Baru Disahkan Mau Direvisi, MMC: UU IKN Bukti Lemahnya Negara dan Kapasitas Wakil Rakyat
Tinta Media - Rencana revisi UU no 3 Tahun 2022 tentang Ibukota Negara yang belum lama disahkan dinilai Muslimah Media Center menunjukkan lemahnya peran negara dan minimnya kapasitas wakil rakyat.
"Pembuatan UU yang asal jadi, jelas menunjukkan lemahnya peran negara dan minimnya kapasitas wakil rakyat," tutur narator dalam program serba serbi MMC: Revisi UU IKN, Ketidaksiapan Negara Membangun IKN Makin Nyata, Senin (26/11/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
Menurutnya, hal ini jelas akan membahayakan negara dan rakyat. "Apalagi ketika UU dalam sistem politik demokrasi syarat dengan kepentingan oligarki pasalnya atas nama kebebasan kepemilikan penguasa memberi jalan bagi swasta atau asing untuk memperjualbelikan kekayaan Negara, tak heran penguasa kerap melegalkan UU demi melancarkan kepentingan korporasi atau asing jika UU tidak sesuai bisa diubah dengan usulan RUU atau revisi UU yang ada agar sejalan dengan kepentingan mereka," terangnya.
Narator mengungkap, UU IKN termasuk UU yang sangat cepat proses lahirnya yakni hanya 42 hari, meski banyak ahli hukum yang memprotes lahirnya UU tersebut, namun pemerintah tetap mengesahkannya.
"UU IKN tetap disahkan dan pemerintah mulai melakukan langkah pembangunan. Namun kini DPR telah menetapkan revisi UU IKN, revisi ini menunjukkan ketidakmatangan proses pembuatan UU termasuk proyek yang dituju oleh UU yang dibuat," tegasnya.
Islam
Narator mengatakan ada perbedaan UU dalam sistem demokrasi dengan UU Islam. "Sungguh berbeda dengan Islam, di mana UU harus selaras dengan sumber hukum Islam, landasan keimanan menjadikan pembuatan UU dilakukan dengan penuh kesadaran akan bertanggung jawab kepada Allah bukan sekedar kepentingan oligarki," ungkapnya.
Narator menambahkan, Islam menegaskan bahwa manusia tidak layak membuat aturan hidup, Allah lah yang berhak membuat aturan hidup sebagaimana firman Allah SWT "Menetapkan hukum hanyalah hak Allah" TQS al-An'am ayat 57.
"UU dalam negara Islam atau Khilafah harus dibangun berdasarkan akidah Islam, dengan kata lain akidah Islam benar-benar menjadi dasar juga pondasi dalam menyusun UU tersebut." jelasnya
Dalam masalah hukum "Syariah Islam menetapkan bahwa UU harus bersumber dari Wahyu yaitu Alquran dan as-Sunah serta apa yang ditunjukkan oleh keduanya yaitu Ijma sahabat dan Qiyas, pasal per pasal di dalam undang-undang ini disusun berdasarkan dalil yang paling kuat (rajih)," paparnya
Khalifah yakni kepala negara sebagai satu-satunya pihak yang memegang otoritas dalam mengadopsi hukum untuk dijadikan UU,"Jika di kemudian hari terbukti ada kelemahan dalam pasal-pasal UU yang diadopsi oleh Khalifah, itu tugas untuk mengoreksinya ada di tangan mahkamah madzolim," jelasnya
Dalam hal ekonomi, Islam telah menetapkan jenis-jenis kepemilikan yang harus dijamin dapat terselenggara sebaik mungkin oleh negara, "Islam mewajibkan negara untuk menjamin kepemilikan individu, kepemilikan bersama atau umum dan milik negara," tambahnya
Narator menegaskan "Jadi tidak ditemukan adanya kebebasan dalam kepemilikan harta dalam Islam seluruhnya diatur dan dibatasi dengan hukum syariah, yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun."
Ditegaskan pula bahwa "Dalam pembangunan dan penyediaan infrastruktur atau fasilitas umum yang dibutuhkan oleh semua orang. Islam menetapkannya sebagai kepemilikan umum tidak boleh dikuasai atau dimonopoli oleh individu, negara wajib menyediakannya. Penggunaannya pun gratis bagi seluruh rakyat."
Khalifah harus menjalankan visi dan misi pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat bukan visi misi pelayanan untuk korporasi, swasta, atau asing
"Demikianlah bahwa UU Khilafah bersumber dari Al Khalik dan diterapkan di bawah kepemimpinan Khilafah Islam untuk kemaslahatan hidup umat manusia." pungkasnya.[] Sri