Tinta Media: Rasul
Tampilkan postingan dengan label Rasul. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rasul. Tampilkan semua postingan

Jumat, 10 Maret 2023

Agenda Perubahan Masyarakat adalah Aktivitas Dakwah Para Nabi dan Rasul

Tinta Media - "Aktivitas dakwah para nabi dan rasul hingga sampai pada masa Rasulullah Muhammad Saw, selalu mengusung agenda perubahan masyarakat baik dari segi aspek akidah, sosial, ekonomi, hingga politik," tutur Aktivis Muslimah Ustazah Noval Tawang pada rubrik One Minute Booster Extra - Dakwah : Mengantarkan Umat Menjadi Khairu Ummah, Selasa (7/3/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center (MMC).

Menurutnya, hingga hari ini aktivitas dakwah tetap tidak bisa dilepaskan dari perubahan. "Perubahan dari keadaan yang buruk menjadi keadaan yang lebih baik. Dari keadaan dunia yang tidak diatur oleh syariat Allah Swt. kepada dunia yang berjalan di bawah aturan syariat Allah,” ungkapnya 

Ustazah Tawang menyebutkan bahwa hal itu mensyaratkan adanya gerakan untuk memperbaiki umat, sebab hanya dengan perbaikan atau sesuatu yang ada dalam diri umatlah perubahan itu akan terjadi. Ia mengutip firman Allah Swt. di dalam QS Ar-Ra'du ayat 11 yang artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."

Ia menandaskan, sejatinya yang harus diubah dari diri umat adalah pemikirannya, sebab kemerosotan umat Islam dalam dua abad terakhir ini tidak lepas dari menurunnya taraf berpikir umat. “Faktanya pemikiran umat Islam saat ini justru didominasi oleh pemikiran asing. Misalnya dari segi politik berkiblat pada pemikiran demokrasi, dalam sistem ekonomi beralih ke sistem kapitalisme, dan dalam kehidupan sosial, paham kebebasan merebak di tengah-tengah mereka. Parahnya saat ini moderasi Islam yang sangat terbuka dengan pemikiran asing justru diaruskan,” ujarnya prihatin.

Ia juga memaparkan hal ini seiring dengan terasingnya tsaqofah Islam yang murni dari benak pemikiran umat. Menurutnya, gerakan perubahan wajib dilakukan dengan cara mengemban Islam kaffah ke tengah-tengah umat agar umat kembali memahami dan kembali kepada pemahaman Islam Kaffah. Para pengemban dakwah, lanjutnya, harus serius mengemban dakwah Islam ideologis yang menjadi salah satu asas perubahan. Demikian pula para pengemban dakwah harus senantiasa melayakkan diri dengan tsaqofah Islam dan kesungguhan di dalam dakwah serta pantang menyerah di dalam berdakwah. 


“Kekuatan tsaqofah menjadi amunisi bagi para pengemban dakwah dalam mencerdaskan umat. Para pengemban dakwah harus menyadari dan mengiringi kesadarannya dengan upaya sungguh-sungguh yang mengantarkan umat pada khoiru ummah,” pungkasnya.[] Erlina

Senin, 14 November 2022

Beriman kepada Kerasulan Muhammad SAW

Tinta Media - Sobat. Wajib mengimani bagi seorang muslim bahwa seorang Nabi yang ummi, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib Al-Hasyimi Al-Qurasyi Al-Arabi, keturunan dari Ismail bin Ibrahim as adalah hamba dan utusan Allah untuk seluruh manusia, baik yang berkulit hitam maupun putih.

Dengan kenabian Muhammad SAW Allah telah menutup nubuwwah. Dan dengan kerasulan beliau, Allah menutup kerasulan. Tidak ada lagi Nabi dan Rasul sepeninggal beliau, Allah telah menguatkan beliau dengan banyak mukjizat, dan mengutamakan beliau atas seluruh Nabi, sebagaimana Dia telah mengutamakan umatnya atas seluruh umat yang lain.

Sobat. Allah SWT mewajibkan agar beliau Rasulullah SAW dicintai, ditaati, serta senantiasa diteladani. Allah juga telah memberikan kepada Rasulullah SAW kekhususan yang tidak diberikan kepada seorang pun selain beliau, diantaranya adalah hak memberi syafaát, nikmat yang banyak, relaga, dan tempat yang terpuji. Hal ini berdasarkan dalil-dalil naqli dan aqli.

Adapun diantara dalil-dalil naqli sebagai berikut :

1. Kesaksian Allah dan para malaikat terhadap wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah SAW dalam firman-Nya :

لَّٰكِنِ ٱللَّهُ يَشۡهَدُ بِمَآ أَنزَلَ إِلَيۡكَۖ أَنزَلَهُۥ بِعِلۡمِهِۦۖ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ يَشۡهَدُونَۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًا 

“(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al Quran yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya.” ( QS. An-Nisa’ (4) : 166 )

Sobat. Walaupun orang Yahudi itu mengingkari kenabian Muhammad saw dan tidak mau menjadi saksi atas kebenarannya, namun Allah yang menjadi saksi atas kebenaran Al-Qur'an yang diturunkan kepada Muhammad. Allah memperkuat lagi kesaksian-Nya dengan menyatakan bahwa Allah telah menurunkan Al-Qur'an dengan ilmu-Nya, yang belum pernah diketahui oleh Nabi Muhammad dan kaum mukminin, dengan rangkaian dan susunan kata-katanya yang indah, bukan prosa, bukan puisi, berisi ilmu dan hikmah yang padat, tidak mungkin ditiru oleh siapa pun, sanggup menghadapi tantangan zaman, kapan saja dan di mana saja, mengandung aspek-aspek ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh masyarakat, sesuai dengan firman Allah:

...Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab. (al-An'am/6:38).

Maksudnya dalam Al-Qur'an telah ada pokok-pokok ajaran agama, norma-norma, hikmah-hikmah dan tuntunan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat dan kebahagiaan makhluk pada umumnya. Al-Qur'an mengandung berita-berita yang gaib tentang masa lampau, masa sekarang dan masa mendatang. Barang siapa dengan tekun mempelajari Al-Qur'an akan bertambah yakin atas kebenarannya dan sanggup pula menjadi saksi. Para malaikat pun terutama Jibril yang jadi perantara dalam turunnya Al-Qur'an itu, ikut menjadi saksi atas kebenarannya. Sebenarnya cukup dengan kesaksian dari Allah, sebab tidak ada yang lebih benar dan terpercaya daripada kesaksian Allah.

2. Pemberitahuan dari Allah mengenai keumuman risalah Muhammad SAW termasuk kenabian beliau yang terakhir, kewajiban taat dan mencintai beliau, serta keberadaan beliau sebagai penutup para Nabi. Allah SWT berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَكُمُ ٱلرَّسُولُ بِٱلۡحَقِّ مِن رَّبِّكُمۡ فََٔامِنُواْ خَيۡرٗا لَّكُمۡۚ وَإِن تَكۡفُرُواْ فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمٗا  

“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’(4) : 170 )

Sobat. Pada ayat ini Allah menunjukkan firman-Nya kepada manusia umumnya sesudah menjelaskan pada ayat-ayat yang lalu kebenaran dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, dan kebatilan pendirian Ahli Kitab. Setelah menolak semua hujah dan alasan mereka yang menjelek-jelekkan Nabi dan Al-Qur'an yang dibawanya, tibalah saatnya untuk membenarkan yang dibawa oleh Rasul-Nya Muhammad saw, yang kerasulannya tidak saja dikuatkan dengan mukjizat, tetapi telah dibenarkan pula oleh Ahli Kitab, karena terdapat dalam kitab-kitab mereka sendiri bahwa akan datang seorang Rasul yang membenarkan rasul-rasul yang sebelumnya.

Allah memerintahkan supaya manusia beriman kepada-Nya karena itulah yang baik bagi mereka. Ajaran-ajaran yang dibawanyalah yang akan membawa manusia kepada keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (al-Anbiya/21:107).

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٖ مِّن رِّجَالِكُمۡ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّۧنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab (33) : 40 ).

Sobat. Tatkala Rasulullah menikahi Zainab, banyak orang munafik yang mencela pernikahan itu karena dipandang sebagai menikahi bekas istri anak sendiri. Maka Allah menurunkan ayat ini yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw tidak usah khawatir tentang cemoohan orang-orang yang mengatakan bahwa beliau menikahi bekas istri anaknya, karena Zaid itu bukan anak kandung beliau, tetapi hanya anak angkat. Muhammad saw sekali-kali bukan bapak dari seorang laki-laki di antara umatnya, tetapi ia adalah utusan Allah dan nabi-Nya yang terakhir. Tidak ada nabi lagi setelah beliau. 

Nabi Muhammad saw itu adalah bapak dari kaum Muslimin dalam segi kehormatan dan kasih sayang sebagaimana setiap rasul pun adalah bapak dari seluruh umatnya. Muhammad itu bukan bapak dari seorang laki-laki dari umatnya dengan pengertian "bapak" dalam segi keturunan yang menyebabkan haramnya mushaharah (perbesanan), tetapi beliau adalah bapak dari segenap kaum mukminin dalam segi agama. Beliau mempunyai rasa kasih sayang kepada seluruh umatnya untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, seperti kasih sayang seorang ayah terhadap anak-anaknya. 

Anak laki-laki Nabi saw dari Khadijah ada tiga orang, yaitu Qasim, thayyib, dan thahir, semuanya meninggal dunia sebelum balig. Dari Mariyah al-Qibthiyah, Nabi memperoleh seorang anak laki-laki bernama Ibrahim yang juga meninggal ketika masih kecil. Di samping tiga anak laki-laki, Nabi saw juga mempunyai empat anak perempuan dari Khadijah, yaitu Zainab., Ruqayyah, Ummu Kaltsum, dan Fathimah. Tiga yang pertama meninggal sebelum Nabi wafat. 

Allah Maha Mengetahui segala sesuatu tentang siapa yang diangkat sebagai nabi-nabi yang terdahulu dan siapa yang diangkat sebagai nabi penutup. 

3. Pemberitahuan dari Rasulullah SAW mengenai kenabian beliau dan berikut hadis-hadis yang menerangkan tentang kedudukan Nabi Muhammad sebagai nabi penutup atau terakhir, di antaranya:

Dari Jabir bin Muth'im bahwa ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Aku punya beberapa nama: aku Muhammad, aku Ahmad, aku al-Mahi yang mana Allah menghapus kekufuran denganku dan aku al-hasyir di mana manusia dikumpulkan di bawah kakiku dan aku juga al-'aqib yang mana tidak ada lagi nabi sesudahku." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Dari Jabir bin 'Abdullah bahwa ia berkata, "Rasulullah bersabda, 'Posisiku di antara para nabi adalah seperti seorang laki-laki yang membangun rumah, dia menyempurnakan dan menghiasinya kecuali satu tempat batu (bata yang belum dipasang). Orang yang memasuki rumah itu dan melihatnya berkata, 'Alangkah bagusnya rumah ini, kecuali satu tempat batu (bata yang belum dipasang), maka akulah batu (bata yang belum dipasang) itu, di mana aku menjadi penutup kenabian." (Riwayat Muslim)

Dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, "Rasulullah bersabda, 'Aku dilebihkan dari para nabi dengan enam hal: 1) Aku diberi kalimat yang singkat tapi padat (luas maknanya). 2) Aku ditolong dengan (diberi rasa) ketakutan (bagi musuh). 3) Dihalalkan bagiku rampasan perang. 4) Allah menjadikan bagiku bumi itu suci (untuk tayamum) dan menjadi masjid. 5) Aku diutus kepada seluruh makhluk, dan 6) Aku dijadikan sebagai penutup para nabi." (Riwayat Muslim dan at-Tirmidzi) 

Dari Anas bin Malik bahwa ia berkata, "Rasulullah bersabda, 'Kerasulan dan kenabian telah terputus, tidak ada lagi rasul dan nabi sesudahku." (Riwayat Ahmad)

Dalam riwayat yang lainnya Rasulullah bersabda, “ Barangsiapa menaatiku, maka ia telah menaati Allah. Barangsiapa bermaksiat kepadaku, maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa menaati pemimpin pilihanku, maka ia telah menaatiku. Dan barangsiapa bermaksiat kepada pemimpin pilihanku, maka ia telah bermaksiat kepadaku.” ( HR. Bukhari )

4. Kesaksian Taurat dan Injil mengenai bi’tsah, risalah dan nubuwwah Muhammad SAW serta berita gembira dari Nabi Musa as dan Nabi Isa as mengenai hal itu. Allah berfirman :

ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِيَّ ٱلۡأُمِّيَّ ٱلَّذِي يَجِدُونَهُۥ مَكۡتُوبًا عِندَهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ يَأۡمُرُهُم بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَىٰهُمۡ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡخَبَٰٓئِثَ وَيَضَعُ عَنۡهُمۡ إِصۡرَهُمۡ وَٱلۡأَغۡلَٰلَ ٱلَّتِي كَانَتۡ عَلَيۡهِمۡۚ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ ٱلنُّورَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ 

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf (7) : 157 )

Sobat. Sifat-sifat Muhammad sebagai Rasul ialah:

1. Nabi yang ummi (buta huruf)
Dalam ayat ini diterangkan bahwa salah satu sifat Muhammad saw ialah tidak pandai menulis dan membaca. Sifat ini memberi pengertian bahwa orang yang ummi tidak mungkin membaca Taurat dan Injil yang ada pada orang-orang Yahudi dan Nasrani, demikian pula cerita-cerita kuno yang berhubungan dengan umat-umat dahulu. Hal ini membuktikan bahwa risalah yang di bawa oleh Muhammad saw itu benar-benar berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Mustahil seseorang yang tidak tahu tulis baca dapat membuat dan membaca Al-Quran dan hadis yang memuat hukum-hukum, ketentuan-ketentuan ilmu pengetahuan yang demikian tinggi nilainya. Seandainya Al-Quran itu buatan Muhammad, bukan berasal dari Tuhan Semesta Alam tentulah manusia dapat membuat atau menirunya, tetapi sampai saat ini belum ada seorang manusia pun yang sanggup menandinginya. 

"Dan engkau (Muhammad) tidak pernah membaca sesuatu kitab sebelum (Al-Quran) dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis), niscaya ragu orang-orang yang mengingkarinya." (al-Ankabut/29: 48)

2. Kedatangan Nabi Muhammad telah diberitakan dalam Taurat dan Injil
Kedatangan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul penutup diisyaratkan di dalam Taurat (Kejadian xxi. 13,18; Ulangan xviii. 15) dan Injil (Yohanes xiv. 16), di dalam Al-Quran disebutkan dengan jelas bahwa mereka pun sudah mengenal pribadi Muhammad dan akhlaknya :

Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui(nya). (al-Baqarah/2: 146)

Yahudi dan Nasrani telah menyembunyikan pemberitaan tentang akan diutusnya Muhammad saw dengan menghapus pemberitaan ini dan menggantinya dengan yang lain di dalam Taurat dan Injil. Banyak ayat Al-Quran yang menerangkan tindakan-tindakan orang-orang Yahudi dan Nasrani mengubah isi Taurat.
Sekalipun demikian masih terdapat ayat-ayat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengisyaratkan akan kedatangan Muhammad itu. Dalam kitab Kejadian xi:13 diterangkan bahwa akan datang seorang Nabi akhir zaman nanti dari keturunan Ismail.

Dari Taurat ada beberapa isyarat yang dapat dijadikan dalil untuk menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw adalah seorang nabi di antara nabi-nabi. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang dinobatkan oleh Tuhan itu akan timbul dari saudara-saudara Bani Israil, tetapi bukan dari Bani Israil itu sendiri. Adapun saudara-saudara Bani Israil itu ialah Bani Ismail (ras Arab), sebab Ismail adalah saudaranya yang lebih tua dari Ishak bapak Nabi Yaqub. Dan Nabi Muhammad saw sudah jelas adalah keturunan Bani Ismail.
 Kemudian dalam kitab Kalnest terdapat kata, "Yang seperti engkau" yang memberikan arti bahwa nabi yang akan datang haruslah seperti Nabi Musa, Nabi yang membawa syariat baru (agama Islam) yang juga berlaku untuk bangsa Israil, kemudian diterangkan lagi bahwa nabi itu tidak sombong, sejak sebelum menjadi nabi. Sebelum menjadi Nabi beliau sudah disenangi orang, terbukti dengan pemberian gelar oleh orang Arab kepadanya "Al-Amin"; yang artinya, "Orang yang dipercaya". Jika beliau orang yang sombong, tentu beliau tidak akan diberi gelar yang amat terpuji itu. Setelah menjadi Nabi beliau lebih ramah dan rendah hati.

Umat Nasrani menyesuaikan Nubuat itu kepada Nabi Isa di samping mereka mengakui bahwa Isa mati terbunuh (disalib). Hal ini jelas bertentangan dengan ayat Nubuat itu sendiri. Sebab Nabi itu haruslah tidak mati terbunuh. Disebutkan pula bahwa Tuhan telah datang dari Bukit Sinai, maksudnya memberikan wahyu kepada Musa dan telah terbit bagi mereka di Seir (Ulangan ii. 1-8)", maksudnya menurunkan kepada Nabi Isa wahyu, serta gemerlapan cahayanya dari gunung Paran, maksudnya menurunkan wahyu kepada Muhammad saw. Paran (Faron) adalah nama salah satu bukit di Mekah.

Dalam Yohanes xiv.16, xv.26 dan xvi.7 disebutkan Nubuat Nabi Muhammad saw sebagai berikut: "Maka ada pun apabila telah datang Periclytos, yang Aku telah mengutusnya kepadamu dari bapak, roh yang benar yang berasal dari bapak, maka dia menjadi saksi bagiku, sedangkan kamu menjadi saksi sejak semula. Perkataan "Periclytos" adalah bahasa Yunani, yang artinya sama dengan "Ahmad" dalam bahasa Arab. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt:
"Dan (ingatlah) ketika Isa putera Maryam berkata, "Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." (ash-shaff/61: 6)

Demikianlah sekali pun ada bagian Taurat dan Injil yang diubah, ditambah, dan dihilangkan, juga masih terdapat isyarat-isyarat tentang kenabian dan kerasulan Muhammad saw. Itu pulalah sebabnya sebagian ulama Yahudi dan Ibrani yang mengakui kebenaran berita itu segera beriman kepada Muhammad dan risalah yang dibawanya, seperti Abdullah bin Salam dari kalangan Yahudi, Tamim ad-Dari dari kalangan Nasrani.

 3. Nabi menyuruh berbuat maruf dan melarang berbuat mungkar
Perbuatan yang maruf ialah perbuatan yang baik, yang sesuai dengan akal sehat, bermanfaat bagi diri mereka sendiri, manusia dan kemanusiaan serta sesuai dengan ajaran agama. Sedangkan perbuatan yang mungkar ialah perbuatan yang buruk, yang tidak sesuai dengan akal yang sehat, dan dapat menimbulkan mudarat bagi diri sendiri, bagi manusia dan kemanusiaan. Perbuatan maruf yang paling tinggi nilainya ialah mengakui keesaan Allah, dan menunjukkan ketaatan kepada-Nya, sedang perbuatan mungkar yang paling buruk ialah menyekutukan Allah swt.

4. Menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk
Yang dimaksud dengan yang baik ialah yang halal lagi baik, tidak merusak akal, pikiran, jasmani dan rohani. Sedangkan yang dimaksud dengan buruk ialah yang haram, yang merusak akal, pikiran, jasmani dan rohani.

5. Menghilangkan berbagai beban dan belenggu yang memberatkan
Maksudnya ialah bahwa syariat yang dibawa Nabi Muhammad saw tidak ada lagi beban yang berat seperti yang dipikulkan kepada Bani Israil. Umpamanya mensyariatkan membunuh diri atau membunuh nafsu untuk sahnya tobat, mewajibkan qishash pada pembunuhan, baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja, tanpa membolehkan membayar diat, memotong bagian badan yang melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang terkena najis, dan sebagainya. Sesuai dengan firman Allah swt:

"Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur". (al-Maidah/5: 6)

Demikian juga Rasululllah saw bersabda :
"Berilah kabar gembira dan janganlah memberikan kabar yang menakut-nakuti, mudahkanlah dan jangan mempersukar, bersatulah dan jangan berselisih." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Sesungguhnya kepada Bani Israil telah diisyaratkan hukum-hukum yang berat, baik hukum ibadah, maupun hukum muamalat. Kemudian kepada Nabi Isa as diisyariatkan hukum ibadah yang berat. Sedang syariat Nabi Muhammad saw, sifatnya tidak memberatkan, tetapi melapangkan dan memperingan tanggungan, baik yang berhubungan dengan hukum-hukum ibadah maupun yang berhubungan dengan hukum-hukum muamalat.
Allah menerangkan cara-cara mengikuti Rasul yang telah disebutkan ciri-cirinya, agar bahagia hidup di dunia dan di akhirat nanti, ialah beriman kepadanya dan kepada risalah yang dibawanya, menolongnya dengan rasa penuh hormat, menegakkan dan meninggikan agama yang dibawanya, mengikuti Al-Quran yang dibawanya.

DR. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Sabtu, 15 Oktober 2022

Cinta Rasul Itu Perjuangkan Islam Jadi Way of Life

Tinta Media - Guru dan Motivator Ustaz Adi S. Soeswadi menyatakan bahwa cinta Rasulullah itu dengan memperjuangkan aturan Allah menjadi way of life.

“Cinta Rasulullah itu, bagaimana aturan Allah, Islam menjadi aturan yang mengatur kehidupan manusia, way of life,” tuturnya dalam Program Kajian Spesial Maulid: Apa Bukti Cintamu Pada Rasulullah Saw., Senin (10/10/2022) di kanal Youtube At Takfir Channel. 

Menurutnya  saat ini belum terwujud cinta kepada Rasulullah Saw., sehingga umat muslim seharusnya berjuang untuk mewujudkannya. 

“Kenyataannya saat ini, belum ya (terwujud), tentang Islam menjadi way of life. Itulah yang seharusnya kita perjuangkan,” ujarnya. 

Ia mempertanyakan apakah kehidupan kita, amalan kita, individu, keluarga, bahkan negara itu sudah menjadi amal yang sesuai dengan syariat Islam.

“Apakah sudah sesuai dengan ketaatan kita pada Allah Swt.? Itulah yang seharusnya menjadi bahan evaluasi prioritas. Karena esensi itu hadirnya dari risalah Islam,” ucapnya. 

Ia menegaskan bahwa bahagia dengan kelahiran Rasulullah adalah sudah seharusnya karena dengan lahirnya Rasulullah, telah menunjukkan arah yang benar bagaimana hidup.

“Sudah sewajarnya, sudah seharusnya kita menyambutnya dengan bahagia. Tapi itu tidak cukup,” tegasnya. 

Esensi hadirnya Rasulullah, dijelaskan oleh Ustaz Adi adalah agar manusia taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

“Jadi esensinya itu, yang seharusnya menjadi prioritas, menjadi evaluasi kepada diri masing-masing bagi seorang muslim yang mengaku beriman adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya, ” jelasnya. 

Rasulullah Saw. telah menunjukkan kecintaannya kepada umat Islam walaupun tidak bertemu secara langsung. Ia mengungkapkan bentuk kecintaan Rasulullah dengan berjuang mendakwahkan Islam hingga sampai kepada kita (umat setelahnya). 

“Perjuangan itu adalah membuktikan bahwa beliau itu mencintai kita, kenapa? Andaikan tidak tersampaikan Islam sampai kepada diri kita, kita tidak akan mendapat petunjuk,” ungkapnya. 

Ia membeberkan wujud perjuangan Rasulullah dengan memberikan jaminan kebahagiaan dunia dan akhirat.

“Padahal itulah pentingnya, kita mendapat petunjuk Islam sehingga kita berjalan di jalan Islam, dan jaminannya adalah kebahagiaan di dunia dan di akhirat,” bebernya. 

Berdasarkan sirah bentuk kecintaannya ditunjukkan ketika Rasulullah Saw. mau wafat, beliau menyebut kata umati (umat) sebanyak tiga kali. Ustaz Adi mengartikan bahwa pikiran Rasulullah itu adalah umatnya setelah beliau tidak ada.

“Apakah umatnya itu masih akan taat kepada Allah dan Rasul-Nya setelah beliau wafat, karena itu syarat (selamat, bahagia di dunia dan di akhirat),” ucapnya. 

Ia menilai saat ini umat hanya ber-Islam tapi tidak mencintai Rasulullah lebih dari segalanya.

“Padahal kita diberi petunjuk jalan yang lurus, jalan kebenaran, jalan yang memberikan kita selamat, bahagia dunia dan akhirat,” ujarnya. I

Cinta Rasulullah secara Penuh

Cinta kepada Rasulullah menurut Ustaz Adi, harus melebihi dari apa pun yang kita miliki bahkan diri kita. 

“Itulah seharusnya besarnya cinta kita, seorang muslim yang mengaku beriman, mencintai Rasulullah itu tidak akan nanggung cintanya,” tuturnya. 

Sebagaimana ia mengatakan Rasulullah Saw. menegur Umar bin Khattab untuk mencintainya lebih dari segalanya bahkan dari dirinya sendiri. Menurut Rasulullah itulah kesempurnaan iman. 

“Bagi seorang muslim itu memang cintanya harus lebih besar daripada dirinya, hartanya, keluarganya, seperti itu,” katanya. 

Ustaz Adi menegaskan bahwa wajib kaum muslimin mencintai Rasulullah. 

“Sifatnya wajib mencintai Rasulullah karena dengan peran Rasulullah kita mengenal Islam, ditunjuki jalan yang terbaik, dan mendapat kebahagiaan serta keselamatan di dunia dan di akhirat,” tegasnya.

“Itulah poin yang perlu kita perhatikan, kenapa kita mencintai Rasulullah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Selasa, 11 Oktober 2022

Gus Uwik: Mencari Pemimpin Pasca Wafatnya Rasul Lebih Penting dari Segala Urusan

Tinta Media - Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam Gus Uwik menyatakan bahwa mencari pemimpin pasca wafatnya Rasul lebih penting dari segala urusan.

"Perkara mencari pemimpin pasca wafatnya Rasul lebih penting dari segala urusan terkait urusan kaum muslimin," ujarnya kepada Tinta Media, Senin (11/10/2022).

Gus Uwik menjelaskan, hal ini dibuktikan ketika hari Senin, 12 rabiul awwal Rasulullah meninggal, terjadilah diskusi yang alot tentang siapa pengganti Rasulullah SAW. "Padahal jenazah Nabi sampai tidak disemayamkan segera terlebih dahulu," jelasnya.

"Tertunda hingga 2 hari 3 malam. Padahal jelas, bahwa menguburkan jenazah adalah fardhu kifayah dan sunnahnya segera dikebumikan," lanjutnya menjelaskan.

Menurutnya, itulah peristiwa heroik yang terjadi, sebagaimana tertulis di papan pengumuman "tempat terjadi peristiwa heroik pasca meninggalnya Kanjeng Nabi Muhammad," di "Saqifah Bani Sa'idah."
"Hal yang banyak tidak dilakukan oleh sebagian besar travel," ungkapnya.

Peristiwa tersebut, menurutnya juga menjelaskan bahwa yang diteruskan pasca wafatnya Rasul adalah pergantian tongkat kepemimpinan mengurusi rakyat. "Bukan penerus dalam nubuwwah," terangnya.

"Jelas, tidak ada Nabi dan Rasul setelah Nabi Muhammad," tegasnya.

Peristiwa tersebut, dinilai Gus Uwik sebagai batasan waktu tidak adanya Khalifah. "Batas tidak adanya Khalifah yaitu 2 hari 3 malam," nilainya.

Menurut Gus Uwik, dari Saqifah umat bisa memahami bahwa Islam menjelaskan dengan detail bab kepemimpinan. "Metode pengangkatan pemimpin dan bentuk negara dalam Islam," tuturnya.

Sebagai penutup, ia berdoa. "Semoga diri ini yang lemah lagi faqir bisa berkontribusi optimal dalam perjuangan menegakkan kembali syariat Islam, sehingga mengayomi seluruh dunia. Membawa keberkahan dan kerahmatan bagi seluruh umat manusia. Kabulkanlah ya Allah. Aamiin," tutupnya. [] Raras

Sabtu, 06 Agustus 2022

Hijrah Rasul, Tonggak Awal Pembentukan Negara Islam


Tinta Media - Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Ustaz Farid Wadjdi, mengungkapkan bahwa hijrahnya Rasulullah SAW merupakan tonggak awal dari pembentukan negara Islam di Madinah.

"Dan perlu kita ketahui bahwa hijrahnya Rasulullah SAW ini, merupakan tonggak awal dari pembentukan negara Islam di Madinah," tuturnya dalam Rubrik Menjadi Politisi Muslim: Hijrah Rasulullah, Awal Negara Adi Daya Global Berpengaruh, Senin (1/8/2022) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Menurutnya, negara yang dibangun oleh Rasulullah SAW itu, bukan sembarangan negara, tapi negara adidaya dengan visi kenegaraan yang jelas. "Hal ini yang membedakan kondisi kaum muslimin ketika di Madinah dengan kondisi kaum muslimin ketika masih berada di Mekkah sebelum fathul makkah, sebelum penaklukan kota Mekkah," terangnya.

Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, lanjut Farid, Rasulullah SAW membangun peradaban baru, membangun masyarakat Islam dengan kriteria.

Pertama, masyarakat atau penduduk yang didasarkan pada aqidah Islam. "Jadi, aqidah Islam inilah yang menjadi pondasi penting dari masyarakat Islam yang dibangun oleh Rasulullah SAW," tegasnya.

Kedua, di Madinah Rasulullah SAW menjadikan semata-mata hukum Islam atau Syariat Islam itu sebagai hukum yang berlaku, yang mengatur kaum muslimin, yang menyelesaikan urusan-urusan kaum muslimin, yang menyelesaikan perselisihan-perselisihan di antara kaum muslimin. "Demikian juga yang mengatur ekonomi kaum muslimin, yang mengatur sistem kemasyarakatan kaum muslimin , yang mengatur sistem politik kaum muslimin, termasuk mengatur politik luar negeri kaum muslimin. Itu semata-mata berdasarkan pada Syariat Islam," paparnya.

Menurutnya, ini yang membedakan ketika kaum muslimin belum hijrah ke Madinah. "Jadi, di Madinah itu kaum muslimin sudah memiliki kekuasaan, dan Rasulullah SAW diangkat sebagai kepala negara," ungkapnya.

Mungkin, sambungnya, ada yang mengatakan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW itu bukan menunjukkan bahwa itu adalah negara.

Definisi Negara

Farid mengatakan, definisi negara yang sering dipakai dalam ilmu ketatanegaraan saat sekarang ini, sederhananya, yang disebut negara itu, ada negaranya, ada rakyatnya, ada hukum yang berlaku, ada wilayah kekuasaannya. "Paling tidak, seperti itu yang disebut dengan negara," terangnya.

"Jadi, ada kepala negara, ada rakyatnya, ada hukum yang berlaku, dan rakyatnya kemudian taat kepada hukum yang berlaku itu. Maka, itu sudah bisa disebut sebagai sebuah negara," ungkapnya. 

Ia menegaskan bahwa sebuah negara itu bukanlah dilihat dari apakah wilayahnya itu kecil atau luas.

"Kalau kita lihat, misalnya negara Singapura. Itu negara yang wilayahnya sangat kecil dibanding dengan Indonesia misalnya. Tapi Singapura disebut sebagai sebuah negara karena dia memiliki kepala negara, dia memiliki rakyat, dia memiliki aturan yang yang ditaati oleh rakyatnya," jelasnya.

Swiss juga dianggap sebuah negara. Jadi tidak dilihat apakah wilayahnya itu luas atau tidak.

Nah, lanjut Farid, kalau kita melihat pada hal tersebut, maka apa yang dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah itu, tentu bisa masuk dalam kategori sebuah negara. Karena ada kepala pemerintahannya, yaitu Rasulullah SAW, kemudian ada hukum yang berlaku yaitu Syariah Islam, ada wilayah kekuasaannya, kemudian juga ada rakyatnya yang patuh pada hukum yang diterapkan tersebut.

Negara Bangsa dengan Negara Islam

Menurutnya, yang membedakan antara konsep nation state (negara bangsa) dengan negara Islam adalah apakah wilayah kekuasaannya dibatasi oleh region tertentu berdasarkan kepada kebangsaan atau kesukuan, misalkan.

"Jadi, (negara Islam) wilayahnya itu akan terus meluas sesuai dengan prinsip politik luar negeri di dalam Islam, yaitu bagaimana menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia," tandasnya.

Menurutnya, wilayah kekuasaan kaum muslimin itu terus meluas. Mulai dari kota Madinah yang kecil, meluas ke seluruh Jazirah Arab, meluas sampai Afrika, meluas sampai Eropa, meluas sampai pula ke Asia.
"Itu kemudian yang membedakannya dengan konsep nation state atau negara bangsa yang didasarkan pada nasionalisme," terangnya.

Yang jelas, lanjut Farid, apa yang dibangun oleh Rasulullah SAW itu adalah sebuah negara.

"Dan, negara yang dibangun oleh  Rasulullah SAW itu bukanlah negara sembarangan negara. Negara yang dibangun oleh Rasulullah SAW itu menjadi cikal bakal negara adi daya yang nantinya akan menguasai banyak kawasan di dunia dengan visi yang jelas, karena sesungguhnya Islam itu sangatlah pedui dalam visi," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab