Tinta Media: Rektor
Tampilkan postingan dengan label Rektor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rektor. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 03 Desember 2022

Rektor UIN Langsung Ditunjuk Menag, Tanda Matinya Independensi Kampus


Tinta Media - Pemilihan rektor UIN Jakarta oleh Menag sendiri tanpa melibatkan senat dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar sebagai tanda matinya independensi kampus. "Keputusan Menteri Agama menunjuk rektor UIN Jakarta menandakan matinya independensi kampus dan dunia akademik," tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Rabu (23/11/2022).

Karena dengan ini, kata Iwan, negara sudah melakukan intervensi untuk berbagai kepentingan politik golongan atau pun identitas. "Kalau pihak kampus menerima, berarti memang kampus itu melakukan bunuh diri akademik dan menunjukkan sikap tidak netral dalam politik," tegasnya.

Iwan mengatakan, sejak era kepemimpinan Jokowi dunia kampus sudah kehilangan sikap idealis akademisnya. Para guru besar, akademisi, juga mahasiswa tidak banyak yang mengkritisi kebijakan absurd pemerintah, baik dalam bidang ekonomi, politik dan keagamaan.

"Dunia kampus kalau bungkam malah justru menjadi kaki tangan rezim, ikut-ikutan membungkam suara kritis mahasiswa dan dosen. Mati sudah mimbar kritis akademik. Ketajaman dunia akademik hanya di atas kertas, bukan untuk mengawal dan meluruskan kebijakan pemerintah," ujarnya.

Soal kementerian agama, menurutnya, publik sudah melihat tidak pernah netral dan berdiri untuk semua pihak. "Menag mengatakan dia menteri untuk semua agama tapi lebih sering merusuhi agama Islam, agamanya sendiri. Belum pernah kita dengar Menag mengomentari agama selain Islam seperti dia merusuhi agama Islam," ungkapnya.

Selain itu, Iwan mengkhawatirkan Kemenag hanya mengakomodir kepentingan kelompok tertentu, yang sejalan, yang sepemikiran dan yang sealiran. "Padahal pemerintah sering mendengang-dengungkan kebhinnekaan. Ironi," pungkasnya.[] Achmad Mu'it

Selasa, 30 Agustus 2022

Rektor Minta Maaf Atas pengusiran Mahasiswa L68T, Analis: Untuk Apa?


Tinta Media - Permintaan maaf rektor Unhas setelah dosen fakultas mengusir mahasiswa L68T, dinilai Analis Senior Pusat Pengkajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menunjukkan sikap yang kurang tepat.

"Saya kira sikap yang ditunjukkan rektor ini adalah sikap yang kurang tepat. Untuk apa dia minta maaf? Emang ada yang salah dari apa yang dilakukan oleh salah seorang dosen fakultas hukum Unhas? Saya kira tindakan yang tepat," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (25/8/2022).

Menurutnya, dosen Fakultas Hukum Unhas telah bersikap dengan benar. Sedang menegakkan nilai moral dan agama.

"Karena dosen tersebut sedang berupaya untuk menegakkan nilai-nilai moral, menegakkan nilai-nilai yang selaras dengan nilai-nilai dalam agama. Dan saya kira semua agama itu tegas sikapnya terhadap perilaku L68T," tegasnya.

Ia juga menduga bahwa sikap rektor itu karena ada pengaruh atau tekanan dari pihak lain yang mempunyai pemahaman liberal. "Mungkin saja ada tekanan-tekanan dari pihak yang memang punya paham liberal, punya paham yang mentoleransi adanya perilaku-perilaku menyimpang seperti ini," ungkapnya.

Harusnya, ungkap Fajar,  pak rektor mempunyai sikap ketegasan. Mana yang memang bisa ditoleransi dan mana perilaku seksual yang menyimpang. Itu yang harusnya dia tegaskan.

Selanjutnya, Fajar menyampaikan tentang akun mahasiswa yang memang mengidentifikasi dirinya seorang g4y. Dan seharusnya ini perlu sikap tegas. Bukan malah ditoleransi.

"Kemarin juga beredar bahwa di akun lainnya si mahasiswa tadi itu memang mengidentifikasi dirinya sebagai seorang gay. Ini harusnya momentum yang tepat untuk mencegahnya, jangan diberikan toleransi. Kalau perlu, jabatan dipertaruhkan," tegasnya.

Fajar menilai dunia pendidikan saat ini sedang mengalami proses liberalisasi dan sekularisasi.

"Dunia pendidikan itu sebagai garda terdepan  dalam menangkal konten-konten pun, hari ini mengalami liberalisasi dan sekularisasi," tuturnya.

Menurutnya, perkembangan teknologi informasi menjadi pemicu yang sangat signifikan terhadap konten-konten yang berbau L68T. "Sementara, di sisi yang lain perkembangan platform teknologi informasi ini juga menjadi pemicu yang sangat signifikan," ujarnya.

Konten-konten yang berbau L68T, kata Fajar, sudah mulai banyak dan bersikap terang-terangan. Artinya sekarang masyarakat lebih⁹ permisif, sehingga orang yang mengaku secara terbuka, tidak ada sanksi sosial. "Mereka bebas mengedarkan konten-konten itu di media sosial mereka. Diwawancarai di YouTube dan diekspos, ditonton dengan bebas, tidak ada screen apapun.  Harusnya konten-konten yang seperti ini harus disensor," ungkapnya.

Ia mengatakan bahwa konten-konten di media sosial itulah yang menjerumuskan ke dalam paham liberalisme, yang akhirnya menjadikan bebas bertingkah laku.

"Yang seperti inilah yang membuat kita ini justru terjerembab atau terjerumus ke dalam pandangan liberal. Salah satunya adalah kebebasan untuk bertingkah laku," tandasnya.

Ustaz Fajar, sapaan akrabnya juga menyampaikan bagaimana seharusnya sikap yang tepat bagi seorang rektor. "Rektor itu adalah seorang  pimpinan tertinggi dari sebuah perguruan tinggi, yang bertanggung jawab penuh terhadap  institusi pendidikan, seharusnya menjadi benteng penjaga moral," katanya.

Selain tempat untuk menimba ilmu, imbuhnya, perguruan tinggi tidak bisa dipisahkan dari penanaman nilai-nilai moral dan juga penjagaan terhadap akidah. 

Ustaz Fajar juga menjelaskan bagaimana sistem pendidikan dalam Islam untuk mengatasi masalah  L68T. 

Pertama, ia mengatakan bahwa keluarga merupakan benteng perlindungan generasi dalam menanamkan akidah atau keimanan yang akan mampu menangkal virus liberalisasi dan sekularisasi. 

"Keluarga muslim adalah keluarga yang memang punya keimanan dan akidah yang kokoh. Harapannya dengan penanaman keimanan akidah yang kokoh itu akan mampu menangkal arus liberalisasi dan sekularisasi dalam berbagai aspek yang tadi itu. Jadi, kuncinya menurut saya yang pertama adalah tadi itu bagaimana kemudian keluarga secara efektif bisa menjadi benteng akidah dan keimanan," paparnya.

Kedua, Ustadz Fajar menyebut pihak sekolah atau lembaga pendidikan lah yang berperan untuk menjaga akidah dan keimanan.
"Sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan apapun, baik sekolah, madrasah, pesantren atau kampus yang seharusnya juga menjadi second layer dari proses penjagaan akidah dan keimanan," imbuhnya.

Ketiga, ia menjelaskan bahwa masyarakat juga memiliki peran yang signifikan dalam mencegah paham-paham yang bertentangan dengan norma.

"Masyarakat juga memainkan peran yang signifikan  dalam mencegah masuknya paham-paham yang bertentangan dengan norma-norma sosial bertentangan dengan norma-norma agama. Harusnya masyarakat  jangan diam ketika melihat sebuah kondisi ya terkait  penyebaran paham-paham atau perilaku-perilaku yang menyimpang itu. Harus segera bersuara," tegasnya.

Terakhir, ia menegaskan bahwa untuk saat ini yang terpenting orang tua harus bijak dalam memilih sekolah untuk anak agar mampu menjaga keimanannya.

Bagi orang tua penting memilih sekolah yang bisa membantu orang tua untuk menjaga keimanan anak kita," pungkasnya.[] Nur Salamah

Minggu, 28 Agustus 2022

Rektor Unhas Minta Maaf Usai Mahasiswa Non-Biner Diusir Dosen, Siyasah Institute: Pendidik Berotak Liberal

Tinta Media - Menyikapi permintaan maaf rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) setelah viral mahasiswa non biner diusir Dosen, Direktur Siyasah Institut Iwan Januar menilai, dunia pendidikan hari ini diisi oleh pendidik berotak liberal.

"Dunia pendidikan hari ini diarahkan dan kita khawatirkan banyak diisi oleh pendidik berotak liberal, sesuai ideologi penguasa hari ini," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (25/08/2022).

Dalam pernyataan Rektor Unhas, kata Iwan, kelihatan kalau dia menyatakan sikap sebagai kelompok inklusif, terbuka untuk semua golongan. Artinya secara sadar, sang rektor memang mendukung eksistensi kelompok menyimpang macam begini. 

Ustaz Iwan, sapaan akrabnya, menduga bahwa permintaan maaf itu sikap pribadi rektor, namun mengatasnamakan kampus. "Tapi saya duga ini pernyataan dia pribadi mengatasnamakan kampus. Karena faktanya pelaku L68T itu diusir oleh dosen," ungkapnya.

Menurutnya, kampus Unhas dalam sorotan kelompok liberal dan penguasa yang menganut paham liberal.

"Kampus Unhas pastinya dalam sorotan kelompok liberal yang sekarang berkuasa, juga disorot oleh penguasa yang hari ini menganut ideologi liberalisme," katanya.

Hari ini, imbuhnya, kalau kampus tidak mendukung liberalisme, khususnya eksistensi kaum pelangi, bisa dibully, dituduh intoleran, eksklusif atau bahkan dituduh pro radikalisme. Sehingga kampus tidak mau citra itu melekat. 

Ia juga menilai bahwa dunia pendidikan saat ini diarahkan untuk cetak generasi sekuler yang jauh dari agama. "Itu gambaran dunia pendidikan diarahkan mencetak generasi muda jadi kaum sekuleris dijauhkan dari agama Islam," terangnya.

Kata agama, imbuhnya, dihapus dalam Peta Jalan Pendidikan rancangan Kemendiknas. Sekolah dilarang menganjurkan jilbab pada siswi di sekolah. Rohis disebut sarang teroris. 

Ustaz Iwan mengatakan bahwa menurut pandangan liberal agama itu hanya untuk ranah pribadi, sekolah dan kampus tidak akan urus hal itu. "Agama dan akhlak atau moral diletakkan dalam sektor privat, urusan pribadi. Sekolah dan kampus tidak akan urusi hal itu, termasuk soal LGBT juga urusan pribadi," jelasnya. 

Pendidik, kata Iwan, wajib mengedukasi dengan benar soal LGBT, bahwa ini menyimpang, membahayakan kemanusiaan dan jelas hukumnya haram dalam agama. 

Terakhir, ia menegaskan agar orang-orang yang terbukti melakukan tindakan sodomi dan harus dijatuhi hukuman mati.
"Kalau masih ngeyel apalagi terbukti melakukan tindakan sodomi, wajib dijatuhi hukuman mati. Ini menular dan berbahaya," pungkasnya.[] Nur Salamah

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab