Tinta Media: Rentenir
Tampilkan postingan dengan label Rentenir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rentenir. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 Mei 2024

Rentenir Berkedok Usaha Resmi, Solusi ala Kapitalisme


Tinta Media - Pemkab Bandung sukses melahirkan koperasi besar dan Go Internasional. Koperasi yang menjadi pilar ekonomi ini telah berkontribusi besar terhadap pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung. Hal ini disampaikan oleh Bupati Bandung, Dadang Supriatna, Jumat (3/5/2024).

Salah satunya adalah Koperasi Banjaran Karya Samuha yang mampu menembus pasar internasional. Beberapa komoditas unggulan seperti ubi jalar, kentang dan baby buncis, menembus ke negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, India, dan beberapa negara Timur Tengah.

Kesuksesan ini berkat program inkubasi dan pendampingan intens yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Bandung. Dindin Syahidin sebagai Kepala Dinas Koperasi dan UMKM memastikan bahwa melalui program ini, koperasi mampu bertumbuh dan bersaing di pasar yang semakin kompetitif. Ia berharap bahwa koperasi ini mampu memberikan dampak konkret agar masyarakat, khususnya petani lebih sejahtera.

Pelaku UMKM dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga membuka lahan pekerjaan dan punya andil mengurangi jumlah pengangguran. Hal ini membuat pemerintah menaruh perhatian dengan menghadirkan koperasi. Bagaimana tidak, UMKM telah berkontribusi terhadap PBD Nasional sebesar 60,5%. Artinya, UMKM sangat potensial untuk memberikan keuntungan yang besar bagi negara.

Namun sayangnya, solusi yang seolah-olah membantu UMKM khususnya petani agar sejahtera, nyatanya sarat akan kepentingan para pemilik modal besar. Bukan rahasia lagi, di negeri yang kaya akan hasil pertaniannya, tidak menjamin petaninya hidup sejahtera. Kebijakan yang tak berpihak pada rakyat kecil menambah penderitaan petani.

Penguasa dan pengusaha berkolaborasi. Mereka menawarkan pinjaman modal pada pelaku UMKM atau petani demi meraup keuntungan dari pinjaman koperasi tersebut. Pinjaman yang awalnya indah, tetapi berakhir dengan musibah. Mungkin ada yang sukses ketika menjadi nasabah koperasi, tetapi tidak sedikit pula yang berakhir dengan kegagalan.

Banyak fakta yang terjadi, bahwasanya tidak sedikit UMKM atau petani yang tidak berhasil mengembangkan usaha karena tidak mampu bersaing. Akhirnya, mereka gulung tikar dan menyisakan cicilan utang kepada koperasi atau bank dan malah menimbulkan masalah baru.

Selain itu, menurut data CNBC Indonesia, ada banyak koperasi bermasalah di antaranya:

(1)    KSP Sejahtera Bersama, 186 ribu korban dari seluruh Indonesia dengan kerugian Rp8,8 T, dengan dugaan kasus penipuan dan penggelapan dana nasabah senilai Rp249 miliar.

(2)    KSP Indosurya, kasus yang dimulai di tahun 2020. Terjadi kegagalan bayar bunga dan pokok simpanan anggota. Tersangkanya adalah pemilik KSP Indosurya dan pada tahun 2023 diputus bebas.

(3)    KSP Pracico Inti Utama.

(4)    KSP Inti Sejahtera tersandung kasus gagal bayar sejak tahun 2020 lalu, dan masih banyak lagi koperasi yang bermasalah.

Ini membuktikan bahwa solusi yang pemerintah tawarkan tidak benar-benar membawa kesejahteraan bagi rakyat kecil. Alih-alih mampu mengendalikan inflasi, pada akhirnya inflasi tetap terjadi. Buktinya, pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan para pemilik modal besar saja.

Selain itu, koperasi dalam sistem sekuler kapitalisme ini diperparah dengan praktik riba di dalamnya, sehingga menambah ketidakberkahan pada usaha yang dijalani. Jelas, dalam Islam riba diharamkan, apa pun namanya, seperti bunga (interest), denda (fine), penalti, annual fee, iuran tahunan dalam kasus kartu kredit dan sebagainya. Segala bentuk tambahan biaya dari dana pinjaman dinamakan riba.

Ini artinya kehadiran koperasi sebagai pilar pertumbuhan ekonomi tidak sepenuhnya dirasakan oleh seluruh masyarakat. Masyarakat bawah tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, mereka begitu berharap bahwa dengan mendapatkan modal pinjaman dari koperasi, usaha mereka akan berkembang. Namun, kenyataannya bukan kesejahteraan yang mereka dapatkan, malah penderitaan.

Inilah sistem sekuler kapitalisme. Penguasa lebih berpihak pada pemilik modal ketimbang rakyat. Negara telah gagal mengurusi rakyat. Sejatinya, negaralah yang bertanggung jawab atas keberlangsungan perekonomian rakyat.

Sebagai motor negara, pemerintah wajib menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Namun, dalam sistem saat ini rakyat berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup. Negara malah menjerumuskan rakyat pada rentenir berkedok usaha resmi.

Sedangkan dalam Islam, Khilafah menjamin kesejahteraan rakyat, baik sandang, pangan, ataupun papan. Jika rakyat membutuhkan bantuan dana dari pemerintah untuk mengembangkan usahanya, negara akan berupaya penuh membantu para pelaku UMKM atau petani. Tentunya dengan aturan yang sesuai dengan syariat.

Khalifah sebagai raa’in (pelindung/pemelihara) umat, akan memfasilitasi seluruh kebutuhan rakyat, misalnya untuk para petani. Khalifah akan menyediakan lahan untuk digarap, dipupuk, diberi fasilitas irigasi, alat-alat pertanian, sarana transportasi. Tidak kalah penting, infrastruktur jalan pun harus memadai demi memudahkan pendistribusian hasil pertanian. Semua fasilitas tersebut akan diberikan secara cuma-cuma atau gratis.

Kemampuan negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat tidak diragukan lagi. Pengelolaan SDA dilakukan secara mandiri tanpa menyerahkan kepada pihak swasta atau asing, sehingga hasilnya sangat luar biasa dan merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang disimpan di Baitul Mal.

Selain itu, negara akan mendorong para pelaku usaha untuk menginvestasikan uangnya ke bisnis yang riil dan melarang disimpan di sektor perbankan dan investasi portofolio yang bertujuan untuk mendapatkan bunga. Negara akan melarang segala model bisnis berbasis utang bunga, dan akan mengubahnya menjadi bisnis yang diajarkan Islam, seperti bisnis kemitraan bagi hasil. Dalam bisnis tersebut, para mitra berbagi profit dan risiko secara bertanggung jawab.

Rasulullah SAW bersabda,

“Rasulullah melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba, dan dua saksi yang menyaksikan riba.”

Kata beliau, “semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598)

Oleh sebab itu, negara Khilafah tidak akan mengambil keuntungan atau manfaat dari usaha rakyat. Maka dari itu, hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Sudah saatnya kaum muslimin bergandengan tangan dalam ukhuwah Islamiah dengan membuang jauh-jauh sistem sekuler kapitalisme yang menjauhkan rakyat dari hukum-hukum Allah. Wallahualam.

Oleh: Neng Mae, Sahabat Tinta Media 

Selasa, 31 Oktober 2023

Praktik Rentenir Menjangkit Saat Ekonomi Sulit

Tinta Media - Maraknya praktik rentenir di Kabupaten Bandung, tepatnya di wilayah Solokanjeruk terjadi saat kondisi ekonomi masyarakat menurun. Hal ini terungkap saat kegiatan Jumat Curhat pada Jumat (13/10/2023. Kapolresta Bandung merespon dan menyatakan akan segera melakukan beberapa langkah. Pihak kepolisian akan menyosialisasikan agar warga tidak mudah tergiur dengan penawaran dari para rentenir dan tidak mudah memberi ruang sedikit pun karena pada dasarnya praktik rentenir ini terjadi ketika ada penawaran dan permintaan.

Setiap orang yang hidup di dunia ini tentunya membutuhkan biaya, baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah, membayar cicilan utang, dan kebutuhan yang datang mendadak sehingga membutuhkan dana cepat untuk memenuhinya. Misalnya, kendaraan tiba-tiba mogok, mengalami kecelakaan, perbaikan rumah ketika terjadi bencana, sakit dan lain-lain. Saat kita berada dalam posisi seperti itu, yang terlintas adalah bagaimana caranya mendapatkan pinjaman yang mudah, cepat, dan tanpa persyaratan yang banyak.

Tidak sedikit orang yang mengambil jalan pintas agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan cara meminjam kepada rentenir, walaupun akan dikenakan persentase bunga yang cukup besar. Penagihan pun akan dilakukan sewenang-wenang saat peminjam mulai terlambat membayar cicilan.

Perlu kita ketahui bahwa praktik rentenir itu adalah suatu proses di saat orang yang mempunyai modal besar bersedia meminjamkan uang kepada orang yang memerlukan modal dan harus ada tambahan biaya atau bunga atas pinjaman tersebut. Padahal jelas, dalam Islam bunga atau biaya tambahan dilarang karena termasuk riba.

Akan tetapi, inilah fakta yang terjadi saat ini. Banyak orang terjerat kasus rentenir dan pinjol baik yang legal maupun ilegal karena dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mahal di tengah kondisi ekonomi sulit yang melanda masyarakat menengah ke bawah. 

Sistem sekuler kapitalisme yang diemban negeri ini tentunya menjadi sumber dari karut-marutnya perekonomian rakyat. Sistem ini tak berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat, tetapi pada kepentingan oligarki serakah yang menari di atas penderitaan rakyat, yang meraup keuntungan dari bunga pinjaman yang dikenakan kepada rakyat.

Mirisnya, banyak masyarakat yang terjerumus dalam jeratan riba ini karena ada peran negara di balik ini semua. Negara memfasilitasi masyarakat dengan cara mempermudah akses untuk dapat mengajukan pinjaman kepada pihak bank, baik yang legal ataupun yang ilegal.

Mau tidak mau, demi memenuhi kebutuhan hidup, masyarakat pun akhirnya terjerumus dalam jeratan utang riba. Padahal, harusnya negara hadir memberikan solusi tuntas, bukan hanya memberi imbauan saja. 

Negara harusnya menjadi penyelamat dalam keterpurukan ekonomi rakyat. Negara harus mampu memenuhi kebutuhan rakyat, bukan malah membiarkan rakyat terlilit utang dengan bunga segudang. Sudahlah ekonomi sulit, ditambah lagi banyak utang, lengkaplah penderitaan rakyat.

Dalam Islam, jelas hukumnya haram ketika seseorang meminjam uang kepada rentenir karena ada bunga atau tambahan biaya atas pinjaman tersebut yang termasuk riba. 

Rasulullah saw. bersabda,

"Rasulullah melaknat orang yang makan (mengambil riba), pemberi riba, yang mencatat transaksi riba, dan dua orang saksinya." 

Maka, Islam selalu punya cara dalam mengantisipasi rakyat agar tidak terjerumus dalam praktik ribawi, di antaranya; (1) seorang muslim harus mempunyai ilmu, salah satunya mengenai riba, (2) bertransaksi secara halal, (3) menyimpan dana di bank syariah, karena dalam bank syariah terdapat bentuk tabungan dengan akad wadiah (tanpa bonus) sehingga tidak mengandung perbuatan riba, (4) memiliki sifat qana'ah atau rasa cukup, selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, sehinga orang seperti ini terhindar dari sifat iri melihat kemewahan orang lain, (5) memperbanyak do'a karena seseorang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah tentu mampu membentengi dirinya dari perbuatan maksiat.

Islam adalah rahmatan lil 'aalamin, akan selalu memerintahkan umatnya untuk tolong-menolong dalam kebaikan. Maka, Islam pun memperbolehkan umatnya untuk saling meminjamkan uang, apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup, tanpa harus berbunga. 

Akan tetapi, dalam pinjam-meminjam pun ada aturannya, yaitu:

Pertama, dalam keadaan terpaksa, demi memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak.

Kedua, jika berutang harus diniatkan juga membayarnya.

Ketiga, transaksi tersebut tertulis, usahakan ada saksi dan bukti tertulis agar tidak terjadi konflik ke depannya.

Keempat, hindari riba.

Kelima, segera lunasi utang karena utang adalah beban yang harus ditanggung dan diselesaikan.

Sistem ini mampu mengatur dan menyelesaikan problematika di seluruh aspek kehidupan, termasuk aspek perekonomian. Negara yang menerapkan aturan Islam mampu menghindarkan rakyat dari segala macam bentuk kemaksiatan karena aturan yang diterapkan berlandaskan Al-Quran dan sunnah. Negara akan memosisikan dirinya sebagai pelayan rakyat, memenuhi segala kebutuhan dan menjamin kesejahteraan rakyat.

Rakyat yang hidup dalam sistem pemerintahan Islam akan dijamin kesejahteraannya karena negara mampu mengelola sumber daya alam yang melimpah-ruah, kemudian hasilnya diberikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Tidak seperti di sistem kapitalisme saat ini, sumber daya alam mereka serahkan pengelolaannya kepada pihak asing, walhasil rakyat hanya gigit jari.

Maka, hanya sistem Islamlah yang mampu meriayah (mengurusi) umatnya tanpa ada yang dirugikan. Dengan menjalankan syari'at Islam, niscaya Allah akan memberikan kemudahan dalam urusan kita, dan melimpahkan rezeki dari arah yang tak diduga-duga. Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae 
Ibu Rumah Tangga

Sabtu, 28 Oktober 2023

Rentenir Bikin Hidup Ketar Ketir

Tinta Media - Di wilayah Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, praktik rentenir mulai marak, sementara perekonomian sebagian masyarakatnya mulai menurun. Hal ini terungkap saat kegiatan Jum'at Curhat, pada 13 Oktober 2023. 

Merespon paraktik rentenir yang mulai marak, Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo menyatakan, pihaknya akan segera melakukan beberapa langkah agar masyarakat tidak terjerat pinjaman yang berbunga tinggi tersebut. Bapak Kuswo meyakini, bila warga tidak memberikan ruang sedikit pun pada rentenir, pastinya praktik yang meresahkan itu tidak akan berkembang di suatu daerah atau wilayah, disebabkan riba yang sangat mencekik.

Apakah benar, dengan cara tidak memberikan ruang kepada para rentenir akan mampu menjadi solusi bagi masyarakat agar tidak terjerat paraktkk yang bikin hidup ketar-ketir?

Seiring dengan perkembangan teknologi digital, masyarakat semakin dipermudah aksesnya dalam hal pinjammeminjam, yaitu dengan maraknya pinjol (pinjaman online). Cukup dengan mengklik, lalu mengisi formulir yang ada di web atau aplikasi perusahaan fintech (industri yang menggabungkan bidang keuangan dan juga tekhnologi), maka permohonan sudah diajukan. Dana pun cair, proses mudah dan cepat, tanpa syarat, tanpa survey, tanpa anggunan, dll. 

Masyarakat semakin diiming-imingi dengan kemudahan-kemudahan tersebut. Akhirnya, banyak yang tergiur dan mengajukan pinjaman, tanpa membaca secara terperinci syarat dan ketentuannya. Bahaya pun mengintai para nasabah, yaitu jebakan bunga yang sangat besar, biaya administrasi dan denda keterlambatan yang sangat fantastis. Akhirnya, mereka pusing tujuh keliling, stres, dan wasalam (banyak yang mengakhiri hidupnya), na'uzubillah.

Banyaknya masyarakat yang terjerat pinjol/rentenir bukan semata disebabkan faktor individu, tetapi juga kondisi ekonomi yang sulit. Negeri ini terus-menerus mengalami resesi. Harga kebutuhan terus merangkak naik. Pekerjaan semakin sulit. PHK besar-besaran terjadi di mana-mana. Pajak yang makin mencekik, semakin sesaklah kehidupan masyarakat.

Pemerintah juga menjadi contoh buruk bagi masyarakat. Setiap tahun, pemerintah terus menambah utang luar negeri, hingga mencapai Rp6.527 triliun per April 2021 (detik.com,1/6/2021). Utang terus membengkak sehingga APBN tergerus hanya untuk membayar utang dan bunganya.

Selain memberikan contoh tak baik, pemerintah juga telah melegalkan praktik rentenir, dengan alasan investasi di bidang keuangan. Akhirnya,  marak dan semakin bebaslah para rentenir mencari mangsanya. Karena kebebasan inilah, tak ada efek sanksi yang menjerakan. Begitulah watak dari kepemimpinan kapitalisme sekuler, meraup keuntungan tanpa mempedulikan halal haram.

Syariat Islam Solusi Hakiki

Maha benar Allah Swt. yang telah mengharamkan riba. Hukum-hukumnya dibuat untuk kemaslahatan hidup manusia. Riba telah memunculkan bencana, baik pada individu, masyarakat, sampai negara. Hanya segelintir pihak yang diuntungkan praktik riba, yaitu para pengusaha yang menikmati keuntungan dari bisnis ini.

Sejak 13 abad yang lalu, Allah Swt. telah mengharamkan riba dan memberikan ancaman, siksa bagi para pelaku riba yang amat berat. 

Allah Swt berfirman, "Allah Swt. telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti  (dari mengambil riba), maka bagiannya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (TQS. Al-Baqarah: 275)

Dalam Islam, negara akan mempermudah segala urusan masyarakat, tak terkecuali permasalahan ekonomi. Perekonomian dalam Islam harus bebas riba. Baitul Mal akan memberikan pinjaman secara ikhlas tanpa syarat, bahkan akan memberikan gratis pada masyarakat yang kurang mampu. Ini karena dalam Islam seorang pemimpin adalah periayah (pengurus) umat, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaba-Nya di akhirat. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Iin Haprianti
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 02 Juli 2022

𝐍𝐄𝐆𝐀𝐑𝐀 𝐏𝐀𝐍𝐂𝐀𝐒𝐈𝐋𝐀 𝐈𝐍𝐈 𝐏𝐑𝐎 𝐑𝐀𝐊𝐘𝐀𝐓 𝐀𝐓𝐀𝐔 𝐑𝐄𝐍𝐓𝐄𝐍𝐈𝐑-𝐊𝐀𝐏𝐈𝐓𝐀𝐋𝐈𝐒 𝐒𝐈𝐇?



Tinta Media - Salah satu cara untuk mengetahui bahwa negara Pancasila ini lebih peduli kepada para kapitalis rentenir atau rakyatnya sendiri adalah dengan melihat besaran bunga renten yang dibayarkan dibandingkan dengan jumlah subsidi yang diberikan kepada rakyat yang sangat jelas tercantum dalam Anggaran Pemasukan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun. 

APBN dari tahun ke tahun menunjukkan fakta, bagi pemerintah membayar bunga/riba jauh lebih penting daripada memberikan subsidi kepada rakyat. Buktinya? Tren besaran membayar bunga utang semakin lebih besar dibanding memberikan subsidi kepada rakyat. 

Dari sisi politik ini menunjukkan negara Pancasila ini lebih loyal kepada para kapitalis rentenir daripada rakyatnya sendiri yang selama ini secara sistematis dimiskinkan. Sedangkan dari sudut pandang akidah Islam, jelas haram dan merupakan dosa besar bahkan pelakunya bisa kekal di neraka bila terus terlibat riba. Belum lagi dosa menzalimi rakyat, yang juga bisa mengakibatkan penyelenggara negara tak bisa move on ke surga. 

Sekarang, subsidi gas LPG 3 kg pun rencananya mau dialihkan ke kompor listrik. Siapa yang akan diuntungkan? PLN? Namanya saja Perusahaan Listrik Negara, pada faktanya 85 persen kepemilikannya sudah diserahkan kepada asing, aseng, dan peng-peng, alias para oligarki kapitalis lagi. Jadi, sebenarnya negara Pancasila ini tengah mengurus rakyat atau membikin rakyat kurus?

Padahal dalam Islam, haram hukumnya pengelolaan energi termasuk listrik diserahkan kepada swasta apalagi asing, negara wajib mengelolanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Tapi yang tak habis pikir dan paling menyesakkan dada adalah masih ada saja kaum Muslim yang menganggap negara Pancasila ini islami. Kalau masih seperti ini, bagaimana mungkin syariat Islam yang Allah SWT wajibkan untuk diterapkan secara kaffah akan diperjuangkan? Wong, aturan yang bertentangan dengan Islam saja masih dikira islami. Bagaimana pula mau sejahtera dunia akhirat, wong jelas-jelas aturan yang menindas rakyat aja masih dipertahankan.[]

Depok, 1 Dzulhijjah 1443 H | 30 Juni 2022 M


Joko Prasetyo  
Jurnalis
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab