Tinta Media: Rumus
Tampilkan postingan dengan label Rumus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rumus. Tampilkan semua postingan

Jumat, 16 Februari 2024

Dalam Jejak Pustaka Ada Rumus Kebangkitan Umat


Tinta Media - Keberadaan suatu peradaban di masa lalu bisa diketahui melalui jejak sejarah yang ditinggalkannya. Setidaknya ada tiga jejak bukti keberadaan suatu peradaban di masa lalu, yakni pusara (makam, kuburan), pusaka (benda-benda peninggalan), dan pustaka (buku, tulisan). Dari ketiga jejak ini, pustaka memiliki nilai ganda bagi peradaban di masa depan, yakni sebagai kenangan sekaligus pelajaran berharga untuk mengulang kebangkitannya kembali. Sedangkan pusara dan pusaka, keduanya adalah kenangan dan selamanya hanya akan menjadi kenangan.

Keberadaan pusara (makam, kuburan), cukup hanya untuk membuktikan adanya para pelaku sejarah sebuah peradaban. Keberadaan benda-benda pusaka juga hanya cukup sebagai bukti karya-karya fisik dan kepemilikan para pelaku sejarah. Sementara itu, keberadaan pustaka bisa memberikan gambaran pemikiran, pola sikap, serta bentuk interaksi sosial dan politik para pelaku sejarah. 

Di titik inilah, pustaka mengandung nilai rumus kebangkitan peradaban. Sebab, fakta kebangkitan, termasuk juga kemundurannya, sangat bergantung pada pemikiran, kemudian memengaruhi pola sikap individu, serta pada akhirnya membentuk tatanan aturan interaksi sosial dan politik. 

Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menyebut dan mengurai fakta kebangkitan ini dalam kitab an-Nizham al-Islam.
Dalam konteks peradaban Islam, banyak jejak kenangan pusara orang-orang hebat; makam para pemimpin, para ulama, para kesatria dan pahlawan jihad. Banyak pula jejak pusaka yang menggambarkan keadaan mereka secara sains dan teknologi; ada Masjid, istana, benteng, gedung-gedung, mesin teknologi, dan lain sebagainya. Masih banyak lagi jejak pustaka yang ditinggalkan melalui tangan-tangan pena para ulama.

Para ulama telah mengabadikan produk pemikiran yang dimiliki oleh umat di masa kejayaannya. Para ulama juga telah mengabadikan tentang bagaimana sikap dan sistem yang melingkupi kehidupan umat di masa kejayaannya. Semua itu tersimpan rapi dalam lembaran-lembaran tulisan kitab para ulama sebagai jejak pustaka yang sangat berharga bagi umat di masa depan.

Kenyataan sejarah memastikan bahwa umat Islam pernah memimpin peradaban dunia. Di masa itu, berbagai kebangkitan dan kemajuan terjadi di segala bidang kehidupan. Umat Islam benar-benar menjadi umat terbaik, umat nomor satu. Keadaannya persis dengan predikat yang diberikan Allah, yakni khairu ummah (umat terbaik) (QS Ali Imran [3]: 110). 

Sementara, kenyataan umat hari ini sangat jauh berbeda. Sebab, kini umat justru tertinggal dan terbelakang, bukan lagi umat terbaik. Dari sini bisa dipahami bahwa pasti ada suatu sebab perbedaan yang mengakibatkan perbedaan keadaan terjadi. Artinya, pasti ada sesuatu yang dimiliki oleh umat di masa lalu yang tidak dimiliki oleh umat sekarang sehingga kondisinya berbeda. Juga, pasti ada sesuatu yang dilakukan oleh umat di masa lalu yang itu tidak dilakukan oleh umat sekarang sehingga nasibnya berbeda. 

Lalu apa? Apa yang mereka miliki dan lakukan yang tidak ada pada umat sekarang?
Jawaban atas pertanyaan di atas terekam jelas dalam jejak pustaka umat. Bahwa umat Islam memiliki pemikiran yang satu, yakni pemikiran Islam yang murni tanpa noda dari pemikiran lain, mulai dari akidah hingga berbagai pemikiran cabang yang lahir darinya. 

Umat juga diatur dengan peraturan yang satu, yakni peraturan Islam tanpa bercampur dengan peraturan lain di luar Islam. Ringkasnya, umat Islam dahulu mereka memiliki pemikiran dan peraturan yang satu, yakni pemikiran dan peraturan Islam. Mereka akan bangkit dan meraih puncak kejayaannya selama dua hal ini masih melekat dalam diri dan interaksi umat.

Dua hal di atas (pemikiran dan peraturan) itulah yang hari ini tidak ada pada umat. Umat tidak lagi memiliki pemikiran Islam yang satu, setelah bercampur dengan pemikiran-pemikiran lain yang lahir dari akidah kufur, seperti sekularisme dan materialisme. 

Umat juga tidak lagi terikat oleh peraturan Islam yang satu, setelah mengambil dan menerapkan peraturan buatan manusia yang beragam mengikuti kepentingan hawa nafsunya. sehingga, sangat rasional bila umat hari ini tidak bangkit. Sebab, mereka membuang sebab-sebab kebangkitan dari diri mereka. Mereka meninggalkan pemikiran Islam yang satu sekaligus membuang sistem peraturan Islam yang satu.

Karena itu, bila ingin kembali bangkit, mengulang kejayaan sebagai umat terbaik, tiada jalan lain kecuali harus menghadirkan kembali sebab-sebab kebangkitan itu. Umat harus menghadirkan pemikiran Islam yang satu, lalu menerapkan sistem aturan Islam yang satu. Keduanya sempurna terwujud dalam sistem politik Islam, melalui tegaknya al-Khilafah. Maka, inilah saatnya untuk bangkit dengan mengambil pelajaran dari jejak pustaka umat masa lalu. It is time to be one ummah! []


Oleh: Meto Elfath 
(Dir. Pelita Tani Center)

Sabtu, 09 Desember 2023

RUMUS 345 PERNIKAHAN



Tinta Media - Kemarin didapuk memberi nasehat pernikahan di seorang teman, yang menikahkan kakak perempuannya, karena orang-tuanya sudah wafat semua.  

Alhamdulillah, karena saya juga baru menikah, maksudnya baru 30 tahun yang lalu, saya pakai rumus 345. 

Ini ringkasnya: 

3: Nikah itu punya 3 tujuan: 

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ 

"Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu dapat ketenangan hati dan Dia menjadikan di antaramu rasa gairah cinta dan kasih sayang." (QS Ar-Ruum [30]:21) 

- Agar pasangan menjadi tenang (sakinah), tidak mencari-cari lagi dengan siapa dia akan menjalani hidup dan tua bersama. 

- Agar pasangan bisa menyalurkan hasrat/gairah (mawaddah) seksualnya. 

- Agar pasangan bisa menyalurkan dan merasakah kasih sayang (rahmah), baik dalam kondisi suka atau duka. 

4 cara untuk meraih tujuan itu: 

- Komunikasi.  Di dalam pernikahan itu, aktivitas yang akan paling sering dan paling lama dilakukan adalan KOMUNIKASI.  Ngobrol.  Jadi biasakanlah komunikasi dari hati dan dengan hati, seraya tujukan hati hanya kepada Allah.  Maka Insya Allah, hati kedua pasangan akan tetap dekat, sekalipun jarak lokasi mereka jauh.  Sebaliknya, kalau hati tidak tertuju kepada Allah, maka biarpun satu kamar, hasilnya adalah teriak-teriak, salah paham, curiga, dst. 

-  Memberi + menerima.  Tidak ada suami atau istri yang sempurna.  Justru di situlah, kita saling mengisi.  Kalau pasangan kita ada kekurangannya, kita bersabar, kita isi.  Kalau dia ada kelebihannya, kita bersyukur, kita nikmati.  

Pepatah Arab mengatakan, "Laki-laki mampu menyembunyikan amarahnya kepada seorang wanita selama 40 hari, namun tidak mampu menyembunyikan kecintaannya meski sehari. Wanita mampu menyembunyikan kecintaannya terhadap seorang laki-laki selama 40 hari, namun tidak mampu menyembunyikan amarahnya meski sehari." 

- Hadapi tantangan bersama.  Sejak aqad nikah, maka apapun yang menjadi kesulitan atau tantangan salah satu, adalah menjadi tantangan bersama, dihadapi dengan sumberdaya bersama, pikiran dan tenaga bersama-sama.  Ini hanya akan bisa bila komunikasi  berjalan baik (musyawarah) dan kedua pasangan sama-sama siap memberi dan menerima. 

- Jaga cinta/romantisme.  Kadang seiring waktu, rasa cinta itu bisa pudar.  Untuk itulah, Rasulullah saw mencontohkan banyak sunnah menjaga romantisme.  Pernah mendengar hadits Rasulullah mandi bersama dengan istrinya?  Pernah mendengar hadits Rasulullah minum di gelas yang sama yang dipakai istrinya dan pada bekas bibir istrinya? Belum?  Yuk ngaji!
  
5 Fungsi Nikah: 

Bila tujuan nikah dipahami, dan cara mencapai tujuannya dijalankan, maka pernikahan minimal akan menjalankan fungsi-fungsi ini. 

1. Fungsi Protektif (Hifz Dien).  Tak salah dikatakan bila nikah itu setengah agama.  Karena nikah itu ibadah terlama.  Di dalam nikah itu ada banyak kebaikan, yang di luar nikah tidak dianggap kebaikan, bahkan bisa menjadi dosa. 

2. Fungsi Edukatif (Hifz Aql).  Nikah itu bisa menjaga akal sehat dan bisa meningkatkan kapasitas akal, dengan saling asah-asih-asuh.  Suami mendidik istri, dan demikian pula istri mendampingi suami meningkatkan kapasitasnya.  Banyak hal yang sebelum nikah tidak tahu, setelah nikah jadi suka tidak suka, harus tahu. Laki-laki jadi tahu realitas perempuan yang haid, hamil, melahirkan, menyusui.  Perempuan jadi tahu realitas laki-laki yang sedang capai kerja, sedang galau karena menghadapi tanggung jawab yang rumit, dsb. 

3. Produktif (Hifz Maal).  Dalam pernikahan, produktivitas pasangan bisa melebihi jumlah masing-masing saat sebelum menikah.  Inilah rahasia keberkahan rezeki. 

4. Rekreatif (Hifz Nafs).  Manusia itu perlu istirahat, perlu juga rekreasi agar pikirannya tidak jenuh, agar energi hidupnya pulih kembali.  Dan rekreasi yang terbaik, halal, dan barokah, ya mestinya bersama pasangan, dalam keluarga, syukur-syukur sudah mendapatkan momongan.  Rekreasi di sini tidak harus di tempat rekreasi yang memerlukan biaya besar.  Jangan terjebak arus sekularisme yang telah menciptakan kapitalisasi rekreasi. 

5. Generatif (Hifz Nasl) - Inilah fungsi nikah yang paling tinggi, menjaga generasi umat manusia.  Kita ingin spesies manusia ini tetap ada, dan menjadi generasi yang bertaqwa.  Ini adalah tugas yang tidak bisa digantikan oleh mesin ataupun Artificial Intelligence.  Di sinilah letak tarbiyatul aulad, ataupun birrul walidain.  Sesuatu yang sudah hilang sejak desakralisasi pernikahan di dunia sekuler negara-negara maju.  Di Jepang masalah lansia sudah begitu berat, begitu banyak orang kesepian, sehingga ada nenek-nenek yang sengaja mencuri di supermarket supaya di penjara, karena penjara menyediakan sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan, yaitu teman!  Namun demikian, urusan anak-anak dan keluarga ini juga tidak boleh melampaui batas, yakni sampai melalaikan kita dari menaati Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya. 

قُلْ إِن كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ 

Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu khawatir merugi, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.  (QS at Taubah [9]:24) 

Inilah konsep 345, semoga pasangan yang menikah hari ini dapat meraih keluarga yang bahagia, diridhai Allah, dibanggakan penduduk dunia, dan dirindukan penduduk surga.  
Amien.

Oleh: Prof. Fahmi Amhar
Cendekiawan Muslim 

Rabu, 24 Agustus 2022

MMC: Ilmuwan Muslim Abul Wafa, Penemu Rumus Trigonometri

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengungkap penemu rumus trigonometri, sin, cos dan tan dalam ilmu matematika ternyata adalah ilmuwan Muslim.

 “Ternyata ilmuwan muslim yang menemukan rumus tersebut. Sosok Abul Wafa’ dengan nama lengkap Abu Al Wafa’ Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Yahya Ibnu Ismail Busjani merupakan seorang astronom dan matematikawan asal Persia,” tutur Narator rubrik History Insight, Abul Wafa’ : Penemu Rumus Trigonometri, di kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC), Minggu (21/8/2022).

Ia menceritakan, sejak kecil Abul Wafa’ sudah dipandang memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak seumurannya. "Pada usia 19 tahun Abul Wafa’ pindah ke Baghdad yang merupakan ibukota Khilafah Abbasiyah pada saat itu dan terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan. Kemahirannya pada ilmu matematika menjadikan Abdul Wafa menghasilkan jasa terpenting pada bidang trigonometri,” kisahnya.

“Ia berhasil mengembangkan fungsi tangen dan menemukan metode perhitungan trigonometri,” lanjutnya. 

Ia menyampaikan bahwa Abul Wafa’ dianggap sebagai orang yang pertama memperkenalkan sinus dan cosinus. “Rumus-rumus dasar trigonometri yang dihasilkan oleh Abul Wafa’ hingga kini masih bertahan,” tuturnya.

Menurutnya, rumus trigonometri sendiri memiliki peran sangat vital di era matematika modern saat ini. “Salah satunya di bidang arsitektur dalam pembangunan gedung pencakar langit. Selain itu hasil perhitungan yang akurat dan analisis Abul Wafa’ diakui para ilmuwan terutama analisis terkait penentuan waktu tertutup matahari, perkiraan panjang musim dan derajat kemiringan bumi dari garis ekliptikanya,” jelasnya. 

“Karena itulah semasa hidupnya Abul Wafa' pernah dipercaya oleh khalifah untuk menjadi pemimpin observatorium astronomi,” jelasnya lebih lanjut.

Narator mengungkap fakta bahwa banyak ilmuwan muslim yang memberikan sumbangsih di bidang ilmu pengetahuan di masa peradaban Islam. "Diakui atau tidak, peradaban Islam dan cendekiawan hebat, bukan hanya menghasilkan lulusan sarjana dalam jumlah yang besar, namun minim kontribusi tetapi mereka menjadi penemu-penemu yang karyanya sangat dibutuhkan hari ini," ujarnya. 

“Bahkan ilmuwan-ilmuan Islam pada masa lalu berhasil membuat Eropa merasa berhutang besar pada peradaban Islam. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Montgomery Watt seorang orientalis dan sejarawan Eropa asal Skotlandia bahwa cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri,” paparnya 

Menurut Narator, tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi dinamonya barat bukanlah apa-apa. “Kehebatan Abul wafa’ dan ilmuwan-ilmuwan lainnya yang diakui oleh peradaban barat seharusnya tidak hanya membangkitkan romantisme sejarah Islam yang gemilang bagi umat Islam saat ini,” ucapnya.

Menurutnya, umat Islam hari ini harusnya menjadikannya sebagai retrospeksi sekaligus introspeksi yang tentu amati oleh mereka. Dengan itu kaum muslimin secara sadar dan jujur akan mampu melihat kembali kebesaran peradaban Islam di masa lalu sekaligus potensinya untuk kembali hadir pada masa depan untuk yang kedua kalinya. “Sebab harus diakui bahwa ilmuwan-ilmuwan Muslim hari ini masih dalam kungkungan sistem kapitalisme,” ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa pendidikan di bawah sistem kapitalisme hanya mencetak lulusan tukang yang menjadi pekerja di bawah industri korporasi kapitalisme golbal. “Bukan seorang ilmuwan yang mendedikasikan ilmunya agar memberi kemaslahatan bagi masyarakat, tetapi seorang ilmuwan yang diharapkan mampu menjadi perintis dalam segala bidang,” ungkapnya.
 
Menurutnya, selain meretrospeksi keagungan peradaban Islam masa lalu, harus ada upaya dari umat Islam hari ini untuk membangun kembali masa depan peradaban Islam di tengah-tengah hegemoni peradaban barat sekuler saat ini, yang sesungguhnya mulai tampak jompo dan makin kelihatan tanda-tanda kemundurannya. 

“Sementara Fajar kemenangan Islam dengan tegaknya kembali hukum-hukum Allah di dunia Islam mulai terlihat hilalnya,” pungkasnya. [] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab