Tinta Media: Refleksi 2022
Tampilkan postingan dengan label Refleksi 2022. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Refleksi 2022. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Januari 2023

Refleksi 2022, Pengamat Ungkap Kesuksesan Politik Cina di Indonesia

Tinta Media - Merefleksi 2022, Pengamat Hubungan Internasional Hasbi Aswar mengungkap keberhasilan diplomasi politik Cina di Indonesia.
 
“Cina sangat agresif, bukan hanya dalam aspek ekonomi, tapi juga dalam banyak hal. Mendekati NU, Muhammadiyah, memberikan beasiswa kepada banyak santri. Terakhir saya lihat buku yang ditulis oleh alumni santri yang belajar di Cina yang menggambarkan Cina itu negara baik. Ini kesuksesan politik Cina di Indonesia,” ungkapnya di acara Diskusi Media Umat: Indonesia Makin Dicengkeram Oligarki dan Semakin Sekuler Radikal, melalui kanal You Tube Media Umat News Ahad (8/1/2023).
 
Para alumni santri  Indonesia yang diberi beasiswa  Cina akhirnya menjadi ‘sales’nya Cina di Indonesia. “Di era Covid-19 kemarin Cina juga memberikan banyak bantuan fasilitas kesehatan kepada ormas-ormas islam,” imbuhnya.
 
Cina lanjutnya juga mendekati partai-partai politik yang menjadi jalan masuk Cina untuk mempengaruhi partai politik yang ada di Indonesia.
 
“Kalau kita lihat di media itu kan ada pertemuan dengan partai-partai besar seperti Nasdem, PDIP, Gerindra, bahkan partai Islam seperti PPP, PKB, PKS. Ada pertemuan Partai Komunis Cina dengan partai-partai di Indonesia,” bebernya.
 
Hasbi menilai Cina akan mengamankan investasinya di Indonesia  yang sudah menyebar ke mana-mana. Salah satu cara untuk mengamankannya dengan memastikan orang-orang yang duduk di kursi-kursi pemerintahan itu orang-orang yang tidak anti Cina.
 
“Ini menurut saya akan menjadi jalan bagi Cina baik secara langsung atau tidak untuk memberikan sponsor kepada politisi-politisi yang akan terlibat pada pemilu tahun mendatang,”duganya.
 
Cara mengamankan aset Cina di Indonesia itu tutur Hasbi juga nampak saat Rizal Ramli yang saat itu menjabat sebagai menteri Koordinator Bidang kemaritiman, menolak reklamasi, tiba-tiba diganti oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
 
“Pantai-pantai reklamasi itu sudah diiklankan di Cina. Ahok yang diprediksi akan memimpin Jakarta kalah, disusul aksi-aksi umat Islam yang  kita lihat dampaknya.  Ahok dipenjara, tiba-tiba BPIP  (badan pembinaan ideologi pancasila) dibentuk, radikalisme menjadi darurat nasional, ormas-ormas Islam dibubarkan, tokoh-tokoh Islam dikriminalisasi. Menteri Agama mengeluarkan list penceramah radikal, seolah-olah jagat Indonesia goncang gara-gara Ahok dipenjara. Ujung-ujungnya yang menjadi lawan adalah umat Islam,” urainya.  
 
Peristiwa di atas dinilai oleh Hasbi sangat kental dengan kepentingan Cina di Indonesia. Menurutnya hal serupa bisa saja terjadi di masa yang akan datang.
 
Hasbi memaparkan tulisan orang Malaysia yang mengajar di jepang yang memaparkan kenapa Indonesia lebih memilih investasi Cina dibanding Jepang yang lebih ramah lingkungan.
 
“Salah satu alasannya adalah  elit-elit politik yang bermain di situ atau elit pengusaha yang menjadi pelaksana program di situ yang memang mereka ingin dapat untung dari proses itu semua,” terangnya.
 
Diakhir penuturannya Hasbi mengatakan bahwa pemain-pemain lokal sangat diuntungkan oleh banyaknya kucuran dana dari Cina di Indonesia. “Itu juga akan menjadi salah satu pertimbangan penting bahwa rezim yang akan datang juga tetap akan ramah terhadap investasi Cina,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
 
 

Jumat, 13 Januari 2023

Refleksi 2022, Dr. Riyan Catat Dua Peristiwa Penting

Tinta Media - Berkenaan dengan berbagai rangkaian peristiwa politik sepanjang 2022, Pakar Politik Dr. Riyan, M.Ag. mencatat ada dua peristiwa politik penting.
 
“Pertama, saya melihat isu yang sangat penting dan saya kira ini harus terus dianalisis berkaitan dengan apa yang saya sebut sebagai negara mafia,” tuturnya di acara Diskusi Media Umat: Indonesia Makin Dicengkeram Oligarki dan Semakin Sekuler Radikal, melalui kanal You Tube Media Umat, Ahad (8/1/2023).
 
Mulai dari mafia peradilan, mafia tanah, mafia minyak goreng, mafia tambang, mafia politik. “Mafia-mafia ini muncul karena negara kita semakin bergerak kepada bandul negara korporasi; perselingkuhan antara penguasa dengan pengusaha yang  produk berbagai kebijakannya tidak pro rakyat, ”tandasnya.
 
Artinya, lanjut Riyan, negara ini sebenarnya sudah menjadi instrumen bagi segelintir orang untuk melakukan dominasi dalam output  kebijakan sehingga politik rakyat tidak lagi menjadi subyek utama dalam pelaksanaan kebijakan.
 
“Kedua, kita bisa melihat produk politik tidak memiliki kualitas dalam memberikan kebaikan kepada publik. Saya ambil contoh IKN misalnya yang dulu katanya tidak ada pembebanan kepada APBN faktanya APBN terbebani biaya yang tidak sedikit,” jelasnya.
 
Contoh lain ucapnya, proyek kereta cepat Bandung-Jakarta awalnya adalah proyek bisnis to bisnis ternyata sudah tekor sedemikian rupa dengan pembengkakan entah sampai berapa karena sampai saat ini belum ada kepastian.
 
Riyan juga menyoroti soal RUU Cipta kerja yang kontroversial justru diselesaikan dengan Perppu. “Tiga contoh kebijakan  ini saja yaitu IKN, kereta cepat, Perppu Ciptaker ini adalah derivat negara mafia,” simpulnya.
 
Fakta-fakta di atas, menurutnya, akan menimbulkan politik kecemasan yang akan berlanjut pada 2023 karena berbagai upaya masyarakat tidak ada yang didengar oleh pemerintah. Riyan melihat masyarakat bawah akhirnya cuek terhadap masalah ini. Tetapi di tingkat kelas menengah ke atas ada banyak sekali kegelisahan yang bisa jadi mengarah pada pemakzulan.
 
“Sisi lain saya melihat ada banyak kalangan intelektual, cendekiawan, ulama yang  justru melihat bahwa momen ini menjadi sebuah harapan dengan melakukan langkah-langkah  membangun kesadaran baru bahwa apa yang terjadi  ini merupakan produk dari sebuah sistem yang tidak berpihak kepada mereka,”ungkapnya.
 
Kemudian, lanjutnya, muncul gagasan-gagasan untuk mendiskusikan bagaimana sistem yang lebih adil, lebih pro kepada rakyat, yang memberikan harapan bahkan tidak hanya harapan di dunia tapi juga di akhirat.  
 
“Gagasan-gagasan itu  kalau kita bangun terus, kita tumbuhkembangkan maka  akan muncul gelombang kesadaran baru untuk meninggalkan korporasi kapitalisme menuju Islam,” paparnya penuh optimisme.  
 
Ia menilai arah perubahan ke arah Islam semakin mendapatkan tempat di negeri mayoritas muslim ini.
 
“Harapan untuk menjadikan Islam sebagai alternatif, bahkan satu-satunya alternatif untuk keluar  dari berbagai kerusakan yang dilakukan rezim dengan berbagai produknya tadi bisa dihadapi dengan optimis. Itulah politic of hope,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Kamis, 05 Januari 2023

Refleksi 2022, Inflasi Capai 5,7 % Akibat BBM Naik

Tinta Media - Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan bahwa kenaikan inflasi yang terjadi di tahun 2022 itu terjadi karena kebijakan pemerintah menaikkan BBM.

"Tahun ini (2022) inflasi diperkirakan mencapai 5,7 persen, jauh di atas tahun lalu yang mencapai 1,9 persen. Kenaikan inflasi tahun ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan BBM pada bulan September," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (31/12/2022).

Akibatnya, imbuhnya, daya beli masyarakat, khususnya menengah bawah, tertekan akibat kenaikan tersebut. "Para nelayan misalnya kesulitan melaut karena biaya produksi meningkat;" ujarnya. 

Menurutnya, tahun 2022 itu penderitaan masyarakat cukup lengkap dengan adanya kelangkaan pupuk yang dialami petani, karena pemerintah mengurangi subsidi pupuk. "Tahun ini juga diwarnai kelangkaan pupuk yang dialami petani akibat kebijakan pemerintah yang mengurangi kuota subsidi pupuk dari 25 juta menjadi hanya 9 juta," ujarnya.

Kebijakan ini, terang Ishak, dilakukan pemerintah untuk mengurangi belanja subsidi. Akibatnya petani terpaksa menggunakan pupuk non subsidi yang mahal. Sudahlah BBM naik, harga pupuk juga mahal. Di sisi lain, pemerintah telah memutuskan untuk melakukan impor beras yang berpotensi menurunkan harga gabah di tingkat petani.

Sebagai ekonom, ia menilai kebijakan pemerintah tersebut condong kepada kepentingan oligarki dibandingkan dengan rakyat kecil.

"Di sisi lain, pemerintah berencana memberikan subsidi kendaraan listrik baik mobil ataupun motor senilai Rp 5 triliun. Subsidi ini hanya menguntungkan orang-orang kaya dan produsen mobil. Kebijakan ini juga sarat kepentingan oligarki sebab beberapa perusahaan domestik telah merambah ke industri tersebut, seperti Toba Sejahtera milik LBP, Adaro milik keluarga Erick Thohir, dan Saratoga milik Sandiaga Uno," bebernya.

Selain itu, katanya kembali, pemerintah juga terus memberikan suntikan pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung melalui Penyertaan Modal Negara, yang sudah mencapai Rp 7,5 triliun. Kebijakan itu dilakukan karena proyek itu membengkak dari awalnya US$ 5 miliar (75 triliun) naik menjadi US$ 8 miliar (Rp120 triliun). Padahal sebelumnya kontraktor China berkomitmen bahwa proyek tersebut tidak melibatkan pemerintah. 

Ia juga menilai bahwa pemerintah terkesan memaksakan kehendak untuk melanjutkan kembali proyek IKN, meskipun para investor enggan, yang akhirnya terpaksa harus merevisi UU IKN.

"Pemerintah juga ngotot untuk melanjutkan proyek IKN. Karena investor swasta juga belum tertarik maka pemerintah melakukan revisi UU IKN yang baru saja disahkan pada Februari tahun ini," cecarnya.

Revisi ini, jelasnya, diperkirakan akan memberikan insentif besar-besaran kepada investor yang dikhawatirkan menggadaikan kedaulatan negara. Di sisi lain, kalaupun swasta tidak tertarik, maka proyek ini terancam mangkrak. Mengandalkan pembiayaan APBN  juga berisiko membuat utang negara semakin besar atau anggaran untuk publik semakin berkurang, termasuk subsidi dan belanja modal untuk infrastruktur dasar seperti jalan dan irigasi. Ujung-ujungnya yang dirugikan rakyat banyak. 

Ustadz M. Ishak, sapaan akrabnya juga menghimbau agar masyarakat khususnya umat Islam sadar bahwa kebijakan ekonomi saat ini meniscayakan pro kepada kepentingan para oligarki.

"Alhasil, umat Islam semestinya sadar bahwa kebijakan ekonomi saat ini tidak berubah, tetap mendukung kepentingan para oligarki, tunduk pada kepentingan asing, dan tidak empati terhadap kondisi rakyat bawah," terangnya.

Ini adalah buah sistem ekonomi kapitalisme, tegasnya, kebijakan cenderung kepada para kapitalis atau oligarki sementara pemerintah semakin mengurangi perannya untuk melakukan intervensi untuk memperbaiki kesejahteraan rakyatnya.

Terakhir, ia menyatakan dengan jelas bahwa solusi dari berbagai masalah ekonomi dan yang lain hanya dengan penerapan syariat Islam, yang akan mampu mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh masyarakat, karena dorongan keimanan dan ketakwaan.

"Adapun solusi atas berbagai masalah tersebut adalah mendorong terwujudkan sistem pemerintah dan ekonomi yang berlandaskan syariat Islam. Selain sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-nya, penerapan aturan Islam akan menghilangkan bias kepentingan kepada kelompok tertentu, sehingga keadilan dan kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat," pungkasnya. [] Nur Salamah

Senin, 02 Januari 2023

Refleksi 2022, Kasus Kriminalitas Remaja dan Pelajar Alami Peningkatan

Tinta Media - Melihat dunia remaja dan pelajar di Indonesia pada tahun 2022, Pakar Parenting Iwan Januar menyebutkan ada peningkatan kasus kriminalitas pada mereka baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 

“Peningkatan kasus kriminalitas yang menimpa remaja dan pelajar di Indonesia tahun 2022 ada peningkatan secara kuantitatif dan kualitatif. Jenis kriminalitasnya pun beragam berupa tindak kekerasan seperti geng motor, tawuran, pembunuhan, pencurian dan perampasan yang sebagiannya dibarengi dengan kekerasan bahkan pembunuhan,” tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Senin (2/1/2023).    
Selain tindak kekerasan, lanjutnya juga ada kejahatan seksual seperti pelecehan seksual dan pemerkosaan dan jumlahnya juga meningkat. “Kejahatan seksual ada yang dilakukan secara solo atau berkelompok. Beberapa kali terjadi kasus remaja putri jadi korban pelecehan dan pemerkosaan yang dilakukan beramai-ramai,” ucapnya prihatin.

Menurut Iwan, perilaku seks bebas di kalangan remaja dan pelajar juga meningkat. Peningkatan Ini bisa karena pengaruh pergaulan saling mempengaruhi, juga pornografi. “Yang lebih miris jumlah pelajar dan remaja yang terlibat kegiatan prostitusi juga meningkat, terutama melalui medsos atau media online,” ujarnya.

Yang lebih mengkhawatirkan, Iwan mengungkapkan remaja Indonesia juga rawan perilaku seks menyimpang seperti L68T. Usia sekolah sampai mahasiswa banyak menjadi sasaran kaum L68T. “Biasanya mereka dijadikan gundik atau piaraan kaum gay yang lebih tua. Meski tidak menutup kemungkinan terjadi juga perilaku homoseksual di antara mereka,” tambahnya.

Iwan mengakui cukup sulit mendapatkan secara pasti angka kasus kenakalan remaja selama tahun 2022, karena persoalan sosial khususnya kejahatan di tingkat remaja dan pelajar kurang mendapatkan perhatian dari negara dan pihak terkait. “Ini beda dengan persoalan di bidang politik dan ekonomi yang jadi komoditi utama kebijakan nasional dan banyak pihak. Padahal, melihat dari berbagai kasus kriminalitas remaja, Indonesia sudah harus masuk ruang UGD,” imbuhnya.

Umat Harus Sadar

Iwan menandaskan bahwa umat harus sadar kalau dunia remaja dan pelajar di tanah air ini sudah bermasalah akut bagai masuk stadium III bahkan mungkin IV. “Umat juga harus belajar kalau kerusakan ini tidak timbul begitu saja, tapi karena nilai-nilai yang berlaku di masyarakat memang sudah rusak. Itulah liberalisme turunan dari sekulerisme,” ungkapnya.

Menurutnya, untuk memperbaiki lingkungan remaja dan pelajar hari ini tidak mungkin dilakukan kalau kondisi tanah air masih dibelit sekulerisme-liberalisme. 

“Ibarat mencuci baju kotor dengan air yang juga kotor. Umat harus berpikir out of the box mencari solusi lain yang terbaik, yaitu Islam. Maka umat harus kembali dalami Islam dan perjuangkan Islam agar jadi nilai-nilai dasar dan utama di negeri ini,” pungkasnya.[] Erlina

Refleksi 2022, Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalis Menjadi Akar Masalah Krisis Global

Tinta Media - Menanggapi fenomena krisis global yang menghantui semua negara sepanjang 2022, Pakar Ekonomi Dr. Arim Nasim menilai bahwa akar masalahnya adalah penerapan sistem ekonomi kapitalis.

"Sebagian menganggap krisis global itu disebabkan oleh Pandemi Covid-19 dan perang Rusia Ukraina. Padahal, kalau saya melihat sebenarnya hanya pemicu aja. Akar masalahnya adalah penerapan sistem ekonomi kapitalis," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (31/12/2022).

Ia mengatakan bahwa hal ini seperti yang disampaikan oleh Stiglitz, bahwa krisis global itu sebenarnya merupakan cacat fundamental dari sistem ekonomi. "Fenomena bangkrutnya Sri Lanka membuktikan itu," imbuhnya.

Ia mengungkapkan bahwa selain Sri Lanka, ada beberapa negara yang terkena krisis yakni Amerika Serikat, Inggris, Rusia dan Ukraina. Sebagaimana dikutip dari laman CNBC Indonesia.

Menurutnya, krisis global dalam perspektif Islam adalah fasad, ini akibat sistem ekonomi yang diterapkan bertentangan dengan aturan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam bidang ekonomi. "Seperti yang disampaikan oleh Stiglitz, sistem ekonomi kapitalis memiliki cacat bawaan yang meniscayakan adanya krisis," tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa ada empat cacat bawaan yang menyebabkan krisis tersebut. 

 Pertama, pembangunan ekonomi atas dasar sekularisme dengan menjadikan manfaat sebagai pendorong perilaku ekonomi dan pembangunan ekonomi berbasis Ribawi. 

"Kedua, sistem moneter berbasis fiat money. Ketiga, munculnya ekonomi non riil dan pasar modal dan keempat, adanya liberalisasi pengelolaan SDA kepada swasta," bebernya.

"Karena itu, kalau dunia ingin terbebas dari krisis maka harus mencampakkan 4 sumber krisis tersebut dengan menerapkan sistem ekonomi Islam," tandasnya. []Ajira

Refleksi 2022, Cengkraman Korporatokrasi Makin Kuat

Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Erwin Permana menjelaskan masivnya peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang mengarah kepada swasta menunjukkan kuatnya cengkraman korporatokrasi sepanjang 2022.

"Yang paling menunjukkan kuatnya cengkraman korporatokrasi adalah semakin masivnya regulasi peraturan perundang-undangan dan juga kebijakan yang mengarah kepada swastanisasi mulai dari privatisasi BUMN kemudian kebijakan-kebijakan yang menguntungkan para korporat," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (30/12/2022). 

Ia mencontohkan, kebijakan yang menguntungkan para korporat misalnya, pemberian intensif pajak, kemudahan-kemudahan regulasi berusaha dengan cara mempermudah analisis -analisis dampak lingkungan, ketentuan upah buruh yang tidak manusiawi. "Hal itu menunjukkan bahwa kebijakan lebih berpihak pada korporat dengan menggunakan institusi negara," tegasnya.

"Kepala negara semakin menjadi kaki tangannya perusahaan. Hal ini diperkuat dengan kunjungan Jokowi ke Rusia dan Ukraina. Jokowi berkunjung dalam rangka negosiasi kebutuhan gandum dan energi. Ok, kalau energi kita butuh, tapi kalau gandum siapa yang butuh?industri, jadi Jokowi menego Ukraina untuk kebutuhan industri karena masyarakat Indonesia sendiri konsumsinya beras. Jadi, negosiasi gandum ke Ukraina untuk kepentingan perusahaan karena banyak perusahaan yang menggunakan gandum," bebernya.

Berkaitan dengan kuatnya cengkraman korporatokrasi ekspor yang didominasi oleh sektor energi ke Cina seperti nikel dan batubara, Erwin merasa ngeri karena negara Indonesia sendiri merupakan negara industri meskinya kebutuhan energi kita semakin besar, dan hasil energi dalam negeri terserap untuk kebutuhan dalam negeri, tapi anehnya kita malah melakukan ekspor ke luar negeri.

"Dan yang melakukan ekspor energi itu perusahaan -perusahaan yang dekat dengan lingkaran kekuasaan," sesalnya.

 Begitu juga dengan impor, ia mencontohkan, kebijakan impor beras, yang melakukan adalah perusahaan swasta yang dekat dengan kekuasaan, padahal pemerintah sendiri mempunyai Bulog. Bulog bisa dipakai untuk impor tidak perlu menggunakan tangan-tangan swasta.

"Begitu juga dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan, rata-rata dilakukan oleh swasta. Pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, kereta cepat, dll. Padahal, pemerintah memiliki perusahaan Karya yang banyak, ada Adi Karya, WIKA, India Karya, justru yang banyak mendapat jatah adalah perusahaan-perusahaan swasta bukan pemerintah, kan aneh," herannya.

Terkait dengan subsidi pembelian mobil listrik, 80 juta untuk mobil listrik, 40 juta untuk mobil Hybrid, dan 5 juta untuk motor listrik, ia menegaskan bahwa subsidi tersebut bukan untuk kepentingan masyarakat tapi untuk kepentingan korporat yang bergerak di bidang listrik baik produksi mobil listrik maupun importir mobil listrik. "Hal ini menunjukkan bahwa rezim ini atau negara ini sudah menjadi negara korporatokrasi," pungkasnya.[] Yupi UN

Refleksi 2022, Nuansa Liberalisasi dan Sekulerisasi di Dunia Pendidikan Makin Kuat

Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menilai penerapan sistem kapitalisme liberal berdampak pada semakin menguatnya liberalisasi dan sekularisasi dalam bidang pendidikan sepanjang tahun 2022.

"Menurut saya, yang paling signifikan dari pengamatan saya sepanjang tahun 2022 itu adalah semakin menguatnya liberalisasi dan sekularisasi dalam dunia pendidikan kita. Tentu semua itu sebagai dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme liberal di negara kita ini," tuturnya pada Tinta Media pada hari Sabtu (31/12/2022).

Menurutnya, hal ini berdampak pada semakin masifnya upaya untuk menghilangkan identitas atau jati diri dari para pemuda, baik siswa/mahasiswa. "Ada problem identity lost di situ yang kemudian justru didukung oleh negara," paparnya.

Ustaz Fajar pun memaparkan problem lain yang tidak kalah mengerikannya adalah adanya pembajakan potensi (potensial hijacking) di dalam diri pemuda. "Kalau kita perhatikan ada sebuah skenario yang sudah disiapkan dengan baik oleh negeri orang kafir Barat agar bisa mencengkram para pemuda Islam itu agar mereka juga bisa mencengkram Indonesia lebih lama lagi," tambahnya.

Modifikasi Kurikulum

Fajar menilai, negara banyak melakukan modifikasi kurikulum pendidikan diantaranya kurikulum deradikalisasi, Islam wasathiyah, atau program moderasi beragama. "Alat yang paling merusak bagi pemuda kita manakala diperkenalkan tentang kurikulum moderasi beragama," imbuhnya.

Menurutnya, tujuan akhir kurikulum pendidikan moderasi beragama adalah untuk membentuk agar Islam yang ada di Indonesia dan yang dianut oleh para pemuda ini adalah Islam yang sejalan dengan nilai-nilai barat. 

"Islam yang kemudian menganggap tidak masalah jika ada seorang muslim kemudian tiba-tiba datang ke gereja ikut Misa atau perayaan natal, ikut perayaan paskah, dan seterusnya. Demikian pula, ketika idul Fitri orang-orang kafir itu datang ke masjid-masjid ikut dalam acara kita," tambahnya.

Di bidang ekonomi, Ustaz Fajar menerangkan bahwa dengan dikenalkannya kurikulum berbasis ekonomi dan merdeka belajar kampus merdeka sebenarnya mereduksi orientasi atau tujuan/visi pendidikan hari ini. "Dari visi mewujudkan seorang intelektual, seorang yang kritis, seorang calon-calon ilmuwan, atau cendekiawan jadi hanya direduksi menjadi orang-orang yang berorientasi produksi. Orientasi untuk labour supplier atau suplay tenaga kerja alias hanya menghasilkan jongos-jongos baru bagi industri kapitalis yang sedemikian masif juga ada di negeri ini," bebernya.

Menurutnya tak hanya itu, di dunia wirausaha bermunculan start up yang ujung-ujungnya mengeksploitasi potensi para pemuda. "Di dunia industri kreatif pun sama. Mereka hanya dibonsai sebagai content creator. Lagi-lagi membuat para pemuda kita ini terjerat oleh cengkraman kapitalis," terangnya.

Begitu pula dengan peta jalan pendidikan pesantren, menurut analis senior ini dapat membahayakan visi/orientasi pesantren ke depan. Alih-alih mengejar pada penguasaan keilmuan tapi lebih mengutamakan bagaimana kemudian pesantren menjadi mandiri, para santri jadi semua berwirausaha. "Terus kapan belajar ilmunya?" serunya.

Kesadaran Politik

Menurutnya, umat Islam harus bisa memahami kerangka secara makro bahwa adanya moderasi beragama kemudian dikenalkannya kurikulum berbasis ekonomi, merdeka belajar kampus belajar, atau dorongan orientasi belajar, itu semua dalam kerangka untuk memuluskan para kapitalis global untuk tetap melanggengkan penjajahannya ke negeri-negeri muslim. "Ini yang harus menjadi kesadaran kritis semua," tandasnya.

Ustaz Fajar menambahkan kesadaran politik ini akan memahamkan umat bahwa sebenarnya ada pertarungan antara ideologi Islam dengan ideologi kapitalis, dan juga komunisme sosialis. "Dua abad terakhir ini yang dominan di dunia ini adalah peradaban barat. Tentu Barat juga sebisa mungkin berusaha untuk mempertahankan dominasinya dan tidak memberikan ruang kesempatan bagi peradaban lain untuk mendominasi," terangnya.

Ia pun menyeru agar umat Islam menjadi umat yang cerdas kalau ingin hidup bebas dari masalah termasuk masalah pendidikan. "Tidak hanya bicara tataran praktis operasional atau strategis saja tapi harus bicara pada tataran paradigmatis ideologis," pungkasnya. [] Lussy Deshanti 

Minggu, 01 Januari 2023

Ahmad Khozinudin: Indonesia Belum Mampu Menyejahterakan Rakyat

Tinta Media - Pada catatan hukum akhir tahun 2022, sebagai refleksi untuk menghadirkan resolusi untuk negeri, Advokat Ahmad Khozinudin, S.H. menilai Indonesia belum mampu menyejahterakan rakyat.

“Kekayaan yang Allah SWT karuniakan untuk negeri ini belum mampu memberikan dampak kesejahteraan bagi rakyat,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (30/12/2022).

Hadirnya UU Omnibus Law yang disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada tanggal 2 November 2020 dan resmi menjadi UU No 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, menurut Khozinudin, justru memperdalam cengkeraman penjajahan ekonomi rakyat berdalih investasi. “Kemandirian dan independensi hukum yang terbebas dari imperialisme, nampak belum wujud,” ucapnya.

AK panggilan akrabnya, mengungkap kabar pelelangan 100 pulau di kawasan Kepulauan Widi, Maluku Utara pada awal Desember 2022 lalu, juga tak lepas dari eksistensi UU Cipta Kerja. “Mendagri Tito Karnavian berdalih pengembang Kepulauan Widi, PT Leadership Islands Indonesia (LII) diberikan waktu 7 tahun untuk mengembangkan kawasan tersebut untuk mencari investor karena kekurangan modal,” ungkapnya.

“Lagi-lagi, berdalih investasi, untuk menarik investor, kedaulatan negeri dijual kepada asing,” lanjutnya.

Menurutnya, negara tidak lagi meletakkan kedaulatan dan kemandirian sebagai asas kebijakan mengelola negeri. “Investasi telah dijadikan dalih paling klasik, untuk mengerat-erat dan memecah belah negeri, menyerahkan kedaulatan bangsa kepada asing dan aseng,” tuturnya.

AK menyebut UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, juga turut memberikan andil hilangnya kedaulatan mineral dan batu bara. 

Menurut UU Minerba lama maupun PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, kontrak karya yang ada berlaku sampai jangka waktunya berakhir. Setelah berakhir, maka selesailah hubungan kerja sama antara pemerintah dengan kontraktor dan wilayah kerja pertambangan tersebut sepenuhnya kembali menjadi milik pemerintah.

“Namun, bukannya pemerintah menyiapkan sarana prasarana, kemampuan dan sumber daya untuk mengambil alih sejumlah tambang minerba yang sudah habis kontrak kerjanya, pemerintah malah mengubah UU Minerba yang membuat pemegang konsesi kontrak karya (KK) bisa langsung mendapatkan Izin Usaha Penambangan Khusus (IUPK),” paparnya.

“Akibatnya, sejumlah oligarki tambang khususnya Batubara seperti PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Indika Energy Tbk (INDY), dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) akan habis malah difasilitasi dengan perubahan status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP),” paparnya lebih lanjut.

Padahal, AK menilai tiga perusahaan ini saja kalau tambangnya kembali kepada pemerintah (negara), tentulah akan menambah kesejahteraan rakyat. “Kekayaan alam yang melimpah di negeri ini, akan memberikan nilai positif bagi pembangunan nasional,” nilainya.

Faktanya, Negara kehilangan potensi pendapatan dari pertambangan batubara yang dikuasai empat perusahaan ini. “Belum lagi, masih banyak perusahaan tambang batubara lainnya yang dikuasai individu, korporasi, swasta, asing dan aseng,” ungkapnya.

AK mencontohkan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) telah membukukan pendapatan (belum termasuk konsolidasi KPC) senilai US$ 1,39 miliar hingga kuartal III-2022. “Jumlahnya melesat 109,3% dari periode yang sama tahun lalu US$ 666,18 juta,” ungkapnya.

Belum lagi perusahaan Batu bara lainnya seperti PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) Emiten milik konglomerat Dato' Low Tuck Kwong yang memproduksi sebanyak 37,6 juta ton batu bara pada 2021. Pada 2022, BYAN berencana memproduksi sejumlah 37 juta-39 juta ton batu bara. PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA), PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS), PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG), PT ABM Investama Tbk. (ABMM), dan masih banyak lagi yang lainnya.

“Eksistensi tambang yang dikuasai korporasi swasta, asing dan aseng tersebut, baik tambang batubara dan tambang lainnya, adalah konfirmasi tiada daulat atas negeri. Kekayaan alam yang melimpah di negeri ini hanya membuat kaya raya segelintir orang saja,” ucapnya.

Ia mempertanyakan apakah masih relevan norma pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan: "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat?" tanyanya.

Dalam bidang hukum, menurut AK masalah pengesahan RKUHP menjadi KUHP juga hanya konfirmasi mempertahankan ruh norma hukum penjajah belanda dalam bentuk yang lain. “Negeri ini, tetap saja dicengkeram oleh sekulerisme dan mengabaikan hukum Allah SWT,” tuturnya.

Diungkapkannya sejumlah pasal represif dan anti Islam justru dihidupkan dan dipertahankan dalam KUHP baru. “Pasal soal penghinaan Presiden, DPR, pasal kriminalisasi demo, kontra pancasila, perlindungan terhadap zina, dan banyak lagi masalah dalam UU yang oleh DPR dibanggakan sebagai 'Karya Agung Anak Bangsa' yang mengakhiri dominasi penjajahan yang bercokol lebih dari 150 tahun,” ungkapnya.

“Belum lagi, kebijakan penegakan hukum ditahun 2022 masih copas (Copy Paste) dari kebijakan hukum tahun-tahun sebelumnya, dimana hukum dijadikan instrumen untuk membungkam kritik, menekan gerakan Islam dan melindungi jubah kekuasaan yang zalim,” tambahnya mengungkap kebijakan hukum.

Dicontohkannya penangkapan Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah, Ustadz Anung al Hamat hingga divonis 3 tahun penjara dengan tuduhan teroris menjadi buktinya. “Aktivitas dakwah dituduh terorisme, Ulama dituduh teroris,” tukasnya.

Belum lagi penangkapan Gus Nur dan Bambang Tri. “Kasus ini adalah konfirmasi rezim anti kritik, hukum dijadikan sarana untuk membungkam nalar kritis rakyat,” tukasnya.

Tidak ada resolusi lain, yang AK ingin sampaikan selain menyampaikan firman Allah SWT: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. [QS Ar Rum: 41].

Semua kerusakan yang menimpa negeri ini, menurutnya adalah karena maksiat, manusia tidak mau taat, tidak mau menerapkan hukum Allah SWT. “Maka, manusia mengalami kesulitan hidup, negeri ini selalu ditimpa bencana dan masalah,” jelasnya.

AK mengajak kepada segenap umat Islam untuk memperbaiki negeri ini dengan Islam. Menjadikan penduduk negeri ini beriman dan taqwa kepada Allah SWT, agar negeri ini berkah, menjadi negeri yang baldatun, thayyibatun, warobbun ghaffur.

“Hanya dengan syariat Islam, negeri ini akan berdaulat. Hanya dengan syariat Islam, kekayaan alam yang Allah SWT karuniakan di negeri ini akan menyejahterakan. Hanya dengan syariat Islam, kedaulatan hukum akan terwujud, dan hukum Allah SWT dapat diberlakukan,” tegasnya.

“Maha benar Allah SWT yang berfirman: ‘Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.’ [QS Al A'rof 96],” tandasnya.[] Raras

Kamis, 29 Desember 2022

Refleksi Hukum 2022, LBH Pelita Umat Berikan Enam Catatan

Tinta Media - Merefleksi berbagai peristiwa hukum yang terjadi sepanjang tahun 2022 Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan memberikan enam catatan yang berimplikasi terhadap Islam.
 
“Berikut ini adalah catatan peristiwa hukum tahun 2022 yang memiliki implikasi terhadap Islam dan umat Islam,” tuturnya kepada Tinta media, Selasa  (27/12/2022).
 
Pertama, kriminalisasi kebebasan pendapat. “Polemik tak berkesudahan terus mewarnai implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” jelasnya.
 
Peraturan yang lebih dikenal dengan nama UU ITE tersebut, menurutnya, pada awalnya ditujukan untuk mengatasi berbagai masalah di dunia digital, seperti hoaks, cybercrime, dan sebagainya. Namun, dalam implementasinya, UU ITE justru beberapa kali digunakan sebagai instrumen kriminalisasi bagi kelompok tertentu. 
 
“Hingga kini, jumlah korban kriminalisasi UU ITE tak terhitung banyaknya. Korban dari kriminalisasi UU ITE pun bermacam-macam. Bukan hanya pasal ITE, begitu juga  pasal 14 UU No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Pidana yaitu menyebarkan kebohongan yang sering menjadi kendala atas kebebasan menyampaikan pendapat,” bebernya.
 
Kedua, sebutnya, pernikahan beda agama. Pernikahan beda agama tahun 2022 terjadi di beberapa daerah dan pengadilan mengabulkan permohonan tersebut di antaranya di Surabaya, Yogyakarta dan lain-lain.
 
“Bahkan Amos Petege pemeluk agama Katolik yang hendak menikah dengan perempuan beragama Islam melakukan Judicial Review terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan (norma perkawinan beda agama),” imbuhnya.
 
Padahal, lanjut Chandra, jika merujuk UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Pada Pasal 2 Ayat (1) berbunyi perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
 
“Dari pasal ini sudah sangat jelas terdapat frasa ".... menurut hukum masing-masing agama....". Sehingga ketika agama Islam misalnya melarang menikah dengan orang yang beda agama, maka ketika dipaksakan menjadi tidak sah. Ketentuan pasal diatas diperkuat dengan fatwa MUI yang menyatakan pernikahan beda agama haram dan tidak sah. Hal itu dimuat dalam Fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama,”urainya.
 
Ketiga, kampanye radikal, ekstrimisme dan toleransi terus terjadi. Chandra mengatakan Pemerintah telah berhasil membangun narasi ‘bahaya radikalisme’. ‘Radikal dan ekstrimisme adalah awal terorisme’. Pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk mendukung narasi yang diciptakan dengan berbagai tindakan diantaranya menerbitkan Peraturan terkait ASN dan pegawai BUMN yang dituduh terlibat kelompok radikal, kemudian mengeluarkan dari pekerjaannya. “Kampanye toleransi pun terus digalakkan seolah-olah muslim di negeri ini tidak toleran,”kesalnya.
 
Keempat, terkait dengan penindakan terduga teroris yang tampak  menyasar umat Islam. Ia mencontohkan kasus dr. Sunardi yang ditembak mati  oleh Densus 88 lantaran diduga terlibat terorisme.
 
“Terdapat catatan atas penindakan terhadap terduga teroris, yaitu sekalipun polisi diberi kewenangan untuk menembak dari peraturan Kapolri, namun bukan berarti bebas menembak sampai mati. Terduga itu tidak untuk dimatikan, tapi dilumpuhkan,”jelasnya.
 
Negara ini, terangnya, merupakan negara hukum, dan tugas polisi adalah menegakkan hukum. Dan hukum itu pun ada asas praduga tak bersalah. Apabila terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan terduga tersebut, seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang belaku.
 
Kelima, penistaan agama. Tahun 2022, tercatat cukup banyak yang melakukan penistaan agama.  Kasus penistaan agama kian menjadi-jadi. Mulai dari kasus yang melecehkan Al-Qur’an, menghina Rasulullah Saw. dan simbol-simbol serta ajarannya. Bak jamur di musim hujan, para penista agama terus lantang bersuara atas nama kebebasan,” bebernya.
 
 Keenam, pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang memiliki potensi implikasi terhadap Islam dan umat Islam yaitu Pasal 188 ayat (1) KUHP Baru, yang berbunyi: 
 
 (1)"Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila di muka umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun."
 
“KUHP baru memuat ketentuan yang dapat digunakan secara semena-mena untuk membatasi hak kebebasan berekspresi dan memperoleh informasi. Pasal 188 KUHP yang mengkriminalisasi “penyebaran dan perkembangan” ideologi atau paham yang bertentangan dengan “Pancasila”. Pelanggaran terhadap ketentuan ini diancam pidana penjara sampai 7 tahun,”.ungkapnya.
 
Ia mengkhawatirkan norma “...paham lain yang bertentangan dengan Pancasila...” menjadi criminal extra ordinaria, artinya kejahatan-kejahatan yang tidak disebut dalam undang-undang, sebagaimana yang pernah terjadi pada Romawi Kuno.
 
“Pasal ini sangat bermasalah. Tidak ada penjelasan dengan apa yang dimaksud dengan “paham yang bertentangan dengan pancasila”, siapa yang berwenang menentukan suatu paham bertentangan dengan pancasila. Pasal ini berpotensi mengkriminalisasi setiap orang terutama pihak oposisi pemerintah karena tidak ada penjelasan terkait “paham yang bertentangan dengan Pancasila”. Pasal ini akan menjadi pasal karet dan dapat menghidupkan konsep pidana subversif seperti yang terjadi di era orde baru,”khawatirnya.  
 
Pasal karet, lanjut Chandra berpotensi akan ditafsirkan oleh penguasa. Hal ini pernah terjadi pada zaman Romawi Kuno yaitu hukum memberi kebebasan luas bagi penguasa memaknai apa itu perbuatan jahat (crimina stellionatus) itu. Akibatnya, penguasa dapat menjatuhkan sanksi pidana kepada siapapun yang tidak ia sukai dengan dalih yang bersangkutan telah melakukan perbuatan jahat. Para penguasa/ raja di masa itupun sangat berpeluang menggunakan kekuasaannya untuk bertindak sewenang-wenang. Oleh sebab itu, sangat diperlukan pemikiran bahwa perbuatan-perbuatan jahat yang dapat dipidana selayaknya harus sudah tercover dalam ketentuan perundang-undangan yang ada.
 
“Kemudian tampak ada pertentangan antara Pasal 188 KUHP Baru dengan UUD 1945 yaitu  pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Sedangkan Pasal 28E ayat (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya,”pungkasnya.[] Irianti Aminatun.
 
 

Refleksi 2022, Aroma Islamofobia Kuat Menyengat di Pasal 188 KUHP


Tinta Media - Jurnalis Joko Prasetyo menilai aroma islamofobia kuat menyengat di Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan pada 6 Desember 2022. “Selama 2022 ini banyak regulasi dan kebijakan yang menunjukkan rezim ini islamofobia, salah satunya aroma islamofobia kuat menyengat itu di pasal 188 KUHP terbaru,” ungkapnya kepada Tintamedia.web.id, Kamis (29/12/2022).

Karena, lanjut Om Joy, sapaan akrabnya, dalam pasal tersebut selain secara definitif melarang paham komunisme/marxisme, leninisme, juga memuat frasa, “Atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila”. “Itu frasa yang tidak definitif, ambigu, multitafsir, sangat ngaret, dan berdasarkan rekam jejak rezim ini, kuat aroma untuk mengkriminalisasi khilafah ajaran Islam,” tegasnya.

Om Joy meragukan kalau frasa ambigu tersebut muncul murni untuk menjerat semua paham yang bertentangan dengan Pancasila. “Itu apakah murni untuk menjerat paham lain yang bertentangan dengan Pancasila atau untuk mengkriminalisasi khilafah ajaran Islam?” tanyanya.

Bukan apa-apa, lanjutnya, karena selama ini khilafah kerap diopinikan rezim sebagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Karena alasan itu pula ormas Islam yang istiqamah mendakwahkan khilafah ajaran Islam dicabut badan hukum perkumpulannya, para aktivisnya dipersekusi dan dikriminalisasi.

Tapi dalam waktu bersamaan, terang Om Joy, rezim ini dengan sangat produktif mengamalkan paham kapitalisme, di antaranya: privatisasi aset yang menurut Islam itu kepemilikan umum (milkiyah ammah) yang haram diprivatisasi, meminjam uang berbunga dan juga melegalkan bunga bank yang menurut Islam itu riba satu dirham saja dosanya setara berzina dengan ibunya sendiri; dan lain sebagainya. “Selain itu, terlihat wellcome dengan paham komunisme, yang jelas-jelas bertolak belakang dengan ajaran Islam,” jelasnya.

Sekali lagi, ia pun menanyakan, apakah yang dimaksud dengan frasa ambigu oleh rezim itu khilafah? “Bila menganggap khilafah bertentangan dengan Pancasila, itu mengonfirmasi bahwa Pancasila bertentangan dengan Islam. Mengapa? Karena khilafah bukanlah ideologi, tetapi ajaran Islam di bidang pemerintahan. Hukumnya fardhu kifayah untuk ditegakkan,” jelasnya.

Agar Leluasa

Menurutnya, rezim kerap menyebut khilafah sebagai ideologi agar kaum islamofobia leluasa menista khilafah ajaran Islam selain itu agar Muslim yang masih awam tidak mengetahui khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan.

“Soalnya, seawam-awamnya orang Islam, mestilah membela ajaran agamanya bila dinistakan. Bagaimana agar leluasa menista khilafah, ya fitnah saja khilafah sebagai ideologi. Lalu dimonsterisasi dengan berbagai fitnah lainnya agar tampak menakutkan di mata orang-orang awam,” ungkapnya.

Sebaliknya, jelas Om Joy, berbagai UU dan kebijakan yang sangat kapitalistik (neolib/sangat pro oligarki meski menyengsarakan rakyat) tidak dihapus dan rezim ini tetap saja bermesraan dengan Kakak Besar (sebutan Presiden Jokowi kepada Presiden Komunis Cina Xi Jinping) yang jelas-jelas membantai dan menyiksa Muslim Uighur, tidak dapat diragukan lagi, ini hanya menambah fakta baru saja untuk menambah fakta sejarah yang selama ini sudah terang benerang bahwa, "Pancasila memang dijadikan alat oleh para sekuler-kapitalis dan ateis-komunis untuk menjegal tauhid-Islam."

Makanya, lanjut Om Joy, tidak aneh kalau ketua dari badan yang paling otoritatif dalam pembinaan 'ideologi' Pancasila, BPIP, Prof. Dr. Yudian Wahyudi mengatakan, "Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan."

“Agama apa yang dimaksud kalau bukan Islam? Wong selama ini yang konsisten dipersekusi dan kriminalisasi itu hanya Islam kok, bukan agama lain,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Sabtu, 24 Desember 2022

Refleksi 2022 dan Outlook 2023, Dr. Erwin: Tahun Ini Ekonomi Destruktif, Tahun Depan Hadapi Resesi

Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik Dr. Erwin Permana mengungkapkan tahun ini ekonomi kapitalisme dan liberalisme semakin menjadi-jadi, cenderung destruktif dan memperkirakan 2023 dunia akan dihadapkan pada resesi ekonomi.

"Refleksi tahun 2022, kapitalisme dan liberalisme semakin menjadi-jadi, kita sudah dihadapkan pada berbagai macam perekonomian yang bersifat destruktif dan 2023 perekonomian tidak akan baik-baik saja akan terjadi resesi di seluruh penjuru dunia," ungkapnya dalam Kajian Ekonomi Islam: Refleksi 2022 dan Outlook 2023 melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Ahad (18/12/2022).

Menurutnya, dalam penelitian leading index, tahun 2019 sudah menunjukkan penurunan ekonomi di berbagai macam negara dan diprediksi akan terjadi krisis tahun 2020.
 
"Penelitian leading index menunjukkan bahwa ekonomi pada tahun 2020 itu akan mengalami penurunan ditambah pandemi covid yang menghentikan seluruh pergerakan manusia," tuturnya.

Setelah pandemi terlewati, pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dari tahun 2021 sampai 2022 pada kuartal ketiga, tapi tidak dirasakan secara merata oleh semua lapisan masyarakat. "Terjadi pertumbuhan ekonomi sekitar 5,5 sampai 5,7%, yang paling signifikan adalah sektor transportasi dan pergudangan, tapi yang diuntungkan hanya satu persen dari para kapitalis dan para agen kapitalis dalam lingkaran kekuasaan," ungkapnya. 

Ia melihat ketimpangan terjadi antara yang kaya dan miskin semakin lebar. "Ketimpangannya sangat mengerikan, kalaupun ada pertumbuhan maka itu dinikmati oleh para kapitalis," ungkapnya.

Menurutnya, Sri Mulyani pernah merilis bahwa kekayaan empat orang di Indonesia setara dengan 100 juta penduduk, tiga 
orang terkaya menguasai 70 persen penduduk Indonesia.

Dr. Erwin menjelaskan karakter pertumbuhan ekonomi yang berkualitas mencakup tiga karakter, yaitu harus mengentaskan kemiskinan, menyerap lapangan kerja, dan menghasilkan pemerataan pendapatan.

"Fakta yang terjadi sebaliknya, kapitalisme dan neoliberalisme menjadikan jumlah kemiskinan di Indonesia sangat besar, lebih dari 50 persen dari jumlah penduduk, pengangguran mencapai 10 juta jiwa, PHK karyawan meningkatkan pengangguran (2 sampai 5,86 juta orang), utang negara terus membesar mencapai 800 triliun per tahun yang harus dibayarkan, impor semakin masif, liberalisasi dan swastanisasi semakin menggila, korupsi semakin menjadi-jadi, pajak semakin memberatkan dan memalak masyarakat kecil, subsidi BBM dihapuskan," ungkapnya.

Menurutnya, krisis energi akibat perang Rusia Ukraina, resesi dan inflasi di berbagai belahan dunia harus diketahui akar penyebabnya untuk diberikan solusi tuntas.

"Akar masalah Resesi global setidaknya ada 4 persoalan, pertama pondasi ekonomi pembangunan berbasis hutang ribawi, kedua sistem moneter akhirnya muncul mata uang kuat dan mata uang lemah, ketiga berkembangnya sektor ekonomi non real dan keempat adalah swastanisasi atau penguasaan sumber daya alam oleh beberapa oknum tertentu," ungkapnya.

Islam

Menurut Dr. Erwin, sistem ekonomi Islam menutup empat celah yang akan menimbulkan badai ekonomi yang akan merusak ekonomi sehingga ekonomi itu nggak seperti roler coaster.

Pengaturan sistem ekonomi Islam, katanya  meliputi landasan pembangunan ekonomi Islam yakni akidah Islam yang mengharamkan ekonomi berbasis riba dan utang riba, mengharamkan perkembangan sektor pasar saham dan segala macamnya.

"Sistem perdagangan internasional berbasis uang emas dan perak, penerapan politik ekonomi Islam melalui pemenuhan kebutuhan pokok tiap-tiap individu masyarakat suatu negara sekaligus mendorong untuk terpenuhinya kebutuhan sekunder, pengaturan kepemilikan," pungkasnya.[] Evi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab