Tinta Media: Refleksi 2023
Tampilkan postingan dengan label Refleksi 2023. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Refleksi 2023. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Januari 2024

Refleksi 2023, Analis: Kebijakan Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan Paling Membahayakan

Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menilai bahwa sepanjang tahun 2023 kemarin, peristiwa yang paling membahayakan bagi dunia pendidikan kita adalah menguatnya kebijakan moderasi beragama. 

“Semakin menguatnya kebijakan untuk moderasi beragama itu menurut saya yang paling membahayakan sebenarnya bagi masa depan anak-anak kita yang sedang menempuh pendidikan,” ujarnya pada Tinta Media, Selasa (2/1/2024). 

Hal tersebut, menurut Fajar, karena substansi dari moderasi ini sebenarnya adalah ingin mengaburkan dan menguburkan jati diri generasi muda Islam agar mereka menjadi jauh dari identitas keislamannya. Atau lebih ekstrem lagi dalam tanda petik menciptakan suatu agama baru yang sebenarnya jauh dari substansi agama Islam. 

Sepanjang tahun 2023 kemarin, lanjut Fajar, arus atau main streaming moderasi beragama ini sangat kuat sekali yang dilakukan oleh pemerintah. Baik di sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama maupun sekolah-sekolah yang ada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Tapi memang yang paling kuat tarikannya, papar Fajar, adalah di sekolah-sekolah yang ada di bawah naungan Kementerian Agama. 

“Karena memang yang menjadi corong utama bagi main streaming moderasi beragama itu kalau saya menilai adalah Kementerian Agama begitu,” ungkapnya. 

Indikasi

Indikasinya apa? Menurut Fajar indikasinya sangat banyak. Diantaranya bagaimana anak-anak muda sekarang jadi lebih permisif. Juga mereka tidak lagi lekat dengan nilai-nilai keagamaan yakni mereka semakin tersekulerkan, serta mereka lebih mudah menerima ide-ide barat dan seterusnya. 

“Itu saya kira adalah indikasi-indikasi yang semakin menguatnya ide moderasi beragama,” tegasnya. 

Ketika ditanya, selain moderasi beragama, apalagi hal yang buruk yang terjadi di dunia pendidikan? 

“Menurut saya yang paling buruk berikutnya adalah terkait dengan mental _illness_ dari anak-anak,” paparnya. 

Bagaimana anak muda sekarang dengan keimanan yang rapuh, beber Fajar, maka mental mereka juga menjadi rapuh. Tidak bisa setangguh yang  diharapkan. 

“Ada masalah sedikit mereka langsung drop, sering menghindar. Ada masalah hukum mereka kemudian mengambil jalan pintas dan seterusnya,” tutur Fajar mencontohkan. 

Tanda-tandanya apa? Tanda-tandanya banyak sekali. Fajar lantas memaparkan bahwa anak muda hari ini gampang sekali dia menyakiti diri sendiri, bahkan sampai mungkin melakukan bunuh diri dan sebagainya gara-gara masalah yang mungkin sebenarnya tidak terlalu berat tetapi bagi mereka jadi masalah berat. 

“Karena tadi, kesehatan mental tidak sekuat yang kita bayangkan,” tegasnya. 

Lemahnya Akidah

Fajar menilai, dari peristiwa-peristiwa buruk di atas yang didorong dari sistem pemerintah yang ada, bagaimana kemudian diciptakan suatu kondisi yang memungkinkan berkembangnya paham moderat. Kemudian mental health atau mental illness. Juga masalah lainnya yang tidak kalah buruk seperti perundungan atau bullying yang berkembang di masyarakat, maka akar persoalannya adalah karena lemahnya akidah. 

“Kalau kita tarik semuanya sebenarnya ya satu itu adalah lemahnya keimanan mereka, lemahnya akidah mereka, lemahnya tauhid mereka. Sehingga tidak mampu menghadapi dinamika sosial maupun tantangan-tantangan sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat,” jelasnya. 

Nah kenapa mereka menjadi semakin lemah? Fajar melihat karena semakin masifnya ditanamkan paham sekuler di tengah-tengah masyarakat sehingga menjauhkan umat dari Islam. 

“Andaikan mereka dekat dengan Islam atau memberikan mereka akidah yang kokoh, maka konsep moderasi itu langsung tertolak. Artinya tidak ada tempat di tengah-tengah masyarakat terkait dengan konsep moderasi itu,” tegasnya. 

Begitu juga dengan kesehatan mental yang ditopang oleh akidah yang kokoh, lanjut Fajar, jika ada masalah maka dia akan selalu kembalikan itu kepada apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilarang oleh Allah. “Sehingga ini yang membuat mereka tidak mudah terjebak di dalam mental illness itu,” simpulnya. 

“Juga ketika seseorang itu punya kekuatan akidah yang baik lalu dia mendapatkan perundungan, kalaupun terdampak maka dampaknya tidak akan sebesar kalau orang itu akidahnya lemah gitu,” imbuhnya. 

Upaya Sistematik

Ketika berbicara tentang solusi yang paling cocok, Fajar menilai, yang terbaik seharusnya bagaimana kehidupan umat ini atau masyarakat ini selalu didorong menjadi kehidupan yang betul-betul berdasarkan pada akidah Islam. Karena di dalam Islam itu, jelasnya, ada seluruh pemecahan masalah. Tidak ada satu pun masalah yang tidak bisa dipecahkan dengan pendekatan akidah Islam. Untuk itu perlu adanya upaya sistematik dalam penguatan akidah. 

“Perlu ada upaya yang sistematik untuk mendorong penerapan atau penguatan akidah ini di tengah-tengah masyarakat. Tanpa upaya yang serius dan masif maka tidak akan mungkin bisa kemudian akidah ini semakin kuat begitu,” jelasnya. 

Oleh karena itu, urai Fajar, maka yang paling efektif adalah tentu pendekatan yang dilakukan oleh negara. Artinya negara yang memang harus mendorong diterapkannya syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

“Nah itu berarti memang harus ada dorongan khusus atau kebijakan khusus dari negara untuk kemudian mendorong masyarakat tadi menguatkan akidahnya agar bisa selalu menjawab berbagai tantangan problematika yang dihadapi oleh mereka,” jelasnya. 

Dan oleh karena itu, beber Fajar, tentu kita membutuhkan negara yang punya konsen yang sama. Artinya negara yang betul-betul mendorong diterapkannya syariat itu. 

“Dan itulah negara yang mau mengadopsi menerapkan syariat Islam secara paripurna. Tidak mungkin itu dilakukan oleh negara yang sekuler, yang dia lebih percaya pada penyelesaian ala sekularisme dibandingkan dengan penyelesaian ala Islam,” tutupnya.[] Langgeng Hidayat

Refleksi 2023, Pengamat: Agresi Entitas Yahudi di Palestina Paling Mengerikan sejak 1948


Tinta Media - Dalam memberikan refleksi akhir tahun 2023, Magister Kajian Timur Tengah dan Islam Iranti Mantasari mengatakan, agresi Entitas Yahudi di Palestina tahun ini adalah yang paling mengerikan sejak 1948.

"Agresi  mengerikan, terparah yang pernah dilakukan oleh Entitas Yahudi di Palestina, bahkan kalau boleh dikatakan sejak tahun 1948 itu sendiri," tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (31/12/2023).

 Menurutnya, ini dilihat dari data korban, jumlah korban yang ditimbulkan dalam serangan yang sudah 2 bulan lebih, itu sudah mencapai 21 ribu warga Gaza khususnya yang meninggal. Dan ini juga semakin menunjukkan, betapa memang kaum Muslimin yang ada di Palestina khususnya hari ini, benar -benar tidak berdaya.

"Negara-negara yang ada di sekitarnya notabene adalah negeri Arab tidak bisa memberikan bantuan yang signifikan untuk menghentikan serangan, bukan sekedar untuk mengobati atau sekedar untuk melengkapi kebutuhan-kebutuhan mereka," tegasnya.

Iranti melihat ketidakberdayaan dari negeri- negeri Arab yang ada di sekitar Palestina karena  mereka tidak menerapkan hukum Islam yang mendorong jihad untuk membebaskan penjajahan dari kaum Muslimin itu sendiri.

Menurutnya, agresi serangan yang dilakukan oleh penjajah Yahudi kepada Palestina, bukan hanya yang sedang terjadi atau bahkan yang terjadi sebelum-sebelumnya pun, tidak lain dan tidak bukan adalah karena penerapan sistem sekuler.

 Sistem sekuler ini, ucapnya, mengizinkan berdirinya atau diakuinya negara yang memang menghendaki pencaplokan wilayah orang lain sejak awal yakni tanah Palestina yang nota bene adalah tanah milik kaum Muslimin itu sendiri. 

"Dan keberadaan sistem inilah yang kemudian mengizinkan berdirinya entitas zionis, yang kemudian tidak sedikit dari komunitas internasional yang mengakuinya sebagai negara itu sendiri, yang akhirnya melakukan aktivitas penjajahan," imbuhnya.

Iranti menilai inilah akar masalahnya dan ditambah lagi, kalau Muslimin hari ini yang menjadi korban genosida, korban agresi, korban penjajahan itu tidak memiliki pelindung yang hakiki, tidak memiliki perisai yang benar -benar akan menghentikan bahkan sejak awal serangan itu dilakukan.

"Muslimin hari ini benar -benar terlunta -lunta, tidak memiliki perisai, tidak memiliki pelindung yang akan menjaga darah mereka dari ditumpahkan oleh kaum kafir itu," tegasnya.

Menurutnya jika akar masalahnya  adalah ketiadaan dari pelindung perisai dari kaum Muslimin yang hakiki yang benar -benar akan menjaga darah dan kehormatan kaum Muslimin itu maka solusinya adalah mewujudkan kembali, mewujudkan perisai tersebut.

"Perisai yang akan bisa menjaga tanah yang akan bisa menjaga nyawa kaum muslimin dari serangan dari penjajahan kaum kafir maka tidak lain dan tidak bukan adalah institusi politik,"ujarnya.

Ia memaparkan, institusi politik yang kalau dalam khazanah  Islam dikenal sebagai Khilafah Islam, karena memang secara historis maupun secara syar i khilafah Islam ini sudah berhasil.

"Bahkan apapun kita  pernah menghadapi hal yang serupa ketika tanah kaum Muslimin ini berusaha diserang, berusaha dijajah tapi karena ada institusi yang menjaganya yakni khilafah, hal tersebut bisa diminimalisir bahkan bisa dihentikan," tandasnya.

Para penjajah yang punya niat buruk untuk mencaplok tanah kaum Muslimin, ucapnya, itu pun dihinakan sehina-hinanya oleh institusi ini. Dan secara syar' i dalam dalil-dalil atau nash-nash Syara maka akan didapati fakta bahwa justru memang keberadaan khilafah yang akan menerapkan seluruh hukum Al-Qur'an, hukum Sunnah secara total  dalam level kenegaraan. 

"Khilafah tentu saja menjalankan peranannya yang luar biasa penting dalam menjaga kaum Muslimin, menjaga nyawa dan juga tanah kaum Muslimin itu sendiri.[] Muhammad Nur

Refleksi 2023, FAKKTA: Kebijakan Fiskal Semakin Buruk



Tinta Media - Dalam memberikan refleksi akhir tahun 2023, Peneliti Forum Analisi dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan, kebijakan fiskal pemerintah sepanjang tahun 2023 semakin buruk. 

"Kebijakan fiskal pemerintah sepanjang tahun 2023 semakin buruk," ujarnya kepada Tinta Media, Ahad (31/12/2023). 

Menurut Ishak, ini ditandai dengan pemerintah meningkatkan utang ribawi dengan akumulasi mencapai Rp 8.041 triliun pada November 2023. 

Di tengah peningkatan utang, ujarnya, pemerintah malah ngotot melanjutkan proyek IKN yang menelan anggaran besar, dengan tambahan menjadi Rp40 triliun pada tahun depan. 

"Besar kemungkinan dana APBN yang akan tersedot untuk membangun proyek itu akan semakin besar ke depan," simpulnya. 

Ishak berdalih, investor yang direncanakan akan mendominasi investasi di kawasan itu hingga saat ini enggan berinvestasi  karena belum menjanjikan secara ekonomi. 

"Pemerintah telah memperpanjang  izin HGU di kawasan itu hingga 190 tahun," cetusnya. 

Pada saat yang sama katanya, pemerintah juga berencana untuk meningkatkan tarif pajak dan cukai barang dan jasa. Setelah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% sejak April 2022, tahun depan akan kembali dinaikkan menjadi 12%. 

"Biaya yang ditanggung masyarakat setiap kali berbelanja menjadi semakin besar," tegasnya. 

Ironisnya, menurut Ishak pemerintah malah berkoar-koar bahwa utang dan pajak digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat, kenyataannya kondisi sosial ekonomi rakyat Indonesia tetap buruk. 

"Data pengangguran pada Agustus 2023 mencapai 7,9 juta orang atau sekitar 5,3 persen dari total angkatan kerja di Indonesia. Sementara itu, jumlah penduduk miskin mencapai 25,9 juta orang atau setara dengan 9,4 persen dari total penduduk Indonesia," terangnya. 

Dengan demikian ujarnya, penduduk yang hidup kurang sejahtera lebih tinggi dibandingkan dengan data pemerintah. 

Setali tiga uang dampak buruknya sosial ekonomi diperparah oleh sistem hukum yang buruk, menyebabkan maraknya berbagai kejahatan dengan motif ekonomi seperti pembunuhan dan perjudian. Selain itu, tingkat perceraian dan KDRT akibat masalah ekonomi juga meningkat. 

"Dampak liberalisasi investasi terhadap sosial, ekonomi, dan lingkungan juga semakin buruk. Investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan konflik agraria, yang mengakibatkan penduduk kehilangan tanah dan rumah mereka," nilainya. 

Menurutnya, Pemerintah hanya berpikir jangka pendek untuk kepentingan para investor, tetapi mengabaikan dampak jangka panjang bagi warga dan lingkungan. 

Ia mengungkapkan ini hanya contoh dari banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh sistem dan kebijakan ekonomi yang berlandaskan kapitalisme. 

" Penerapan sistem tersebut tidak hanya menyebabkan kerusakan, tetapi yang paling esensial adalah diabaikannya hukum-hukum Allah SWT dan Rasul-Nya dalam pengelolaan negara, termasuk dalam aspek ekonomi," bebernya. 

Oleh karena itu, menurut Ishak agenda untuk mengganti sistem ekonomi kapitalisme  dengan sistem Islam merupakan agenda utama umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya. "Menuju Indonesia yang baik dan diridhai Allah SWT," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Refleksi 2023, Pakar Parenting: Banyak KDRT Karena Sistem dan Pranata Kehidupan Jauh dari Islam



Tinta Media - Banyaknya KDRT dan pembunuhan yang melibatkan keluarga sepanjang tahun 2023, dinilai Pakar Parenting sekaligus Penulis Buku The Model for Smart Parents Nopriadi Hermani, Ph.D. berakar dari sistem dan pranata kehidupan yang jauh dari Islam. 

“Akar masalahnya sebenarnya pada sistem dan pranata kehidupan kita yang jauh dari Islam,” nilainya kepada Tinta Media, Ahad (31/12/2023). 

Masyarakat jauh dari nilai-nilai keislaman sebagai akibat dari kehidupan sekuler-kapitalis yang telah menjauhkan agama (Islam) dalam kehidupan.  “Mentalitas dan perilaku masyarakat jauh dari Islam. Kekerasan menjadi hal yang lumrah terjadi. Apalagi tekanan sosial karena masalah ekonomi semakin besar,” jelasnya.

“Seperti yang sering saya sampaikan bahwa kita hari ini hidup di sebuah mesin sosial yang merusak perilaku dan mental,” tambahnya. 

Ia melihat semakin banyaknya perilaku dan mentalitas sakit sehingga ada banyak orang tua yang mendidik tanpa kompetensi, sehingga menimbulkan trauma dan sakit kepribadian (personality illness) pada anak. “Orang tua yang mendidik tanpa pengetahuan Islam dan parenting yang memadai akan cenderung emosional dan merusak,” tuturnya. 

“Apalagi kalau orang tua ini dulunya juga dididik penuh kekerasan. Maka dia mewariskan itu pada anak-anak mereka,” imbuhnya menjelaskan. 

Di samping itu, Nopriadi mengungkap ada banyak fasilitas yang menjadi sarana pengrusak ini. Kekerasan juga dilakukan oleh anak pada orang tua karena anak-anak terpapar oleh tayangan kekerasan setiap saat, melalui gadget misalnya. “Di samping itu keterlibatan anak dengan gank-gank yang menonjolkan kekerasan akan membuat anak menjadi agresif, termasuk di rumah. Apalagi kalau sudah kecanduan narkoba atau judi. Semakin tidak terbendung,” ungkapnya. 

Menurutnya masalah ini semakin membesar karena tidak seriusnya pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi keluarga (orang tua dan anak). “Tidak terlihat adanya ikhtiar pemerintah yang mampu membuat sistem sosial yang menghasilkan pribadi-pribadi shaleh,” tuturnya. 

“Dengan kondisi di atas maka data peningkatan kekerasan yang terjadi di keluarga merupakan hal yang lumrah, wajar, dan akan cenderung meningkat,” tegasnya. 

Nopriadi menjelaskan bila Islam diterapkan dalam kehidupan, maka tidak akan tampak problem seperti ini. Pada level individu, orang-orang beriman akan memiliki mental health yang sangat baik. “Akidah dan cabang-cabangnya seperti masalah tawakal, qanaah, rezeki, sabar, syukur, dan lain-lain akan membuat seseorang menjadi pribadi yang sehat secara mental,” jelasnya. 

Menurutnya mereka akan mampu menyikapi masalah dalam kehidupan dengan sangat baik. Bila ada tekanan hidup maka selain berikhtiar untuk menyelesaikannya, maka konsep-konsep keimanan yang ada dalam kalbu akan mampu menjadi benteng yang mengokohkan mentalitas mereka. Mereka sangat bergantung pada Allah (tawakal) dan menjadikan sabar sebagai pertahanan mental yang baik. “Konsep-konsep keimanan lain seperti rezeki dan lainnya akan mengokohkan mentalitas mereka,” ucapnya. 

Lalu  aturan Islam yang mereka jadikan sebagai cara hidup menurutnya akan membuat perilaku mereka tertata. Perilaku yang tertata secara Islam akan membuat kehidupan seorang muslim menjadi indah, termasuk kehidupan keluarga. “Mereka memiliki kontrol diri yang sangat baik, baik kontrol pikiran, perasaan maupun tindakan,” ujarnya. 

“Tidak mungkin orang yang beriman akan melakukan kekerasan di rumah tangga, apalagi sampai membunuh,” tambahnya menegaskan. 

Kemudian di level keluarga, ia katakan akan terasa suasana Islami yang semakin menguatkan keislaman anggota keluarga. Ayah bunda akan bertanggungjawab mengurus anaknya, tidak hanya nafkah, tapi juga pendidikan. Keluarga yang dibangun atas asas keimanan dan diatur dengan keislaman akan menjadi keluarga yang tampak suasana cinta, kepedulian, ketenangan, kasih sayang dan tanggung jawab. “Ayah bunda akan menyayangi dengan tulus anak-anak mereka, sementara anak-anak akan berbakti pada orang tua (birrul wallidain),” ucapnya. 

“Para ayah bunda sangat menyadari  bahwa  menjaga anak-anak itu tanggung jawab mereka, terutama para ayah,” imbuhnya. 

Ia percaya mereka paham akan firman Allah SWT dalam Q.S At-Tahrim:6, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” 

Dipaparkannya bahwa para ayah diwajibkan menjaga dirinya dan keluarganya (anak istri) dari neraka dengan cara menjadikan anak-anak mereka sebagai pribadi bertakwa. “Dengan pribadi takwa ini maka anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan  akan jauh dari sikap aniaya terhadap orang lain,” paparnya. 

Diterangkannya bahwa dengan Islam, masyarakat juga akan terlihat sehat. Mereka akan menjaga satu sama lain dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka juga akan saling peduli dan memperhatikan. Mereka akan memenuhi kebutuhan tetangga mereka yang mengalami kesulitan. “Dengan demikian anggota masyarakat tidak sendiri dalam menghadapi masalah hidupnya. Tekanan beban hidup yang sering memicu kekerasan tidak terjadi dalam masyarakat Islam,” terangnya. 

Lalu ia menjelaskan di level negara yang terinstall nilai-nilai dan aturan Islam akan menjadikan negara yang mengurusi dan menjamin terpenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. “Masyarakat akan dibuat sejahtera sehingga mampu memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan,” jelasnya. 

Menurutnya, negara juga menjamin pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan bagi masyarakat dengan pelayanan terbaik dan gratis. “Jaminan kebutuhan pokok dan pelayanan sosial akan membuat beban hidup masyarakat akan terasa ringan, tidak seperti beban hidup di dunia  sekuler-kapitalis  seperti saat ini,” paparnya. 

Dengan pendidikan, maka negara akan membuat rakyatnya memiliki kepribadian Islam sebagaimana gambaran pada level individu di penjelasan atas. Dengan pendidikan yang baik ditambah pelayanan kesehatan terbaik akan membuat rakyat menjadi sehat, tidak hanya fisik tapi juga mental. Pemimpin amanah yang terpilih karena proses politik yang sesuai Islam akan membuat sistem-sistem Islam akan bekerja dengan baik sehingga terjagalah jiwa, agama, akal, kehormatan dan harta rakyatnya. 

“Semua ini akan membuat kehidupan Islam menjadi kehidupan yang indah dan penuh berkah. Tidak seperti kehidupan saat ini, masyarakat menjadi sakit, terutama masalah kekerasan dalam rumah tangga,” pungkasnya.[] Raras

Refleksi 2023, Pakar: Undang-Undang Ciptaker, Bukan Cipta Kerja Tetapi Cipta Liberalisasi Investasi

Tinta Media - Pengesahan Perpu Ciptaker menjadi Undang-undang dinilai Pakar Ekonomi Dr. Arim Nasim bukan cipta kerja tetapi cipta liberalisasi investasi.

"Pengesahan Perpu Ciptaker menjadi Undang-undang. Undang-undang tersebut sebenarnya bukan ciptaker tapi cipta liberalisasi investasi," tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (31/12/2023).

Menurutnya, dengan adanya undang undang tersebut para kapitalis berpesta pora karena diberikan karpet menjarah sumber daya alam milik rakyat dan mengekploitasi SDM. "Dampaknya liberalisasi semakin menggila, Pajak semakin mencekik, utang semakin menggunung dan rakyat semakin menderita," ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa hal ini terjadi karena legislatif dan eksekutif sudah menjadi antek para kapitalis atau oligarki. "Sehingga  membuat undang-undang yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat," ungkapnya.

Ia menyatakan bahwa solusi masalah tersebut hanya dengan mencampakkan dan membuang sistem demokrasi, dan sistem ekonomi kapitalis. "Dan tegakkan sistem Islam secara kafah dalam bingkai daulah," tandasnya.[] Ajira

Refleksi 2023, Siyasah Institute: Rapuhnya Pengaman Sosial, Keluarga dan Anak



Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Ustadz Iwan Januar menyatakan bahwa peristiwa paling buruk di tahun 2023 ini adalah rapuhnya pengaman sosial, keluarga dan anak. 

"Rapuhnya pengaman sosial, keluarga dan anak-anak, menurut saya itu yang paling buruk," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (29/12/2023). 

Menurutnya, kasus bunuh diri bersama dan pembunuhan oleh anggota keluarga sendiri beberapa kali terjadi. Selain itu, meningkatnya KDRT juga menjadi hal yang tidak kunjung selesai. "Bahkan beberapa kali korban tewas karena kelalaian aparat memberikan perlindungan meski sudah melapor," bebernya. 

Ia menilai, yang menjadi pangkal kerusakan internal keluarga itu disebabkan oleh kemiskinan dan tercerabutnya nilai agama Islam dari keluarga. "Sudah miskin, terjerat utang, tidak ada keyakinan pada rezeki, minus sikap tawakal, putus asa, membuat sejumlah keluarga melakukan bunuh diri dan kekerasan terhadap anggota keluarga sendiri," paparnya. 

Ia menambahkan, minimnya perlindungan yang diberikan negara pada warga membuat eskalasinya terus naik. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri untuk bertahan hidup sementara dari sisi perlindungan keamanan justru minim. "Warga menjadi tidak aman bahkan di rumah mereka sendiri," tukasnya. 

Ia mengungkapkan bahwa semuanya adalah dampak dari kehidupan sekuleristik yang melahirkan kapitalisme dan individualisme. "Keluarga dan masyarakat kehilangan nilai agama, sementara mereka dibiarkan hidup dengan minim jaminan sosial dan keamanan dari rakyat," terangnya. 

Ia menjelaskan bahwa solusi atas semua peristiwa tersebut adalah harus dicabut dan diganti dengan aturan Islam yang bersumber dari akidah Islam. Dalam syariat Islam, keluarga harus menjadikan iman dan takwa sebagai pedoman dan pengatur tingkah laku. "Sesulit apa pun hidup, mereka diajarkan untuk tidak melakukan kekerasan apalagi bunuh diri," jelasnya. 

Ia memaparkan bahwa dalam syariat Islam negara wajib hadir untuk memberikan perlindungan ekonomi, keamanan dan hukum untuk rakyat. "Negara dalam Islam, harus hadir melindungi rakyatnya, termasuk bekerja keras memberikan jaminan kehidupan yang layak," pungkasnya.[] Ajira
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab