Tinta Media: Rusak Lingkungan
Tampilkan postingan dengan label Rusak Lingkungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rusak Lingkungan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Oktober 2023

Jor-joran Eksploitasi Nikel, Rusak Lingkungan agar Dunia Terhijaukan?

Tinta Media - Krisis ekologi akibat eksploitasi tambang ternyata belum mampu mengetuk hati penguasa negeri ini. Rakyat masih harus menelan pil pahit rusaknya lingkungan akibat aktivitas tambang. Atas nama investasi, perusahaan swasta, bahkan asing diundang hingga mereka datang berbondong-bondong. 

Penolakan masyarakat akan aktivitas tambang seolah tak digubris. Masyarakat harus melakukan aksi demonstrasi berulang kali demi membuka sedikit mata dan hati para pengambil kebijakan. Rasanya, ada dan tiadanya para ‘wakil rakyat’ tak ada beda.
Front Selamatkan Kampung Sagea (SEKA) di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara menuntut penghentian aktivitas penambangan di daerah aliran sungai (DAS) yang terhubung dengan sungai Sagea. 

Dampak eksploitasi tambang nikel dan karst (batu gamping) terhadap pencemaran sungai Sagea kali ini bisa dibilang fatal. Tingkat kekeruhan warna sungai Sagea kian pekat. Sedimentasi pada aliran sungai berupa lumpur juga semakin kental. Padahal, aksi penolakan aktivitas tambang oleh warga sudah sering dilakukan.

Penghentian Tambang Sementara

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara memutuskan untuk menghentikan sementara aktivitas lima perusahaan tambang. Tiga di antara perusahaan tersebut berlokasi di bagian hulu DAS, yaitu PT. Weda Bay Nikel, PT. Halmahera Sukses Mineral, dan PT. Tekindo Energi. Sementara, PT. Karunia Sagea Mineral, dan PT. Fris Pasific Mining berlokasi di wilayah Sagea seharunya belum beroperasi karena terus mendapat penolakan dari masyarakat. Kelima perusahaan tersebut diduga menjadi penyebab tercemarnya sungai Sagea.

Padahal, sungai Sagea merupakan sungai terpanjang, dan sumber air bersih bagi warga Sagea. Kini, warga Desa Sagea tak bisa lagi mengonsumsi air sungai Sagea, baik untuk minum ataupun kebutuhan sehari-hari. Demikian halnya Gua Boki Maruru, surganya Maluku Utara. Air kawasan wisata karst yang dulunya jernih, kini tercemar.

Masyarakat berharap, aktivitas penambangan bisa dihentikan selamanya demi mencegah dampak negatif lebih luas. Nyatanya, perusahaan tambang di Desa Sagea yang kaya akan nikel dan karst justru bertambah.
Sangat disayangkan, hasil investigasi sementara justru menyatakan pencemaran sungai Sagea, dan Gua Boki Maruru bukan karena aktivitas tambang.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara, Fachruddin Tukuboya mengungkapkan, perubahan warna air diakibatkan karena terjadinya longsor. Kondisi hujan yang terjadi terus menerus membawa hasil sedimen ke perairan terdekat (tandaseru.com, 6/9/2023).

Lalu, jika hasil investigasi sementara menyatakan demikian, akankah aktivitas tambang kembali dilanjutkan?

Bantahan Hasil Investigasi

Masyarakat Speleologi Indonesia (MSI) membantah hasil investigasi DLH Maluku Utara. MSI mengatakan, potensi longsor di Gua Boki Maruru sangat rendah, kecuali jika terjadi gempa bumi atau faktor lainnya.
Ketua Bidang Konservasi, Kampanye dan Advokasi di MSI, Mirza Ahmad Heviko mengungkapkan, selama beberapa bulan terakhir tidak terjadi gempa bumi besar di Halmahera. Menurutnya, pembukaan lahan tambang mengganggu stabilitas lapisan tanah hingga air hujan membawa hasil sedimentasi ke aliran sungai (halmaherapost.com, 7/9/2023).

Pencemaran air sungai yang kian fatal, tentu tidak terjadi secara instan. Maksudnya, ada tahapan mulai dari pencemaran ringan, sedang, hingga parah. Pernyataan bahwa pencemaran sungai Sagea tidak terkait aktivitas tambang, sangat sulit diterima akal. Hal ini karena aktivitas tambang selalu diawali dengan pembukaan lahan dengan membabat hutan, pembangunan infrastruktur, pengeboran, penggalian, hingga pembuangan limbah. Selain kelima perusahaan, ada PT. Harum Sukses Mining di bagian timur DAS yang sementara membuka jalan.

Tanpa adanya aktivitas penambangan, krisis ekologi, baik di wilayah Halteng khususnya, dan Indonesia umumnya tidak akan terjadi. Seperti diketahui, perusahaan yang datang di Desa Sagea tidak hanya mengincar nikel, tetapi juga karst. Padahal, kawasan karst merupakan tempat cadangan air untuk waktu jangka panjang. Proses karstifikasi/ pelarutan batuan pada kawasan karst bisa memberikan manfaat untuk penyerapan karbon. Artinya, kawasan karst seharusnya dipertahankan demi mengatasi perubahan iklim.

Namun, jika pemerintah kukuh mempertahankan perusahaan tambang, maka dampak ekologi bisa sangat berbahaya. Kondisi saat ini saja sudah cukup parah. Perusahaan Indonesia Weda Bay Industiral Park (IWIP) di Desa Lelilef Sawai, Halteng diterjang banjir bandang. Tinggi air sampai lutut orang dewasa. Banjir yang menggenangi jalan ruas utama Kota Weda, Ibu kota Halteng dan kawasan IWIP tersebut menelan satu korban nyawa. Korban merupakan karyawan IWIP, dan ditemukan tewas di belakang gudang ore smelter H, Kamis (14/9/2023).

Di sisi lain, membiarkan aktivitas tambang di Desa Sagea yang mengakibatkan kerusakan Gua Boki Maruru, bertentangan dengan regulasi lainnya. Sebelumnya, pemerintah Halteng mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 35 tahun 2021 tentang Pengembangan Geopark Halmahera Tengah, dan Keputusan Bupati Nomor 556/KEP/382/2021 tentang Penetapan Geosite Boki Maruru dan Sekitarnya sebagai Prioritas Pengembangan Geopark Halmahera Tengah. Kebijakan yang saling bertentangan akan meruntuhkan kepercayaan publik kepada pemerintah.

Hijaukan Dunia?

Sebelumnya, nikel lebih banyak diproduksi untuk stainlees steel. Saat ini, nikel menjadi primadona dunia sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Alasan utama negara-negara maju menggunakan kendaraan listrik, karena kendaraan tersebut tidak mengeluarkan asap beracun sehingga efektif mengurangi emisi karbon. Negara-negara maju mengeruk dan membawa nikel demi menghijaukan negeri mereka. Di saat bersamaan, mereka acuh akan kerusakan lingkungan di negara berkembang akibat eksploitasi tambang yang jor-joran.

Di satu sisi, pemerintah kampanyekan kendaraan listrik bebas polusi. Sisi lain, membiarkan krisis ekologi kian menjadi-jadi. Kampanye kendaraan listrik seolah melupakan kenyataan 60% pasokan listrik Indonesia masih tergantung batu bara. 

Pembakaran batu bara juga memproduksi emisi karbon. Tampaklah, regulasi yang ruwet ini bukan demi mengatasi krisis iklim, bukan pula demi menghijaukan dunia, tetapi sebaliknya, demi mengikuti tren dan permintaan pasar dunia.

Segala keruwetan berawal dari ideologi sekuler kapitalis yang mengizinkan pengelolaan tambang diserahkan kepada swasta dan asing. Pastinya, perusahaan meminta hasil dari pengelolaan, serta mengejar sebesar-besar keuntungan. Mereka hanya fokus memikirkan hasil produksi hingga abai masalah ekologi. Ekspoitasi tambang mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara hingga Papua tak hanya meninggalkan jejak rusaknya ekologi, tapi juga konflik sosial. 

Anehnya, dipertahankan sampai sekarang.
Pemerintah justru mencanangkan program hilirisasi (2010). Program kebanggaan Presiden Jokowi ini melarang ekspor bahan mentah/baku. Ekspor dilakukan setelah barang hasil tambang diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi demi meningkatkan nilai tambah. Mirisnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru mengendus ekspor bijih nikel ilegal 5,3 juta ton ke Cina sejak Januari 2020 hingga Juni 2022. Ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri pun mengkritik program hilirisasi hanya menguntungkan Cina.

Kerakusan para kapitalis tak berujung. Mirisnya lagi, pemerintah melindungi eksploitasi tambang dengan status Program Strategis Nasional.

Rasanya, begitu sulit mengharapkan penguasa negeri ini berempati kepada sesama manusia dan alam. Hasil pemilu ala demokrasi hanya menghasilkan sosok pemimpin yang egois dan rakus. Kondisi ini kontras dengan Islam yang memandang alam semesta, manusia, dan kehidupan sebagai aspek yang harus diatur dengan ketentuan Pencipta, Allah Swt. hingga umat manusia dijauhkan dari bencana. Wallahu’alam bish shawab.

Oleh: Ikhtiyatoh, S.Sos.
(Penulis, Pemerhati Sosial dan Politik)

Sabtu, 11 Februari 2023

Lingkungan Rusak Parah, MMC: Buah Pengelolaan Tambang ala Kapitalis


Tinta Media - Limbah Tailing yang merupakan sisa dari proses pengolahan hasil tambang PT Freeport Indonesia dan telah merusak sungai-sungai di kawasan Mimika, menurut Muslimah Media Center (MMC), akibat dari pengelolaan sumber daya alam ala kapitalisme. 

"Kasus ini menunjukkan bahwa pengelolaan Sumber Daya Alam ala sistem kapitalis terbukti memberikan dampak buruk terhadap lingkungan," tutur narator Muslimah Media Center (MMC) dalam Serba-serbi MMC: Lingkungan Rusak Parah, Buah Pengelolaan Tambang ala Kapitalis? Rabu, (8/2/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Keserakahan, menurutnya, telah melalaikan penjagaan terhadap lingkungan yang sangat penting untuk umat manusia, bahkan membahayakan kehidupan manusia.

"Perusahaan seharusnya mengolah limbah yang dihasilkan hingga layak dibuang di saluran pembuangan limbah namun hal tersebut nampaknya mustahil selama perusahaan berada di bawah pengaturan sistem kapitalisme," paparnya.

Ia menyebutkan, sistem kapitalisme telah menjadikan perusahaan hanya berfokus pada peraihan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Sehingga perusahaan akan berusaha terbebas atau lari dari tanggung jawab mengelola limbah meski harus melanggar aturan, mereka tidak ingin dibebani dengan permasalahan hidup dan kesehatan masyarakat sekitar yang terdampak limbah perusahaan. "Ditambah lagi konsep liberalisasi SDA dalam sistem ekonomi kapitalis telah membuka kesempatan yang lebar bagi pengusaha/ korporasi/swasta lokal maupun asing untuk mengelolanya," bebernya.

Ia menegaskan, hal ini menjadikan sebagian besar SDA negeri ini dikuasai oleh korporasi yang berarti kehidupan masyarakat akan semakin terancam dengan limbah berbahaya yang dihasilkan perusahaan. "Hal ini diperparah dengan kebijakan negara dalam sistem demokrasi kapitalisme yang sangat kental dengan kepentingan korporasi, ini adalah indikasi kebijakan yang penuh kepentingan bisnis negara menjaga korporasi agar tetap aman beroperasi di tengah teriakan warga yang hidupnya semakin sengsara," imbuhnya.

Kondisi ini berbeda 180 derajat dengan sistem Islam, industri pengelola sumber daya alam dalam Islam didirikan semata untuk kemaslahatan umat manusia, keberadaan perusahaan penambangan misalnya semata untuk kemaslahatan manusia karena itu penguasa wajib menghindarkan rakyatnya dari mudharat termasuk limbah berbahaya yang dihasilkan oleh perusahaan. Islam memiliki aturan tertentu dalam pengelolaan sumber daya alam. "Pihak swasta atau asing tidak akan mendapatkan kesempatan untuk mengeruk sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum seluruh rakyat," jelasnya.

Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah Saw "Kaum muslim bersekutu (dalam kepemilikan) atas tiga hal: yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. al-Bukhari)

Air, padang rumput, dan api yang dimaksud Hadits tersebut meliputi sarana-sarana umum, harta yang keadaan asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk dimiliki secara pribadi dan barang tambang atau sumber daya alam yang yang jumlahnya tidak terbatas, emas masuk dalam kategori barang tambang yang diprediksi oleh para ahli pertambangan mempunyai jumlah yang sangat berlimpah."Tambang emas yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia merupakan tambang terbesar di dunia dengan nilai cadangan mencapai 42 miliar US Dollar," bebernya.

Pengelolaan sumber daya alam termasuk mineral oleh negara Islam wajib berjalan pada prinsip kemaslahatan umat, sehingga lingkungan akan tetap terjaga, sebab keberadaan lingkungan yang baik akan berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan manusia, karena fungsi penguasa adalah pelindung umat dari segala macam bahaya dan pengurus umat dari segala macam kebutuhannya. "Maka Islam sangat memperhatikan keselamatan manusia dan memperhatikan kesejahteraannya. Demikian juga Islam sangat memperhatikan lingkungan tempat masyarakat tinggal, syariat Islam juga telah melarang masyarakat untuk merusak lingkungan termasuk industri yang menghasilkan limbah berbahaya bagi kehidupan," jelasnya.

Allah SWT berfirman "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut tidak akan diterima dan harapan akan dikabulkan, sesungguhnya Rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik." TQS al-A'raf ayat 56 

Berdasarkan semua ini, ia menegaskan, sistem demokrasi kapitalisme hanya akan menghadirkan mudharat bagi negeri dan umat. "Sementara khilafah akan hadir menghentikan segala kerusakan di muka bumi ini sehingga manusia kembali hidup dalam keberlimpahan rahmat Allah," pungkasnya.[] Sri Wahyuni
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab