Tinta Media: Raperda L68T
Tampilkan postingan dengan label Raperda L68T. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Raperda L68T. Tampilkan semua postingan

Jumat, 18 Agustus 2023

Usulan Raperda L68T Hanya Janji Politik?

Tinta Media - Bupati Bandung Dadang Supriatna berjanji akan mendorong Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) anti L68T (Lesbian, Gay,  Biseksual, dan Transgender) untuk masuk pada Program Legislasi Daerah (Prolegda) agar segera dilakukan pembahasan di DPRD. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI  Nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan. 

Dinyatakan dalam fatwa tersebut bahwa orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan, serta penyimpangan yang harus diluruskan. Homoseksual hukumnya haram dan merupakan suatu bentuk kejahatan (Jakarta.com, 31/7/23).

Kita sebagai kaum muslimin tentu sangat gembira mendengar pernyataan bupati tersebut karena fenomena penyebaran L68T semakin meluas, tidak hanya dikota besar seperti Jakarta, tetapi di kota kecil pun telah banyak bukti kaum L68T ini  ada di sekitar kita. Perilaku L68T sangat merusak generasi karena merusak moral dan menimbulkan penyakit yang mematikan, seperti Sifilis dan HIV AIDS. 

Bivitri Susanti, seorang ahli hukum Tata Negara berpendapat lain. Beliau menyatakan bahwa Perda yang bernuansa syariah dan mengusung nilai-nilai moral agama mayoritas (Islam) cenderung muncul di era menjelang Pemilihan Umum (Pemilu),  ketika pejabat publik menggunakan kuasanya untuk melakukan politik homofobia, yaitu siasat menjadikan kehadiran kelompok gender dan seksual non-normatif di ruang publik sebagai ancaman terhadap norma dan masa depan bangsa.

Dalam hal ini, pengesahan peraturan anti-L68T merupakan suatu isu yang menyentuh emosional, diharapkan dapat meraih simpati kaum muslimin sebagai peserta pemilu terbesar di negeri ini. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa raperda anti-L68T adalah lagu lama menjelang pemilu. 

Sayangnya, niat baik Pemda Kab. Bandung tidak didukung penuh oleh Pemerintah Pusat karena dalam Laporan Human Right Watch tahun 2016, tercantum bahwa Indonesia tidak pernah mengkriminalisasikan perilaku seksual sesama jenis dalam hukum nasionalnya. Pemda Kab. Bandung bisa membuat RaPerda anti-L68T karena ada aturan desentralisasi sistem hukum yang memberi ruang bagi pejabat-pejabat daerah untuk menetapkan hukum atas berbagai isu, salah satunya tentang anti L68T ini.  

Namun, Peraturan Daerah ini belum 100% aman karena masih bisa dicabut kewenangannya oleh Pemerintah Pusat lewat Kementerian Dalam Negeri dengan cara mengajukan Judicial Review atau JR ke Mahkamah Agung. Sungguh tidak ada kepastian hukum yang sahih dalam sistem kapitalis. Peraturan pun dibuat atas azas manfaat, bukan kemaslahatan umat. 

Padahal, seorang pengamat muslimah, yaitu Dokter Fika  Komara mengatakan bahwa  L68T saat ini bukan lagi sekadar penyimpangan seksual yang bersifat individual. L68T sudah menjadi sebuah gerakan sosial politik. Bukan hanya gerakan lokal atau regional, tetapi telah menjadi gerakan global. Para pendukungnya pun bukan sekadar individu, komunitas atau lembaga tertentu, tetapi sudah pada level negara, seperti Amerika Serikat. 

Karena itu, gerakan global L68T tidak boleh dipandang remeh. Mereka menyebarkan L68T melalui ranah formal berupa reformasi hukum dan perundangan, serta ranah nonformal berupa budaya populer yang didukung oleh korporasi kapitalis dan disebarkan melalui perusahaan teknologi, sosmed, dan hiburan yang menyasar anak-anak muda. Korporasi kapitalis mendapat keuntungan ekonomi dari mewabahnya perilaku kaum sodom ini. 

Kita tidak bisa mengandalkan pemerintahan dengan sistem kapitalis sekuler untuk melindungi generasi dari cengkeraman gaya hidup serba bebas on. Karena itu,  dibutuhkan upaya dan serius,  sistematis dan terorganisir dengan asas akidah yang sahih untuk mengimbangi arus gerakan global L68T.  

Kaum muslimin harus bersatu di bawah pimpinan seorang imam yang adil dan kuat demi menghadang gelombang kerusakan berbalut kesenangan yang terus dikampanyekan Amerika Serikat dan sekutunya.

Rasulullah Swt.  bersabda: 

"Sungguh Imam (khalifah)  itu perisai, orang-orang akan berperang di belakang dia dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. (HR al Bukhari, Muslim).

Umat manusia saat ini memerlukan kembalinya perisai umat,  khilafah sebagai satu-satunya sistem yang direstui Allah Swt. sehingga manusia berada di jalan yang benar menuju keluhuran moral dan martabatnya. Wallahu 'alam bis shawab.

Oleh: Wiwin, Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab