Tinta Media: Rasa
Tampilkan postingan dengan label Rasa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rasa. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Desember 2022

Rasa Syukur Kitalah yang Membuat Kita Bahagia

Tinta Media - Sobat. Kita sering melupakan bahwa kebahagiaan bukanlah berhasil mendapatkan sesuatu yang tidak kita punya, melainkan mengenali dan menghargai apa yang sudah kita miliki. Kita memang cenderung lebih menghargai sesuatu yang kita dapatkan dengan lebih sulit ketimbang sesuatu yang kita dapatkan dengan mudah.

Dengan demikian sobat. Semakin besar usaha atau effort yang kita lakukan, semakin besar pula apresiasi dan rasa syukur yang akan kita dapatkan. Sebaliknya semakin kecil usaha (effort) kita dalam mendapatkan sesuatu, semakinkecil pula kemampuan kita menghargai. Para hamba yang senantiasa bersyukur dan memuji Allah SWT adalah orang yang sukses di dunia dan di akherat. 

Allah SWT berfirman :
وَمَا كَانَ لِنَفۡسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِ كِتَٰبٗا مُّؤَجَّلٗاۗ وَمَن يُرِدۡ ثَوَابَ ٱلدُّنۡيَا نُؤۡتِهِۦ مِنۡهَا وَمَن يُرِدۡ ثَوَابَ ٱلۡأٓخِرَةِ نُؤۡتِهِۦ مِنۡهَاۚ وَسَنَجۡزِي ٱلشَّٰكِرِينَ  
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran (3) : 145 )

Sobat. Allah menyatakan, "Semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya." Artinya: persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan Perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah. Seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya:

... Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu,¦(Ali 'Imran/3:145).

Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekedar untuk memperoleh balasan dunia, maka biar bagaimanapun besar perjuangannya, maka balasannya hanya sekedar yang bersifat dunia saja. 
Dan barang siapa yang niatnya untuk mendapat pahala akhirat, maka Allah akan membalasnya dengan pahala akhirat. Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur yaitu orang-orang yang mematuhi perintah-Nya dan selalu mendampingi Nabi-Nya.

Sobat. Nabi Muhammad SAW bersyukur kepada Allah SWT dengan segenap keyakinan hati bahwa setiap nikmat adalah karunia-Nya, baik besar ataupun kecil, lama ataupun baru, dan tampak ataupun tersembunyi. Hati yang bersyukur merupakan rukun ibadah bagi seorang mukmin. Sebab dia berkeyakinan bahwa setiap nikmat yang sampai kepadanya adalah karunia Allah SWT. Diriwayatkan oleh Tsauban bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “ Hendaklah seorang di antara kalian menjadikan hatinya bersyukur dan lisannya berdzikir,” ( HR. at-Tirmidzi )
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبۡدِهِ ٱلۡكِتَٰبَ وَلَمۡ يَجۡعَل لَّهُۥ عِوَجَاۜ  
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya;” ( QS. Al-Kahfi (18) : 1 )

Sobat. Dalam ayat ini Allah swt memuji diri-Nya, sebab Dialah yang menurunkan kitab suci Al-Qur'an kepada Rasul saw sebagai pedoman hidup yang jelas. Melalui Al-Qur'an, Allah memberi petunjuk kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Ayat Al-Qur'an saling membenarkan dan mengukuh-kan ayat-ayat lainnya, sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan. Nabi Muhammad saw yang menerima amanat-Nya menyampaikan Al-Qur'an kepada umat manusia, disebut dalam ayat ini dengan kata 'hamba-Nya untuk menunjukkan kehormatan yang besar kepadanya, sebesar amanat yang dibebankan ke pundaknya.

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ 

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".( QS. Ibrahim (14) : 7 )

Sobat. Dalam ayat ini Allah swt kembali mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Bila mereka melaksanakannya, maka nikmat itu akan ditambah lagi oleh-Nya. Sebaliknya, Allah juga mengingatkan kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya, dan tidak mau bersyukur bahwa Dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat pedih kepada mereka.

Mensyukuri rahmat Allah bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, dengan ucapan yang setulus hati; kedua, diiringi dengan perbuatan, yaitu menggunakan rahmat tersebut untuk tujuan yang diridai-Nya.

Dalam kehidupan sehari-hari, dapat kita lihat bahwa orang-orang yang dermawan dan suka menginfakkan hartanya untuk kepentingan umum dan menolong orang, pada umumnya tak pernah jatuh miskin ataupun sengsara. Bahkan, rezekinya senantiasa bertambah, kekayaannya makin meningkat, dan hidupnya bahagia, dicintai serta dihormati dalam pergaulan. Sebaliknya, orang-orang kaya yang kikir, atau suka menggunakan kekayaannya untuk hal-hal yang tidak diridai Allah, seperti judi atau memungut riba, maka kekayaannya tidak bertambah, bahkan lekas menyusut. Di samping itu, ia senantiasa dibenci dan dikutuk orang banyak, dan di akhirat memperoleh hukuman yang berat.

Sobat. Semakin besar rasa syukur kita, semakin besar pula kenikmatan yang akan kita peroleh.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Sekjen Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Penulis Buku Gizi Spiritual

Jumat, 02 Desember 2022

PEMIMPIN MATI RASA

Tinta Media - “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin” (QS Al Ma’un : 1-3)

 

"Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (QS Al Isra : 26-27)

 

Imam al Barzanji memberi pujian kepada Rasulullah SAW dalam kitabnya. “Dan Rasulullah SAW adalah oarang yang mencintai orang-orang fakir dan miskin. Beliau selalu duduk bersama mereka, menjenguk mereka yang sakit, mengantarkan jenazahnya dan tidak pernah menghina mereka karena kemiskinannya.”

 

Rasulullah adalah teladan terbaik dalam memperhatikan anak-anak yatim. Beliau menyantuni, mengasihi dan menyayangi anak yatim, terlebih atas anak-anak yatim yang belum dewasa (baligh). Begitulah cintanya Rasululloh terhadap anak yatim sehingga beliau dijuluki sebagai “Abul Yatama”, yang artinya Bapaknya Anak Yatim.

 

Sebagai pemimpin, perasaan Rasulullah begitu halus sehingga begitu mencintai orang-orang miskin dan anak yatim. Rasulullah adalah pemimpin yang memiliki kepekaan perasaan atas kondisi umatnya, tanpa pandang bulu. Rasulullah adalah pemimpin yang memiliki kepakaan tinggi sebagaimana diperintahkan oleh Allah. Perasaan Rasulullah sebagai seorang pemimpin begitu hidup.

 

Hidupnya rasa seorang pemimpin negara adalah pertanda tanggungjawab besar atas kondisi rakyatnya. Pemimpin negara adalah orang yang diberikan amanah untuk mengurus urusan umat atau rakyat yang dipimpinnya. Dalam hal kepekaan rasa dalam menjaga jiwa rakyat, Umar bin Khathab ketika menjabat sebagai khalifah berkata, “demi Allah jika ada seekor keledai jatuh terperosok dari negeri Irak aku khawatir keledai itu akan menuntut hisab aku di hari kiamat. ”Waktu itu Umar bin Khatab tinggal di Madinah, sedang jalanan yang berlubang berada di Irak.

 

Betapa hidupnya perasaan dan tanggungjawab seorang khalifah bernama Umar Bin Khathab ini, jangankan jiwa manusia, bahkan hanya seekor keledai pun dia perhatikan jangan sampai terpeleset gara-gara jalannya tidak bagus. Jika seekor keledai terpeleset karena jalannya licin akibat tidak diurus, beliau begitu takut akan ditanya Allah kelak di akhirat. Inilah contoh kepemimpinan yang perasaannya hidup, penuh tanggungjawab dan ksatria mengakui kesalahan.

 

Saat dibaiat menjadi seorang khalifah, Umar Bin khathab berpidato : Saudara-saudara! Aku hanya salah seorang dari kalian. Kalau tidak karena segan menolak tawaran Khalifah Rasulullah (Abu Bakar) aku enggan memikul tanggung jawab ini. Ya Allah, aku ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah hatiku. Ya Allah aku sangat lemah, maka berikanlah kekuatan. Ya Allah aku ini kikir, jadikanlah aku dermawan bermurah hati."

 

"Bacalah Alquran, dalami, dan bekerjalah dengannya. Jadilah salah satu umatnya. Timbang dirimu sebelum menimbang, hiasi dirimu untuk persembahan terbesar pada hari ketika kamu akan dipersembahkan kepada Allah SWT. Bukan aku menurunkan diriku dari kekayaan Allah SWT dalam status sebagai wali yatim piatu. Jika kalian puas, maka akan diampuni, jika kalian miskin, maka akan makan enak." Selanjutnya, Umar bin Khattab menyampaikan:

 

"Allah telah menguji kalian dengan diriku dan menguji diriku lewat kalian. Sepeninggal sahabat-sahabatku, sekarang aku ada di tengah-tengah kalian. Tidak ada persoalan kalian yang harus aku hadapi lalu diwakilkan kepada orang lain kecuali kepadaku. Dan tak ada yang tak hadir di sini lalu meninggalkan perbuatan terpuji dan amanat. Kalau berbuat baik, akan kubalas dengan kebaikan, tetapi kalau berbuat jahat, terimalah bencana yang akan kutimpakan."

 

Perhatikanlah ucapan pidato Abu Bakar As Shiddiq saat dilantik menjadi seorang khalifah pertama dalam peradaban Islam : (1) Wahai manusia Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu (ri’ayatu suunul ummah). (2) Padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu (berakhlak : rendah hati dan tahu diri). (3) Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku (merangkul rakyat, bukan memusuhi).

 

(4) Tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah (tidak anti kritik, mengakui kesalahan, mendengar masukan para ahli dll). . Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya (ekonomi keseimbangan, bukan kapitalisme : menerapkan sistem ekonomi Islam). sejalan dengan firman Allah 59 : 7 “….agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu.

 

(5) Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya (meratakan kesejahteraan rakyat sebagai hak fundamental terutama kepada fakir miskin). (6) Maka hendakklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya (sistem baiat dalam kepemimpinan Islam, taat kepada hukum Allah, bukan kepada pemimpin semata).

 

Rasulullah, Abu Bakar Asy Syiddiq dan Umar Bin Khatab adalah tiga pemimpin agung yang bisa dijadikan teladan dalam halusnya perasaan atas kondisi rakyatnya, teladan dalam tanggungjawab dan teladan dalam kerendahan hati. Tentu saja para khalifah yang lainnya juga layak dijadikan teladan. Mereka adalah para pemimpin yang tidak mati rasa. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang abai, tak peduli, tak perhatian atas kondisi rakyatnya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang tidak peduli atas kondisi dan nasib rakyat yang miskin dan terzolimi. Pemimpin mati rasa adalah yang tak memihak kepada kepentingan rakyatnya sendiri. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang tidak memiliki kepekaan atas penderitaan rakyatnya. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang terbahak berebut kekuasaan diatas air mata rakyatnya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hidupnya berfoya-foya, sementara rakyatnya susah makan dan tak memiliki pekerjaan. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang membuang-buang uang untuk pekerjaan sia-sia, sementara rakyatnya mati kelaparan. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang berpesta pora di tengah penderitaan rakyat yang kiat menyayat. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hatinya gelap gulita karena penyakit hatinya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang menjadikan rakyatnya sebagai musuh yang dibenci dan dicurigai. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang menipu dan membohongi rakyatnya sendiri. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hidupnya hanya dikendalikan oleh nafsu duniawi semata. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang tidak dekat dengan Tuhannya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang kerjanya hanya membesarkan perutnya dengan makanan haram hasil mencuri uang rakyat. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hanya memperkaya diri, menumpuk-numpuk harta dari menipu rakyat dan mengkhianati rakyat. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hanya berebut harta dan kuasa, sementara rakyat dibiarkan semakin sengsara.

Adakah di negeri ini pemimpin mati rasa ?

Oleh: Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 29/11/22 : 11.41 WIB)
 
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab