Tinta Media: Rusak
Tampilkan postingan dengan label Rusak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rusak. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Juli 2024

Hilangnya Birrul Walidain, Buah Sistem yang Rusak



Tinta Media - Orang tua sejatinya adalah orang yang dihormati dan disayangi oleh buah hati. Besarnya peran orang tua dalam merawat, mendidik, menyayangi, dan menjaga sang buah hati mulai dari bayi hingga beranjak dewasa, seharusnya membuat mereka bersyukur, berterima kasih, dan membalas jasa dengan menjaga dan menyayangi mereka di hari tua. Namun sayang, dalam sistem saat ini, birrul walidain begitu jauh dari generasi.

Kasus viral pembunuhan seorang ayah yang dilakukan oleh kedua putri kandungnya terjadi di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Hal itu terjadi karena dua remaja yang masing-masing berusia 17 tahun dan 16 tahun itu sakit hati karena dimarahi ketika diketahui mencuri uang ayahnya. Mereka menusuk sang ayah dengan sebilah pisau hingga tewas. (liputan6.com, 23/06/2024)

Kasus serupa juga terjadi di Pesisir Barat, Lampung. Seorang anak remaja 19 tahun tega menghabisi nyawa ayahnya yang menderita stroke karena kesal diminta mengantar ke kamar mandi. (enamplus.liputan6.com, 21/06/2024)

Sungguh miris. Apakah penyebab hilangnya birrul walidain di tengah-tengah generasi saat ini?

Buah Sistem yang Rusak

Sistem Kapitalisme yang berasaskan sekularisme dan liberalisme telah merusak dan merobohkan pandangan mengenai keluarga. Asas sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan dan liberalisme yaitu kebebasan, telah membuat generasi semakin bebas melakukan apa pun sesuka hati tanpa terikat hukum syariat. Sistem tersebut telah melahirkan generasi-generasi yang miskin iman, rapuh, kosong jiwanya, dan mudah emosi. Kapitalisme menjadikan kebahagiaan jasadiah atau materi sebagai tujuan. Pantas jika generasi saat ini abai pada keharusan birrul walidain (berbakti kepada orang tua).

Selain itu, sistem pendidikan sekuler tidak mendidik generasi memahami birrul walidain dan pentingnya mengamalkan dalam keluarga. Dari sini, lahirlah generasi rusak sehingga rusak pula hubungannya dengan Sang Pencipta, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Penerapan sistem hidup kapitalisme gagal memanusiakan manusia. Fitrah dan akal tidak terpelihara. Sistem ini berhasil menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya, yaitu sebagai hamba dan khalifah pembawa rahmat bagi alam semesta. Sistem yang rusak, melahirkan pula generasi rusak dan merusak.

Sistem Islam

Islam merupakan sistem yang berasaskan pada Akidah. Islam mendidik generasi menjadi manusia yang memiliki kepribadian Islam (pola pikir dan pola sikap islami) yang berbakti dan hormat kepada orang tua dan memiliki kemampuan dalam mengontrol emosi. Mereka menjadi generasi yang mampu memecahkan berbagai persoalan hidup sesuai dengan aturan Allah.

Selain itu, Islam memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal, yaitu dengan cara membina setiap generasi dengan tsaqafah-tsaqafah Islam dan menegakkan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, sehingga dapat mencegah semua bentuk kejahatan, termasuk kekerasan anak pada orang tua.
Maka dari itu, hanya dengan Sistem Islam, generasi mampu terselamatkan. Wallahu'alam bishawab.


Oleh: Agustriany Suangga
Muslimah Peduli Generasi

Senin, 01 Juli 2024

Karut Marut Pendidikan, Ulah Sistem Rusak


'Tiada masa paling indah, masa-masa di sekolah'.

Tinta Media - Sepenggal lirik lagu lawas ini menggambarkan indahnya masa sekolah. Namun, kini masa indah sekolah berubah menjadi masa gelisah. Bagaimana tidak, untuk mendapatkan bangku sekolah saja sulitnya bukan main. Hal ini dirasakan oleh para orang tua murid yang sedang berjuang menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah negeri, khususnya di Bandung.

Terkait hal itu, di Bandung Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mendapat perhatian dari Bupati Bandung, Dadang Supriatna. Bupati meminta kepada orang tua murid agar tidak memaksakan anaknya untuk masuk sekolah favorit dan jangan memberikan uang atau menyogok petugas sekolah. Jika dalam proses PPDB tingkat Jabar SMA/SMK terjadi transaksional atau praktik pungli, maka pemerintah hingga polisi akan mengultimatum sekolah-sekolah nakal hingga memprosesnya.

Pungli atau pungutan liar merupakan tindakan meminta sesuatu kepada seseorang, perusahaan, ataupun lembaga tanpa menuruti peraturan yang lazim. Hal ini sama dengan pemerasan, penipuan, dan korupsi. 

Di negara ini, pungli sudah menjadi budaya. Harus diakui, di setiap sektor publik, aktivitas pungli selalu ada. Salah satunya adalah pungli di sektor pendidikan.

Walaupun praktik pungli ini dilarang dan akan merusak integritas instansi sekolah, tetapi aktivitas satu ini semakin merajalela. Moment PPDB saat ini dimanfaatkan oleh oknum nakal di sekolah negeri atau favorit untuk mendapatkan keuntungan dari orang tua murid yang ingin menyekolahkan anak-anaknya.

Kurangnya jumlah kouta sekolah negeri tidak seimbang dengan banyaknya calon siswa baru. Ini bukti bahwa negara tidak serius dalam mewujudkan pemerataan pendidikan, sehingga hal ini membuka celah kecurangan. 

Faktanya, selama proses PPDB tahun 2023, banyak terjadi kecurangan manipulasi data kependudukan. Bahkan, menurut Ketua DPR RI, Puan Maharani, di Bogor, Jawa Barat ditemukan sekitar 300 aduan indikasi manipulasi PPDB jalur afirmasi dan zonasi.

Inilah PR besar pemerintah untuk mencari solusi yang komprehensif, agar PPDB ini benar-benar mampu memeratakan pendidikan dengan adil dan merata, bukan malah menambah masalah baru.

Namun, inilah konsekuensi hidup dalam sistem sekuler kapitalisme. Di sistem yang rusak ini, agama (Islam) tidak dijadikan sebagai aturan dalam kehidupan. Halal haram tidak jadi patokan. Materi, kebahagiaan, dan keuntungan duniawi adalah orientasi, sehingga yang hak dan batil pun dicampuradukkan. Sistem yang senantiasa melahirkan masalah ini juga menyelesaikan masalah dengan menghadirkan masalah baru. 

Artinya, sistem ini tidak mampu menyelesaikan masalah hingga akarnya. Sistem bobrok ini pun melahirkan mental yang bobrok pula. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya hukuman yang membuat efek jera bagi pelaku, mengakibatkan pungli semakin mewabah. Kalau kemaksiatan seperti ini sudah menjadi budaya, masih bisakah hanya diberi ultimatum saja? Harus ada penerapan aturan yang mampu mencegah tindakan pungli.

Problematika pendidikan semakin ke sini semakin mengkhawatirkan. Hadirnya kurikulum merdeka yang masih menjadi pro dan kontra tak lantas menjadi solusi. Sistem zonasi yang malah membuat masalah baru termasuk maraknya pungli, menambah deretan prestasi buruk dunia pendidikan.

Negara telah gagal memenuhi hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Artinya, negara harus mengevaluasi sistem PPDB secara menyeluruh dan mengganti dengan sistem pendidikan yang mampu mewujudkan pemerataan secara adil.

Namun, pemerataan dan keadilan seperti itu hanya ada dalam sistem Islam (Khilafah). Dalam Islam, semua sekolah adalah berstatus favorit. Bagaimana tidak, biaya sekolah di semua jenjang pendidikan gratis. Pendidikan berkualitas dan berbasis akidah Islam. Fasilitas sains atau teknologi terpenuhi. Akses mendapatkan pendidikan dipermudah. Seluruh rakyat mendapatkan hak pendidikan dan yang pasti tidak ada pungli.

Dalam Islam, pungli atau al-muksu adalah termasuk dosa besar karena telah menyusahkan dan menzalimi orang lain dengan cara mengambil harta secara paksa pada orang lain. 

Allah Swt. berfirman dalam Q.S Al-Baqarah ayat 188, yang artinya, 

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya."

Oleh karena itu, setiap muslim tidak akan mencari harta dengan cara yang melanggar syariat Islam, termasuk melakukan pungutan liar. Jika ada yang melanggar, maka akan dikenai sanksi atau hukuman oleh hakim sesuai kadar kesalahannya.

Selain itu, negara akan terus meningkatkan mutu pendidikan untuk memenuhi kebutuhan asasi rakyat. Anggaran pendidikan akan dibiaya oleh negara melalui baitul mal. Salah satunya bersumber dari pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara, bukan pihak swasta atau asing.

Maka dari itu, negara mampu mewujudkan pemerataan pendidikan secara adil dan merata, karena negara bukan hanya wajib menyediakan infrastruktur sekolah. Namun, negara juga bertanggung jawab menerapkan sistem pendidikan berbasis Islam, agar mencetak generasi yang mempunyai pola pikir dan sikap Islam. Kelak, mereka akan menjadi generasi penerus peradaban, yang memiliki kesadaran akan adanya hubungan dirinya dengan Allah Swt. Maka, setiap amal perbuatannya dilakukan semata-mata karena ketaatan kepada Sang Pencipta.
Wallahualam bisshawab.


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Rusaknya Generasi Muda,Hanya Islam Solusinya


Tinta Media - Makin ke sini, generasi muda makin mengerikan. Kehidupan remaja begitu dekat dengan tindak kriminal, seperti tawuran, pemerkosaan, pembunuhan, dan kekerasan. Sedih? Iya. Miris? Jelas. Was-was? Pasti. 

Usia muda yang seharusnya menjadi usia cemerlang dalam prestasi, kebaikan, karakter dan akhlak, justru sangat kontradiktif dengan fakta hari ini.

Seorang siswi tingkat SMP telah menjadi korban pemerkosaan bergilir yang dilakukan oleh 10 orang. Tiga di antaranya adalah pria dewasa, tiga orang masih berstatus pelajar, dan empat pelaku lainnya masih buron. 

Di tempat berbeda, tepatnya di Bekasi, puluhan remaja terlibat tawuran “perang sarung”. Perang sarung tersebut memakan satu korban jiwa. Seorang pelajar berusia 17 tahun meregang nyawa setelah tawuran antarkelompok geng remaja tersebut. 

Terbaru, di Pangkalpinang, Kep. Bangka Belitung, “perang sarung” terjadi di tiga lokasi berbeda dalam semalam. (Muslimah News, 19/03/2024) 
Mengapa generasi kita menjadi seperti ini?

 Pengaruh Sekularisme

Tindak kriminal dan aksi brutal di kalangan remaja bukan hanya sekali, tetapi sudah berulang kali dan setiap tahun terjadi hal yang serupa. Artinya, solusi preventif dan kuratif tidak efektif, apalagi sistem sekularisme masih mendominasi kehidupan. Inilah yang menjadi akar masalah kerusakan generasi. 

Sistem sekularisme telah melahirkan pola hidup liberal, hedonistik, dan permisif. Standar hidup tidak lagi berpegang teguh pada agama, melainkan berorientasi pada pencapaian atau keberhasilan yang bersifat materi. Alhasil, generasi semakin jauh dari ketaatan kepada Penciptanya, yaitu Allah Taala.

Di sisi lain, sistem sekularisme juga memengaruhi pola penyusunan kurikulum. Seperti halnya dalam sistem pendidikan hari ini, output dan tujuan pendidikan tidak sinkron. Dalam salah satu poin Undang-Undang (UU) Sisdiknas disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berilmu.

Pertanyaannya, apakah dengan menggunakan model kurikulum sekuler yang diterapkan saat ini, tujuan itu dapat tercapai? Sementara, porsi Islam dalam struktur kurikulum pendidikan sekuler begitu minim. Meski sudah banyak lembaga pendidikan Islam sebagai solusi alternatif, bukan suatu jaminan tidak akan terjadi perilaku negatif generasi. Arus sekularisasi inilah yang tengah dihadapi orang tua, guru, dan lembaga di semua lini kehidupan. 

Pada era keterbukaan informasi saat ini, mereka bisa mengakses apa saja yang ada di dunia digital. Generasi pun semakin tidak terkontrol dan terkendali. Belum lagi adanya tontonan berbalut maksiat atau game bergenre kekerasan. 

Ditambah budaya yang merajalela serta pemikiran asing yang sering menjadi tren dan kiblat di kalangan remaja, jadilah generasi pengikut tanpa bisa menyaring mana yang benar dan mana yang salah sesuai pandangan Islam. Artinya, yang perlu dirombak dan dievaluasi bukan hanya guru, orang tua, atau lembaga, melainkan sistem yang diterapkan, yakni sistem sekuler kapitalisme.

Betul, keluarga merupakan fondasi awal pembentukan karakter dan pendidikan anak, juga benteng pertahanan bagi anak-anak di dalamnya. Namun, keluarga juga adalah benteng yang rapuh. 

Keluarga dalam sistem kapitalisme sulit untuk bisa menjadi keluarga ideal. Ini karena semakin tingginya biaya hidup, semakin memaksa banyak orang tua bekerja keras untuk bertahan. Tidak hanya ayah yang harus mencari nafkah, bahkan para ibu pun harus rela bekerja keras menambal keuangan keluarga. 

Mahalnya kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, juga tuntutan materialisme, sering membuat mereka harus mengedepankan pekerjaan dan mengabaikan anak-anak. Pada akhirnya, terkadang anak lantas diasuh oleh lingkungan yang belum tentu steril dari kerusakan. Oleh karena itu keluarga membutuhkan kekuatan yang mampu menjadi perisai anak-anak di mana pun ia berada, di rumah, sekolah, atau lingkungan masyarakat. Kekuatan besar itu adalah negara.

Dalam sistem kapitalisme, fungsi perlindungan negara ini hampir tidak ada karena negara berfungsi sebagai regulator saja. Negara tidak boleh mengekang kebebasan rakyat. Akibatnya, pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi, dan perzinaan mendapat tempat yang lapang di tengah masyarakat. 

Negara tidak boleh melanggar hak asasi, membungkam media perusak moral, menghukum para pelaku hubungan sejenis, merajam para pelaku pemerkosaan anak, dan seterusnya. Negara menjadi mandul, tidak memiliki kekuatan untuk bergerak menghentikan kerusakan masif terhadap generasi.

Upaya-upaya perlindungan anak diserahkan pada masyarakat dan LSM. Sama seperti berbagai aspek kehidupan lain. Ada Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan sebagainya. 

Upaya yang dilakukan ini tentu tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Pasalnya, peran lembaga-lembaga tersebut hanya “menyapu halaman”, tidak mampu untuk menghilangkan sumber kotoran. Dengan kata lain, mereka hanya melakukan pendampingan korban, melakukan mediasi, rehabilitasi mental, dan sejenisnya, bukan menjauhkan anak dari ancaman dan bahaya yang mengintai mereka.

 Negara Islam Perisai Generasi 

Islam memiliki paradigma berbeda dalam penyelamatan generasi. Dalam negara Islam, yakni Daulah Khilafah. Islam menerapkan seperangkat hukum yang  menyelesaikan semua permasalahan mulai dari akar sampai ke cabang-cabangnya. Hukum ini diterapkan oleh penguasa yang tidak hanya bertanggung jawab terhadap rakyat, tetapi juga kepada Allah Taala secara langsung.

Pemimpin dalam Islam memiliki dua fungsi. 

Pertama, fungsi pemeliharaan urusan rakyat. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى 
النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه

Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang kalian pimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Al-Baghawi (w. 516 H) menjelaskan makna “ar-râ’in” dalam hadis ini, yakni pemelihara yang dipercaya atas apa yang ada pada dirinya. 

Ar-ri’âyah adalah memelihara sesuatu dan baiknya pengurusan. Di antara bentuknya adalah pemeliharaan atas urusan-urusan rakyat dan perlindungan atas mereka. (Al-Baghawi, Syarh as-Sunnah, 10/61)

Kedua, fungsi  sebagai junnah (perisai). Hal itu sebagaimana pujian yang dituturkan Rasulullah saw. Kepada figur dari seorang penguasa yang dibaiat oleh kaum muslimin untuk menegakkan hukum-hukum Allah, melindungi harta kehormatan dan darah kaum muslim. Nabi Muhammad saw. Bersabda,

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
BBC
“Sungguh, imam (khalifah) itu perisai; (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Muttafaqun ’alayh)

Negara adalah benteng, yang pada hakikatnya akan melindungi generasi dari kerusakan apa pun. Mekanismenya  dilakukan secara sistemis, meliputi berbagai aspek yang terkait langsung maupun tidak langsung, antara lain sebagai berikut:

Pertama, pengaturan sistem ekonomi. Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas dan merata agar para kepala keluarga dapat bekerja dan memberikan nafkah untuk keluarganya.  

Semua sumber daya alam strategis adalah milik umat yang dikelola negara. Negara wajib mendistribusikan seluruh hasil kekayaan milik umat untuk kesejahteraan warga negara, baik untuk kebutuhan pokok individu (pangan, papan, dan sandang) maupun kebutuhan dasar kolektif (kesehatan, pendidikan, dan jaminan keamanan). Maka, beban keluarga menjadi lebih ringan dan pendidikan anak bisa berlangsung sebagaimana mestinya.

Kedua, pengaturan sistem pendidikan. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan berbasis akidah Islam bagi seluruh anak. Dengan itu, terbentuk kepribadian Islam pada anak yang standar berpikir dan bersikapnya adalah Islam. Pembentukan standar Islam inilah yang akan menyelamatkan para pemuda dari gempuran ide-ide Barat yang menyesatkan.

Ketiga, pengaturan sistem sosial. Sistem yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, yang akan menghasilkan interaksi produktif dan saling menolong dalam membangun umat. Interaksi yang tidak membangun seperti campur baur laki-laki dan perempuan tanpa ada keperluan akan dilarang. 

Perempuan akan selalu diperintahkan untuk menutup aurat, menjaga kesopanan dan juga akan dijauhkan dari eksploitasi seksual. Menikah akan dipermudah.  Aturan-aturan sosial ini akan menjamin naluri seksual yang hanya akan muncul dalam bentuk hubungan suami istri dan menjauhkan dari hubungan di luar itu. Semua bentuk penyimpangan seksual, seperti seks bebas, elgebete dan sebagainya akan ditutup rapat, sehingga terbangun akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. 

Keempat, pengaturan media massa. Media massa bebas menyampaikan informasi. Namun, mereka harus terikat dengan kewajiban untuk memberikan pendidikan, menjaga akidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan dalam masyarakat. Media informasi juga berperan dalam mengungkap kesalahan pemikiran, paham, ideologi dan aturan sekuler-liberal. 

Dengan cara itu, masyarakat menjadi paham mana yang benar dan yang salah. Mereka pun bisa terhindar dari pemikiran, pemahaman, dan gaya hidup yang tidak islami. 

Media yang memuat kekerasan, ide elgebete, pornografi, pornoaksi, dan segala yang merusak akhlak dan agama, akan dilarang terbit dan akan diberikan sanksi bagi pelaku yang melanggar.

Kelima, pengaturan sistem kontrol sosial. Masyarakat yang bertakwa akan selalu mengontrol agar individu tidak melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, suasana ketakwaan dibangun di tengah umat melalui berbagai kajian agama secara umum. 

Upaya mewujudkan amar makruf nahi mungkar akan dihidupkan kembali, sehingga orang merasa enggan untuk melakukan perbuatan maksiat. Dalam rangka kontrol sosial ini, negara juga mengangkat kadi hisbah, yaitu hakim yang bertugas mengawasi ketertiban umum. 

Negara memiliki hak untuk menindak berbagai pelanggaran sosial, seperti khalwat laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, perilaku menyimpang di tengah umum,  pelanggaran cara berpakaian dan sebagainya.

Keenam, pengaturan sistem sanksi. Negara menerapkan sistem sanksi  yang telah  ditetapkan oleh Allah Swt.  Sanksi tegas yang menimbulkan efek jera diberlakukan bagi para pelaku pelanggaran hukum syariat. Sistem sanksi ini akan mengakhiri perusakan generasi secara efektif. Berbagai macam pengaturan yang diterapkan oleh negara akan membangun perlindungan yang utuh untuk anak-anak, orang tua, keluarga, dan masyarakat.

Dengan menerapkan mekanisme-mekanisme ini.  Maka liberalisme, kapitalisme, dan ide perusak lainnya tidak akan mampu menyentuh anak-anak. Mereka akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi muslim yang tangguh, pejuang dan pembangun, serta  menjadi mutiara-mutiara di tengah umat dalam lindungan negara. 

Negaralah yang mampu melakukan fungsi besar itu, memiliki ideologi yang dipegang erat, yang terpancar dari suatu akidah yang tidak akan tergoyahkan. Negara itu adalah Negara Islam.

Membangun Kesadaran Umat 

Menyelamatkan generasi yang sudah tergerus kerusakan tidak akan bisa dilakukan oleh individu saja ataupun institusi tertentu, melainkan harus menjadi gerakan bersama seluruh umat. Negara adalah motor dan payungnya. Ketika negara Islam tersebut belum terbentuk, maka kuncinya berada di tangan umat. Caranya?

Pertama, menciptakan opini publik yang terbangun dari kesadaran umum bahwa Islam adalah solusi bagi seluruh persoalan, khususnya upaya penyelamatan generasi. Kedua, melakukan pergolakan pemikiran dan membuka keburukan ide-ide Barat yang digunakan untuk merusak para generasi. Menjelaskan kerusakan dan bahayanya terhadap kehidupan seluruh manusia. Mengungkapkan rancangan asing yang didesain untuk merusak pemikiran generasi muda, seperti moderasi beragama rancangan RAND Corp, pembajakan potensi generasi muda untuk kepentingan kapitalis melalui jalur pendidikan. 

Upaya-upaya ini dilakukan menggunakan berbagai cara, langsung maupun menggunakan media massa, media sosial, offline  maupun online, yang memungkinkan untuk menjangkau umat seluas-luasnya. Tentunya semua ini  membutuhkan komitmen yang kuat dari para pengemban dakwah Islam, dan juga penyusunan strategi yang tepat serta kerja keras. Hanya pada generasi mudalah kita berharap akan lahirnya generasi Muhammad al-Fatih baru yang akan membangkitkan umat dan mengantarkan Islam pada puncak kegemilangannya. Waallahualam Bishawab.


Oleh: Ummi Yati
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 18 Mei 2024

Jalan Masih Rusak, Bukti Abainya Penguasa Kapitalis



Tinta Media - Rusaknya jalan menuju Stasiun Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Tegalluar, Whoosh Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung kembali jadi sorotan. Akses jalan ini sebelumnya merupakan jalan milik desa sampai pada tahun 2023 lalu. Setelah Stasiun KCIC Tegalluar berdiri dan beroperasi, statusnya berubah menjadi jalan Kabupaten. 

Rusaknya jalan tersebut menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat, agar pihak Pemkab Bandung dapat melakukan perbaikan jalan. Sayangnya, perbaikan jalan tersebut tidak memuaskan karena sampai saat ini kondisinya masih sama, tetap rusak.

Dadang Silahudin selaku Kepala Desa Cibiru Hilir mengatakan bahwa perbaikan dengan tahap perataan serta pemadatan sempat dilakukan DPUTR Kabupaten Bandung. Hanya saja, tidak dilakukan secara menyeluruh. Beliau pun mengungkapkan bahwa apabila jalan diperbaiki terus menggunakan dana desa Cibiru Hilir, maka untuk kepentingan pembangunan yang lain akan banyak terpangkas. Dadang berharap, baik Pemkab maupun Pemprov Jabar dapat segera melakukan perbaikan jalan tersebut.

Rusaknya fasilitas jalan menjadi pemandangan yang biasa oleh masyarakat. Tentu mereka merasa kesulitan  karena jalan yang rusak membuat kegiatan perekonomian dan aktivitas sehari-hari jadi terhambat, bahkan sampai membahayakan jiwa karena rawan kecelakaan. 

Mirisnya, kerusakan jalan yang ada sering kali disebabkan kendaraan yang kerap melewati jalan umum. Padahal, kendaraan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ataupun terjadi kerusakan pada infrastruktur jalan.

Inilah kenyataan pahit yang harus diterima oleh masyarakat. Penyediaan jalan yang masih berkualitas rendah tentu menyebabkan jalan mudah rusak, ditambah lagi lambatnya penanganan masalah tersebut. Ini semakin menunjukkan abainya penguasa kapitalis terhadap jaminan pemenuhan fasilitas jalan yang aman dan nyaman. 

Inilah dampak penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem ini menyebabkan solusi atas berbagai persoalan umat hari ini lamban, bahkan bisa jadi hanya sekadarnya, tambal sulam dan seperti hanya di permukaan saja. 

Jika dicermati, kondisi seperti ini bermula ketika aturan kehidupan masyarakat termasuk di bidang pelayanan umum tidak diambil dari Islam. Kepemilikan yang bersifat umum, pembagian peran dan tanggung jawab negara, pemodal, serta masyarakat juga tidak ditetapkan dengan Islam.

Sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negara saat ini memandang sarana transportasi sebagai sebuah industri. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum berupa jalan justru dimanfaatkan oleh penguasa swasta untuk meraup keuntungan semata. Sementara, negara dan penguasa hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang memuluskan kepentingan korporat.

Maka tak heran, sering kali kebijakan penguasa lebih cenderung berpihak pada pemilik modal ketimbang rakyat. Inilah fakta penguasa dalam sistem kapitalis.

Berbeda dengan Islam yang merupakan agama paripurna. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah kepemimpinan negara yang akan mengurus seluruh urusan rakyat dan menjadi pelindung bagi mereka. 

Jaminan jasa transportasi disediakan oleh penguasa dalam sistem Islam. Jalan-jalan dibangun secara terencana dan mampu menghubungkan antar kota lainnya. Selain itu, jalan-jalan tersebut berfungsi untuk menopang kegiatan komersial, ibadah, administrasi, militer, dan sejumlah hal lainnya.

Penguasa di dalam Islam wajib membangun infrastruktur yang baik dan merata sampai ke pelosok negeri. Penguasa di dalam Islam adalah penanggung jawab utama bagi terpenuhinya sarana dan prasarana penghubung di masyarakat seperti jalan dan jembatan. Karenanya, haruslah dikelola oleh negara dengan penuh tanggung jawab demi kemaslahatan umat.

Karena itu, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam pembangunan jalan tidak akan diperhitungkan berdasarkan keuntungan dan kerugian, melainkan menjadi sebuah bentuk pelayanan kepada umat.

Sementara, dalam hal kesegeraan merespons kebutuhan masyarakat seperti jalan rusak, Islam sangat cepat. Dananya akan diambil dari Baitul Mal atau kas negara dengan tata kelola yang sangat ketat sehingga akan mencegah penyalahgunaan.
Negara akan membuat regulasi untuk mempertegas penggunaan fasilitas umum oleh pihak swasta serta menyiapkan sanksi tegas bila ada yang melanggarnya.
Wallahua’lam bishshaw


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Selasa, 19 Maret 2024

Pinjol Kian Marak di Sistem yang Rusak


Tinta Media - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memprediksi penyaluran pinjol pada Ramadan 2024 ini akan meningkat. Ini disampaikan oleh ketua umum AFPI Entjick S Djafar bahwa Asosiasi menargetkan pendanaan di Industri Fintech P2P lending saat Ramadan tumbuh sebesar 12%. Hal senada juga di ungkapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hal ini di proyeksi lantaran naiknya permintaan terhadap kebutuhan masyarakat saat Ramadan dan pembelian tiket mudik dan layanan pinjol juga di gunakan untuk membeli kendaraan bermotor. 

Selain untuk kebutuhan Ramadhan dan lebaran layanan pinjol juga banyak digunakan oleh pelaku UMKM untuk menambah modal secara mudah karena prosedurnya yang lebih mudah dibandingkan perbankan dan perusahaan pembiayaan. Inilah jika kita hidup di sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Jadi pola pikir dan pola sikap manusia semakin jauh dari aturan agamanya. Sudah jelas praktik ribawi adalah haram tetapi negara dalam sistem kapitalis justru seolah membiarkan pinjol tumbuh subur. Peran negara bukannya sebagai pelayan urusan umat melainkan penarik keuntungan semata. 

Pada bulan Ramadhan, Allah turunkan banyak keberkahan, sedangkan berkah dimaknai sebagai ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan). Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, tetapi para pelaku usaha justru meminjam modal dengan cara riba. Lantas, bagaimana keberkahan tersebut bisa terwujud jika modal yang dipakai juga dengan cara riba ? 

Jika sekarang yang di terapkan adalah sistem Islam, semua kejadian ini tidak akan pernah ada. Selain Islam melarang riba, Islam juga memberi solusi bagi masyarakat yang butuh membeli kebutuhan sehari-hari dengan mewujudkan perekonomian yang menyejahterakan. Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi tiap-tiap orang serta terwujudnya kemampuan memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Adapun tradisi mudik akan difasilitasi dengan transportasi publik sedangkan kebutuhan modal usaha untuk UMKM akan di penuhi dengan sistem pinjaman non ribawi atau bahkan hibah dari Baitul Mal. 

Dan momen Ramadhan akan di sambut oleh masyarakat di sistem Islam dengan memperbanyak amal shaleh, bukan justru konsumtif sehingga pengeluaran rumah tangga meningkat. Karena masyarakat pada sistem Islam sudah mendapatkan edukasi melalui sistem pendidikan dan dakwah yang di selenggarakan oleh negara sehingga bergaya hidup zuhud atau tidak berlebihan lebihan. 

Sudah saatnya kita bangkit terus beramar makruf dan menyadarkan umat bahwa sistem yang sekarang ini bukan pilihan solusi yang tepat. Hanya dengan sistem Islam Kaffah menjadi solusi yang hakiki dan yang bisa menyelesaikan problematika kehidupan umat manusia.


Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 05 Maret 2024

Rusaknya Generasi Akibat Sekularisasi


Tinta Media - Lagi, terungkap kasus pembunuhan sadis yang dialami oleh satu keluarga di Penajam Paser Utara. Seorang remaja berusia 16 tahun yang masih duduk di bangku SMK nekat membunuh satu keluarga yang beranggotakan lima orang menggunakan parang di rumah korbannya. Diketahui, motif pembunuhan didasari masalah asmara dan masalah sepele lain, seperti masalah ayam dan helm yang belum dikembalikan selama 3 hari oleh salah satu korban yang juga merupakan mantan kekasih pelaku.

Mirisnya, setelah membunuh, pelaku juga melecehkan korban dengan memperkosa mantan kekasih dan ibunya. Tidak hanya itu, ia juga ketahuan mencuri tiga ponsel milik korban dan uang tunai sebesar 300 ribu rupiah. Diketahui, sebelum membunuh, ia sempat mengonsumsi miras bersama teman-temannya. (kompas.com, 08/02/2024).

Sungguh miris, berulang kali masyarakat selalu dikejutkan dengan terungkapnya kasus pembunuhan sadis yang dilakukan oleh remaja. Remaja yang seharusnya sedang mempersiapkan masa depan, ternyata banyak yang sedang “sakit” dan terjerumus ke dalam jurang kriminalitas. 

Lihat saja, bagaimana mereka dengan teganya menghilangkan banyak nyawa tanpa ada rasa takut dan penyesalan. Bukankah mereka kaum terpelajar yang sedang dididik untuk menjadi generasi yang berkarakter dan berbudi luhur? Tidakkah mereka menyadari bahwa perbuatannya sangat kejam dan sadis? Sungguh disayangkan, melihat potret generasi hari ini.

Tentu banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. 

Pertama, keluarga. Keluarga merupakan kunci utama pembentukan kepribadian pada anak. Kondisi keluarga yang tidak stabil, salah dalam pola asuh anak, kurangnya perhatian orang tua kepada anak, akan menyebabkan terbentuknya kepribadian buruk pada anak. Bahkan, ketika orang tua tidak menanamkan nilai-nilai agama sebagai fondasi dalam diri anak, akan terbentuk juga kepribadian yang jauh dari agama.

Kedua, lingkungan. Lingkungan juga memiliki pengaruh besar dalam pertumbuhan dan  perkembangan anak. Lingkungan yang sehat akan membentuk kepribadian positif pada anak. Namun, saat ini masyarakat kita tidak memiliki lingkungan ideal bagi generasi. Kemaksiatan semakin merajalela, tetapi masyarakat seolah mengabaikannya, misalnya meminum miras pada kasus di atas. Sikap seperti inilah yang menyebabkan tidak adanya aktivitas amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat. 

Ketiga, arus digitalisasi. Tidak dapat dimungkiri bahwa saat ini kita hidup di tengah kemajuan teknologi. Ketika teknologi digunakan untuk hal positif, maka hasilnya pun akan bermanfaat bagi semua kalangan. Namun faktanya, saat ini banyak konten-konten negatif di internet yang sangat berpengaruh, seperti bullying,  pornografi, kekerasan, seks bebas, dll. Parahnya, banyak generasi yang mempelajari dan mempraktikkannya dalam kehidupan. 

Di sisi lain, patut dipertanyakan juga terkait kualitas pendidikan saat ini. Pendidikan yang seharusnya mampu mencetak generasi gemilang, melahirkan siswa dengan akhlak terpuji, nyatanya telah gagal dalam mendidik peserta didik. Kegagalan ini yang menyebabkan lahirnya generasi yang tidak bermoral, sadis, keji, bahkan parahnya terlibat pada kasus kriminalitas. Inilah potret betapa bobroknya pendidikan saat ini. 

Kasus di atas tentunya membuat setiap jiwa akan marah dan muak melihatnya. Bagaimana tidak, banyak kasus serupa terjadi setiap harinya. Hal ini tidak lain akibat sistem sanksi saat ini juga tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Hukum dan UU yang ada nyatanya tidak mampu membuat pelaku takut melakukan tindakan keji.

Apalagi, saat ini terdapat syarat usia untuk menjatuhi hukuman kepada pelaku kriminal. Jika orang tersebut masih “di bawah umur”, maka mereka merasa “terlindungi”. Padahal mereka seharusnya sudah cukup umur dalam menilai perbuatan benar atau salah. Bahkan, sudah mengetahui konsekuensi atas perbuatan yang dilakukan.

Maraknya peristiwa-peristiwa kejam dan sadis ini tidak lain akibat dari penerapan sistem sekularisme dalam kehidupan. Sistem ini memisahkan peran agama dari kehidupan, membuat individu merasa bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan, tidak peduli apakah tindakannya benar atau salah dalam sudut pandang agama. 

Mereka merasa puas melampiaskan hawa nafsu, sekalipun itu adalah perbuatan yang keji dan sadis. Maka, wajar jika banyak lahir generasi-generasi rusak akibat arus sekularisasi ini.

Pendidikan pun tidak luput dari paham sekuler ini. Pendidikan yang seharusnya mampu membentuk karakter terpuji pada generasi, nyatanya hanya fokus pada aspek materi saja. Mata pelajaran agama hanya dipelajari pada aspek ibadah ritual saja. Wajar jika pelajaran agama tidak meninggalkan efek mendalam pada siswa, apalagi dijadikan sebagai fondasi dalam bertindak, karena yang jadi fokus sebatas belajar untuk memperoleh nilai.

Berbeda dengan sistem sekularisme, Islam memandang generasi sebagai pemain utama dalam pengukir peradaban. Lihat saja, bagaimana hebatnya para generasi Islam terdahulu. Banyak dari mereka yang menghasilkan karya-karya yang luar biasa, bahkan dapat kita rasakan manfaatnya hingga hari ini. Hal ini tidak lain karena Islam mendidik generasi berdasarkan akidah Islam dan dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk penerapannya.

Keluarga atau orang tua memiliki peran penting dalam mendidik anak. Mereka adalah tempat pendidikan utama bagi anak. Maka, wajib bagi mereka untuk mendidik anak-anaknya berdasarkan akidah Islam. 

Ketika mereka menanamkan akidah Islam sejak dini, anak akan mampu menilai perbuatannya berdasarkan Islam semata, karena mereka paham bahwa terdapat konsekuensi atas setiap perbuatannya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. 

Kemudian, penting juga untuk menciptakan masyarakat yang kondusif berdasarkan akidah Islam, yaitu masyarakat yang selalu melakukan aktivitas amar ma'ruf nahi munkar. Hal ini dilakukan untuk mencegah menjamurnya tindak kejahatan dan kemaksiatan di tengah-tengah masyarakat. 

Di samping peran orang tua dan masyarakat, penting juga bagi negara untuk terlibat di dalamnya. Negara memiliki peran strategis bagi terciptanya kondisi ideal bagi rakyat, karena hanya negara saja yang mampu menerapkan aturan bagi seluruh rakyatnya. Maka, dalam hal ini negara wajib menyelenggarakan sistem pendidikan berdasarkan akidah Islam. Penerapan kurikulum ini akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, yaitu generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Dengan demikian, akan terbentuk generasi gemilang yang bertakwa kepada Allah Swt.

Di samping itu, Islam juga memiliki mekanisme untuk mencegah kejahatan. Salah satunya dengan mengharamkan miras (khamr) yang merupakan induk kejahatan. Hal ini karena khamr dapat merusak akal, jiwa, raga, dan harta peminumnya dan telah terbukti sebagaimana kasus di atas. 

Islam akan menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi siapa pun yang melakukan pelanggaran. Dengan begitu, masyarakat tidak akan berani melakukan hal serupa, karena sistem sanksi Islam akan memberikan efek jera bagi siapa pun yang melakukan tindak kejahatan. 

Sungguh, hanya penerapan aturan Islam saja yang mampu memberikan solusi atas setiap permasalahan saat ini. Maka, inilah tugas kita bersama untuk terus berdakwah menyeru kembalinya penegakan aturan Islam dalam kehidupan.


Oleh: Aryndiah,
Akitivis Muslimah

Selasa, 26 Desember 2023

Bullying Kian Marak, Bukti Sistem Pendidikan Rusak?



Tinta Media - Kasus bullying seolah tidak pernah ada habisnya. Masyarakat selalu dikejutkan oleh peristiwa tersebut. Mirisnya, kasus bullying banyak terjadi di lingkungan sekolah, seperti yang dialami oleh siswa MAN 1 Medan. Ia menjadi korban bullying dan penyiksaan oleh teman satu sekolah dan kakak kelasnya yang sudah alumni. 

Diduga, korban di-bully dan disiksa karena menolak bergabung dalam geng motor yang berisikan pelajar MAN 1 Medan dan alumninya. Ia dipukul, disuruh makan sandal berlumpur, makan daun mangga, dan dipaksa meminum air yang telah diludahi oleh sekitar 20 orang. Tidak hanya itu, punggung telapak tangannya juga disudut oleh kunci motor yang telah dipanaskan dan dibentuk huruf PA. 

Kasus serupa juga dialami oleh 12 siswa kelas 10 di SMAN 26 Jakarta oleh 15 orang kakak kelasnya. Belasan siswa tersebut dianiaya secara brutal dan bergilir. Sebelum dianiaya, muka dan mata para korban ditutup oleh kain dan dipanggil satu persatu, lalu dipukuli. Beberapa korban ada yang mengalami lebam-lebam di tubuhnya. Kemaluannya terluka, dan ada juga yang tulang iganya patah. (tribunnews.com, 12-12-2023). 

Kasus bullying juga menimpa seorang siswa SD kelas 3. Ia di-bully oleh temannya di salah satu sekolah swasta di Sukabumi. Akibat pem-bully-an tersebut, korban mengalami patah tulang tangan dan harus menjalani operasi di rumah sakit. Diketahui bahwa kasus tersebut terjadi pada Februari 2023 di lingkungan sekolah. Hanya saja, baru terungkap akhir-akhir ini, akibat beritanya viral di media sosial. (Kompas.com, 9-12-2023) 

Dugaan bullying juga dialami oleh siswa kelas 6 SD di Bekasi. Ia di-bully hingga kakinya harus diamputasi dan yang lebih menyayat hati lagi, korban meninggal dunia ketika menjalani perawatan akibat sesak napas karena terdapat cairan di paru-parunya. 

Menanggapi kasus bullying ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) yang diwakili oleh Plt Asisten Deputi Bidang Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK), Atwirlany Ritonga mengatakan bahwa Kemen PPPA telah melakukan koordinasi dengan UPTD PPA Kabupaten Bekasi dalam hal pendampingan terhadap anak korban, memberikan penguatan psikologis kepada anak korban dan keluarga korban, melakukan dukungan psikososial dengan melakukan edukasi tentang dampak bullying kepada siswa dan siswi beserta para guru di beberapa sekolah. Ia juga memastikan berjalannya proses hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (detik.com, 9-12-2023). 

Berbagai Upaya Dilakukan Pemerintah 

Massifnya kasus bullying di sekolah membuat pemerintah tidak tinggal diam dalam menghadapi masalah ini, sebagaimana yang disampaikan oleh ketua DPR RI, Puan Maharani yang diterima oleh tim Parlementaria di Jakarta (19-09-2023). 

Puan mendorong pemerintah untuk mewujudkan sekolah ramah anak di Indonesia, yaitu dengan memberikan panduan yang tegas kepada sekolah dalam mengantisipasi, mengawasi, dan mengatasi tindak-tindak bullying. Caranya, dengan memberikan buku panduan tentang bagaimana cara mengurangi bullying di sekolah, mengadakan kegiatan dan program kerja sama, persahabatan, dan pemahaman antar siswa. 

Pemerintah harus memberikan edukasi kepada para guru dan staf di sekolah tentang pelatihan keterampilan komunikasi, kampanye antiperundungan, seminar tentang keberagaman, serta pedoman yang jelas ketika terjadi kasus bullying yang parah. 

Pihak sekolah juga harus mengintegrasikan pendidikan antibullying ke dalam kurikulum dan harus memiliki kebijakan zero toleransi terhadap aksi bullying. Hal ini perlu diimplementasikan agar semua pihak , baik siswa, guru, staf sekolah, maupun orang tua memahami bahwa tidak ada toleransi bagi tindakan bullying. 

Akibat Penerapan Sistem Sekuler Liberal 

Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mengatasi kasus bullying di sekolah. Namun, sangat disayangkan bahwa apa yang diharapkan nyatanya tidak membuahkan hasil. Semakin hari, kasus bullying kian massif. Hal ini membuktikan bahwa solusi yang diberikan pemerintah tidak mampu menyentuh akar permasalahan bullying. 

Di lain sisi, ini juga menunjukkan bagaimana rusaknya sistem pendidikan saat ini. Sekolah yang seharusnya mampu membentuk etika dan nilai-nilai moral pada siswa, nyatanya malah mencetak generasi amoral. 

Sejatinya, kasus bullying lahir dari penerapan sistem sekuler liberal di dalam kehidupan saat ini. Sistem ini memisahkan peran agama dari kehidupan, melahirkan individu-individu berpikiran liberal dan permisif. Mereka tidak mau diatur dengan aturan agama, bahkan lebih menyukai kehidupan yang bebas semau mereka. 

Cara pandang seperti ini menyebabkan pelaku bullying tidak memiliki standar yang benar atas tindakannya, sehingga output-nya adalah perbuatan tercela dan sadis. Bahkan, perbuatan tersebut dianggap sebagai suatu pencapaian yang luar biasa dan mereka bangga akan hal tersebut. 

Ketika cara pandang kehidupan sekuler liberal telah menancap kuat di dalam kehidupan, maka suatu hal yang pasti bahwa sistem pendidikan hari ini juga berdasar pada aspek tersebut, yaitu pendidikan yang hanya fokus pada aspek akademik, tetapi abai pada aspek agama. Padahal, dapat dipahami bahwa agama adalah kunci yang mampu mengendalikan diri kita. Jika demikian yang terjadi, maka wajar saja jika kasus bullying tumbuh subur di lingkungan sekolah. 

Akibat penerapan sekuler liberal ini juga, peran keluarga dan masyarakat pun seolah hilang begitu saja. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat pendidikan pertama bagi anak, sering kali menjadi lalai dalam menjalankan peran tersebut. 

Ditambah lagi, kondisi lingkungan yang rusak juga menjadi pemicu bagi anak untuk melakukan tindak bullying akibat tidak adanya aktivitas amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat. 

Belum lagi peran media, banyak informasi sampah dan tidak bermanfaat tersebar luas di media sosial. Setiap orang dapat mengakses informasi apa pun yang mereka inginkan tanpa ada batas usia. Mirisnya, banyak dari mereka yang mempelajari hal-hal tercela dari sana. 

Lagi-lagi ini membuktikan ketidakmampuan negara dalam menyediakan informasi bermanfaat bagi rakyat. Negara gagal dalam memfilter setiap informasi yang ada di media sosial. Jika hal ini terus terjadi, maka ke depannya akan semakin banyak generasi yang buruk dalam berperilaku. 

Islam Solusi Hakiki Atasi Bullying 

Islam berbeda dengan sistem sekuler liberal. Islam memandang bahwa generasi memiliki pengaruh yang besar dalam kemajuan sebuah peradaban, sehingga dalam memberantas bullying, dibutuhkan keterlibatan semua pihak. 

Orang tua memiliki kewajiban dalam mendidik dan mengawasi anak. Orang tua harus membimbing anak berdasarkan pada akidah Islam. Mereka harus mampu memberi gambaran tentang bagaimana cara memandang kehidupan berdasarkan akidah Islam. 

Ketika cara pandang tentang kehidupan sudah benar, maka itu akan mengantarkan pada keimanan hakiki, yaitu keimanan kepada Allah Swt. semata. Dengan begitu, Anak akan berhati-hati dalam bertindak, karena sadar bahwa kehidupan dunia hanya sementara dan setiap perbuatan yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawaban kelak. 

Di samping itu, penting juga untuk mewujudkan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat. Aktivitas ini sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya tindakan brutal dan kejahatan pada generasi. Masyarakat akan berlomba-lomba dalam hal kebaikan dan tidak memberikan fasilitas sedikit pun pada aktivitas kemungkaran. 

Dalam mewujudkan kondisi yang aman bagi semua rakyat, tidak cukup hanya melibatkan peran individu, keluarga, dan masyarakat. Namun, dibutuhkan juga peran negara di dalamnya. Negara memiliki andil besar dalam mengurusi rakyat. Negara wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi warga negara dari berbagai aktivitas yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam kemaksiatan, termasuk bullying. 

Negara (Islam) wajib menerapkan sistem pendidikan yang berdasarkan pada akidah Islam. Islam akan mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam, yaitu terbentuknya pola pikir Islam dan pola sikap Islam, sehingga mereka akan terhindar dari perilaku kasar, zalim, dan aktivitas maksiat lainnya. Basis pendidikan seperti inilah yang akan melahirkan pribadi-pribadi cerdas yang siap membangun peradaban. 

Negara juga wajib menyediakan sistem informasi yang aman bagi rakyat. Negara harus memfilter setiap informasi yang tersebar di media sosial. Dengan begitu, informasi yang diterima hanya informasi yang bermanfaat, mengedukasi, dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. 

Inilah solusi hakiki yang ditawarkan Islam dalam memberantas tindak bullying. Karena itu, dibutuhkan sinergi bersama, baik individu, keluarga, masyarakat, dan negara dalam memberantasnya. Jelas pula bahwa negaralah yang memiliki kendali penuh atas penerapan suatu aturan di wilayahnya. Jika, negara tidak menerapkan aturan Islam secara sempurna, maka solusi tersebut tidak dapat berjalan pula. 

Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: 

“Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).

Oleh: Aryndiah
Sahabat Tinta Media 

Senin, 08 Mei 2023

Sistem Politik Demokrasi Melahirkan Individu Bermoral Rusak

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center menegaskan bahwa lsistem politik demokrasi yang diterapkan menjadi bukti rusaknya moral individu negeri ini. 

"Sistem politik demokrasi ini menjadi bukti rusaknya moral individu negeri ini," tuturnya dalam program Serba-Serbi MMC: Korupsi Lagi! Sistem Kapitalisme Melahirkan Individu Bermoral Rusak, Jumat (5/5/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center. 

Menurutnya, standar kebahagiaan dalam pandangan masyarakat kapitalis adalah materi. "Sehingga mengejar harta sebanyak-banyaknya meski melalui jalan yang haram adalah hal yang mutlak dalam sistem bobrok ini," ujarnya.

Ia menilai, penerapan sistem politik demokrasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tidak hanya biaya penyelenggaraannya tetapi juga biaya kampanye para calon pejabat. Dana kampanye untuk memenangkan kursi kekuasaan tentu berasal dari kantong pribadi dan paling banyak berasal dari sponsor yang tidak lain adalah para pemilik modal atau korporat. 

“Alhasil ketika mereka telah menang dan berkuasa, berlaku hukum balik modal dan persiapan modal untuk kampanye selanjutnya. Disinilah jalan korupsi menjadi pilihan termudah. Ditambah lagi regulasi yang dibuat oleh akal mereka sendiri menjadikan celah korupsi lebih mudah diadakan,” ungkapnya.

Narator mengatakan, badan khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan dan menuntaskan kasus-kasus korupsi belum mampu mencegah dan menghentikan kasus korupsi yang ada. 

"Undang-undang yang berlaku berikut sangsi bagi pelaku korupsi pun nampak belum memberi efek jerat terhadap pelaku apalagi mencegah pihak lain melakukan perbuatan yang sama. Korupsi seolah sudah menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan di negeri ini," ujarnya. 

Solusi

Narator menjelaskan bahwa hanya Islam yang dapat memberikan solusi secara sistematis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi. Islam memiliki sejumlah langkah dalam memberantas bahkan mencegah korupsi antara lain:

Pertama, penerapan ideologi Islam. Penerapan ideologi Islam meniscahyakan penerapan syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam hal kepemimpinan. “Karena itu dalam Islam pemimpin negara atau khalifah diangkat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah,” tuturnya. 

Kedua, pemilihan penguasa dan para pejabat yang bertakwa dan zuhud. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, khilafah menetapkan syarat taqwa sebagai ketentuan selain syarat profesionalitas. Ketakwaan menjadi kontrol awal sebagai penangkal berbuat maksiat dan tercela. Ketakwaan akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. 

“Para penguasa dalam sistem Islam paham betul bahwa menjadi pemimpin pejabat atau pegawai negara hanyalah sarana untuk mewujudkan izzul Islam wal Muslimin, bukan demi kepentingan materi atau memperkaya diri dan kelompoknya,” imbuhnya. 

Ketiga, pelaksanaan politik secara syar'i. Dalam Islam politik itu intinya adalah ri’ayah syar'iyyah, yakni bagaimana mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntutan syariah Islam, bukan politik yang tunduk pada kepentingan oligarki pemilik modal atau elit rakus.

Keempat, penerapan sanksi tegas yang berefek jera. Dalam Islam sanksi tegas diberlakukan demi memberikan efek jera dan juga pencegah kasus serupa muncul berulang. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. 

“Dalam Islam keimanan dan ketakwaan penguasa dan para pejabat tentu penting. Namun sistem yang menjaga mereka agar tidak melenceng itu jauh lebih penting. Sistem itu adalah khilafah Islamiyah yang berasaskan aqidah Islam dan menjadikan syariah Islam sebagai satu-satunya aturan yang diterapkan,” pungkasnya.[] Prama AW

Kamis, 23 Februari 2023

Bukan Prioritas, Jembatan Rusak Tak Kunjung Diperbaiki

Tinta Media - Jembatan penghubung Dayeuhkolot dan Baleendah retak pada salah satu bagiannya. Jembatan tersebut belum juga mendapat perbaikan. Di area yang mengalami keretakan telah dipasang bailey atau jembatan sementara pada tahun 2022 silam. Namun, kondisinya semakin menghawatirkan, karena jembatan semetara hanya bisa dilewati maksimal dengan berat 5 ton, sehingga kendaraan berat dialihkan ke jembatan sebelahnya.

Jembatan adalah fasilitas umum untuk kepentingan masyarakat. Seharusnya pemerintah cepat tanggap demi keselamatan rakyat. Akan tetapi, fasilitas umum masyarakat yang satu ini ternyata kurang diperhatikan dan tidak menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Penguasa justru lebih memprioritaskan pembangunan jalan tol yang sejatinya untuk kepentingan para pemilik modal besar/pengusaha. Ini karena tidak banyak masyarakat menengah ke bawah yang menggunakan fasilitas jalan tol, itu pun dengan tarif yang mahal. 

Hal ini disebabkan karena sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini menyerahkan seluruh urusan rakyat kepada swasta, terutama asing. 

Kepedulian penguasa hanya sebatas retorika saja. Pembangunan ala kapitalis bukan untuk kemaslahatan rakyat, tetapi untuk kepentingan para pengusaha besar. Pembangunan infrastruktur yang dimodali dengan utang luar negri (Investa asing) dari para pengusaha besar, menjadikan para pemilik modal bisa mengendalikan kebijakan penguasa. 

Inilah alat bagi negara besar untuk menjajah negeri yang subur dan kaya SDA inu. Jadi, pembangunan jembatan akan kurang terperhatikan karena tidak menguntungkan bagi para pemilik modal. Karena pembangunan infrastruktur ala kafitalisme berdasarkan pada kepentingan pengusaha besar, bukan untuk kemaslahatan umat.

Untuk itu, jalan keluar dari permasalahan ini hanya dengan mengganti sistem, dari sistem kapitalis yang bathil ke sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta, Allah Swt. dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah oleh negara, yaitu khilafah. 

Negara dalam sistem Islam menjadikan penguasa sebagai penanggung jawab, pelayan, pengurus dan penjaga umat. Untuk itu penguasa akan cepat tanggap dalam perbaikan infrastruktur, seperti jembatan, sekolah, dan fasilitas umum lainnya untuk kepentingan publik, demi keselamatan dan kepentingan rakyat.

Pembangunannya akan merata di segala bidang. Khilafah akan mampu membangun infrastruktur yang bermafaat bagi rakyat tanpa campur tangan asing melalui investasi. Sistem ekonomi Islam akan kuat dengan SDA yang melimpah, yang dikelola oleh negara berupa kepemilikan umum, ditambah dengan pemasukan lain dari zakat, fa'i, kharaz. Semua itu untuk kemaslahatan umat. 

Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang berbasis ribawi dan pasar saham yang berdampak buruk bagi kemaslahatan umat. Karena itu, penerapan sistem ekonomi Islam berdasarkan syari'at Islam akan membawa kesejahteraan dan keberkahan bagi manusia dan alam semesta.

Wallahu alam bishawab. 

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Minggu, 25 September 2022

Rusaknya Polisi dalam Sistem Kapitalis Demokrasi, Hanya Islam yang Bisa Memperbaiki

Tinta Media - Miris, saat kasus Ferdi Sambo terungkap, banyak fakta yang direkayasa. Skenario dibuat untuk menutupi fakta sebenarnya. Barang bukti dirusak dan dihilangkan, kemudian dibuat cerita yang membingungkan. Harusnya polisi mengungkap fakta agar bisa menangkap pelaku kejahatan yang sebenarnya, bukan malah menutupi fakta, bahkan menjadi pelaku kejahatan itu sendiri. 

Meskipun kita punya polisi, tetapi seperti tidak ada. Ini karena mereka sibuk dengan urusannya untuk memperkaya diri dan melanggengkan jabatan dan kekuasaan dalam mafia kejahatan. Polisi tidak berfungsi sebagai pihak yang dibutuhkan masyarakat untuk memberikan rasa aman dan nyaman karena tidak menjalankan fungsinya sebagai pengayom masyarakat, malah menjadi pelindung kejahatan, membuat rakyat merasa terancam. 

Sungguh miris, menyaksikan polisi terlibat bisnis haram; judi, narkoba, dan kejahatan lainnya, sehingga banyak orang apatis bahwa polisi akan kembali pada fungsinya.

Masihkah kita berharap pada polisi untuk mengungkap banyak kejahatan yang selama ini menjadi cerita drama Korea, yang burubah-ubah kisahnya? Banyak kasus yang masih dalam misteri. Seolah tidak ada itikad baik untuk memperbaiki penanganannya karena sudah terlanjur dalam skenario. Polisi semakin tidak berdaya dan kehilangan fungsinya sebagai pelindung masyarakat.

Terlalu lama hidup dalam sistem kapitalis membuat polisi berpikir oportunis, bergerak hanya mengikuti sesuatu yang menguntungkan. Saat tidak memberikan nilai manfaat, polisi memilih diam. Bila perlu, menjadi pelindung kejahatan jika itu bisa memberikan keuntungan. Gaya hidup hedonis mendorong polisi menyimpang dari tugasnya untuk melindungi masyarakat dari tindak kejahatan.

Gaya hidup hedonis tumbuh subur dalam sistem kapitalis karena mereka melihat kesuksesan dari sisi materi. Mereka berlomba-lomba untuk miliki kekayaan dan kemewahan. Mobil mewah, rumah megah dan pansos barang-barang branded yang tidak mungkin bisa dipenuhi dengan mengandalkan gaji, sehingga cara-cara yang haram pun dilakukan untuk memenuhi semua keinginan gaya hidup hedonis.

Jika ingin perbaikan di negeri ini, harus ada perubahan mendasar dengan mencampakkan kapitalisme dan kembali kepada sistem Islam yang akan menerapkan syariat Allah secara kaffah dalam kehidupan. Tidak hanya polisi, tetapi semua pejabat dan pemimpin akan amanah dengan tugasnya untuk mengurusi masyarakat dalam rangka mencari rida Allah. 

Kesadaran hubungan mereka dengan Tuhannya, tidak hanya di tempat ibadah, sehingga saat bertugas, mereka akan merasa diawasi oleh Tuhan Yang Maha Melihat apa yang mereka tampakkan, maupun sembunyikan. Kesadaran untuk berislam tidak bisa dilepaskan dari kehidupan, termasuk saat di tempat kerja dan menjalankan tugas. Korupsi akan mudah diberantas karena mereka sadar bahwa itu akan membawa keburukan, tidak hanya bagi dirinya, keluarga, tapi juga rakyat.

Sistem Islam sangat tegas dan keras terhadap pelaku kejahatan, sehingga kejahatan akan terkikis habis, dan benih kebaikan akan tumbuh dengan suburnya. Ini juga akan mendorong polisi untuk menjalankan tugasnya secara benar dalam mengungkap kejahatan, bukan membuat skenario untuk menutupi kejahatan. 

Tugas polisi akan lebih ringan, karena semua mendukung tegaknya keadilan karena hukum Islam bisa memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. Sementara, benih-benih kebaikan akan mudah tumbuh dalam kehidupan islami dengan penduduk yang beriman dan bertakwa. Sebaliknya, dalam sistem kapitalis banyak tekanan dari berbagai pihak untuk menyimpang dari tugasnya yang benar. Gelombang kejahatan begitu besar sehingga membuat polisi tidak berdaya. 

Penerapan Islam secara kaffah adalah solusi semua masalah dengan membangun kehidupan Islami. Hanya dalam sistem Islam semua akan terdorong untuk menjalankan tugasnya untuk mencari rida Allah. Islam tidak hanya di tempat ibadah, tetapi di semua aspek kehidupan. Polisi juga akan menjalankan tugas karena Allah, bukan untuk pencitraan, karena mereka sadar setiap jabatan adalah amanah yang pada waktunya akan dimintai pertanggungjawaban. 

Jadi, hanya satu solusi yang tepat untuk memperbaiki kondisi polisi yang terpuruk saat ini, yaitu dengan diterapkan Islam secara kaffah dalam sistem pemerintahan khilafah. Sungguh, kita merindukan polisi yang memberi rasa aman dan nyaman pada masyarakat.

Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab