Tinta Media: Ridha Allah
Tampilkan postingan dengan label Ridha Allah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ridha Allah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 September 2023

Guru Luthfi: Orang Mukmin yang Mengorbankan Diri untuk Menggapai Ridha Allah

Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur’an, Yayasan Tapin Mandiri Guru H. Luthfi Hidayat menyatakan makna dari Surat Al-Baqarah ayat 207 bahwa ada golongan orang-orang baik (mukmin) yang mengorbankan dirinya untuk menggapai ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Mari kita renungkan makna Surat Al-Baqarah ayat 207, yakni ada di antara orang-orang baik (mukmin), mereka mengorbankan dirinya untuk mencari keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” tuturnya dalam Kajian Jumat Bersama Qur’an: Orang Mukmin Yang Menukar Dirinya Untuk Menggapai Ridha Allah, di kanal Youtube Baitul Qur’an Ta’lim Center, Jumat (15/9/2023).

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

     أَعُوْذُ باللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحمنِ الرَّحِيْمِ. وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغاءَ مَرْضاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَؤُفٌ بِالْعِبادِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”(TQS. Al Baqarah [2]: 207)

Ia mengungkapkan penjelasan dari Imam Ibnu Katsir tentang ayat yang mulia ini bahwa ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberitahukan tentang orang-orang munafik dengan sifat-sifat yang sangat tercela maka Dia juga menyebutkan sifat-sifat orang mukmin yang sangat terpuji.
Uslub gaya bahasa seperti ini sering kali digunakan Al Quran sebagai bentuk tarhib (untuk menakuti-nakuti) dan targhib (untuk memberikan harapan kebaikan).

“Yakni penjelasan tentang orang munafik adalah merupakan bentuk tarhib dan penjelasan tentang orang-orang beriman adalah bentuk targhib. Bayiiran (berita gembira) dengan balasan orang-orang yang berbuat baik, dan nadziira (peringatan) bagi yang menyalahi perintah Allah,” ungkapnya.
Senada pula dengan penjelasan dari Imam Al Qurthubu terkaait lafazh ibtighaa yang dinashabkan karena menempati posisi sebagai maf’ul min ajlih.

“Manakala Allah menyebutkan tindakan orang-orang munafik, maka setelahnya Allah menyebutkan tindakan orang-orang yang beriman,” ucapnya.

Ia menerangkan satu pendapat (perwakilan dari Umar, Ali, dan Ibnu Abbas) diturunkannya ayat ini, tentang orang yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Tetapi kebanyakan ulama memahami bahwa ayat tersebut turun ditujukan bagi setiap orang yang berjuang di jalan Allah Ta’ala.

“Sebagaimana firman-Nya dalam Surat At Taubah ayat 111 bahwa sesungguhnya Allah Swt. telah membelu dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual belu yang telah kalian lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar,” jelasnya.

Guru Luthfi memaparkan makna ayat yang mulia ini dari ringkasan Imam Muhammad Ali Ash Shabuni dalam tafsir beliau Shafwatu Tafasir. Ini adalah manusia model kedua, yaitu orang-orang baik, yang berbuat baik. Maka setelah Allah menyebut sifat-sifat orang munafik, Allah mengikutinya dengan sifat-sifat seorang mukmin yang terpuji.

“Maknanya adalah, dan di antara manusia ada golongan orang-orang yang baik, mereka mengorbankan dirinya untuk Allah karena mencari ridha-Nya, dan senang kepada pahala-pahala-Nya. Dan tidak mencari apa-apa dari segala amalnya kecuali hanya mengharap pada Allah,” paparnya.

Kemudian ia menegaskan dan meyakinkan dengan meneruskan kalimat dari ayat yang mulia ini, artinya Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.

“Rahmat Allah sangat besar kepada hamba-Nya, Dia melipatgandakan kebaikan, dan mengampuni kesalahan-kesalahan, dan tidak segera menghukum hamba-Nya yang berbuat maksiat,” tegasnya.

Terakhir, ia memanjatkan doa agar termasuk golongan orang-orang yang berkorban untuk mendapatkan ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

“Tak ada yang kita inginkan setelah meresapi ayat ini kecuali agar kita termasuk golongan orang-orang yang mengorbankan diri untuk mencari keridhaan Allah, Aamiin Ya Robbal’alamiin,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Sabtu, 07 Januari 2023

Carilah Ridha Allah Bukan Ridha Manusia

Tinta Media - Sobat. Dengan ridha, Anda akan mendapati hati yang berkecukupan dan jiwa yang tenang terhadap ketetapan Allah SWT bagi diri Anda. Selain itu, Anda akan menyadari adanya kebaikan di balik pilihan-Nya. Rasulullah SAW bersabda, “ Kekayaan Sejati bukanlah banyaknya harta, Namun kekayaan sejati adalah jiwa yang merasa berkecukupan.” ( HR Bukhari – Muslim ).

Sobat. Hakikat kekayaan bukanlah banyaknya harta dan barang simpanan melainkan tersimpan dalam diri Anda, yakni Ridha. Jika Allah SWT mengaruniakan harta karun ini kepada Anda, niscaya seisi dunia akan terasa hina dan Anda menjadi hamba-Nya yang paling merasa kaya.

Sobat. Rasulullah SAW menganjurkan untuk mencari keridhaan Allah SWT semata. Beliau bersabda, “ Siapa yang mencari ridha Allah meskipun dibenci oleh manusia, niscaya Allah akan menjadikannya berkecukupan dan tidak membutuhkan perbekalan manusia. Siapa yang mencari ridha manusia meskipun dibenci oleh Allah, niscaya Allah akan menyerahkannya kepada manusia.” ( HR at-Tirmidzi). Maksudnya jika Anda ridha kepada Allah SWT dan Allah ridha kepada Anda, maka Anda tidak membutuhkan makhluk.

Sobat. Ketahuilah bahwa sedikit sekali orang yang selamat dari cinta dunia. Cinta dunia ini bermula dari panjang angan-angan, karena manusia berkata, “ Hari-hari ada di tanganku. Dan esok aku melakukan ini dan itu. Esok lusa aku akan bersenang-senang dengan dunia.” Pintu taubat selalu terbuka baginya, sementara hari-harinya ia lalui hanya untuk menumpuk-numpuk harta, membangun istana dan sebagainya. Cita-citanya bercabang hingga ia lupa bahwa satu embusan nafas saja sudah menjauhinya dari dunia dan mendekatkannya ke akherat.

Allah SWT berfirman :
أَن تَقُولَ نَفۡسٞ يَٰحَسۡرَتَىٰ عَلَىٰ مَا فَرَّطتُ فِي جَنۢبِ ٱللَّهِ وَإِن كُنتُ لَمِنَ ٱلسَّٰخِرِينَ  
“Supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah),” ( QS. Az-Zumar (39) : 56 )

Sobat. Pada ayat-ayat ini, Allah menerangkan bagaimana penyesalan orang-orang yang tidak mempergunakan peluang emas yang diberikan Allah kepada mereka. Di akhirat nanti, mereka akan berulang-ulang mengucapkan kata-kata penyesalan dengan berbagai macam cara, di antaranya:

1. Sesungguhnya aku sangat menyesal atas kelalaian dan kealpaanku semasa hidup sehingga aku tidak mengindahkan ajaran-ajaran Allah, selalu durhaka terhadap-Nya, meninggalkan kewajiban-kewajibanku terhadap-Nya sebagai hamba, dan melanggar hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya. Kenapa aku tidak mempergunakan kesempatan yang diberikan Allah kepadaku untuk bertobat dan kembali ke jalan yang lurus. Kenapa aku selalu memperolok-olokkan orang-orang yang telah taat dan patuh menjalankan petunjuk dan ajaran-Nya bahkan termasuk orang-orang yang menghina dan menganggap enteng agama-Nya.

2. Kenapa aku tidak menerima dengan baik petunjuk yang diberikan-Nya dengan perantaraan rasul-Nya, dan tidak mengamalkan petunjuk ajaran-Nya. Kalau sekiranya aku menerima dan mengamalkan petunjuk dan ajaran itu, tentu aku gtermasuk dalam golongan orang-orang yang bertakwa yang disediakan bagi mereka surga Jannatun Na'im yang penuh dengan nikmat dan kesenangan serta penuh dengan kebahagiaan dan keridaan Allah.

3. Ketika dia melihat api neraka dan berbagai macam siksaan yang ditimpakan kepada penghuninya, dan dia merasa pasti akan dilemparkan ke dalamnya, dia berangan-angan dan mengharapkan kalau dapat kembali ke dunia agar dia dapat berbuat amal saleh sebanyak-banyaknya untuk bekal di akhirat sehingga terbebas dari siksaan neraka dan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang berbuat baik.

Allah SWT berfirman :
وَلَوۡ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلۡمُجۡرِمُونَ نَاكِسُواْ رُءُوسِهِمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ رَبَّنَآ أَبۡصَرۡنَا وَسَمِعۡنَا فَٱرۡجِعۡنَا نَعۡمَلۡ صَٰلِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ 
“Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin". ( QS. As-Sajdah (32) : 12 )

Sobat. Allah memberitahukan kepada Rasul-Nya bahwa ia akan merasa ngeri jika melihat keadaan orang-orang yang mengingkari hari Kiamat ketika mereka menundukkan kepala di hadapan Allah karena malu dan takut atas segala tindakan dan perbuatan mereka dalam hidup di dunia. Mereka menyatakan kepada Allah bahwa mereka telah melihat kenyataan hari Kiamat itu benar-benar terjadi, dan telah merasakan pula malapetaka yang menimpa mereka pada hari itu. Mereka kemudian memohon agar diberi kesempatan untuk kembali ke dunia sehingga dapat mengikuti semua petunjuk rasul. Ketika itu, mereka mengaku benar-benar telah meyakini apa yang dahulu mereka dustakan. Mereka juga mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah, yang menghidupkan dan mematikan, serta yang membangkitkan kembali, seperti saat itu.

Dalam ayat lain, Allah berfirman:
وَلَوۡ تَرَىٰٓ إِذۡ وُقِفُواْ عَلَى ٱلنَّارِ فَقَالُواْ يَٰلَيۡتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بَِٔايَٰتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ  
Dan seandainya engkau (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, mereka berkata, "Seandainya kami dikembalikan (ke dunia), tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman." (al-An'am/6: 27)

Sobat. Ayat ini menerangkan keadaan mereka di hari akhir nanti yang akan disaksikan oleh umat manusia. Ketika mereka dihadapkan ke muka api neraka, barulah mereka menyadari azab yang akan diterima dan timbul penyesalan dalam diri mereka atas kekafiran dan kelancangan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya selama di dunia. Maka pada saat yang sangat mengerikan dan dahsyat itu mereka mengajukan permohonan kepada Allah agar berkenan mengembalikan mereka ke dunia untuk bertobat dan beramal saleh serta beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak lagi mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka berjanji akan menjadi orang mukmin.

Sobat. Keinginan mereka kembali ke dunia ini menunjukkan kejahilan mereka karena hal itu suatu hal yang mustahil. Orang-orang musyrik itu di hadapan api neraka meratapi nasib mereka akibat perbuatan mereka di dunia yang menjadi penganut agama berhala dan menyetujui saja apa yang dikatakan oleh pemimpin-pemimpin mereka. Tetapi ratapan itu tidak ada gunanya. Firman Allah:
Dan orang-orang yang mengikuti berkata, "Sekiranya kami mendapat kesempatan (kembali ke dunia), tentu kami akan berlepas tangan dari mereka, sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatan mereka yang menjadi penyesalan mereka. Dan mereka tidak akan keluar dari api neraka. (al-Baqarah/2: 167)

Sobat. Rasulullah teladan dalam meraih ridha Allah. Beliau menjelaskan ridha menempati posisi teratas dan derajat tertinggi. Dalam shahih muslim , al-Abbas ra meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, “ Akan merasakan manisnya iman orang yang meridhai Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai Agama, dan Muhammad sebagai rasul.”

Sobat. Bila merasakan manisnya iman, pengampunan dosa, dan masuk surga tergantung pada ridha Allah SWT. Jika anda ridha terhadap derajat-derajat tinggi tersebut – Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul – Niscaya Anda akan memperoleh kabar gembira berupa ridha Allah SWT. Tunggulah pahala besar dan hadiah agung di sisinya di surge firdaus, ketika anda melihat tanda tangan-Nya pada kartu Anda di akhir perjalanan hidup anda.

Allah SWT berfirman :
وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ  
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” ( QS. At-Taubah (9) : 100 )

Sobat. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang pertama-tama masuk Islam, baik dari kalangan Muhajirin yang berhijrah dari Mekah ke Medinah, maupun dari kalangan Anshar, yaitu penduduk kota Medinah yang menyambut dengan baik kedatangan Rasulullah dan Muhajirin, dan begitu pula para sahabat yang lain yang mengikuti perintah Rasulullah dengan sebaik-baiknya, ketiga golongan ini merupakan orang-orang mukmin yang paling tinggi martabatnya di sisi Allah, disebabkan keimanan mereka yang teguh, serta amal perbuatan mereka yang baik dan ikhlas, sesuai dengan tuntutan Rasulullah saw. Allah senang dan rida kepada mereka, sebaliknya mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan pahala yang amat mulia bagi mereka, yaitu surga Jannatun-na'im yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, di sana mereka akan memperoleh kenikmatan yang tidak terhingga. Mereka akan kekal di sana selama-lamanya. Itulah kemenangan terbesar yang akan mereka peroleh.

Yang dimaksud dengan as-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin ialah mereka yang telah berhijrah dari Mekah ke Medinah sebelum terjadinya "Perjanjian Hudaibiyah, karena sebelum perjanjian tersebut, kaum musyrikin senantiasa mengusir kaum Muslimin dari kampung halaman mereka, dan membunuh sebagian dari mereka, serta menghalang-halangi siapa saja yang ingin berhijrah.Tidak ada cara lain bagi seorang mukmin untuk menyelamatkan diri dari kejahatan kaum musyrikin, kecuali menjauhkan diri dari mereka, atau menyerah kepada kehendak dan kemauan mereka. Orang-orang yang memilih cara yang pertama, yaitu meninggalkan kota Mekah dan hijrah ke Medinah adalah orang-orang yang benar-benar beriman, tidak ada seorang munafikpun di antara mereka. Mereka meninggalkan kampung halaman karena keimanan yang murni, keikhlasan, dan perjuangan untuk menegakkan agama Islam.

Dikenal juga sebagai as-Sabiqunal Awwalun yaitu orang-orang yang pertama masuk Islam dan menyatakan imannya kepada Nabi Muhammad saw, dari kalangan keluarga adalah Siti Khadijah, 'Ali bin Abi thalib, dan Zaid bin Haritsah. Sedang dari kalangan luar ialah Abu Bakar Ash- shiddiq, orang yang menemani Rasulullah saw waktu hijrah ke Medinah. Di samping itu, terdapat pula para sahabat yang dikelompokkan dalam as-Sabiqunal Awwalun yang oleh Rasulullah saw telah dinyatakan sebagai orang-orang yang pasti masuk surga. Di antara mereka adalah Utsman bin Affan, Hamzah, dan lainnya.

Yang dimaksud dengan golongan pertama, as-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Anshar ialah penduduk kota Medinah yang telah menyatakan ikrar kesetiaan mereka kepada kerasulan Muhammad saw di Aqabah, suatu tempat di Mina, pada tahun ke-11 dari kerasulan Muhammad saw. Ketika itu mereka berjumlah tujuh orang. Kemudian pada periode berikutnya, yaitu pada tahun ke-12, terjadi pula ikrar kesetiaan di tempat yang sama, yaitu Aqabah, kali ini diikuti tujuh puluh orang lelaki dan dua orang perempuan. Jejak mereka diikuti oleh yang lainnya setelah mereka didatangi oleh utusan Rasulullah yang bernama Abu Zurarah Mush'ab bin 'Umar bin Hasyim yang membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dan mengajarkan pengetahuan agama kepada mereka. Demikian pula, termasuk kelompok as-Sabiqunal Awwalun ialah mereka yang telah beriman pada saat tibanya Rasulullah di Medinah. 
Kekuatan dan persatuan Islam tumbuh dan berkembang sesudah Rasulullah hijrah ke Medinah. Pada saat itulah muncul kaum munafik yang berpura-pura menyokong agama Islam. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah yang turun mengenai hal ikhwal Perang Badar yang terjadi pada tahun kedua Hijri. Firman Allah:

 (Ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata, "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu agamanya." (al-Anfal/8: 49)
Dalam kelompok orang-orang munafik yang disebutkan dalam ayat ini, tidak terdapat seorangpun dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang mendapat gelar as-Sabiqun al-Awwalun seperti yang tersebut di atas, walaupun kaum Anshar itu semuanya berasal dari Bani 'Aus dan Khazraj.

Yang dimaksud dengan golongan kedua, "allazinat tabuuhum bi ihsan" (orang-orang yang telah mengikuti kaum as-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar dengan baik) ialah mereka yang ikut berhijrah ke Medinah dan berjuang menegakkan agama Islam; atau mereka yang membuktikan satunya perbuatan dan perkataan setelah mendapatkan bimbingan dan pelajaran dari kaum as-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar, yang merupakan pemimpin-pemimpin yang layak diikuti, dan dijadikan suri teladan dalam tingkah laku, perbuatan, ucapan, dan perjuangan menegakkan agama Allah. Singkatnya mereka adalah orang-orang yang mengikuti as-Sabiqunal Awwalun dalam ketaatan dan ketakwaan sampai Hari Kiamat. 

Adapun golongan ketiga, yaitu orang-orang yang munafik hanya mengikuti jejak as-Sabiqunal Awwalun secara lahiriyah semata, tidak dengan niat yang tulus atau hanya mengikutinya dalam beberapa hal saja, sedang dalam hal-hal lainnya mereka mengingkarinya.

Sobat. Setiap hal yang dialami oleh manusia berupa kesuksesan, prestasi, karunia,kelezatan, dan kenikmatan tidaklah sebanding dengan ridha Allah SWT yang nilainya lebih besar.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab