Tinta Media: Ratu Elizabeth II
Tampilkan postingan dengan label Ratu Elizabeth II. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ratu Elizabeth II. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 September 2022

Ahmad Sastra: Seorang Muslim Harus Proporsional Sikapi Kematian Ratu Elizabeth II

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengungkapkan, seorang Muslim harus proporsional meletakkan antara perspektif sosiologis, teologis, dan ideologis atas kematian Ratu Elizabeth II. 

“Seorang muslim harus proporsional menyikapi kematian Ratu Elizabeth II antara perspektif sosiologis, teologis, dan ideologis,” ungkapnya kepada Tinta Media, Ahad (18/9/2022).

Pada Kamis, 8 September 2022 diumumkan pihak kerajaan Inggris bahwa Ratu Elizabeth II telah meninggal dunia di Istana Balmoral, Skotlandia. Ia menilai sikap seseorang dalam memandang kematian itu berbeda-beda tergantung perspektifnya. “Sikap kita saat mendengar kematian Ratu Elizabeth tentu berbeda-beda, tergantung perspektifnya. Tergantung siapa Anda ketika berkomentar, Perspektif psikologis dan sosiologis atas kematian seseorang akan sangat beragam,” ujarnya.

Secara perspektif sosiologis, perasaan duka atas kematian seseorang merupakan hal yang sudah sewajarnya. Rasa duka itu menurutnya secara sosiologis sudah menjadi sifat dasar masyarakat di mana orang yang dikenalnya pergi untuk selamanya.

“Rasa duka yang disampaikan para kolega dan orang yang mengenalnya, seperti sahabat, tetangga, dan atau siapa saja yang pernah berinteraksi. Mungkin tingkat kedukaan itu berbeda antara keluarga inti, keluarga besar dan tetangga dekat ataupun tetangga jauh. Bagi yang tidak mengenal, mungkin tak ada kesedihan,” tuturnya.

Level kedukaan seorang anak saat ditinggalkan ibunya tercermin dari pernyataan pertama yang dikeluarkan Raja Charles III.
“Dia menyebutkan kematian Ratu Elizabeth II sebagai momen kesedihan terbesar baginya dan semua anggota keluarganya. Dia sangat berduka atas meninggalnya seorang penguasa yang disayanginya dan seorang ibu yang dicintainya,” ucapnya.

Ahmad pun mengemukakan perasaan berbeda dari Peter Harris, seorang profesor di Departemen Ilmu Politik Universitas Negeri Colorado yang lahir di Inggris yang membicarakan apa yang terjadi setelah kematian Ratu dan dampaknya secara geopolitik dan bagi masa depan monarki Inggris. Pernyataan ini dikutip dari laman source.colostate.edu, Jumat (9/9/2022).

“Menurut Peter, monarki adalah tentang stabilitas dan kontinuitas. Saat sang ratu meninggal, rangkaian peristiwa yang diatur dengan sangat baik dimulai. Tujuannya adalah kesinambungan di setiap level,” urainya.

Ia pun menjelaskan perspektif teologis dalam arti sikap seorang muslim saat mendengar kematian non muslim. Dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw., diriwayatkan olah Anas bin Malik RA bahwa ada anak seorang Yahudi yang mengabdi kepada Nabi SAW, suatu hari dia jatuh sakit, dan kemudian Rasul menjenguknya, hal sama dilakukan Rasulullah Saw. ketika pamannya, Abu Thalib meninggal dunia.

“Tidak ada larangan bagi umat Islam untuk melayat jenazah orang non muslim, yang ada larangannya ialah menyalatkan dan mendoakannya,” katanya.

Ia menegaskan tentang larangan menyalatkan jenazah non muslim ini dimuat dalam Quran Surat At-Taubah ayat 84. Sedangkan kebolehan untuk melayat ke kubur dan bukan mendoakannya disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa'i.

“Intinya dalam batas-batas sosiologis masih diperbolehkan, namun tidak boleh melampaui batas teologis,” tegasnya.

Kembali ia mengungkapkan ketegasan Islam ⅘ batasan teologis bahwa Nabi Muhammad Saw., dalam salah satu riwayat disebutkan pernah berdiri untuk menghormati jenazah non muslim yang diantar ke pemakaman.

“Ketika sahabat memberitahukan bahwa jenazah itu adalah orang Yahudi, Rasul mengatakan bahwa beliau berdiri bukan untuk menghormati agama dari si mayit melainkan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT,” ungkapnya.

Dengan demikian, Ahmad mengatakan bahwa penyebutan almarhum dan almarhumah sama saja dengan mendoakan orang yang telah meninggal. Dalam bahasa Arab, yaitu Rahimahullah memiliki arti semoga Allah merahmatinya.

“Maka tidak boleh seorang muslim menyebut non muslim yang meninggal dengan almarhum dan almarhumah,” kitanya.
Secara perspektif ideologis, ia menuturkan bahwa Inggris adalah salah satu negara yang menjajah Indonesia. Di masa lalu, Inggris menjajah banyak negara. Negara ini bahkan menjadi kerajaan paling banyak menjajah dunia.

“Beberapa pihak melihat ia (Ratu Elizabeth II) sebagai simbol kerajaan kolonial Inggris, sebuah institusi yang memperkaya diri melalui kekerasan, perampasan, dan penindasan,” tuturnya.

Ia membeberkan salah satu kebijakan Inggris saat menjajah Indonesia adalah pemungutan pajak sewa tanah dilakukan per kepala. Inggris juga membentuk sistem pemerintahan dan sistem peradilan yang mengacu pada sistem yang dilaksanakan di Inggris, serta membagi pulau Jawa menjadi 16 keresidenan.

“Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaannya di Indonesia selama 5 tahun dengan Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur Jenderal di Indonesia,” bebernya.

Menurutnya, dalam menyikapi kematian Ratu Elizabeth II ini, sebaiknya sebagai seorang muslim harus bersikap dengan benar, sesuai ajaran Islam.

“Sebab seorang muslim itu terikat dengan hukum-hukum syariah dalam melakukan segala amal perbuatan sehingga berkonsekuensi kepada pahala dan dosa,” Pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab