problem tersendiri bagi Eropa kalau krisis ini berkepanjangan,” ulasnya.
 
Demikian pun bagi Amerika Serikat, lanjutnya, Amerika Serikat telah memberikan bantuan dana cukup besar ke Ukraina, sebagaimana yang disampaikan juru bicara Gedung Putih, dengan pengiriman terbaru ini berarti kontribusi Amerika Serikat untuk militer Ukraina itu telah mencapai sekitar 6,1 miliar US$. “Ini tentu suatu beban yang cukup berat bagi Amerika Serikat,” imbuhnya.
 
Farid mengatakan, krisis Ukraina ini juga berdampak besar pada ekonomi internasional mengingat  Rusia memiliki kapasitas ekonomi yang  cukup signifikan di dunia terutama terkait dengan tambang, gas, dan juga perdagangan.
 
“Demikian halnya dengan Ukraina. Kerugian Ukraina cukup signifikan sebagaimana dikatakan oleh Presiden Ukraina yang mengakui bahwa Rusia saat sekarang ini menguasai sekitar 20% wilayah negaranya. Jadi, Ukraina tentu dalam kondisi yang sangat tertekan. Praktis ekonomi mereka kalaupun tidak lumpuh  pasti akan melambat, mengingat salah satu andalan Ukraina ekspor gandum. Dengan kondisi perang seperti ini  tentu tidak mudah untuk melakukan produksi gandum, apalagi mengekspornya, ke dunia lain. Ini tentu sangatlah menyulitkan Ukraina,” terangnya.
 
Rusia, lanjut Farid,  kalau berkepanjangan terlibat dalam perang ini, tentu akan menyedot  energi mereka. Apalagi Rusia memiliki pengalaman pahit terkait dengan kondisi perang  dingin yang menyebabkan negara Soviet  bubar.
 
Win-Win Solution

Melihat kondisi di atas, Farid menduga akan terjadi win-win solution. “Ada beberapa wilayah Ukraina yang diberikan kepada Rusia. Demikian juga Ukraina tetap berdiri sebagai sebuah negara yang merdeka, tidak  benar-benar dicaplok Rusia,” prediksinya.
 
Dengan adanya win-win solution, Farid menilai ini merupakan upaya mereka untuk menghindari  peristiwa seperti perang dunia kedua  dan perang dunia pertama. “Saya kira  Eropa tidak akan mau  krisis Ukraina ini akan berakhir seperti  perang dunia pertama atau perang dunia kedua,” tukasnya.
 
“Amerika Serikat sendiri melihat Ukraina bukan suatu harga mati, karena wilayah Ukraina jauh dari wilayah Amerika. Amerika  jika sampai batas yang menguntungkan mereka telah tercapai tidak masalah” jelasnya.

Berhasil
 
Terkait dampak perang terhadap tatanan politik regional maupun internasional Farid menyoroti bahwa kalau target masing-masing pihak sudah tercapai (meski tidak sepenuhnya) sudah dianggap sebagai keberhasilan.

Menurutnya, target Rusia memposisikan Ukraina itu tetap menjadi wilayah strategis Rusia sehingga Ukraina harus mereka kendalikan. “Kalau solusinya itu  memberikan sebagian wilayah Ukraina kepada Rusia, demikian juga ada kesepakatan bahwa Ukraina tidak akan masuk ke NATO, sementara sejak awal  Amerika dan Eropa mengatakan tidak akan terlibat perang secara terbuka dan berhadap-hadapan  dengan Rusia. Jadi sampai batas seperti itu Rusia mungkin akan mencukupkan target mereka dalam krisis ini,” ulasnya.
 
“Sementara target Amerika mempertahankan eksistensi  NATO sejauh ini telah berhasil (dalam perspektif Amerika), untuk mempertahankan NATO, Amerika punya peran strategis di sana,” tambahnya.
 
Demikian juga, lanjutnya, target Amerika menghentikan hubungan ekonomi yang erat  antara Rusia dan Eropa terkait dengan  ekspor gas dari Rusia bisa disebut berhasil.
 
Farid mengatakan yang justru benar-benar dirugikan adalah Ukraina. “Ya itulah resiko sebagai negara kecil, negara yang bergantung kepada negara-negara besar,” tukasnya.
 
Negara Besar
 
Dari krisis Ukraina, Farid menegaskan bahwa kalau negeri-negeri Islam ingin menjadi negara yang berpengaruh harus menjadi negara besar bukan negara pengekor, karena kalau negara pengekor kebijakan-kebijakannya tidak sepenuhnya untuk kepentingan negara itu tapi lebih kepada kepentingan negara tuannya.
 
“Karena itu kalau umat Islam ingin memiliki pengaruh dalam konstelasi politik internasional umat Islam harus memiliki negara besar (ad-daulatul kubro) yang nanti akan mempengaruhi negara utama. Hanya dengan itulah umat Islam akan memiliki peran  besar dalam dunia internasional,” yakinnya.
 
Farid menyayangkan, negara besar itu sudah tidak ada di dunia Islam setelah diruntuhkannya khilafah Islam pada 1924. “Umat Islam tidak lagi memiliki negara yang  merepresentasikan ideologi Islam, merepresentasikan visi Islam, dan merepresentasikan kepentingan umat Islam,” sesalnya.
 
“Umat Islam terpecah belah menjadi negara-negara  bangsa (nation state) yang diadu domba, lemah dan tak berdaya, dan dikendalikan oleh  negara-negara besar.  Maka tidak ada ceritanya  dunia Islam mempengaruhi konstelasi  politik internasional,” tandasnya.
 
Farid berharap agar dunia Islam memiliki negara sendiri yang independen, dengan basis Islam yang jelas, visi  Islam yang jelas, dan mewakili kepentingan-kepentingan umat Islam.
 
“Bukan seperti sekarang, negeri-negeri Islam dipimpin oleh para penguasa-penguasa yang  hanya sekedar untuk kepentingan elit mereka sendiri, oligarki mereka, dan untuk melayani kepentingan  negara-negara tuan-tuan mereka.  Tidak ada sama sekali kepentingannya dengan kemaslahatan umat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Hubungan Luar Negeri Indonesia di Tengah Lawatan Jokowi ke Rusia-Ukraina




Tinta Media - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), telah melakukan lawatan kedua negara yang sedang konflik senjata yang masih berlangsung hingga kini, Rusia versus Ukraina. Kunjungan Jokowi yang sesungguhnya mengantar undangan hadir ke pertemuan G20 kepada kedua kepala Negara, Vladimir Putin, Presiden Rusia dan Volodmyr Zelensky, Presiden Ukraina, oleh para pendengung “Joko Mania” dicitrakan seolah-olah Jokowi sedang tampil sebagai juru runding perdamaian antara dua negara yang sedang konflik di belahan Benua Asia Tengah. 

Andaikata Jokowi memang sahih pemberitaan sebagai juru runding perdamaian, sembari membawa undang hadir pertemuan G20. Selanjutnya, penting untuk disoal seputar posisi Indonesia dalam konteks hubungan luar negeri dengan mengkaitkan seberapa efektif posisi negara Indonesia untuk menstabilisasikan kawasan Asia Tengah yang kini dirundung konflik bersenjata Rusia versus Ukraina.

Indonesia dalam konstitusinya memang telah menisbatkan diri sebagai negara yang mengambil fatsun “politik bebas aktif” dalam dinamika hubungan internasional, tapi yang harus digarisbawahi dalam realitas politik internasional negara-negara, meminjam konsep Sheikh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam kitab bertajuk “mafahim siyasi”, bahwa hubungan luar negeri sangat terkait dengan status politik sebuah negara. 

Sheikh Taqiyuddin mengkategorikan status politik negara dalam realitas hubungan luar negeri ke dalam empat kategori: Negara Adidaya, Negara Independent, Negara Satelit, dan Negara Pengekor. Untuk negara adidaya saat ini, satu-satunya masih dipegang oleh Amerika Serikat, sebagai negara yang menjadi pengendali politik antar bangsa sekaligus negara yang mengemban ideologi tertentu, yaitu ideologi kapitalisme ke semua negara belahan dunia saat ini. Negara independen adalah negara-negara yang memiliki kemandirian kuat untuk tidak diintervensi soal-soal dalam negerinya, semisal masalah ekonomi, politik, dan moneter, dan lain-lain. Contoh negara independen: Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, Cina, dan Jepang. Israel dan Singapura adalah negara satelit karena menjadi perpanjangan tangan negara adidaya untuk melakukan intervensi politik ke negara atau kawasan tertentu.

Nyaris paling tidak menguntungkan, adalah negara pengekor, disebut demikian karena status politik negara ini sangat tergantung atau dipengaruhi oleh negara lain dalam banyak soal sperti ekonomi, politik, hukum, dan pemerintahan. Negara-negara pengekor, sangat banyak di belahan dunia ini. Hampir semua negeri Muslim adalah negara pengekor. Indonesia, misalnya, masuk kategori negara pengekor. Hampir semua kebijakan ekonomi dan politik termasuk penguasaan sumber daya alam, hatta produk hukum dipengaruhi kebijakan negara lain. Indonesia saat ini, misalnya dari segi politik ekonomi nyaris tergantung kepada Cina sebab negeri ini tergantung hutang dengan negeri Cina. Nyaris semua kepemilikan sumber daya alam Indonesia dialihkonsesikan kepada perusahaan-perusahaan besar asal Cina.

Posisi Indonesia, sebagai negara pengekor, hampir dipastikan peran politik Indonesia dalam posisi perunding mendamaikan konflik Rusia-Ukraina, nyaris nihil alias tidak berarti apa-apa. Kunjungan Jokowi dalam lawatannya itu, justru dijadikan sebagai momentum politik dua kepala negara baik Vladimir Putin maupun Volodmyr Zelensky, untuk mencari simpati rakyat Indonesia. Bagi Putin, hendak memberi pesan kepada Jokowi bahwa invasinya ke Ukraina dapat dibenarkan mengingat secara geopolitik Ukraina adalah daerah vital yang dapat mengancam keamanan geografis Rusia. Sedangkan bagi Zelensky, juga mencari simpati kepada Indonesia dengan dalih sedang dizalimi oleh Rusia. 

Posisi realitas politik internasional Indonesia demikian, tepat kata Jerry Massie bahwa lawatan Presiden Joko Widodo ke dua negara yang sedang berseteru, yakni Rusia dan Ukraina, dianggap hanya mencari sensasi belaka. Tak ada sesuatu yang dihasilkan Jokowi dari kunjungan ke dua negara tersebut. "Saya pikir Jokowi seharusnya, lebih baik datang ke Papua ketimbang mencari sensasi politik internasional ke Rusia dan Ukraina," ujar doktor jebolan American Global University itu kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (2/7).   

Sangat berbeda ketika Khilafah Islam menjadi negara adidaya dalam pentas politik Internasional. Konon Sultan Sulaiman pernah memberi peringatan keras kepada Raja Perancis. "Suatu hari Sultan Sulaiman mendengar bahwa di Prancis, masyarakatnya menciptakan dansa antara para laki-laki dan kaum perempuan. Kemudian beliau mengirimkan surat, mengirim surat kepada raja Perancis yang berisi: "Telah sampai padaku berita bahwa kalian membuat dansa mesum antara laki-laki dan perempuan. Jika suratku ini telah sampai padamu, pilihannya: kalian hentikan sendiri perbuatan mesum itu atau aku datang kepada kalian dan aku hancurkan negeri kalian." Setelah surat itu, dansa di Perancis berhenti selama 100 tahun.

Oleh: Dr. Muh. Sjaiful, S.H., M.H.
Indonesia Justice Monitor (IJM)

Minggu, 01 Mei 2022

Aktor Konflik Rusia Ukraina Masih dalam Skenario Amerika


Tinta Media  - Aktor yang terlibat dalam konflik Rusia vs Ukraina dinilai oleh  Pengamat Politik Internasional Budi Mulyana M.Si  masih dalam skenario Amerika.

“Arah dari tindakan-tindakan aktor yang terlibat,  Rusia,  Ukraina juga bagaimana respon dari Uni Eropa, dari NATO  ini semua masih dalam skenario kerangka Global  Amerika,” tuturnya dalam acara Kabar Petang : AS Dalang Konflik-konflik Internasional? Kamis (28/4/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.

Dikatakan Rusia bisa tetap dilemahkan oleh Amerika Serikat sehingga tidak bisa ke kancah internasional. "Dengan serangan Rusia ke  Ukraina pasti akan menguras sumber daya Rusia  baik dalam kontek  militer atau pun juga dalam konteks ekonomi,dengan adanya embargo  ekonomi  yang bertubi-tubi kepada Rusia," paparnya.

Di sisi lain kata Budi, Amerika juga tidak ingin Ukraina itu dikorbankan demi kepentingan melemahkan Rusia. Amerika punya cara  untuk menjaga agar Ukraina bergantung kepada Amerika Serikat baik via NATO atau pun Uni Eropa. “Sehingga tidak boleh juga Ukraina itu  dikalahkan oleh Rusia,” tukasnya.  

Namun lanjut Budi, Amerika tidak memberikan bantuan militer secara langsung  kepada Ukraina.  Tetapi melalui bantuan bantuan pihak ketiga atau bantuan bantuan yang dimanfaatkan oleh Ukrania  untuk meningkatkan kemampuannya memperlambat invasi  Rusia kepada  Ukraina.

 “Ini juga dibalut dengan  positioning Ukraina di Eropa,  bahwa dia belum menjadi anggota NATO,  dia juga belum menjadi anggota Uni Eropa sehingga  seolah-olah  itu menjadi justifikasi bahwa dibantu tetapi tidak secara langsung,” tambahnya.

Budi menilai, dalam konteks invasi Rusia ke Ukraina, Eropa baik Uni Eropa atau beberapa negara sentral di Eropa seperti Jerman, Perancis, Inggris tetap di bawah kendali Amerika. Hal ini karena  Eropa dalam kondisi dilematis. Satu sisi Eropa punya ketergantungan energi ke Rusia. Di sisi lain seharusnya Eropa membantu Ukraina agar Rusia tidak menjadi ancaman bagi Eropa. Tapi ini tidak bisa dilakukan oleh Eropa.

Cina

Menurut Budi, Cina bermain di dua sisi. "Pertama, dia berusaha tetap menjaga mitra strategis Rusia dengan Cina.  Tetapi Cina berpikir dua kali untuk bisa membantu secara langsung pada Rusia. Amerika  beberapa kali memberikan warning  terhadap Cina agar tidak  membantu Rusia dalam konteks konflik Ukraina," ungkapnya

“Kalau kita lihat sebelumnya strategi global Amerika  coba  menggeser dari Timur Tengah ke  Indo  Pasifik. Tapi di sisi lain dengan  adanya konflik Ukraina Rusia ini  menjadikan Cina punya peluang untuk menaikkan level politiknya  di level global. Cuman tadi keburu di warning  oleh Amerika Serikat sehingga Cina berusaha berhati-hati untuk memainkan situasi ini,” tambahnya.

Panjang

Budi memperkirakan konflik Rusia vs Ukraina akan berlangsung panjang karena tidak mudah mencapai titik kesepakatan.

“Rusia tetap  harus bisa memastikan bahwa Barat terutama Amerika Serikat  melalui NATO dengan perluasan keanggotaan di Eropa Timur nya itu tidak mengancam secara langsung  teritori Rusia. Kalaupun Rusia harus mundur maka ancaman Barat ini betul-betul harus dipastikan tidak terjadi,” jelasnya.
Di sisi lain lanjut Budi,  Ukraina  juga harus  memastikan bahwa dia tetap menjadi sebuah negara yang berdaulat.

“Tinggal bagaimana kemudian negara-negara NATO , khususnya Amerika Serikat bisa menerima tuntutan ini. Karena sebenarnya   secara normatif negara  punya kebebasan untuk bisa bergabung atau tidak bergabung dengan sebuah aliansi internasional,” tandasnya.

Tetapi di sisi lain tentu setiap negara juga harus mempertimbangkan realitas  politik yang terjadi dalam konteks ketetanggaan. Apalagi merasa terancam dengan negara tetangga ini. “Makanya  saya melihat selama tidak ada titik temu dalam negosiasi ini, maka konflik akan berlangsung panjang,” tambahnya.

Indo Pasifik

Budi  memprediksi pesaing  global Amerika itu Cina.  “Dari skenario yang diprediksikan oleh NIC  (Dewan Intelegen Nasional  Amerika) 2040 itu memang Cina disebut sebagai negara yang punya potensi ancaman secara militer. Dan tentu arena pertarungan  kalau dengan Cina pasti  di Indo Pasifik,” paparnya.

Budi mengatakan bahwa Indo Pasifik, baru belakangan ini menjadi perhatian Amerika. Pasca  Cina  melakukan modernisasi  besar-besaran, Cina  menjadi negara yang secara ekonomi menjadi ancaman Global  bagi Amerika. “Bahkan  Cina kemudian memperkuat aspek militernya, meski  belum teruji  kekuatannya, karena memang belum ada konflik yang di situ Cina terlibat untuk menguji kekuatannya,” jelas Budi.  

“Tetapi dengan sumber daya manusia yang besar, penduduknya  1,5 miliar,  dengan kekuatan ekonomi yang besar tentu  Amerika juga tidak bisa mendiamkan Cina  mengambil alih posisi Amerika di level global. Makanya kita  bisa memahami bagaimana Biden ini menggeser imperialisnye ke arah Pasifik,” imbuhnya.

Mengekor

Budi menilai meski Indonesia memiliki sumber daya manusia dan sumber daya alam yang melimpah tapi belum layak disebut sebagai great power. “Jangankan super power, great power saja masih jauh,” nilainya.

Penyebabnya lanjut Budi,  negeri-negeri  muslim khususnya  Indonesia masih menjadi negara yang mengekor  kepada ideologi negara Global.  Tidak bisa menunjukkan kemandirian, tidak bisa menunjukkan  sikap  yang berbeda dengan keinginan negara-negara  global seperti Amerika Serikat.

“Secara militer juga masih  belum sepadan.  jumlah  personil militer di Indonesia kan masih  sedikit. Belum lagi kalau kita bicara alutsista. Kita masih bergantung kepada alutsista buatan dari negara-negara lain. Padahal untuk bisa menjadi negara  super power atau great power itu dia harus punya kemandirian secara militer,” terangnya.

Budi menjelaskan bahwa di masa lalu kaum Muslimin menggunakan Islam sebagai way of life yang mengatur tatanan kehidupan ala Islam.Saya pikir Islam bisa menjawab untuk menghadapi kekuatan kapitalisme global.

“Dalam konteks turunannya seperti  kekuatan militer dan kekuatan  ekonomi, bisa mandiri karena kita punya sumber daya manusia dan sumber daya alam yang banyak. Tinggal bagaimana itu dikuasai negara untuk kepentingan negara,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
               

 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab