Tinta Media: Resesi
Tampilkan postingan dengan label Resesi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Resesi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 31 Desember 2023

Pengamat: Hutang Terus-Terusan Akan Mengantarkan Resesi Ekonomi



Tinta Media - Pengamat Ekonomi Dr. Fahrul Ulum, MEI membeberkan hutang yang terus-terusan akan mengantarkan negara pada kondisi resesi ekonomi. 

"Kalau kemudian terus ditambah hutang itu maka akan mengurangi pos-pos yang lain biasanya, karena kita sibuk membayar cicilan hutang dan bunga, cicilan hutang kita saja sekarang sudah 500 triliun, dan suku bunganya 455 triliun itu uang yang sangat banyak sekali dan itu jika terus-terusan maka ini bisa mengantarkan resesi ekonomi," ujarnya dalam acara Kabar Petang dengan tema Parah! Ini Yang Akan Terjadi Jika RI Krisis Utang di kanal Youtube Khilafah News Kamis (28/12/2023). 

Menurut Fahrul, resesi ekonomi adalah satu keadaan ekonomi yang mengalami penurunan secara kuartal berturut-turut, dan jika sudah terlalu banyak hutang apa pun bisa dilakukan oleh pemerintah. 

"Termasuk biasanya akan mengurangi cost untuk kesehatan, mengurangi cost pendidikan, cost pemberian infrastruktur, terus otomatis ekspor juga akan berdampak karena nilai modal yang berkurang, dan pajak akan dinaikkan gitu biasanya," tuturnya. 

Ketika pajak dinaikkan, kata Fahrul, ekonomi akan menjadi lesu, otomatis ekspor juga akan lesu belum lagi transparansi ekspor akan menjadi salah. 

"Misalnya kita ini ekspor barang-barang mentah seperti batu bara, itu akan berisiko tinggi karena apa? Ketika negara mengambil dagangan kita agak berlebihan, kan bisa anjlok bisa jatuh sejatuh-jatuhnya. Jadi, kalau ekspor ya ekspor barang jadi," bebernya. 

Jadi, ujarnya, kalau sampai krisis ekonomi akan banyak rentetan-rentetan yang harus dialami secara ekonomi. 

"Kalau sampai terjadi krisis keuangan, awalnya dari keuangan tapi nanti bisa merembet ke perdagangan sampai politik," tandasnya.[] Setiyawan Dwi.

Jumat, 02 Desember 2022

'Badai' PHK di Jurang Resesi

Tinta Media - Gelap! Dunia akan terjun ke jurang resesi global pada tahun 2023. Hal itu disampaikan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KITA pada September 2022 lalu.

Namun, sebelum sampai ke jurang resesi tahun 2023, Indonesia sudah mengalami krisis. Banyak perusahaan lokal maupun global yang mengurangi jumlah pekerjanya.

Di Jawa Barat, dilansir dari Tempo.co, Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jabar (PPTPJB), Yan Mei telah menerima laporan pemutusan hubungan kerja/PHK sebanyak 64 ribu dari 124 perusahaan sejak akhir Oktober. (2/11)

Ada lagi perusahaan startup seperti Shopee Indonesia, Indosat, JD.ID, Zenius, dan perusahaan startup lainnya yang sudah melakukan PHK terhadap pekerjanya.

Kapitalisme Pangkal Resesi

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa resesi dipicu oleh laju inflasi yang tinggi akibat naiknya harga pangan dan energi di sejumlah negara, khususnya AS dan Eropa. Inflasi yang tinggi inilah yang memicu bank sentral di negara maju menaikkan suku bunga dan mengetatkan likuiditas. Otomatis, negara-negara berkembang seperti Indonesia akan terkena imbas dari resesi ini. 

Persoalan inflasi juga memegang andil dalam krisis ekonomi saat ini. Inflasi adalah kondisi kenaikan harga barang dan jasa yang terus-menerus. Dampaknya, daya beli masyarakat menurun sehingga berimbas pada jumlah produksi dan pendapatan perusahaan. Akhirnya, banyak perusahaan yang melakukan PHK untuk menekan biaya produksi. Inflasi dan resesi sama-sama berimbas pada PHK.

Setidaknya ada empat faktor utama yang mendasari sistem kapitalisme penyebab resesi global. 

Pertama, riba sebagai pondasi ekonomi. Riba menjadi penyebab tidak stabilnya nilai uang (currency). Riba juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang ke dalam debt trap atau jerat hutang.  Selain itu, riba juga memicu terjadinya fenomena bubble ekonomi yang membuat sektor riil tidak berjalan normal. 

Kedua, pasar modal dan berkembangnya sektor ekonomi nonriil. Hal tersebut membuat ketimpangan antara sektor riil dan nonriil. 

Ketiga, sistem ekonomi yang tidak berbasis emas dan perak. Mata uang kertas yang digunakan saat ini membuat daya beli mudah tergerus karena inflasi yang terus terjadi.

Empat, liberalisasi atau privatisasi sumber daya alam. Liberalisasi sumber daya alam milik umum membuat sistem keuangan negara tidak sehat. Selanjutnya, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akan bersumber dari pajak dan utang. 

Sistem Kapitalisme Melemahkan Pekerja

Nasib pekerja makin terjepit di tengah inflasi dan jurang resesi. Sistem ekonomi kapitalis telah melemahkan posisi pekerja. Pekerja diposisikan sebagai bagian dari faktor produksi. Maka dari itu, PHK menjadi salah satu upaya efisiensi bagi perusahaan demi menekan biaya produksi. Perusahaan seolah tidak peduli dengan nasib pekerja.

Alih-alih memperbaiki, regulasi yang dibuat oleh pemangku kebijakan malah semakin memudahkan perusahaan untuk melakukan PHK.

Tengok saja, dalam UU Ciptaker tercantum 26 alasan perusahaan dapat menjatuhkan PHK pada karyawan, sementara dulu UU Ketenagakerjaan hanya mencantumkan 15 alasan. Ketentuan tersebut secara normatif terdapat dalam pasal 154A. 

Dilansir dari bbc.com, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut lebih dari 17.000 buruh di-PHK sejak UU Ciptaker disahkan, mayoritas secara sepihak. (8/10)

Alhasil, sistem ekonomi kapitalisme yang lemah dan sistem ketenagakerjaan yang rapuh akhirnya membuat pekerja Indonesia dikorbankan demi menyelamatkan korporasi dan pengusaha. Ibarat mengundi nasib, para pekerja kini harus siap melewati 'badai' PHK sampai resesi itu benar-benar menenggelamkan perekonomian dunia.

Islam Tahan Krisis

Islam memiliki sistem ekonomi yang khas dan tahah krisis. Sejarah mencatat, Islam meraih kegemilangan dalam mencapai kesejahteraan.

Pertama, sistem ekonominya bertumpu pada sektor riil. Perekonomian di sektor riil akan menciptakan pertumbuhan yang riil. Tak seperti sektor nonriil yang akan menciptakan pertumbuhan ekonomi semu dan gelembung spekulatif keuangan. 

Tak hanya itu, Islam menggunakan emas sebagai mata uang sehingga melahirkan kestabilan dan tahan terhadap krisis. Emas juga memiliki nilai intrinsik dan nominal yang sama sehingga tidak ada manipulatif. Pemerintah pun tak akan sembarangan mencetaknya. Alhasil, tak ada potensi inflasi di dalam negeri.

Dalam ekonomi internasional, sistem uang emas memiliki kurs yang stabil antarnegara, tak akan terjadi ketimpangan harga dalam ekspor-impor. Kondisi seperti ini justru yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tak hanya sistem ekonominya yang unggul, Islam pun melindungi nasib pekerja. Pemberi kerja dan pekerja diikat dalam akad ijarah. Akad ini harus saling menguntungkan dan tidak boleh ada kezaliman di dalamnya. 

Dalam penentuan imbalan pun, pekerja diberi upah sebagaimana nilai guna dari jasa pekerjaan tersebut. Penentuan imbalan ini tidak boleh ditentukan sembarangan, tetapi kepada ahlinya yang memiliki kemampuan menentukan upah. 

Pekerja dengan akad ijarah bukanlah bagian dari faktor produksi. Upah pekerja tidak ditentukan dari banyak atau sedikitnya barang produksi. Dengan begitu, 'badai' PHK saat ini tidak akan terjadi hanya karena penurunan permintaan barang atau krisis ekonomi.

Khatimah

Jelas, hanya Islam yang memiliki sistem ekonomi dan ketenagakerjaan yang unggul. Islam tak  bersifat materialistik, tetapi juga memperhatikan hukum syara dalam menjalankan sistem ekonominya. Tak hanya itu, Islam juga melindungi nasib pekerja. Maka, hanya dengan kembali pada sistem Islam, umat akan menemukan jalan keluar dari jurang resesi ini.

Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Isti Rahmawati, S.Hum.
Penulis

Selasa, 29 November 2022

PHK Karyawan, Dampak Resesi Ekonomi?


Tinta Media - Beberapa negara saat ini sedang menghadapi resesi ekonomi, termasuk Indonesia. Bahkan, di tahun 2023, Indonesia diramalkan akan menghadapi resesi ekonomi. Hampir seluruh dunia akan mengalami keguncangan. 

Di Indonesia, pekerja tekstil dirumahkan, karena industri tekstil merasakan dampak resesi di tingkat global. Fenomena yang terjadi di industri tekstil ini seharusnya menjadi peringatan bagi semua pihak, termasuk pemerintah. Karena itu, perlu adanya upaya yang dilakukan supaya Indonesia tidak merasakan dampak resesi global yang terlampau dalam.

Adanya isu tahun 2023 akan terjadi resesi memang sudah nampak, terutama di Eropa. Krisis energi dan pangan sudah terlihat getarannya, khususnya di Inggris dan Eropa secara umum. Perang Ukraina dan Rusia sangat berdampak di Eropa.

Hal ini menyebabkan krisis karena ketergantungan energi dan pangan Eropa yang besar kepada Ukraina dan Rusia. Saat terjadi perang, secara politik Eropa memutuskan hubungan ekonomi dengan Rusia sebagai sanksi atas Rusia. Kelangkaan energi jelas akan terjadi. Banyak lahan pertanian yang rusak akibat peperangan ini. Dari kondisi ini, Eropa mengalami ancaman atau keterlambatan ekonomi yang bahkan sudah terjadi di tahun 2022 dan akan semakin gelap di tahun 2023.

Pakar Ekonomi Islam, Ustaz Dwi Condro Triono, SP., M.Ag., Ph.D, di kanal youtube Ngaji Shubuh, Sabtu 15/10/2022 mengingatkan sekaligus menegaskan, bahwa resesi ekonomi tidak hanya akan terjadi di Eropa. Karena Saat ini sudah masuk ekonomi global, pasti akan ada efek domino dari resesi ekonomi ke seluruh dunia. Di tahun 2022 ini mungkin efeknya belum terlalu terasa di Indonesia, tetapi tahun 2023 nanti bisa sangat terasa.

Indonesia dengan segala potensi seharusnya bisa lebih mampu mengatasi resesi ekonomi. Syaratnya dengan mengikuti apa yang diperintahkan Rasulullah saw. dalam pengaturan negara terhadap rakyatnya.

Sebagaimana sabda Rasulullah bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Dengan melihat sabda Rasulullah ini, diharapkan setiap pemimpin memilki rasa takut akan dosanya ketika tidak amanah dalam mengurus rakyat.

Untuk mengatasi resesi dan krisis ekonomi yang melanda Indonesia bahkan dunia, sistem Islam memberikan dua cara, yaitu ikhtiar bumi dan ikhtiar langit. 

Pertama, Ikhtiar bumi, yaitu di antaranya dengan memperkuat cadangan pangan sehingga bisa memperkuat ketahanan pangan masyarakat, baik pada tiap individu maupun antar individu.

Kemudian yang kedua, ikhtiar langit adalah dengan menguatkan dan mengencangkan aktivitas dakwah, yaitu dengan seruan-seruan dakwah dari umat Islam yang mengajak masyarakat untuk segera kembali kepada sistem Islam. Masyarakat dipahamkan bahwa hanya Islam yang dapat memberikan solusi tuntas dan menyelamatkan. 

Saat mendapat musibah, umat harus segera bangkit untuk mengambil hikmah dan manfaat. Setiap musibah yang diberikan Allah Swt. adalah ujian bagi manusia. Selain itu, kita pun perlu memperkuat sandaran, doa, dan permohonan pada Allah Swt. 

Aagar Allah Swt. memberi pertolongan, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu bahwasanya kita pun harus menolong agama Allah.

Sebagai penguat, Allah berfirman dalam QS. Muhammad ayat 7 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu."

Semoga ini bisa menjadi tips atau cara yang apabila kita lakukan, Insyaallah akan selamat dunia maupun akhirat.

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Willy Waliah
Sahabat Tinta Media

Rabu, 16 November 2022

Ancaman Resesi Global, Rakyat dihantui PHK Massal

Tinta Media - Perekonomian Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Tidak perlu data, cukup dengan menilik naiknya berbagai kebutuhan pokok, terutama kenaikan BBM, sudah menerangkan bahwa ekonomi masyarakat Indonesia sedang sulit. Rakyat kecil sudah tercekik, tetapi masih ditakut-takuti bahwa ekonomi tahun depan, yaitu 2023, akan "gelap". Seolah yang sedang dijalani rakyat saat ini belum cukup gelap. 

Baru-baru ini, peringatan dini terhadap potensi resesi ekonomi global tahun 2023 mulai digaungkan oleh berbagai institusi finansial global seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia. Krisis ekonomi yang sudah terjadi di beberapa negara saat ini menjadi indikasi nyata terhadap kemunculan resesi tersebut. 

Resesi ekonomi merupakan kondisi di saat perekonomian suatu negara mengalami penurunan aktivitas secara signifikan dalam jangka waktu yang lama. Di antara tanda-tanda terjadinya resesi adalah penurunan produk domestik bruto (PDB), kenaikan angka pengangguran, dan menurunnya kepercayaan atau daya beli konsumen.

Tentu saja, yang paling merasakan dampak dari resesi ekonomi adalah rakyat kecil atau masyarakat ekonomi bawah. Hal paling lumrah yang akan mereka alami adalah kesulitan membeli berbagai kebutuhan disebabkan naiknya harga. Selain itu, rakyat harus siap berhadapan dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pada saat resesi, akan banyak industri yang mengurangi produksi mereka, atau bisa berhenti sama sekali, sehingga PHK tidak bisa dihindarkan.

Bencana resesi semacam ini pernah dialami Indonesia sebelumnya, yaitu di tahun 1963 dan 1998. Yang paling segar diingatan adalah resesi ekonomi tahun 1998 yang memicu banyak kerusuhan di berbagai daerah. Rakyat melakukan penjarahan di pusat-pusat perbelanjaan sebagai bentuk protes dan keputusasaan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Demonstransi rakyat dan mahasiswa terjadi di mana-mana. Buntutnya, Presiden Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden yang telah ia duduki selama 32 tahun.

Resesi ekonomi juga dialami negara-negara lain di dunia, seperti Myanmar, Afganistan, Pakistan, Turki dan Mesir. Baru-baru ini, Inggris, sebagai salah satu negara maju tak luput dari hantaman resesi. Bahkan, dikabarkan banyak rakyat Inggris menjadi pekerja seks demi membayar tagihan listrik dan membeli BBM. 

Fakta-fakta yang terpampang di hadapan kita ini, merupakan bukti bahwa sistem perekonomian yang berlaku saat ini rentan ambruk dan hancur. Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan oleh hampir seluruh negara di dunia, meniscayakan terjadinya resesi. Dengan kata lain, dalam sistem kapitalisme, resesi ekonomi tidak mungkin tidak terjadi. Dalam sistem ini, rakyat kecil pasti menjadi korban yang paling menderita.

Beberapa hal dalam sistem kapitalisme yang menjadikan sistem ekonomi rapuh adalah digantikannya emas sebagai cadangan mata uang dengan dolar. Utang-utang riba semakin menggelembungkan utang itu sendiri dan sering kali membuat pengusaha gulung tikar. Sistem yang digunakan di bursa dan pasar modal yaitu jual beli saham, obligasi, dan komoditi, tanpa adanya akad serah terima yang jelas, serta kebebasan dalam hak kepemilikan yang berpotensi terjadinya praktik monopoli. Menyadari hal ini, logis bila kita mencari sistem lain untuk diterapkan menggantikan sistem kapitalisme. 

Sistem ekonomi Islam sangat berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis. Sistem Islam dibangun di atas landasan akidah yang kokoh, sehingga mampu terhindar dari berbagai krisis. Islam memastikan, bukan hanya sistemnya, tetapi juga para pelakunya adalah manusia-manusia amanah yang jauh dari keserakahan.

Dalam perspektif sistem Islam, segala sesuatu harus didasarkan pada keimanan dan rasa takut kepada Allah. Demikian juga dalam urusan ekonomi. Seorang muslim, sebagaimana perintah Allah Swt., tidak boleh berlaku individualis, bergaya hidup hedonis, khianat, atau curang. Dari satu aspek ini saja, sudah sangat besar pengaruhnya bagi kemajuan ekonomi negara. Secara praktis, negara terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), yang saat ini menjamur di Indonesia.

Negara dengan sistem ekonomi Islam juga memiliki tata kelola yang sempurna. Kontrol harga dan regulasi barang sangat diawasi. Negara juga sangat memperhatikan para laki-laki agar bisa mencari nafkah. Sesuai dengan perintah syariat Islam, bahwa seorang laki-laki, terutama yang telah menjadi kepala keluarga, wajib menafkahi keluarganya. Negara tidak akan membiarkan jika ada rakyatnya yang menjadi pengangguran. Ia akan diberikan lapangan pekerjaan atau lahan untuk digarap sebagai mata pencaharian. Negara mengutamakan rakyat sebagai tenaga kerja, tidak dengan mudahnya menerima tenaga kerja asing.

Keunggulan lain sistem ekonomi Islam adalah penggunaan mata uang berbasis dinar dan dirham. Dinar-dirham merupakan alat tukar yang adil bagi semua pihak, terukur, dan stabil. Dalam perjalanan sejarah penerapannya, dinar-dirham sudah terbukti sebagai mata uang yang nilainya stabil karena didukung oleh nilai intrinsiknya, tidak seperti mata uang kertas yang nilainya mudah dipermainkan. Selama ini, Amerika Serikat bisa dengan mudah memanipulasi ekonomi negara-negara berkembang menggunakan dolar.

Aspek penting lainnya, Islam mengatur tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan pribadi, umum, dan negara. Seluruh barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak dan masing-masing saling membutuhkan, dalam sistem ekonomi Islam, terkategori sebagai barang milik umum, seperti Sumber Daya Alam (SDA) berupa air, tanah atau tambang. Maka, SDA ini dilarang untuk dimiliki oleh swasta atau individu. Kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diperuntukkan bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Bukan seperti yang terjadi di Indonesia saat ini, semua kekayaan negara dikelola oleh asing. Praktis rakyat tidak mendapat apa-apa, hanya makin sengsara dan menderita.

Tidak ada cara lain bagi negeri ini jika ingin keluar dari keterpurukan, selain mengganti sistem sekuler kapitalis yang berlaku sekarang ini dengan sistem Islam. Kembalinya kekayaan negara ke tangan rakyat hanya mungkin terjadi di bawah naungan sistem Islam yang disebut Khilafah. Kriminalisasi ide khilafah yang gencar dilakukan saat ini, bisa diduga kuat bahwa di belakang mereka adalah para kapitalis dan negara-negara penjajah. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Oleh: Dinda Kusuma Wardani T.
Sahabat Tinta Media

Selasa, 25 Oktober 2022

Indonesia Resesi, Apakah Mengerikan?

Tinta Media - Resesi ekonomi memberikan wajah kekhawatiran rakyat Indonesia, yang saat ini masih beradaptasi dengan kehidupan New Normal. Setelah kurang lebih 2 tahun dilanda pandemi yang berkepanjangan, banyak usaha yang mati karena berbagai kebijakan work from home (WFH). Masyarakat panik, belum mempersiapkan sejak dini mengenai management keuangan yang baik, jika suatu saat terjadi wabah yang tidak tau kapan itu akan terjadi, serta ada obat untuk penanganannya. 

Flow konsep uang selalu mengalir dan terus bergulir. Jika yang terjadi hambatan di dalamnya, maka siklus uang akan terganggu dan mengakibatkan terjadinya  penurunan pembelian ekonomi. Akibatnya, terjadi kemerosotan aktivitas ekonomi dan industri dalam jangka waktu relatif singkat. 

Resesi ini akan terus bergulir, sebagaimana telah diperkirakan oleh Presiden World Bank Group David Malpass bahwa bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunganya dan tren tersebut diperkirakan akan berlanjut di tahun depan.  

Kendati demikian, dari kabar di atas, ada hal yang perlu diberi perhatian lebih cermat dan bijak dalam memahami suatu informasi yang booming dan menjadi pembicaraan hangat publik. Dimulai dari apa sih, itu Resesi? Apakah semengerikan itu sampai pejabat publik angkat bicara mengenai hal itu? 

Resesi ekonomi adalah suatu kondisi di saat produk domestic bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi suatu negara negative selama 2 kuartal berturut-turut. Bisa dikatakan, selama 6 bulan terakhir dinegara tersebut, orang-orang menahan untuk membelanjakan uangnya, yang seharusnya seimbang antara uang yang dibelanjakan dengan barang yang ada dipasaran. (Sumber,detik.com)

Sebenarnya, ini sudah pernah dirasakan saat awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia. 
Barang-barang harganya naik, berkurangnya lapangan pekerjaan dan meningkatnya angka kemiskinan. 
Dari masalah di atas, sudah terlihat dampak dari resesi ekonomi. Secara data, di tahun 2020, ekonomi Indonesia resmi mengalami resesi -5,32% di Q2 2020, dan -3,49% di Q3 2020. Secara full year, ekonomi Indonesia turun -2,1% ditahun 2020 (Sumber.tradingeconomics.com). 

Tanpa disadari, kita sudah melewati resesi tersebut karena sudah merasakan. 

Di satu sisi, statusnya saat ini bisa dikatakan dalam zona cukup baik karena pembatasan kegiatan masyarakat dilonggarkan. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada April-Juni (Kuartal II) 2022 cukup impresif, yaitu posisi keuangan kita berada pada 5,4 persen.

Kebijakan fiskal Indonesia (APBN) akan terus dioptimalkan sebagai shock absorber. Namun, pada saat yang sama, APBN juga harus diperkuat dari sisi ketahanan fiskal untuk dapat menghadapi risiko ketidakpastian ekonomi global yang semakin meningkat. 

Indonesia baru dikatakan resesi jika sudah terjadi. Untuk saat ini, yang ada hanya indikasi global tentang resesi, bukan yang sebenarnya terjadi. Resesi itu baru diprediksi tahun depan, kita tidak tau apakah itu terjadi atau tidak. Alangkah baiknya, kita bisa lebih cermat dan mendalami dan mempelajari suatu masalah yang ada, jangan terbawa suasana, apalagi panic attack.

Oleh: Muhammad Nur Bintang Saputra Mahasiswa aktif STEI SEBI

Sabtu, 22 Oktober 2022

Pakar Ekonomi Prediksi Indonesia dan Dunia Akan Hadapi Resesi Ekonomi 2023

Tinta Media - Pakar Ekonomi Islam Ustaz Dwi Condro Triono, SP., M.Ag., Ph.D memprediksi dunia termasuk Indonesia akan menghadapi resesi ekonomi pada 2023.

"Beberapa negara saat ini sedang menghadapi resesi ekonomi termasuk Indonesia. Di tahun 2023, Indonesia bahkan diramalkan akan menghadapi resesi ekonomi," tuturnya dalam kajian Sistem Ekonomi Islam: Ancaman Resesi Ekonomi 2023, Siapkah Indonesia Menghadapinya Sabtu (15/10/2022) di kanal Ngaji Shubuh.

Ia menjelaskan, resesi ekonomi adalah kelambatan ekonomi. "Ekonomi melambat ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun. Dampak dari resesi ini adalah munculnya banyak pengangguran karena lapangan kerja yang semakin menyempit," terangnya. 

Menurutnya, resesi ekonomi secara teoritis terjadi ketika permintaan agregat dengan penawaran agregat tidak seimbang yakni permintaan agregat lebih rendah daripada penawaran agregat. "Hal ini berarti banyak barang yang ditawarkan tetapi tidak ada pembelinya," jelasnya. 

Ia memberikan contohnya adalah yang menimpa bidang transportasi pada saat pandemi. Transportasi berhubungan dengan bisnis pariwisata yang terkait dengan bisnis kuliner, perhotelan, dan usaha travel. Bisnis-bisnis di seputar pariwisata banyak ditawarkan namun sepi peminat. Ini maknanya penawaran lebih tinggi dari permintaan. Jika hal ini terus berlanjut bisa menyebabkan krisis ekonomi.

Inflasi 

Selain resesi ekonomi, Dwi Condro menyebutkan penyakit ekonomi yang lain adalah inflasi yang ditandai dengan melambungnya harga-harga barang. "Inflasi ini kebalikan dari resesi yaitu permintaan agregat lebih tinggi dari penawaran agregat. Salah satu penyebab inflasi adalah terlalu banyak mencetak mata uang. Banyaknya mata uang yang beredar di masyarakat sementara penawarannya tetap atau relatif tetap inilah yang membuat harga-harga melambung," bebernya. 

Mulai Tampak

Dwi Condro mengungkapkan, adanya isu tahun 2023 akan terjadi resesi memang sudah nampak terlihat terutama di Eropa. "Krisis energi dan krisis pangan sudah nampak getarannya khususnya di Inggris dan Eropa secara umum. Perang Ukraina dan Rusia cukup berdampak di Eropa," ungkapnya. 

Hal ini, lanjutnya, hingga menyebabkan krisis karena ketergantungan energi dan pangan Eropa yang besar kepada Ukraina dan Rusia. "Ketika terjadi perang, secara politik Eropa memutuskan hubungan ekonomi kepada Rusia sebagai sanksi atas invasi Rusia. Kelangkaan energi jelas akan terjadi. Pertanian pun banyak yang rusak karena peperangan ini. Dari kondisi ini, Eropa mengalami kelambatan atau ancaman ekonomi yang bahkan sudah terjadi di tahun 2022 dan akan semakin gelap serta parah di tahun 2023," paparnya.

Ia mengingatkan, jangan ada anggapan bahwa resesi ekonomi hanya akan terjadi di Eropa. Saat ini sudah masuk ekonomi global pasti akan ada efek domino dari resesi ekonomi ke seluruh dunia. Di tahun 2022 ini mungkin efeknya belum terlalu terasa di Indonesia, namun tahun 2023 bisa sangat terasa. 

“Jika di Indonesia mulai terjadi resesi, harusnya diatasi dengan penambahan subsidi, bukan pencabutan subsidi. Harga-harga termasuk BBM yang merupakan kebutuhan penting masyarakat juga harus diturunkan, apalagi harga minyak dunia juga sudah turun. Para pejabat juga jangan menambah beban masyarakat dengan ucapan-ucapan tanpa empati,” tambahnya.

“Indonesia dengan segala potensinya tentu seharusnya bisa lebih mampu mengatasi resesi ekonomi. Syaratnya mengikuti apa yang diperintahkan Rasulullah SAW dalam pengaturan negara terhadap rakyatnya. Disabdakan oleh Rasulullah bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Dengan melihat sabda Rasulullah ini, harapannya setiap pemimpin akan takut atas dosanya ketika tidak amanah mengurus rakyatnya,” ujarnya.

Solusi

Untuk mengatasi resesi dan krisis ekonomi yang melanda indonesia bahkan dunia, Dwi Condro memberikan dua cara yaitu ikhtiar bumi dan iktiar langit. "Ikhtiar bumi di antaranya dengan memperkuat cadangan pangan sehingga bisa memperkuat ketahanan pangan masyarakat baik pada tiap individu maupun antar individu," katanya. 

Sedangkan ikhtiar langit, kata Dwi Condro,  adalah dengan menguatkan dan mengencangkan aktivitas dakwah. "Seruan-seruan dakwah dari umat Islam yang mengajak masyarakat agar segera kembali kepada Islam. Masyarakat dipahamkan bahwa hanya Islam saja yang memberikan solusi yang tuntas dan menyelamatkan. Ketika mendapatkan musibah harus segera bangkit untuk mengambil hikmah dan manfaat. Setiap musibah yang diberikan oleh Allah SWT adalah ujian bagi manusia. Selain itu kita harus memperkuat sandaran, doa, dan permohonan bantuan kepada Allah. Agar Allah membantu kita ada syarat yang harus dipenuhi harus menolong agama Allah," urainya. 

Sebagai penguat, ia menyitir QS Muhammad ayat 7 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.

“Inilah resep atau tips yang jika kita lakukan insyaa Allah akan selamat dunia dan akhirat,” pungkasnya.[] Erlina YD


Kamis, 20 Oktober 2022

Perang Rakyat Semesta, Mampukah Hadapi Resesi Dunia?

Tinta Media - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan tiba-tiba menyerukan ‘perang rakyat semesta’. Istilah yang biasa digunakan dalam dunia militer tersebut, kali ini dipakai untuk menghadapi ancaman resesi ekonomi dunia. Selama ini, sebagian masyarakat menilai, Luhut merupakan menteri yang memiliki akses dan informasi lebih dibanding menteri-menteri lain. Artinya, jika Luhut menyerukan ‘perang rakyat semesta’, bisa jadi Indonesia memang dalam kondisi waspada. 

Penggunaan istilah ‘perang rakyat semesta’ seolah menunjukkan keseriusan pemerintah mengantisipasi ancaman resesi ekonomi global yang diprediksi terjadi tahun depan. Pemerintah ingin melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk bersatu padu menghadapi ancaman tersebut. Namun sayang, Luhut sekadar mengimbau masyarakat menanam cabai dan sayuran di pekarangan rumah masing-masing. Suatu narasi besar, tetapi mendapat solusi yang terkesan receh. Rakyat memang membutuhkan cabai dan sayuran, tetapi ada hal yang lebih vital dari itu. 

Jika masyarakat diminta menanam cabai dan sayuran, akankah pemerintah menjamin harga sembilan bahan pokok (sembako) terjangkau? Sampai saat ini, beras, jagung, kedelai, gandum, bawang, gula, hingga garam yang merupakan kebutuhan pokok masyarkat masih impor. Artinya,  masyarakat tetap akan terbebani karena nantinya ada potensi kenaikan harga. Akhirnya, mustahil ketahanan pangan terwujud. Kondisi saat ini sangat kontras dengan kondisi saat Indonesia pernah menjadi negara swasembada pangan.

Di samping itu, gaung ‘perang rakyat semesta’ akan sulit terwujud di saat tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah menyusut. Penyelesaian hukum kasus Ferdy Sambo belum jelas endingnya, disusul pelanggaran aparat dalam tragedi Kanjuruhan yang meninggalkan duka. Padahal, rakyat sementara menderita akibat kebijakan kenaikan harga minyak goreng, BBM, elpiji, tarif listrik dan lainnya. Sementara, para elit politik dan pejabat negara sibuk copras-capres. Kondisi sosial seperti ini, mengurangi kekompakan pemerintah dengan masyarakat.

Perang Rusia-Ukraina belum juga berakhir. Kondisi ini disebut-sebut memengaruhi ketahanan energi dan pangan dunia. Meski demikian, ketergantungan Indonesia terhadap dua negara tersebut sebenarnya masih bisa diatasi. Selama ini, Indonesia mengekspor komoditas lemak dan minyak nabati ke Rusia-Ukraina. Sementara impor Indonesia dari Rusia-Ukraina lebih banyak besi-baja serta serealia. Di tengah kondisi mahalnya harga minyak goreng, minyak nabati sebaiknya difokuskan untuk pasokan dalam negeri. Hal ini turut membantu pemerintah mengantisipasi resesi. Sementara besi-baja, masih bisa tersedia dalam negeri.   

Dunia saat ini dikuasai oleh sistem ekonomi kapitalis liberal. Sistem ekonomi ini berasaskan idiologi sekuler. Ancaman resesi global setidaknya menunjukan bahwa sistem ekonomi yang berlaku di dunia saat ini sangat rapuh. Seharusnya, pemerintah dan para elit pejabat negeri menyadari hal ini, kemudian mencari alternatif sistem lain yang mampu menyelamatkan kehidupan manusia sekarang dan di masa akan datang. Pemerintah seharusnya tidak membebek perjalanan sistem ekonomi dunia yang jelas-jelas salah arah. 

Ketika membahas resesi dunia, seharusnya juga membahas kedaulatan negara. Wajib bagi  pemerintah menguatkan kedaulatan negara agar tidak selalu tergantung kepada negara luar. Apalagi, Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Indonesia, insha Allah mampu berdiri di atas kaki sendiri. Keberanian untuk mandiri dengan mengandalkan SDA dan SDM inilah yang harus dikuatkan. 

Di sisi lain, ketika kita berhadapan dengan isu global, kita berhadapan dengan ideologi. Indonesia mengklaim memiliki Ideologi Pancasila, sila pertama berbunyi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.

Namun, pada faktanya sistem dan kebijakan yang lahir berasaskan sekularisme, me memisahkan agama dari segala urusan dunia, termasuk terkait ekonomi. Jika Indonesia ingin selamat dari ancaman resesi dunia, hanya ada satu cara yaitu mengembalikan segala urusan rakyat pada hukum yang ditetapkan Tuhan Pencipta Alam, yaitu Allah Swt.  

Wallahu’alam bish shawab.

Oleh: Ikhtiyatoh, S.Sos.
Sahabat Tinta Media, Pemerhati Sosial dan Politik

Selasa, 18 Oktober 2022

Dana Parpol Naik di Tengah Ancaman Resesi?

Tinta Media - Presiden Joko Widodo, Menko Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kompak mengatakan bahwa perekonomian tahun depan makin gelap. 

Dikutip dari CNN Indonesia pada Selasa (27/09/2022), Sri Mulyani memprediksi ekonomi dunia jatuh ke jurang resesi pada tahun depan. Perkiraan itu ia buat berdasarkan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral di sejumlah negara seperti AS dan Inggris demi meredam lonjakan inflasi. Ia memastikan kebijakan itu akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi sehingga ancaman resesi kian sulit dihindari. 

Ancaman resesi terjadi hampir di seluruh penjuru dunia. Anehnya, Indonesia justru meningkatkan dana bantuan untuk parpol. Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat dari Rp1.000,- menjadi Rp3.000,- per suara. 

Sunggung sebuah paradoks yang menunjukkan secara nyata bobroknya sistem kapitalis demokrasi, yang menjadikan penguasa lebih berpihak kepada parpol dibanding rakyat. Sistem politik demokrasi telah menjadikan negara ini abai terhadap nasib rakyat yang terancam hidup sulit, tetapi peduli pada parpol yang akan  menjadi kendaraan politik meraih kursi. 

Dalam sistem politik demokrasi, hal ini mutlak terjadi. Pasalnya, penguasa yang terpilih dalam sistem ini merupakan orang anggota partai. Sementara, partai sendiri tidak mengeluarkan dana yang sedikit untuk memenangkan kontestasi pemilu. Hasilnya, penguasa yang berhasil meraih kursi kekuasaan berutang besar pada partai. Sebagai timbal baliknya, penguasa tentu saja harus berpihak kepada partai. 

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme ini telah menjadi penyebab utama terjadinya resesi. Resesi adalah suatu keadaan di saat ekonomi negara negatif dalam dua kuartal atau lebih secara berturut-turut. Resesi bisa membuat perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran karena ekonomi tidak bergerak. Akibatnya, jumlah orang miskin akan bertambah, jumlah penganguran akan meningkat, dan daya beli masyarakat pun akan semakin melemah. 

Sistem ekonomi kapitalisme ini dibangun dari pondasi struktur ekonomi yang semu, yaitu sektor ekonomi yang non-riil, bukan sektor ekonomi yang sesungguhnya (sektor riil). Sektor non-riil ini dikembangkan oleh negara-negara kapitalis untuk melakukan investasi secara tidak langsung, yaitu melalui pasar modal dengan membeli saham-saham yang ada di pasar modal. Yang terjadi, nilai ekonomi non-riil, seperti transaksi di lantai bursa saham melebihi nilai transaksi barang dan jasa, sehingga sistem ekonomi ini sangat mungkin menjadikan ekonomi ini bisa meledak sewaktu-waktu. 

Di tengan kehidupan yang sulit saat ini, ditambah ancaman resesi global, umat benar-benar membutuhkan penguasa yang peduli dan mengurus kebutuhannya. Umat juga membutuhkan sistem politik-ekonomi yang menjamin kesejahteraan mereka. Jawabannya ada pada sistem Islam. 

Dalam Islam, seorang penguasa atau pemimpin adalah pelindung bagi rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya. Dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya, dan kelak dia akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat atas amanah kepemiminannya itu.

Sebagaimana hadis Rasulullah saw: “Imam adalah raain (penggembala) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnnya.” (HR Bukhari) 

Kepemimpinan dalam Islam sendiri dipahami sebagai tanggung jawab dunia dan akhirat, artinya seorang penguasa atau pemimpin di dunia bertanggung jawab atas nasib rakyatnya. Dia wajib menjaga agama rakyatnya supaya tetap dalam tauhid dan ketakwaan kepada Allah Swt. serta wajib memenuhi kebutuhan dasar mereka. 

Dalam menjalankan tanggung jawabnya, seorang khalifah (pemimpin) akan merujuk pada politik ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam merupakan kebijakan negara yang fokus pada kesejahteraan setiap individu masyarakat, bukan sekadar kesejahteraan negara secara makro, yang tertulis dalam angka namun nyatanya banyak rakyat hidup miskin dan mati kelaparan. 

Dalam upaya menjamin kebutuhan primer setiap individu yang hidup di dalam sistem Islam, negara akan menempuh tiga strategi kebijakan. 

Pertama, Islam menetapkan tanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok individu berupa sandang, pangan, dan papan kepada individu. Hal itu dilakukan dengan cara mewajibkan setiap pria yang baligh, berakal, dan mampu untuk bekerja. Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang halal seluas-luasnnya, juga membangun iklim kondusif untuk usaha dan investasi yang juga halal. 

Kedua, jika individu tersebut tidak mampu dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri serta orang-orang yang menjadi tanggungannya, maka beban tersebut dialihkan kepada ahli waris dan kerabatnya. 

Ketiga, jika dengan strategi kedua kebutuhan pokok belum juga terpenuhi, maka beban tersebut beralih pada negara. Artinya negara menanggungnya dengan menggunakan harta yang ada di kas baitul mal, termasuk harta zakat. Sementara untuk jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara memenuhinya secara langsung yang diambil dari harta baitul mal dari pos kepemilikan umum. 

Sistem ekonomi Islam memiliki pertahanan yang kuat dalam menghadapi resesi. Ada beberapa mekanisme yang akan dijalankan khilafah untuk menjaga kestabilan ekonomi.

Pertama, melarang penimbunan harta (kanzul mal) yang akan menarik perputaran uang di masyarakat, termasuk harta yang disimpan atau ditahan dalam berbagai bentuk surat berharga. 

Kedua, mengatur kepemilikan. Islam melarang privatisasi sehingga aset seperti sumber daya alam dalam deposit melimpah tidak boleh dikuasi korporasi. 

Ketiga, Islam menerapkan mata uang yang tidak palsu, yaitu mata uang berbasis emas dan perak. Ketika mata uang berganti, transaksi akan memiliki nilai yang sama antara peredaran jumlah uang dengan barang dan jasa. Sehingga ekonomi pun stabil dan produktif. 

Keempat, menghentikan transaksi ribawi yang menjadi pangkal masalah ini dan juga untung-untungan (spekulatif). 

Kelima, penerapan zakat mal dalam regulasi negara. Zakat mal akan digarap serius bukan untuk infrastruktur, melainkan disalurkan kepada delapan kelompok yang telah diatur dalam Islam. 

Hal inilah yang menjadi rahasia bagaimana Khilafah Islam mampu memiliki perekonomian yang kuat, produktif dan anti resesi selama 13 abad.

Oleh: Gusti Nurhizaziah 
Aktivis Muslimah


Kamis, 11 Agustus 2022

AS Resesi, CORE: Inflasi Sudah Sangat Tinggi

Tinta Media - Muhammad Ishak Razak dari Center of Reform on Economics (CORE) menanggapi resesi ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat (AS).

“Seberapa dalam resesi Amerika Serikat (AS) nanti terjadi setelah The FED menaikkan suku bunga yang sangat tinggi? The Fed atau The Federal Reserve System sebagai salah satu otoritas moneter di AS, telah menaikkan suku bunga pada level yang sangat tinggi. Inflasi Amerika sudah sangat tinggi mencapai 9,1 persen, tertinggi selama 40 tahun, kemudian direspons oleh The Fed dengan menaikkan suku bunga yang agresif,” tuturnya dalam Program Fokus: AS Resesi Dunia Berubah? Ahad (7/8/2022), di kanal YouTube UIY Official. 

Ishak mengatakan, pada bulan Juli ini The Fed sudah menaikkan suku bunga sampai ke level 2,5 persen. Padahal pada masa pandemi suku bunga itu flat, rata-rata 0,5 persen. "Karena inflasi tinggi maka direspons dengan menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga ini kemungkinan akan berlanjut pada bulan September 2022,” ucapnya. 

Ia memaparkan bahwa kenaikan suku bunga ini sangat dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat inflasi yang terjadi di AS. 

“Kita ketahui pada  inflasi saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga-harga energi. Ini yang menjadi perdebatan di AS. Apakah kebijakan The Fed menaikkan suku bunga ini efektif atau tidak,” paparnya. 

Artinya inflasi saat ini bukan dari sisi demand, permintaan masyarakat tapi dari sisi supply. Di mana terjadi kenaikan harga-harga bahan baku khususnya energi. Sementara target inflasi dari The Fed itu awalnya 2 persen berubah sekarang menjadi 9 persen.

“Dalam sistem ekonomi kapitalis, rumus baku meredam inflasi dengan menaikkan suku bunga,” ujarnya. 

Dengan menaikkan suku bunga, diharapkan konsumsi masyarakat akan melemah. Ia mengungkapkan dua tujuan dinaikkan suku bunga tersebut.

“Pertama, belanja masyarakat AS ditopang oleh kredit dari perbankan misalnya kredit perumahan, kredit otomotif termasuk student loan, credits card, dan sebagainya. Dengan naiknya suku bunga maka kemampuan untuk berbelanja itu akan menurun,” ungkapnya. 

Kedua, AS sangat bergantung kepada utang konsumen (masyarakat). “Ketika suku bunga ini dinaikkan maka belanja atau biaya hidup mereka semakin naik, karena mereka harus membayar bunga yang lebih mahal dibandingkan sebelumnya sehingga meredam hasrat mereka untuk berbelanja,” bebernya. 

Inilah mengapa ketika kenaikan suku bunga terjadi kontraksi ekonomi, The Fed mengatakan akan melawan inflasi meskipun mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan dua faktor di atas tersebut yang dikorbankan oleh The Fed.

“Inilah yang dimaksud dikorbankan, yakni daya beli masyarakat, kemudian investor, para pelaku usaha, karena tadi permintaan turun otomatis penjualan mereka turun, industri-industri manufaktur penjualannya turun akhirnya mereka mengurangi penjualan, mengurangi produksi dan otomatis melakukan layoff (tenaga kerja dikurangi),” jelasnya. 

Akibatnya, meningkat pengangguran sehingga otomatis kemampuan daya beli masyarakat akan kembali tertekan. Kebalikan yang terjadi sekarang di AS, ia mengemukakan pasca pandemi AS mengalami peningkatan tenaga kerja di saat ekonominya menurun. 

“Korelasi antara kenaikan suku bunga The Fed untuk melawan inflasi dengan peningkatan pengangguran sehingga kalau ditanyakan apakah resesi di AS sekarang terjadi?, bukan ini perdebatannya karena faktanya pasca pandemi ini penyerapan tenaga kerja di AS meningkat dibalik menurun ekonominya,” ujarnya. 

Dampak langsung kenaikan suku bunga oleh The Fed akan terasa setelah beberapa bulan atau kuartal (per tiga bulan) ke depan. Ia menyatakan walaupun belum terasa dampaknya tapi survei-survei tingkat ekspektasi konsumen terhadap perekonomian AS ke depan mengalami penurunan. 

“Misalnya survei konsumen yang dilakukan The University of Michigan bahwa angkanya terus turun bahkan minus paling rendah dalam 20 tahun terakhir ini. Secara behavioral economics ketika masyarakat ini tidak percaya atau kurang yakin terhadap prospek ekonomi di masa yang akan datang, mereka (masyarakat) juga akan mengurangi minat konsumsi mereka termasuk mengurangi kecenderungan untuk melakukan investasi,” katanya. 

Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa perdebatan saat ini adalah dalam kuartal berikutnya di tahun 2023 bagaimana korelasi dari kenaikan suku bunga oleh The Fed terhadap resesi yang terjadi di AS.

“Perdebatan saat ini yang terjadi adalah sebenarnya dalam kuartal berikutnya di tahun 2023,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Jumat, 05 Agustus 2022

Amerika Resmi Resesi, Ini Dampaknya ke Ekonomi Indonesia


Tinta Media - Amerika Serikat (AS) telah masuk resesi. Bukan hanya itu, Indonesia juga harus menghadapi berbagai tantangan dari pertumbuhan ekonomi Cina yang negatif serta tensi geopolitik Rusia-Ukraina memperparah gejolak harga di seluruh dunia. 

Sebagaimana kalau kita menjadi pendukung buta sebuah rezim, maka jawabannya akan standar, "Indonesia" itu aman tak berdampak pada resesi ekonomi global. Dengan mengerahkan para buzzer dan influencer masyarakat bisa ditenangkan dengan menganggap bahwa Indonesia relatif tidak berdampak atas peristiwa tersebut.

Bisa melihat kebutuhan harian masyarakat bisa didapatkan dengan mudah. Bila harga daging mahal dipasaran maka bisa menggunakan sarana daun singkong dan ubi-ubian sebagai bahan pengganti. Karbo cukup bisa menggantikan peran protein hewani. Bagaimana teorinya? Itu urusan belakangan. 

Kalau harga minyak goreng masih mahal, maka mulailah rajin punya resep makanan rebus. Jauhkan dulu dari gorengan, sudah selaiknya makan jagung dan kacang rebus. 

Bila harga mie instan mulai naik, anak anak kost cukup makan pakai micin dan nasi saja sudah cukup untuk menutupi kelaparan di malam hari, tak perlu menggerutu. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan dampak tantangan tersebut ke Indonesia. "Perangnya di Eropa, tapi dampaknya ke seluruh dunia. Krisis pangan, energi terjadi. Karena Rusia produsen energi yang termasuk terbesar di dunia. Dan Ukraina-Rusia produsen pangan terbesar pangan di dunia, termasuk pupuk," jelas Sri Mulyani saat memberikan sambutan pada Dies Natalis Ke-7 PKN STAN.

"Maka dalam inflasi yang muncul karena pemulihan ekonomi tidak diikuti supply, ditambah disrupsi perang, dunia tidak baik-baik saja. Inflasi di berbagai negara melonjak tinggi". 

Meskipun menteri keuangan bicara begitu, tenang saja, kita masih mungkin menyimpan dana Rp 11.000 Triliun yang masih tersimpan dikantong milik presiden negeri tertentu. Kode etik jurnalistik tak bisa saya lontarkan. 

Kebijakan kenaikan dan pembatasan BBM itu semata mata dilakukan agar warga kita jauh lebih sehat. Bisa naik sepeda ke kantor, bisa jalan kaki ke sekolah, bisa bekerja dari rumah. Bila harga listrik naik, wajarlah karena ini demi perbaikan kualitas dan menurunkan tingkat emisi yang menambah parah suhu dunia. 

Menurut Menteri Keuangan lagi, Ekonomi Indonesia juga terdampak karena inflasi tinggi yang terjadi di AS, Eropa, dan Inggris saat ini. Hal tersebut membuat bank sentral negara-negara itu mengetatkan likuiditas dan meningkatkan suku bunga.

"Apa hubungannya dengan kita, kalau kenaikan suku bunga dan likuiditas cukup kencang, maka pelemahan ekonomi global terjadi," kata dia. Sri Mulyani mengatakan pelemahan ekonomi global mulai terlihat di AS dan China, yang menjadi mitra dagang Indonesia.

Secara definisi, AS sudah masuk ke dalam resesi dengan mencatatkan pertumbuhan negatif dua kali berturut-turut selama dua kuartal di tahun yang sama. Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal II-2022 kontraksi atau negatif 0,9% secara tahunan (year-on-year/yoy). Pada kuartal I-2022 yoy, pertumbuhan pun tercatat negatif sebesar 1,6%.

Untuk China pada kuartal II-2022, pertumbuhan ekonominya mengalami penurunan 0,4% dari pertumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 2,5%. Pertumbuhan itu di bawah prediksi pasar 5,5%. Ekonomi yang melemah di dua negara tersebut membuat Sri Mulyani waspada.

"Hari ini Anda baca berita, AS negatif growth Kuartal II, technically masuk resesi. RRT (China) seminggu lalu keluar dengan growth Kuartal II yang nyaris 0," jelas Sri Mulyani. "Apa hubungannya dengan kita lagi? AS, RRT, Eropa adalah negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Jadi, kalau mereka melemah, permintaan ekspor turun dan harga komoditas turun".

Meski capaian ekonomi Indonesia terbilang tangguh, Sri Mulyani tak mau jumawa. Tercatat APBN Surplus di bulan Juni sebesar Rp 73,6 triliun atau 0,39% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kita tahu situasi masih cair dan dinamis. Berbagai kemungkinan bisa terjadi dengan kenaikan suku bunga, capital outflow terjadi di seluruh negara berkembang dan emerging, termasuk Indonesia, dan bisa mempengaruhi nilai tukar, suku bunga, dan inflasi di Indonesia," ungkapnya. 

Kita percaya bahwa Ekonomi Kapitalisme itu seakan lebih sempurna dari ekonomi Islam, bahkan kita mampu berdikari sendiri dengan ekonomi Pancasila yang menurut mereka masih lebih "toleran" ketimbang ekonomi Islam. 

Wajarlah, dengan selalu berlindung atas nama Pancasila dan UUD 1945, maka apa pun kebijakan ekonomi negara merujuk kepada kesejahteraan... Ntahlah kesejahteraan siapa...

Oleh: Rizqi Awal
Pengamat Kebijakan Publik

Senin, 25 Juli 2022

Sastrawan Politik: Resesi Global Ancam Seluruh Negara yang Terapkan Sistem Ekonomi Kapitalisme


Tinta Media - Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menegaskan, adanya resesi global mengancam seluruh negara yang menerapkan siatem ekonomi kapitalisme .
"Sesungguhnya, ancaman resesi global mengancam seluruh negara-negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme," tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (24/7/2022).

Khozinudin menyatakan dalam laporan Global Economic Prospect June 2022 (GEP), Bank Dunia menyebutkan tekanan inflasi yang begitu tinggi di banyak negara tak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. "Hal ini menjadi ancaman resesi ekonomi global yang sulit dihindari negara-negara di dunia," ungkapnya.

Ia pun menjelaskan adanya negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang diprediksi ikut terseret ke dalam jurang resesi akibat inflasi yang terus meningkat. "Tak hanya negara maju, negara berkembang seperti Indonesia pun berisiko mengalami resesi ekonomi," imbuhnya.

Berdasarkan hasil survei Bloomberg, lanjutnya, terdapat 15 negara yang berisiko mengalami resesi. "Dalam daftar tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-14," tambahnya.

Khozinudin pun memaparkan urutan prosentase negara yang berpotensi resesi. "Sri Lanka menempati posisi pertama negara berpotensi resesi dengan presentase 85%,  kemudian New Zealand 33%, Korea Selatan dan Jepang dengan presentase 25%. Sedangkan China, Hongkong, Australia, Taiwan, dan Pakistan dengan presentase 20%. Malaysia 13%, Vietnam dan Thailand 10%, Filipina 8%, Indonesia 3%, dan India 0%," jelasnya.

Ia juga mengemukakan karena kegagalan mengelola ekonomi, sejumlah pemimpin negara mengundurkan diri. "Boris Johnson mengundurkan diri dari posisi Perdana Menteri Inggris. Menyusul PM Italia Mario Draghi yang juga mengundurkan diri," ungkapnya.

Masih menurut Khozinudin, adapun Presiden dan PM Sri Lanka, dipaksa mundur oleh rakyatnya karena gagal mengelola perekonomian yang menyebabkan Sri Lanka berada di jurang kehancuran.

Dia membeberkan di negeri kampiunnya demokrasi, adanya lonjakan harga barang terus berlangsung di Amerika Serikat. Ditandai dengan laju inflasi tahunan yang mencapai 9,1% pada Juni, tertinggi sejak November 1981. "Pasar semakin khawatir The Federal Reserve akan mengambil langkah yang semakin agresif dalam menaikkan suku bunga dan meningkatkan ancaman resesi," pungkasnya.[] Nita Savitri

Minggu, 24 Juli 2022

DUNIA DALAM ANCAMAN RESESI GLOBAL, SYARIAH DAN KHILAFAH SOLUSINYA



Tinta Media - Adalah kekeliruan yang fatal jika mengasumsikan ancaman resesi ekonomi hanya berpotensi menyasar negara kecil seperti Sri Lanka, yang hanya karena utang Rp 700 triliunan mengalami kebangkrutan. Sesungguhnya, ancaman resesi global mengancam seluruh negara-negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme.

Dalam laporan Global Economic Prospect June 2022 (GEP), Bank Dunia menyebutkan tekanan inflasi yang begitu tinggi di banyak negara tak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi ancaman resesi ekonomi global yang sulit dihindari negara-negara di dunia.

Sejumlah negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang diprediksi ikut terseret ke dalam jurang resesi akibat inflasi yang terus meningkat. Tak hanya negara maju, negara berkembang seperti Indonesia pun berisiko mengalami resesi ekonomi.

Berdasarkan hasil survei Bloomberg, terdapat 15 negara yang berisiko mengalami resesi. Dalam daftar tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-14.

Sri Lanka menempati posisi pertama negara berpotensi resesi dengan presentase 85%, Menyusul kemudian New Zealand 33%, Korea Selatan dan Jepang dengan presentase 25%.

Sedangkan China, Hongkong, Australia, Taiwan, dan Pakistan dengan presentase 20%. Malaysia 13%, Vietnam dan Thailand 10%, Filipina 8%, Indonesia 3%, dan India 0%.

Karena kegagalan mengelola Ekonomi, sejumlah pemimpin negara mengundurkan diri. Boris Johnson mengundurkan diri dari posisi Perdana Menteri Inggris. Menyusul PM Italia Mario Draghi yang juga mengundurkan diri. Adapun Presiden dan PM Sri Lanka, dipaksa mundur oleh rakyatnya karena gagal mengelola perekonomian yang menyebabkan Sri Lanka berada di jurang kehancuran.

Di negeri kampiumnya Demokrasi, Lonjakan harga barang terus berlangsung di Amerika Serikat ditandai dengan laju inflasi tahunan yang mencapai 9,1% pada Juni, tertinggi sejak November 1981. Pasar semakin khawatir The Federal Reserve akan mengambil langkah yang semakin agresif dalam menaikkan suku bunga dan meningkatkan ancaman resesi.

Inflasi bulan sebelumnya juga lebih tinggi dibandingkan prediksi Dow Jones yang mencapai 8,8% maupun angka bulan sebelumnya sebesar 8,6%. Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika melaporkan, inflasi inti juga lebih tinggi dari perkiraan mencapai 5,9%. Namun, inflasi inti telah mencapai puncak pada Maret 2022 sebesar 6,5% dan telah menurun sejak itu. 

Para ahli sedang menimbang peluang tentang seberapa besar kemungkinan resesi ekonomi dan seberapa cepat bakal menimpa Amerika Serikat (AS). Mayoritas orang Amerika atau sebanyak 70% mempercayai bahwa penurunan ekonomi sedang dalam perjalanan, berdasarkan survei terbaru dari MagnifyMoney.

Dikutip dari CNBC, survei online dilakukan antara periode 10 dan 14 Juni dan melibatkan 2.082 responden. Resesi didefinisikan sebagai penurunan ekonomi signifikan yang berlangsung lebih dari beberapa bulan. Tanda peringatan resesi terbesar menurut 88% responden, adalah inflasi yang tinggi.

Selanjutnya 61% responden juga meyakini sinyal penurunan ekonomi terlihat dalam harga perumahan dan sewa properti, lalu 56% dari kenaikan suku bunga. Sedangkan 55% dari pergerakan pasar saham, penurunan belanja konsumen 42% dan meningkatnya pengangguran 36%.

Problem Ekonomi Dunia Dalam Cengkeraman Sistem Ekonomi Kapitalisme

Seluruh negara di dunia yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme -termasuk Indonesia- sedang dalam posisi terancam. Potensi resesi ekonomi yang pada mulanya bersifat lokal, bergerak cepat mengglobal menjangkiti seluruh negara karena integrasi ekonomi dan sistem moneter dunia dibawah sistem kapitalisme. Seperti penyakit Cancer, resesi ini telah dieksport melalui sistem keuangan global sebagai darah dan nadi keuangan kapitalisme, sehingga negara-negara yang awalnya normal juga terdampak dan terserang penyakit resesi.

Masalah utama sistem ekonomi kapitalisme adalah : 1. Kebebasan kepemilikan, 2. pendapatan negara yang bertumpu pada pajak dan utang, 3. Sistem fiat money (uang kertas), 4. Pemberlakuan Riba, 5. Penggunaan dolar amerika sebagai medium of change perdanganan internasional, 6. Transaksi di sektor non riel yang hakekatnya Big Casino (pasar modal, pasar uang dan pasar komoditi berjangka). Enam masalah inilah, yang menjadi biang kerok masalah ekonomi dan ancaman pandemi ekonomi bagi dunia.

1. Kebebasan kepemilikan

Ide kebebasan kepemilikan adalah akar dari bencana ekonomi. Ide ini, telah memberikan jalan lapang bagi para kapitalis melalui kapital yang mereka miliki, untuk menguasai sumber-sumber produksi terutama Sumber Daya Alam (SDA) dan barang tambang dengan deposit melimpah. Keadaan ini, menyebabkan ketidakadilan ekonomi.

Harta ditengah-tengah manusia tidak didistribusikan secara adil dan merata. Kekayaan yang merupakan karunia Allah SWT seperti dalam bentuk hutan, hasil tambang, laut, mayoritasnya hanya dikuasai dan dinikmati kaum kapitalis.

Di Indonesia, sejumlah tambang besar seperti emas, perak, minyak, gas, batubara, nikel, dll, mayoritas dikuasai oleh individu, swasta, asing dan aseng. Akibatnya, rakyat tidak mendapatkan manfaat dari hasil tambang.

Yang paling ironis adalah kekayaan hutan yang dibabat dan diubah menjadi kebun-kebun sawit. Di negeri surga sawit, rakyat kesulitan mendapatkan minyak goreng. Sebabnya, oligarki sawit telah menguasai lahan hutan untuk kepentingan mereka, bukan kepentingan rakyat.

2. Pendapatan Negara yang bertumpu pada pajak dan utang

Negara-negara yang menerapkan ideologi kapitalisme, menjadikan pajak dan utang sebagai sumber utama penerimaan negara. APBN disusun berdasarkan pendapatan yang berasal dari pajak dan utang. Memang, ada tambahan sedikit dari investasi dan adakalanya dengan cetak uang.

Kondisi ini jelas akan menyengsarakan rakyat. Sebab, kenaikan penerimaan APBN bersumber dari kenaikan pajak. Kenaikan pajak, akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan menimbulkan dampak kesengsaraan rakyat.

Selama negara menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama, selama itupula negara berbuat zalim kepada rakyatnya. Setiap penerimaan negara, adalah pengeluaran rakyat. Setiap peningkatan pemasukan negara, adalah peningkatan beban rakyat.

3. Sistem Fiat Money (uang kertas)

Uang kertas membawa cacat bawaan, yaitu inflasi abadi. Setiap negara yang menggunakan sistem fiat money, nilai uangnya akan selalu beringsut.

Sebabnya, fiat money tidak memiliki nilai intrinsik. Kepercayaan kepada uang bukan berdasarkan nilai uang, melainkan karena paksaan UU. Saat kepercayaan kepada negara turun, nilai uang bisa turun drastis.

Soal inflasi abadi, itu nyata. Di Indonesia saja, dahulu waktu penulis kecil, uang senilai Rp 25.000 sudah bisa membeli 1 gram emas. Rokok Gudang Garam Internasional isi 12 batang hanya 2.500 per bungkus. Sekarang ? Uang Rp 25.000 tidak dapat emas, emas 1 gram sudah diatas Rp 500.000. Rokok, semua jenis rokok harganya diatas 15 sampai 20 ribu.

4. Pemberlakuan Riba atau Suku Bunga

Ini masalah klasik, sistem ribawi ini menyebabkan buble economic. Usaha mau untung atau rugi, kredit Bank tetap bayar bunga. Bunga berbunga ini terus membesar seperti balon, kalau tidak dapat bayar atau gagal bayar seperti di Sri Lanka, balon ini pecah, terjadilah resesi.

Kutak katik suku bunga ini bikin pusing. Dinaikan, sektor riel terpukul. Diturunkan, sektor moneter amburadul. Maju mundur hancur.

The Fed Amerika menaikan Suku Bunga, masih bisa tertolong. Karena Amerika mengeksport dolar sebagai mata uang dunia. Sehingga, dampak kenaikan suku bunga the fed tidak terlalu memukul sektor riel Amerika, tetapi membuat sektor moneter negara-negara di dunia berantakan. Dolar-dolar mereka lari ke Amerika, cadangan devisa turun, dan kalau sektor pangan dan energi semuanya import, negara terancam kelaparan karena tidak punya dolar untuk import bahan pangan dan energi.

5. Penggunaan Dolar Amerika sebagai Medium of Change Perdanganan Internasional

Ini adalah awal dari bencana finansial global. Seluruh negara, menjadi korban kebijakan dolar Amerika. Sejak Amerika melepas keterikatan dolar dengan emas, sejak Amerika keluar dari kesepakatan Breton Woods tahun 1970, sejak saat itulah dunia dijajah secara finansial oleh kebijakan dolar Amerika.

Transaksi perdagangan internasional yang menggunakan dolar, menguntungkan Amerika dan menjajah negara-negara di dunia. Amerika dapat seenaknya mencetak dolar, dan mengambil keuntungan dari setiap transaksi internasional negara-negara di dunia, walaupun Amerika hanya tinggal ongkang ongkang kaki.

6. Transaksi di Sektor Non Riel yang hakekatnya Big Casino (Pasar Modal, Pasar Uang dan Pasar Komoditi Berjangka).

Dalam sistem ekonomi kapitalis dikenal praktik transaksi non riel, baik dalam pasar uang, pasar saham dan pasar komoditi berjangka. Pasar non riel inilah, yang menyebabkan harga-harga tidak stabil, nilainya bisa naik berkali lipat dan turun drastis berkali lipat. Sektor ini, sejatinya adalah Big Casino (Meja Judi).

Sebuah perusahaan, yang produksinya stabil, market produknya bagus, tiba-tiba bisa bangkrut karena sahamnya di goreng dan dijatuhkan di pasar saham. Harga minyak mentah, ditransaksikan lebih dari 800 % dari transaksi real, sehingga harganya naik berlipat-libat ketimbang harga asli berdasarkan supplay and demand alami. Pasar uang, telah melambungkan atau menjatuhkan mata uang dalam waktu singkat meskipun supplay and demand uang biasa saja secara real.

Solusi Islam Melalui Penerapan Syariah Islam dalam Naungan Institusi Khilafah

Solusi Islam dalam mengatasi krisis ekonomi dan ancaman resesi global adalah dengan menerapkan syariat Islam yang diterapkan oleh institusi Khilafah, yang bertujuan menghilangkan sebab-sebab krisis yakni menghapus Kebebasan kepemilikan, menghapus pendapatan negara yang bertumpu pada pajak dan utang, menghilangkan Sistem fiat money (uang kertas) dengan sistem logam, menghapus  riba, mengakhiri dominasi dolar amerika sebagai medium of change perdanganan internasional, dan menghapus Transaksi di sektor non riel yang hakekatnya Big Casino (pasar modal, pasar uang dan pasar komoditi berjangka).

Dengan sistem Ekonomi Islam, Khilafah akan menghapus kebebasan kepemilikan dan mengatur kepemilikan menjadi tiga :

1. Kepemilikan Umum (Al Milkiyatul Ammah), dimana seluruh manusia, seluruh rakyat, muslim maupun non muslim, memiliki hak yang sama atas semua jenis harta yang terkategori milik umum. Negara mewakili rakyat, akan mengelola jenis harta milik umum ini, dan mengembalikan manfaatnya kepada rakyat baik dalam bentuk layanan publik, fasilitas publik, subsidi barang dan jasa, atau pemberian harta (Iqto') langsung dari Negara kepada Rakyat.

Harta-harta yang terjategori milik umum adalah kekayaan hutan, laut, sungai, gunung dan lembah, barang-barang tambang dengan deposit melimpah, serta harta yang secara asal terlarang dimiliki oleh ibdividu (seperti jalan dan jembatan). Semua haram dikuasai individu, korporasi, asing dan aseng. Saat Khilafah berdiri, harta milik umum ini akan diambil alih oleh Khafah dari individu, korporasi, asing dan aseng.

2. Kepemilikan Negara (Al Milkiyatul Daulah), yakni harta-harta yang wewenang pengelolaannya (pemungutan dan pendistribusian) ada pada Khilafah. Harta jenis ini seperti harta zakat, ghanimah, usyur, fa'i, anfal, kharaj dan dharibah. Negara Khilafah mengeola harta jenis ini untuk menunaikan kewajibannya menerapkan Islam, melayani rakyat, dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru alam.

3. Kepemilikan Individu (Al Milkiyatul Fardiyah), yakni jenis harta selain milik umum dan milik negara, yang boleh dimiliki oleh individu rakyat, seperti tanah, bangunan, rumah, kendaraan, barang elektronik, barang kosmetik, binatang ternak, dan lain sebagainya.

Pembagian harta ini akan menghilangkan kebebasan kepemilikian dalam sistem kapitalis, dan akan memotong tangan oligarki untuk menguasai tambang dan hasil hutan, dan seluruh harta jenis milik umum lainnya. Sehingga, terjadilah distribusi harta yang adil dan merata ditengah-tengah manusia.

Pendapatan Negara Khilafah akan diprioritaskan dari jenis harta milik umum dan milik negara. Negara tidak akan memungut pajak apalagi mengambil utang ribawi. Harta-harta ini sudah cukup untuk membiayai kewajiban Negara melayani rakyat, tanpa memungut pajak.

Berdasarkan perhitungan Tim Ekonomi KPAU, dari 6 (enam) komoditi yang terkategori harta milik umum yakni hasil hutan, laut, minyak, batubara, gas dan  emas, di Indonesia diperoleh potensi pendapatan bersih diatas Rp4000 Triliun. Lebih dari cukup untuk membiayai APBN yang hanya Rp2000 triliunan saja per tahun.

Selanjutnya, Negara mengambil sistem uang berbasis logam emas dan perak. Sistem fiat money dihapus diganti sistem dinar dirham. Ini adalah cara paling praktis untuk mengakhiri inflasi abadi dan menyelesaikan persoalan finansial yang berasal dari fluktuasi nilai mata uang.

Kalaupun Negara perlu mencetak uang kertas, uang tersebut harus di back up dengan emas dan perak. Sehingga, kombinasi uang logam emas dan perak, dan uang kertas yang dijamin dengan emas dan perak, keseluruhannya merupakan pengejawantahan uang yang berbasis emas dan perak.

Sistem uang berbasis emas dan perak ini, diterapkan seiring dengan penghapusan riba dan transaksi non riel di pasar uang, pasar saham, dan pasar komodity berjangka. Seluruh warga negara didorong beraktivitas ekonomi secara riel dengan membentuk Syirkah (Kerjasama Bisnis) baim berbentuk Mudlorobah, Inan, Abdan,  atau gabungan antara ketiganya. Syirkah-syirkah ini akan menggantikan eksistensi perseroan saham (PT) dalam sisten kapitalis.

Dengan sistem uang berbasis dinar dan dirham, Daulah Khilafah akan melalukan transaksi internasional dengan berbagai negara didunia, baik dalam kegiatan Ekspor maupun Impor dengan alat pembayaran berupa emas. Khilafah akan membayar dengan emas (dinar) dan hanya menerima pembayaran dengan emas. Inilah, cara paling praktis untuk mengakhiri dominasi dolar terhadap dunia.

Dan saat dominasi dolar diakhiri, amerika tidak akan dapat mengeksport krisis dan membebankan dampak krisis ekonomi amerika kepada dunia melalui dolarnya, karena dunia hanya menerima dan melakukan pembayaran dengan mata uang berbasis logam emas atau perak. Akhirnya, Krisis hanya akan melanda Amerika dan dunia selamat dari dampak krisis Amerika.[]

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik


Minggu, 10 Juli 2022

Pakar: Ekonomi Indonesia Makin Buruk


Tinta Media - Pakar Ekonomi Dr. Arim Nasim, S.E., M.Si., Ak., CA., menyatakan bahwa ekonomi Indonesia makin buruk.
“Menurut saya, ekonomi kita (Indonesia)  makin buruk,” tuturnya dalam Program Kabar Petang: Antara Sri Lanka dan Optimisme Sri Mulyani, Selasa (28/6/2022) di kanal Youtube Khilafah News.

Ia mengatakan ini kontradiktif dengan pernyataan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa Indonesia akan aman dan baik-baik saja. “Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa Indonesia tidak akan mengalami krisis utang dan bernasib sama seperti Sri Lanka,” ucapnya.

Ia mengungkapkan untuk mengetahui Indonesia aman atau tidak dapat dilihat dari kebijakan fiskal yang terkait dengan pendapatan dan kebijakan belanja negara. "Apakah fiskal kita sedang sehat atau tidak? Kalau bicara fiskal itu terkait dengan pertama, pendapatan. Sumbernya dari mana? Kedua, kebijakan belanja negara. Belanja dialokasikan ke mana?” ungkapnya.

Faktanya, dari sisi fiskal antara Indonesia dengan Sri Lanka tidak jauh berbeda.
“Terbelit utang, kemudian mengandalkan pajak (PPN-nya), APBN yang sangat besar. Itu kan menunjukkan bahwa fiskal Indonesia tidak sehat-sehat saja,” tuturnya.

Ditambah pernyataan terbaru dari Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahwa pemerintah tidak mungkin menambah subsidi. “Tidak mungkin lagi pemerintah katanya menambah subsidi lagi karena pemerintah sudah menggelontorkan subsidi sampai 502 triliun,” imbuhnya.

Jika diperhatikan dari sisi utang pada bulan Mei 2022 sudah menyentuh di atas 7002 triliun.“Angka yang sangat fantastis,” ucapnya.

Ia mempertanyakan bagaimana pemerintah mengambil kesimpulan aman-aman saja. 
“APBN defisit, bunga sangat mencekik. Jika bunganya saja bebani APBN tahun 2022 ini menyentuh angka 407 triliun. Sementara defisit APBN diperkirakan 840 triliun, bagaimana bisa mengambil kesimpulan aman-aman saja?” tanyanya.

Ia membeberkan kondisi di Sri Lanka tidak bisa dipisahkan dengan krisis global secara umum. Selain fiskalnya buruk karena ketergantungan kepada utang dan impor, diperparah dengan kondisi ekonomi global saat ini, yaitu:

Pertama, yang sering menjadi kambing hitam itu perang Ukraina-Rusia. “Perang Ukraina-Rusia menyebabkan kenaikan harga energi dan pangan,” katanya.

Kedua, krisis ditambah dengan Covid-19 yang belum selesai secara tuntas. “Beberapa negara juga muncul terkait dengan dampak Covid-19 ini termasuk Sri Lanka. Devisa mereka menurun drastis karena kunjungan wisata yang sangat rendah,” ucapnya.

Ketiga, kebijakan dari ekonomi Cina. Cina dilanda dampak Covid-19 dan menargetkan angka Covid-19 zero sehingga berdampak pada ekonomi global.

Kebijakan Amerika Serikat dalam menaikkan suku bunga Fed (Bank Sentral) menurutnya berdampak bagi negara-negara berkembang disebut outflow dengan kata lain dana yang kembali ke kandangnya.

“Banyak dana dari Eropa dan Amerika dengan kebijakan menaikkan suku bunga Fed ini maka mengalir kembali karena investasi yang diberikan Amerika Serikat itu lebih besar dengan naiknya suku bunga,” ujarnya.

Akibatnya banyak investor terutama di pasar modal menarik dananya dari negara-negara berkembang. “Tujuannya Amerika Serikat menaikkan suku bunga Bank Sentralnya itu untuk menarik dolar ke mereka, istilahnya dolar pulang kampung,” ungkapnya.

Dampak Krisis Global 

Ia menjelaskan dampaknya bagi Indonesia sangat nyata sebagai negara berkembang meliputi beberapa poin berdasarkan data ekonomi Indonesia.

Pertama, dampak resesi global termasuk juga kebijakan Amerika Serikat menaikkan suku bunga Fed itu telah terjadi arus modal asing yang keluar (outflow). “Data yang saya dapatkan itu bulan Mei sudah ada 96,49 triliun dana yang dari Indonesia itu keluar, outflow,” jelasnya.

Kedua, faktanya rupiah semakin melemah karena hukum permintaan-penawaran ketika dolar banyak keluar, otomatis rupiah melemah dan dolar semakin menguat. “Kita melihat satu dolar terakhir, nilai rupiah terhadap dolar itu sangat naik di awal bulan Juni. Dolar berada di angka Rp 14.450, di 20 Juni kemarin sudah bertengger di angka 14.850, ada kenaikan Rp 400 per dolar,” tuturnya.

Maka dampaknya terhadap ekonomi lokal, ia mengungkapkan bahwa bahan baku yang diimpor naik karena adanya pasokan yang berkurang akibat krisis perang Ukraina-Rusia, ditambah nilai rupiah yang melemah.
“Akhirnya harga bahan baku impor dipastikan naik sehingga produk juga semakin mahal,” ungkapnya.

Ketiga, perdagangan ekspor turun. Berdasarkan data pusat statistik di bulan Mei 2022 menunjukkan ekspor Indonesia turun sebesar 21,29 persen. “Persentase ini sangat besar,” imbuhnya.

Ia menegaskan, ketiga faktor yang mempengaruhi ekonomi Indonesia meliputi:
Pertama, modal keluar. Kedua, dolar menguat dan rupiah yang melemah berdampak pada bahan baku yang mahal. "Ketiga, ekspor kita turun, pendapatan masyarakat menurun, devisa juga turun dan yang terakhir harga minyak itu semakin tinggi," ungkapnya. 

“Hampir 50 persen minyak kita sangat tergantung pada impor, maka ketika harga minyak makin tinggi maka beban APBN semakin tinggi sehingga sulit bagi kita menghindari untuk menaikkan bahan bakar minyak (BBM). Makanya dilematis antara menaikkan atau tidak,” tegasnya.

Baginya, pernyataan pemerintah bahwa Indonesia aman hanya sekedar psikologis yang ingin ditunjukkan penguasa saja.
“Melihat indikator-indikator makro tadi saya ragu bahwa ekonomi Indonesia aman-aman saja,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 03 Juli 2022

KRISIS PANGAN DAN ENERGI, RESESI EKONOMI MENGANCAM AMERIKA DAN DUNIA, APA SOLUSI CAPRES DAN PENDUKUNGNYA?

Tinta Media - "Resesi di AS makin dibahas dan terjadinya makin nyata dilihat berbagai pandangan dan consumer confident menurun tajam dan hantu resesi di AS mulai disebut oleh berbagai ekonom dan policy maker menyebabkan ekonomi di AS jadi faktor yang mempengaruhi outlook ekonomi dunia,"_

[Menkeu Sri Mulyani, 23/6]

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (23/6/2022) menyatakan Resesi di Amerika Serikat (AS) bukan lagi wacana. Hal ini sudah berada di depan mata, melihat situasi inflasi dan respons bank sentral AS Federal Reserve (the Fed) dalam beberapa waktu terakhir.

Sri menyatakan resesi dimungkinkan tidak hanya akan terjadi pada tahun ini, namun juga pada 2023 mendatang. Menurut Sri Mulyani, dampaknya akan dirasakan oleh hampir seluruh negara di dunia, dengan dampak yang beragam.

Resesi sendiri adalah salah satu konsekuensi logis dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sama seperti inflasi, Resesi Ekonomi adalah cacat bawaan sistem Ekonomi Kapitalis.

Resesi Ekonomi atau kemerosotan Ekonomi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi dapat juga diartikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan, berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Dampak dari resesi Ekonomi diantaranya adalah menurunnya produksi, konsumsi, meningkatnya pengangguran, kemiskinan, dan dapat pula memicu meningkatnya kejahatan, disharmoni, dekadensi moral, chaos, bahkan krisis politik. Krisis politik ini dapat pula berdampak pada perubahan politik, bahkan perubahan yang ditempuh dengan cara-cara yang diluar pakem seperti terjadinya people power atau kudeta militer.

Problemnya, dunia yang sudah terintegrasi dalam sebuah sistem ekonomi global, resesi dan dampak resesi ekonomi ini tidak dapat lagi dilokalisir. Krisis Ekonomi Yunani telah berdampak pada ekonomi Uni Eropa secara keseluruhan, bahkan untuk menghindari dampak krisis Yunani, Inggris mengambil langkah keluar dari Uni Eropa.

Apalagi, resesi ekonomi ini menimpa Amerika. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak memiliki hubungan ekonomi dengan Amerika baik langsung maupun tidak langsung. Apalagi, pasca Amerika memaksakan Dolar sebagai alat pembayaran transaksi internasional.

Bagi Indonesia, dampak resesi Amerika akan sangat berat. Sejumlah sektor ekonomi khususnya industri yang berorientasi eksport - Import pasti akan sangat terpukul. 

Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 150 basis poin (bps) sepanjang semester pertama 2022. The Fed mulai menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps ke kisaran 0,25-0,5% pada Maret 2022 untuk meredam inflasi pangan dan energi di negerinya.

Pada Mei 2022 suku bunganya dinaikkan lagi sebesar 50 bps ke kisaran 0,75-1%, seiring meningkatnya tekanan inflasi di AS. Kemudian pada Juni 2022 The Fed lanjut menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps ke kisaran 1,5-1,75%. Kenaikan ini merupakan yang paling agresif sejak 1994.

Kebijakan menaikan suku bunga  Amerika ini jelas berimbas pada dunia, tidak terkecuali Indonesia. Bank Indonesia (BI) melihat dengan realisasi  saat ini maka kemungkinan besar angka inflasi sepanjang tahun 2022 bakal di atas 4 persen. Artinya kenaikan inflasi akan melebihi target yang ditetapkan pemerintah yakni sekitar 2 persen sampai 4 persen.

"Tahun 2022 ini inflasi kita diperkirakan melewati batas atas kami yakni 4 persen," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Destry Damayanti dalam rapat Badan Anggaran DPR RI di Kompleks DPR, Jakarta, Senin (27/6/2022).

Krisis pangan dan energi adalah isu global yang saat ini menghantui dunia. Resesi Ekonomi yang dapat berdampak pada krisis ekonomi, krisis politik hingga krisis sosial tidak pernah mendapatkan perhatian serius dari elit politik di negeri ini.

Sejumlah isu terkait kontestasi politik Pilpres 2024 tidak masuk pada perdebatan substansial. Misalnya, pendukung Ganjar Pranowo hanya sibuka bicara Ganjar memiliki empat sifat Nabi Muhammad Saw, meskupun penggemar video porno.

Pendukung Anies juga hanya sibuk bicara sambil membagikan foto Saudara Anies Baswedan kunjungan di sejumlah tempat, didalam dan luar Negeri. Atau hanya menyampaikan pesan citra politik via hadirnya tukang bakso di Balai Kota.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga hanya sibuk mempertanyakan kenapa tukang Bakso baru hadir di Balai Kota hari ini, padahal Anies sudah menjabat Gubernur sejak lima tahun lalu. Hasto hanya sibuk menyerang Anies dengan kasus tukang bakso, setelah sebelumnya Ketua Umum PDIP Megawati mempersoalkan calon mantu seperti tukang bakso.

Cak Imin juga hanya sibuk ngotot dirinya ingin menjadi Capres. Tapi tak jelas, programnya apa. Sama seperti Prabowo, piikiran apa untuk mengantisipasi krisis pangan dan energi ini? tidak ada.

Erick Thohir, Khofifah, Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto hingga Giring PSI tak ada yang bicara solusi atas potensi krisis pangan dan energi ini. Semua bungkam, karena memang dangkal dan tak punya pikiran dan narasi dalam memberikan solusi atas problem yang menimpa negeri.

Adapun rezim Jokowi, belum lama ini melalui Pertamina hanya berusaha memindahkan beban APBN sebagai dampak dari krisis energi kepada rakyat, melalui program penjualan pertalite yang dibikin ribet. Targetnya, konsumsi subsidi pertalite dan solar ditekan, rakyat dipaksa beralih ke pertamax dan akhirnya beban subsidi energi yang menjadi tugas dan tanggungjawab Negara, beban APBN, dipindahkan menjadi beban di pundak rakyat.  

Mendag yang tak becus urus minyak goreng, hanya sibuk bicara tidak ada mafia migor sambil terus terkaget-kaget dengan harga-harga kebutuhan rakyat yang terus meroket. Lalu siapa yang akan membela rakyat ?

Kalau Pilpres 2024 itu solusi, capres yang muncul hari ini -atau paling tidak pendukungnya- semestinya sudah punya tawaran solusi atas adanya potensi krisis pangan dan energi ini. Bukan hanya sibuk bermain citra, kampanye berbusa namun tak memberikan solusi terhadap akar masalah.

Tidak ada yang bicara tentang program swasembada pangan, agar pangan kita tidak tergantung pada import. Tidak ada yang bicara kemandirian energi hingga nasionalisasi sektor pertambangan dan energi, agar negara berdaulat dan terbebas dari cengkeraman oligarki. 

Tidak ada yang bicara soal proteksionisme agar market negeri ini dimanfaatkan oleh pengusaha sendiri. Tidak ada yang berfikir untuk meninggalkan fiat money, melepas ketergantungan terhadap dolar dan beralih pada sistem moneter berbasis dinar dirham (emas dan perak) agar krisis dan resesi ekonomi Amerika dan dunia tidak di eksport ke Indonesia. Tidak ada yang bicara melakukan restrukturisasi kebijakan fiskal dengan meninggalkan sumber pendapatan ABNK kuno yang berbasis pada pajak dan utang. 

Tidak ada program untuk menggenjot sektor riel yang tahan banting akan krisis dan segera menghapus ekonomi non riel (bursa saham dan komoditi berjangka), dan seterusnya. Tidak ada pikiran untuk mengoptimalisasi SDM negeri inj, yakni putera putera terbaik bangsa Indonesia untuk mengola kekayaan alam negeri ini agar memberikan kesejahteraan bagi segenap rakyat.

Yang ada kekayaan di negeri ini hanya untuk menyejahterakan perusahaan Amerika, perusahaan China, TKA China, Luhut Binsar Panjaitan, Erick Thohir, dan sejumlah pemilik korporasi swasta lainnya. Dimana suara Capres dan pendukungnya dalam masalah krisis pangan dan energi ini ? []

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik 



Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab