Tinta Media: Ramadhan
Tampilkan postingan dengan label Ramadhan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ramadhan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 April 2024

Ramadhan Momen Pengemis Mengais Rezeki

Tinta Media - Seperti yang kita ketahui  bahwa bulan Ramadhan  adalah bulan yang berlimpah pahala dari  Allah SWT. Sebagian umat Muslim menjadikan momen ini sangat di memanfaatkan untuk mengerjakan amal salih. Seperti bersedekah berjumlah banyak maupun kecil.

Tetapi momen ini dimanfaatkan juga oleh para pengemis untuk mengemis. Mereka berdatangan dari berbagai daerah menuju kota-kota besar. Mereka mengemis di tempat keramaian meminta belas kasihan kepada para dermawan yang ingin beramal mengeluarkan sedekah atau zakat.

Kadang ada beberapa hal yang mendorong mereka terpaksa untuk mengemis atau mencari  sumbangan. Sebagian karena ketidakberdayaan,  kefakiran, dan kemiskinan. Mereka tidak mempunyai keahlian apa pun untuk menghasilkan uang  sehingga mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ada juga mengemis karena terkena musibah hingga mengakibatkan ia cacat fisik. Sehingga ia terpaksa meminta- minta. Ada juga yang  mengemis dijadikan mata pencaharian mereka.

Karena di sistem kapitalis yang bersandar pada asas manfaat menjadikan banyaknya pengemis. Sebenarnya mereka masih usia produktif. Sehingga mereka sehat dan kuat, masih sanggup mendapatkan uang dengan bekerja atau berdagang. Masyarakat hari ini mereka memilih mengemis karena lebih mudah dan tidak memerlukan modal besar.

Memang di sistem kapitalis telah menjadikan  kesengsaraan kehidupan rakyat semakin parah. Di negri ini selain serba sulit, kesenjangan antar kaya dan miskin juga semakin melebar. Karena  sistem ini membolehkan adanya kebebasan kepemilikan. Di tambah abai nya negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Keadaan ini makin memperburuk keadaan rakyat.

Di dalam Islam mengemis atau meminta minta untuk kepentingan pribadi bukan untuk kemaslahatan agama atau kepentingan kaum Muslim. Mengemis atau meminta-minta tidak di anjurkan dalam Islam. Terlebih dengan cara menipu atau berdusta dengan menampakkan diri  seolah-olah ia sedang kesulitan atau sangat membutuhkan biaya maka hukumnya haram. 

Sebuah hadis yang di riwayatkan dari Umar ra, ia berkata bahwa Rasulullah  Saw bersabda seseorang senantiasa meminta minta kepada orang lain. Sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada daging sepotong pun di wajahnya. Dan banyak lagi hadis-hadis lain.

Namun demikian, Islam  memang tidak mengharamkan orang yang mengemis atau meminta minta untuk sekedar mempertahankan hidup  yang sangat dibutuhkan  untuk keluarga tetapi Islam tidak menganjurkannya. Islam memuliakan umatnya yang mau berlelah-lelah dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh: Ummu Nizam 
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 07 April 2024

Ternodainya Ramadhan nan Suci di Sistem Sekuler Kapitalis

Tinta Media - Hidup dalam koridor tatanan sekuler kapitalis telah terbukti menampakkan begitu banyak kecacatan. Akibat diterapkannya sistem tersebut dalam negeri ini, segala jenis kejahatan merebak merajalela di hampir seluruh wilayah.

Kasus demi kasus terjadi di mana-mana membuat resah sejumlah masyarakat. Bahkan hukum saja pun yang dikenakan kepada pelaku tindak kejahatan seolah-olah tidak mempan dan tidak memberikan efek perubahan yang totalitas bagi pelaku tindak kejahatan. Buktinya saja masih terdata banyak sekali kasus-kasus kejahatan sampai-sampai pemerintahan terlihat seperti kewalahan dalam menanggulangi kasus ini. 

Sungguh miris kiranya, pada bulan nan suci di tahun 2024 ini masih terdapat banyak kasus kejahatan, yakni pencurian di sejumlah wilayah yang tiada henti-hentinya. 

PENGAMAT kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai bahwa meningkatnya tren kejahatan pada bulan Ramadan hingga jelang Lebaran disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan di masyarakat yang tinggi.

Menurut Bambang, dengan adanya peningkatan kebutuhan, maka pengeluaran dari masyarakat juga pasti akan meningkat. Sementara, bagi sebagian masyarakat peningkatan pengeluaran biaya tersebut tak diiringi dengan peningkatan penghasilan.

"Makanya ada masyarakat yang mencari jalan pintas untuk mendapatkan peningkatan pendapatan agar dapat memenuhi kebutuhannya selama Ramadan hingga jelang Lebaran dengan melakukan kejahatan," kata Bambang saat dihubungi, Kamis (27/3).

Mengapa hal ini terus-menerus sering terjadi ? Yang mengakibatkan kebanyakan masyarakat negeri ini tidak adanya kenyamanan dalam menjalani hidup karena kasus pencurian sungguh sangat membuat prihatin dan khawatir. Antara kebutuhan dan desakan. Ya, di sistem hari ini kita benar-benar sangat dituntut sekali dengan desakan kebutuhan hidup yang tinggi sementara tingkat pendapatan kian merosot bak perosotan yang terus merosot ke bawah. 

Sehingga orang-orang yang hidup dalam tatanan sekuler kapitalis, hidup tanpa adanya aturan kehidupan yang benar-benar mengatur sebaik mungkin melainkan kebebasan. Inilah yang membuat orang-orang hidup tanpa memperhatikan halal haram lagi. 

Selain itu hukum yang di jatuhkan untuk para pelaku kejahatan juga adalah hukum yang terkesan tidak seperti menghukum, dan tidak menimbulkan efek jera. Lantas bagaimana demikian hal itu bisa terjadi ? Sudah bosan kiranya kita menyaksikan pelaku kejahatan mendapatkan hukuman yang tak sepadan toh nantinya balik berbuat kejahatan kembali. Tidakkah hal ini membuat kita berpikir? 

Justru sistemlah yang menjadi awal mula penyebab tidak tertanganinya problematika pada negeri ini. Sistem kapitalis sekuler berhasil menyesatkan masyarakat dalam menjalani hidup. Dalam sistem hari ini telah tampak yang kaya semakin kaya sedangkan yang miskin semakin miskin merana. Hal itu menjadi bukti bahwa gagalnya sistem kapitalis sekuler dalam menyejahterakan rakyat.

Maka dari itu, sudah saatnya memperbarui sistem sekuler kapitalis dengan sistem yang benar-benar totalitas dalam menyejahterakan rakyatnya. Hal ini telah terbukti pada sistem berhasil terterapkan dalam daulah Islam. Bukan khayalan atau fatamorgana bahwa sistem inilah yang menjadi satu-satunya sistem pemerintahan berhasil dalam menyejahterakan seluruh rakyat tanpa terkecuali baik Islam maupun non Islam. Bahkan tiada tandingan dengan sistem-sistem lainnya. 

Hukuman yang di berikan para pemimpin masa itu kepada para pelaku kasus kejahatan adalah hukuman yang benar-benar memberikan efek jera bagi pelakunya. Serta mengayomi dan membina rakyatnya menjadi rakyat yang sejatinya. Lantas inginkah kita kasus kejahatan segera tuntas tertangani ?

Tidakkah kita terpikir demikian? Maka tiada lain sistemlah yang berhasil menuntaskan hal itu. Bukan pada sistem rusak saat ini, melainkan pada sistem yang benar-benar totalitas dalam memperhatikan rakyat-rakyatnya. 

Wallahu a'lam bisshhowwab.

Oleh : Marsya Hafidzah Z.
Pelajar, Pegiat Literasi dan Aktivis Dakwah Remaja

Kejahatan Meningkat Selama Ramadhan


Tinta Media - Bulan Ramadhan adalah bulan penuh ampunan dan keberkahan. Bulan yang di dalamnya ada bulan seribu bulan yang ketika kita mendapatkan kemuliaan malam itu maka kita akan mendapatkan pahala berlipat ganda.

Tentunya bulan Ramadhan ini disambut suka-cita oleh umat muslim di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia, sayang nya di bulan suci ini peningkatan kejahatan malah lebih marak terjadi. Faktor ekonomi menjadi pemicunya. 

Seperti yang diberitakan bahwa  Kapolresta Bogor kota menghimbau masyarakat untuk mewaspadai kejahatan selama Ramadhan. Pihaknya  sudah melakukan antisipasi di antaranya dengan menyiapkan 6 pos penjagaan. Ujar Kompol Luthfi Olot Gigantara, kasat Kapolresta Bogor Kota. (Radar Bogor 14/3/24).

Meningkatnya tindak kejahatan selama bulan Ramadhan dikarenakan meningkatnya kebutuhan masyarakat yang tidak dibarengi dengan peningkatan penghasilan sehingga massa mengambil jalan pintas dengan berbuat kriminal. Ujar Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS). 

Ternodainya kesucian bulan Ramadhan akibat maraknya kejahatan. Kejahatan ini akibat kemiskinan yang mendera masyarakat dan lemahnya iman di dada. Semua akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menciptakan kemiskinan dan lemahnya iman. Masyarakat pada sistem kapitalisme selalu berubah peraturannya , terpecah- pecah hubungannya, tidak diawasi dan dikoreksi siapa pun, karena dalam pandangan sistem ini, masyarakat terbentuk dari individu yang bebas. Dalam sistem kapitalisme negara merupakan sarana untuk menjaga kebebasan individu.

Islam menjadikan negara sebagai ra’in/ junnah / pelindung. yang menjamin kesejahteraan rakyat melalui  pemenuhan kebutuhan pokok rakyat oleh negara, juga adanya jaminan keamanan.

Islam membangun kehidupan yang aman dan tenteram dengan kekuatan tiga asas yaitu ketakwaan individu, Masyarakat yang peduli dan negara yang menerapkan aturan Islam termasuk sistem sanksi yang tegas dan menjerakan.

Asas pertama pembangunan sistem Islam adalah rasa ketaqwaan yang tertanam dan terbina pada setiap individu di masyarakat. 

Seorang  muslim memiliki pandangan dan pemikiran mendalam terhadap alam , manusia dan kehidupan. Serta apa yang ada sebelum dan sesudahnya. Perbuatan baik buruk akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Pandangan ini akan menumbuhkan ketakwaan individu. Dan menjadikan akidahnya sebagai pengontrol tingkah lakunya sehingga tidak akan pernah bertentangan dengan akidahnya. Hal ini terjadi karena pemahaman seseorang tentang kehidupan dan tingkah laku seorang muslim terpancar dari akidahnya. 

Asas kedua dalam penegakan sistem Islam adalah adanya sikap saling mengontrol pelaksanaan hukum.  Masyarakat Islam terbentuk dari individu-individu yang dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran, dan peraturan yang mengikat mereka. 

Karenanya , pengawasan masyarakat dalam bentuk Amar Maruf nahi mungkar merupakan asas kedua yang menopang kehidupan Masyarakat Islam sehingga mampu membawa kepada kemuliaan umat. 

Asas ketiga adalah pembangun masyarakat Islam adalah keberadaan negara / pemerintah sebagai pelaksana hukum syara. Kedudukan negara dalam Islam adalah untuk selalu memelihara masyarakat dan  anggota-anggotanya serta  bertindak selaku pemimpin yang mengatur dan mementingkan urusan rakyatnya.

Negara merupakan asas tegak dan kokohnya masyarakat islam. Negara / pemerintahan mengawasi dan mengontrol masyarakat, individu dan pelaksanaan seluruh hukum Islam. Kepadanya Allah memberikan amanah untuk menerapkan syariat Islam. Kepala negara / Khalifah beserta aparatnya yang menjalankan amanah itu. 

"Seorang pemimpin adalah pemelihara dan dua bertanggungjawab terhadap peliharaannya” (HR Bukhari Muslim).

Maka sudah saatnya kita kembali kepada hukum Islam sesuai apa yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Wallahu'alam.

Oleh: Dewi Sulastini
Sahabat Tinta Media 


Sabtu, 06 April 2024

Beda Penetapan Awal dan Akhir Ramadan, sebab Persoalan Politik?



"Lihat orang-orang Islam, sekadar melihat bulan saja selalu berselisih, beda dengan kita (orang Barat), sudah pakem karena sudah lama menginjak-injak bulan."

Tinta Media - Kata-kata dari orientalis barat itu memang terkesan menggelitik. Namun, tahukah kalian bahwasanya kalimat itu membuat diri ini sebagai seorang muslim tertunduk malu?

Bagaimana tidak, ketika menetapkan awal dan akhir bulan Ramadan selalu saja  berselisih. Misalnya saja, tahun ini ada yang mengawali Ramadan secara tidak bersamaan. Ada yang mulai tanggal 11 Maret dan ada yang 12 Maret. Tahun lalu pun juga sama, begitu juga tahun-tahun yang sebelumnya. Hampir setiap tahun terjadi perbedaan.

Terkadang, kita meyakini bahwasanya fenomena perbedaan-perbedaan itu ada dasar dan landasannya, yaitu fiqih. Namun, pernahkah kita menelaah lebih lanjut bahwasanya ada faktor lain selain fiqih?

Kita ambil satu contoh saja misalnya, hasil rukyatul hilal di Cakung dan Jepara pernah ditolak oleh sidang isbat di Kementerian Agama dan MUI dengan alasan bahwa hasil perhitungan menunjukkan hilal pada sore itu jauh di bawah batas imkanur rukyat , jadi harus ditolak. (detikNews.com)

Padahal, waktu itu rukyat di Cakung dilakukan dengan tiga metode. Hasilnya, di masing-masing metode, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal. Namun, tidak diambil sumpah ketiga saksi tersebut.

Akhirnya, terjadi spekulasi di berbagai kalangan, karena mendengar alasan penolakan tersebut. Di satu sisi, hilal juga tampak di Malaysia dan Thailand. Secara geografis, Malaysia lebih dekat dengan Indonesia, lantas mengapa Indonesia tidak memakai data tersebut? Namun, pemerintah masih bisa beralasan karena negeri ini mengikuti konsep wilayatul hukmi.

Pendapat tersebut katanya diambil dari pendapat Imam Syafi'i, yang intinya adalah jika satu kawasan melihat bulan, maka daerah dengan radius 24 farsakh dari daerah tempat hilal terlihat bisa mengikuti hasil rukyat itu, sedangkan daerah di luar radius itu boleh rukyat sendiri.

Padahal, jumhur ulama tidak menganggap terkait penentuan awal dan akhir Ramadan karena perbedaan wilayah ataupun radius berapa pun  farsakh. Contohnya adalah ulama fiqih kontemporer yang terkenal bernama Al-Sayyid Sabiq. Beliau mengatakan bahwa jumhur ulama tidak menganggap adanya perbedaan terkait penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan baik di sisi  mathla' (jarak/wilayah) atau ikhtilaful mathali' (perbedaan wilayah). Karena itu, kapan saja penduduk satu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa.

Rasulullah saw. bersabda, "Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya."

Seruan ini bersifat umum, menyangkut seluruh umat. Jadi, siapa saja di antara mereka (umat Islam) yang melihat hilal di tempat mana pun, maka rukyat itu berlaku bagi umat Islam semuanya.

Kasus tersebut terus terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Contohnya, satu kasus yang dulu pernah menggelitik. Pada tahun 2006, ormas Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1427 H bertepatan dengan 23 Oktober 2006, sedangkan PBNU menetapkan 1 Syawal pada tanggal 24 Oktober 2006, bersesuaian dengan tanggal merah dan keputusan pemerintah. 

Faktanya, di berbagai wilayah, banyak warga NU yang berlebaran pada hari yang sama dengan warga Muhammadiyah, yaitu 23 Oktober 2006, karena mereka meyakini telah melihat hilal. Hilal ini juga terlihat di Malaysia dan Burnei Darussalam yang letaknya secara geografis dekat dengan Indonesia. Artinya, kalau toh ada perbedaan antara Muhammadiyah dan NU, faktanya itu terjadi sebatas di tingkat elite saja.

Kasus yang hampir sama juga terjadi saat menetapkan 1 Syawal tahun 2011. Ini sangat menggelitik juga. (eramuslim.com)

Jadi, memang jelas bahwa perbedaan awal dan akhir Ramadan bukan disebabkan oleh persoalan-persoalan fiqih, bukan persoalan mathla' (wilayah), bukan jarak, bukan juga perbedaan metodologi (hisab atau rukyatul), ataupun perbedaan organisasi. Namun, nyatalah bahwa itu semua terjadi karena persoalan politik atau lebih tepatnya ego nasionalisme. Hal itu diperjelas dengan fakta geografis Indonesia, Malaysia, dan Brunei yang berdekatan, tetapi hasilnya tidak diambil sebagai referensi.

Jadi, semua lebih karena dalih, bukan dalil. Dalih yang diambil adalah batas-batas imajiner politis nasionalistik, bukan dalil agama yang menjadi rujukan. Ini sudah tergambarkan lewat kasus-kasus yang dijelaskan tadi.

Ketika masing-masing negeri muslim menetapkan sendiri awal dan akhir bulan Ramadan berdasarkan hasil perhitungan ataupun rukyat di wilayah tersebut, maka akan terjadi perbedaan. Bila di wilayah itu tidak terlihat hilal, maka langsung dianggap hilal tidak tampak tanpa menunggu hasil rukyat di negeri muslim lain, bahkan negeri yang berdekatan sekalipun. 

Padahal, sudah jelas penetapan awal dan akhir Ramadan sesungguhnya terkait erat dengan peredaran bumi, bulan, dan matahari, sama sekali tidak ada kaitannya dengan batas-batas imajiner yang disebut dengan nasionalisme.


Oleh: Setiyawan Dwi 
Jurnalis

Senin, 01 April 2024

Ramadhan Tiba Tawuran Remaja Menggila

Tinta Media - Tawuran kembali terjadi baru-baru ini kepolisian sektor (polsek) Katapang kabupaten Bandung telah mengamankan 12 remaja yang diduga terlibat tawuran di wilayah muara Ciwidey kecamatan Katapang kabupaten Bandung pada minggu (17/3/2024) dini hari. Kejadian ini bisa segera di tangani dengan cepat karena adanya laporan dari masyarakat. (okenews.com) 

Bulan Ramadhan bulan yang sangat mulia seluruh umat Islam berlomba-lomba menjalankan ibadah untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT, namun berbeda dengan para remaja tersebut bulan suci Ramadhan dijadikan ajang tawuran di mana perbuatan tersebut diharamkan oleh agama, tidak heran kejadian ini sering terjadi tidak hanya di kabupaten Bandung tapi juga terjadi di seluruh penjuru negeri.

Rusaknya para remaja akibat dari penerapan sistem demokrasi adanya paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, kurangnya pendidikan agama baik dari orang tua maupun di sekolah sehingga para remaja perilakunya jauh dari nilai-nilai agama dan tidak memiliki akhlak yang baik. 

Kondisi ini didukung dengan abainya orang tua serta negara terkait pendidikan agama apalagi akan di hilangkannya kurikulum pendidikan agama di sekolah-sekolah oleh Menteri pendidikan, hal ini akan memperparah buruknya akhlak remaja dan generasi muda. 

Semua itu perlu adanya perhatian penuh dari semua pihak baik individu, masyarakat maupun negara. Negara bertanggung jawab penuh dalam mencerdaskan remaja dan generasi muda dengan memberikan pendidikan yang terbaik sesuai dengan nilai-nilai agama karena dengan menghadirkan agama dalam kehidupan akan mampu membentuk remaja yang takwa kepada salah SWT, selain itu akan mampu membentuk pola pikir dan pola sikap islami. Sehingga para remaja tersebut menjadi generasi Islam yang cemerlang. Semua ini hanya bisa terwujud ketika Islam di tegakkan di atas bumi ini. Wallahua'lam bishowab

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Oleh: Indun Triparmini
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 17 Maret 2024

Bulan Ramadhan Harus Dipersiapkan Bukan Dihapuskan



Tinta Media - Kali ini statement dari Amichai Elihayu membuat murka kaum muslim di penjuru dunia, karena sangat kontroversial dan tidak masuk akal.

“Apa yang disebut bulan Ramadan harus dihapus dan ketakutan kami atas bulan ini juga harus dihapus.” Pernyataan Eliyahu kepada Army Radio (Detik.news, 4/3/24).

Kalimat tersebut tidak selayaknya keluar dari mulut seorang Menteri Warisan Budaya Israel yang mendapat kesempatan menjadi bagian dari Knesset untuk Otzma Yehudit yang dipimpin oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir.

Bagaimana pun ketika seseorang sudah taken kontrak menjadi aktor di depan publik selayaknya memberi role model versi terbaik sang pencipta. Sayangnya, kepentingan di atas segalanya. Sehingga wajar apabila seorang hamba mendekte sang Maha Pencipta.

Seperti yang media beritakan per 7 Oktober Hamas dari kubu Palestina menyatakan bahwa dirinya masih aktif menolak penjajahan. Agresi pun berlangsung kian memanas sampai hari ini.

Di hari 153 genosida di Palestina, 39.178 terbunuh, 18 orang meninggal karena kelaparan dan dehidrasi, 2,3 juta rakyat di Gaza Palestina kelaparan, dan berdasarkan data dari  AFP setidaknya ada 21.822 nyawa melayang akibat genosida ini. (Detik.news, 31/12/23)

Tentunya ini bukan hanya tentang angka tetapi nyawa manusia. Mengingat, nyawa dalam Islam memiliki qimah (nilai) atau kedudukan yang tinggi. Bahkan nyawa dalam ranah ushul fiqih tergolong kategori “al-Dharūriyāt al-Khamsah” (lima hal primer yang wajib dipelihara). Artinya, pada hakikatnya nyawa manusia tidak boleh dihilangkan begitu saja tanpa ada alasan syar’i, baik nyawa orang muslim maupun kafir dzimmi.

Allah juga berfirman di dalam QS. Al-Mai’dah ayat 32 yang artinya Allah memberikan peringatan kepada bani Israil ketika menghilangkan satu nyawa tanpa alasan syar’i di ibaratkan telah membunuh semua manusia dan apabila memelihara kehidupan manusia maka telah memelihara kehidupan semua orang.

Allah ingin mention ke kita bahwa nyawa bukan sebuah permainan yang bisa dihilangkan begitu saja. Realitas hari ini bahwa zionis dengan mudahnya memberantas etnis secara terang-terangan dan dunia hanya mengecam.

Sungguh Allah telah memberikan banyak peringatan dan simbol kepada kita mengenai berharganya nyawa seseorang, seperti firman Allah di dalam QS. An-Nisa ayat 93

“Dan barang siapa yang membunuh seorang yang beriman dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknat nya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS: An-Nisa [4]: 93)

Telah jelas bahwa perbuatan zionis hari ini sangat dilaknat Allah karena begitu biadab dan keji. Bahkan bulan Ramadhan Allah pun ingin di hapuskan. Hal ini terjadi karena agama bukan lagi yang menjadi road map nya seseorang untuk hidup akan tetapi ambisi menguasai Baitul Maqdis seluruhnya lebih besar dari pada berharganya nyawa manusia.

Seharusnya muslim itu satu tubuh satu bagian, satu sakit semua ikut merasakan. Muslim Palestina di bombardir, disiksa, dibunuh, ditawan, tidak diperlakukan selayaknya manusia. Bantuan dari sisi mana pun izin masuk susah bahkan di musnahkan. Begitu juga dengan tenaga medis dan rumah sakit menjadi sasaran rudal mereka, sungguh biadab!

Memasuki bulan Ramadhan, harusnya kita memaknai penuh keimanan dengan bentuk taat kepada Allah. Salah satu bentuk taat adalah cinta. Hakikat cinta itu adanya pembuktian, dan bentuk cintanya seorang hamba kepada sang pencipta yaitu totalitas tanpa nanti dan tapi.

Dan Allah sudah memberi mapping kepada kita didalam QS. Hajr ayat 7 bahwasanya semua aturan yang Rasulullah bawa itu harus diambil dan dikerjakan seluruhnya karena memang itu aturan hidup yang paripurna dari sang pencipta.

Selayaknya bulan ramadhan ini, seharusnya dipersiapkan untuk menemui kemenangan bukan malah dihapuskan. Karena esensi dari Bulan Ramadhan itu sendiri adalah kemenangan untuk taat dengan keimanan kepada Allah.

Hal ini yang menjadi faktor utama untuk mempersiapkan datangnya Bulan Ramadhan agar panen pahala karena bulan penuh keberkahan dan kebaikan. Seperti sabda Rasulullah, “ Apabila Bulan Ramadhan tiba, pintu surga di buka, pintu neraka ditutup, dan setan pun di belenggu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di Bulan Ramadhan penuh ampunan, semoga Allah mengampuni kita semua atas kekejaman zionis terhadap saudara muslim di Palestina. Sejatinya mereka puasa sudah lebih dulu ketimbang Ramadhan datang. Mereka berpuasa tanpa bertemu sahur dan berbuka. Bahkan sampai berujung kematian karena kelaparan. 

Ketika anak kecil di tanya oleh jurnalis, ditanya mengapa begitu senang bertemu dengan Ramadhan, begitu antusias untuk menyambutnya? “Setidaknya Ramadhan membuat rasa lapar kami lebih bermakna”. Satu-satunya solusi untuk segala problema dan kerusakan didunia ini hanyalah melanjutkan kembali kehidupan islam dengan mendakwahkan Islam Kaffah dengan sistem Khilafah.

Wallahu’alam Bisowab.



Oleh : Novita Ratnasari, S.Ak. 
(Sahabat Tinta Media)

Menag Terbitkan SE tentang Pengeras Suara di Masjid dan Mushola, Wahyudi: Aneh!



Tinta Media - Merespons Surat Edaran Menteri Agama No/SE/05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky, M.Si., mengatakan, aneh jika ada pemimpin yang justru tidak suka dengan tradisi masyarakatnya sendiri, memusuhi tradisinya sendiri, bahkan memusuhi ajaran agamanya sendiri. 

"Aneh kalau ada suatu pemimpin yang justru tidak suka dengan tradisi masyarakatnya sendiri dan memusuhi tradisinya sendiri bahkan memusuhi ajaran agamanya sendiri. Suatu keanehan yang luar biasa bahwa ini memang persoalan yang sangat serius yang ada di rezim saat ini," tuturnya dalam video Menag Ancam Kebhinekaan dan Ganggu Kesucian Bulan Ramadhan? Di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Sabtu (9/3/2024). 

Pada akhirnya, lanjut Wahyudi, masyarakat mempunyai penilaian bahwa rezim sekarang ini tidak suka terhadap Islam, atau fobia terhadap Islam, bahkan sampai pada level tidak suka terhadap Islam dan ajarannya termasuk ritual-ritualnya. Termasuk tradisinya tidak suka, bahkan benci sampai ke level membenci dan memusuhi sehingga membuat aturan-aturan yang tampak sekali menunjukkan ketidaksukaan itu terjadi. 

"Misalnya, masak takbir yang orang diperintahkan oleh Nabi semalaman kemudian diatur, takbirnya sampai jam 22:00 kemudian suruh takbir di dalam masjid, di dalam rumah masing-masing itu tidak ada syiarnya. Justru takbir itu dikumandangkan bergema di seluruh penjuru dunia. Itu perintahnya begitu, bukan sembunyi-sembunyi atau mengecilkan suara," imbuhnya. 

Kemudian Wahyudi menilai bahwasanya pemerintah hari ini, pertama tidak paham kehidupan bernegara yang berbhineka tunggal ika. Kedua, bisa tidak paham terhadap syiar Islam atau bahkan sampai sengaja di level tidak suka kepada syiar-syiar itu sampai pada level membenci. Itu merupakan urusan yang serius dan mengganggu kebahagiaan masyarakat. 

"Orang yang mau masuk Ramadhan dibuat seperti ini saya pikir tidak ada kebahagiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ketika semua urusan tampak seolah-olah diatur-atur bahkan dikekang sampai kentara dibenci dan akhirnya dimusuhi," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Ramadan di Tengah Harapan Pembebasan Palestina

Tinta Media - Alhamdulillah, Ramadhan sudah tiba. Harapan kita sebagai seorang muslim tentunya akan menyambutnya dengan suka cita. Namun, di tengah kegembiraan itu, kita masih berduka karena saudara-saudara kita di Palestina masih dalam cengkeraman Zionis Yahudi laknatullah. Serangan-serangan yang membabi buta menyebabkan korban jiwa yang luar biasa. Korban yang berjatuhan bukan hanya dari kalangan tentara yang berjuang, terapi juga dari kalangan laki-laki rakyat sipil, perempuan, bahkan anak-anak.

Ironisnya, negeri-negeri muslim terdekat, seperti Mesir menutup mata akan musibah yang menimpa saudaranya. Mereka berpesta pora dengan hidangan yang lezat, sementara rakyat Palestina dalam keadaan kelaparan. Tembok tinggi mereka bangun, sementara rakyat Palestina butuh perlindungan. Harapan warga Gaza agar Mesir membukukan pintu untuk melindungi jiwa saudaranya tak digubris.

Apa yang terjadi di Palestina harusnya membuka mata bahwa kita harus membela saudara yang saat ini dibombardir dan terusir dari negerinya sendiri. Rakyat Palestina berjuang sendiri menghadapi penjajah Yahudi laknatulah. Padahal, mereka tidak memiliki alat tempur yang canggih, sedangkan Zionis Yahudi mendapat bantuan senjata dari negara-negara imperialis dunia seperti AS, Inggris, dan para sekutunya.

Sekat-sekat nasionalisme telah membuat kaum muslimin di dunia yang jumlahnya banyak bagaikan buih di lautan. Meskipun jumlah penduduk muslim lebih dari 2 miliar, tetapi tidak memiliki kekuatan sedikit pun. Persatuan kaum muslimin buyar sejak runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmaniyah. 

Nasionalisme seakan membuat seluruh negeri muslim mati rasa dari penderitaan saudaranya.

Palestina merupakan tanah yang diberkahi Allah Swt. karena di sana tempat lahirnya para nabi. Di sana juga tempat Rasulullah saw. melakukan perjalanan ke Mi'raj. Namun, tanah yang mulia itu hari ini ternodai oleh sekat-sekat nasionalisme.

Bumi yang penuh berkah ini tidak lagi mendapat penjagaan dari kaum muslimin. Mereka hidup dalam keadaan nyaman, sementara rakyat Gaza bertarung mempertahankan nyawa dan kehormatan Islam. Padahal, saat ini kita berada di bulan Ramadan yang mulia, tetapi mereka berada dalam ketakutan.

Meski begitu, kita belajar dari penduduk Gaza bahwa mereka tidak pernah patah arang. Mereka senantiasa meningkatkan keimanan dengan terus menghafalkan Al-Qur'an. Bukti kegigihan mereka terlihat dari para wanitanya. Para wanita Gaza mengatakan bahwa mereka sengaja memakai penutup aurat sempurna saat tidur sehingga saat rumah mereka dibombardir, mayat mereka akan ditemukan dalam keadaan menutup aurat.

Bantuan kemanusiaan yang sempat dikirimkan dari negara-negara yang masih peduli dengan mereka pun dihadang, tidak bisa masuk ke Palestina. Truk-truk pengangkut bantuan kemanusiaan itu antre di depan pintu Rafah di perbatasan Mesir-Gaza. Truk-truk itu tidak bisa masuk karena perjanjian yang disepakati antara Mesir dan Israel. 

Inilah bahayanya jika kaum muslimin tidak memiliki pelindung yang mampu memberikan rasa aman, nyaman, dan senantiasa berada di garis terdepan. Sebagaimana Rasulullah saw.  pernah bersabda,

"Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya." [Hr. Bukhari dan Muslim]

Imam Ibnu Bathal menegaskan bahwa (الإمام جنة) itu sebagai pelindung interaksi manusia satu sama lain. Fungsi penguasa menurut Allah Swt. adalah melindungi kaum yang lemah di antara manusia, yakni pelindung, penjaga harta, dan kehormatan orang-orang beriman.

Sebagaimana dulu ketika orang-orang Yahudi berusaha memanfaatkan krisis keuangan Khilafah Utsmaniyah. Bapak Yahudi, Theodore Hertzl menawarkan bantuan keuangan kepada khalifah sebagai kompensasi penempatan mereka di tanah Palestina. 

Namun, Sultan Abdul Hamid II menolak tegas. Dengan lantang dan penuh Wibawa, beliau menyampaikan pernyataan yang sangat terkenal, 

"Nasihatilah Doktor Hertz, janganlah dia mengambil langkah serius dalam hal ini. Sungguh, aku tidak akan melepaskan bumi Palestina, meskipun hanya sejengkal. Tanah Palestina bukan milikku, tetapi milik kaum muslimin. Rakyatku berjihad untuk menyelamatkan tanah ini dan mengalirkan darah demi tanah ini. Hendaknya kalian menyimpan saja uangnya. Jika suatu hari khilafah terkoyak-koyak, saat itulah mereka akan sanggup merampas Palestina tanpa harus mengeluarkan uang sedikit pun. Selagi aku masih hidup, maka goresan pisau di tubuhku terasa ringan bagiku daripada aku harus menyaksikan Palestina terlepas dari khilafah. Ini adalah perkara yang tidak boleh terjadi."

Palestina Harus Dibela

Keutamaan yang Allah berikan untuk tanah Palestina dan fakta-fakta yang terjadi merupakan hal penting yang harus diketahui dan dipahami oleh setiap muslim. Seorang muslim harus menentukan sikap terhadap permasalahan Palestina. Apalagi, kondisi saudara-saudara kita di Palestina sudah sedemikian rupa penderitaannya. Sebaliknya, kekejaman yang dilakukan oleh Zionis Yahudi sudah sedemikian biadabnya, hingga tidak bisa ditolerir lagi.

Sudah saatnya seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina. Perjuangan yang dilakukan harus bersifat hakiki, yakni solusi yang menyelesaikan akar masalah. Kejahatan, kekejaman, dan kebiadaban yang dilakukan oleh Zionis Yahudi laknatullah adalah sesuatu yang harus dilawan dengan sungguh-sungguh.

Satu-satunya solusi bagi permasalahan Palestina adalah dengan cara mengusir Yahudi Israel dari bumi Palestina. Tentu dengan mengirimkan tentara-tentara muslim dari negeri-negeri muslim untuk melakukan jihad fisabilillah. Namun, jihad hanya bisa dilakukan jika dikomando oleh seorang pemimpin layaknya  ketegasan Sultan Hamid II saat menolak tawaran Hedzl. 

Muslim itu bagaikan satu tubuh di mana ketika satu tubuh sakit, maka seluruh tubuhnya akan mengalami sakit. Satu-satunya upaya untuk menghilangkan kesakitan itu adalah dengan jihad. Secara syarik, Allah Swt. mewajibkan adanya jihad. Jihad adalah bagian dari ajaran Islam. 

Jihad adalah perang melawan kaum kafir dalam menegakkan agama Allah Swt. dan menolong kaum muslimin yang dizalimi. Allah Swt. telah berfirman,

"Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian." (QS. Al Baqarah [2]: 91). 

Untuk mewujudkan syariat jihad, kita membutuhkan sebuah institusi, yaitu sebuah kekuatan negara adidaya yang akan melawan imperialisme kafir. Ini adalah amalan yang pahalanya luar biasa, ketika Allah Swt. menyerukan untuk berjihad menolong saudara-saudara di Palestina.

Umat membutuhkan seorang pemimpin yang mampu menyatukan seluruh dunia Islam agar menjadi pelindung bagi kaum muslimin. Umat membutuhkan seorang pemimpin yang menerapkan hukum-hukum Islam secara sempurna di dalam kehidupan, hingga perlindungan terhadap agama, jiwa, nasab, kehormatan, akal, harta benda bisa terwujud. Pelaksanaan syariat yang sempurna akan mengantarkan pada kemerdekaan hakiki Palestina sehingga Ramadan dapat dilalui oleh setiap muslim dengan ketaatan dan ketenangan.



Oleh: Ummu Afifah 
(Terapis Tibun Nabawi)

Sabtu, 16 Maret 2024

Harga Pangan Naik, Tradisi Buruk Setiap Jelang Ramadhan



Tinta Media - Menarik napas akhir-akhir ini terasa berat mengetahui harga-harga bahan pangan saat berbelanja di pasar.  Harga sayuran, bumbu dapur, telur, daging ayam, apalagi beras naik semua. Kegembiraan datangnya bulan suci Ramadan terkikis oleh kenyataan naiknya harga semua bahan pangan, tetapi pendapatan tetap. 

Bagaimana bisa memenuhi kecukupan gizi keluarga kalau uang yang ada hanya cukup untuk membeli beras dan sayur tanpa sumber protein? Jelang Ramadan rupanya bukan hanya ada tradisi nyadran, berziarah kubur, tetapi harga pangan naik pun jadi tradisi?  Sungguh tradisi buruk yang tidak diharapkan.

Dilansir dari Pikiran Rakyat (28/2/24),  Pemerintah Kabupaten Bandung mengakui selalu terjadi kenaikan harga Kebutuhan Pokok Masyarakat (Kepokmas)  menjelang bulan Ramadan. Untuk itu, Pemkab Bandung telah melakukan langkah-langkah pengendalian harga Kepokmas. 

Langkah-langkah tersebut antara lain melakukan koordinasi lintas sektoral dengan instansi terkait seperti Bulog, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin), dan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispangtan)  Kab. Bandung. Selain itu, mengadakan monitoring harga Kepokmas secara berkala dan mengadakan Operasi Pasar Murah (OPM).

OPM sedang gencar dilakukan oleh Bulog dan Dispangtan dengan memasarkan beras kemasan 5 kg dalam program Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP)  atau  Gerakan Pangan Murah (GPM),  serta Bantuan Pangan bagi kelompok rentan (pendapatan rendah), seperti tukang ojek, guru ngaji, dan budayawan.  

Ada pertanyaan yang menggelitik, mengapa orang yang mendapat bantuan harus dipilah-pilah? Bukankah setiap warga negara merasakan akibat kenaikan harga ini? Profesi lain pun terdampak dan terpuruk, seperti bidan, guru, ASN, dan lain-lain.

Begitulah kebijakan dalam sistem yang diterapkan di negeri ini. Solusi atas masalah hanya bersifat praktis dengan manfaat sesaat. Ibarat orang sakit nyeri sendi, hanya diberi obat pereda sakit saja, hanya mengobati gejalanya, bukan menumpas akar masalah. Maka, bila obat habis, akan terasa sakit lagi.

Kebijakan operasi pasar murah dll. pun tidak menyelesaikan masalah, hanya memberi hiburan sesaat agar rakyat tidak protes, seakan-akan penguasa perhatian pada mereka. Kebijakan seperti itu tidak menyentuh akar masalah.

Emilda Tanjung, M.Si. seorang Pengamat Kebijakan Publik menyatakan bahwa akar masalah naiknya harga bahan pangan yang berulang tiap menjelang Ramadan adalah dalam pengelolaan pangan.  

Pengelolaan pangan dalam sistem kapitalisme dilakukan oleh pihak swasta yang berorientasi pada keuntungan, bukan oleh pemerintah. Pemerintah saat ini hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Sedang pihak swasta yang memiliki modal besar, bertindak sebagai operator, pelaksana dengan kewenangan mengatur pengelolaan pangan mulai dari produksi, distribusi, sampai konsumsi.
 
Selama pengelolaan pangan dilakukan oleh swasta, maka rakyat akan menderita karena swasta tidak mengenal konsep meriayah ( mengurus, melayani ) rakyat. Yang ada, rakyat adalah target pasar bagi produknya. Bisnis ini harus menguntungkan bagi pengusaha.  Maka, dengan kewenangan dari hulu sampai hilir di tangan swasta, harga pangan tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah sekali pun. 

Berbeda dengan sistem Islam dalam naungan khilafah saat mengelola pangan. Pengelolaan pangan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Maka, pengelolaan pangan dikendalikan sepenuhnya oleh negara, bukan swasta. 

Negara mempunyai kendali di semua tahap pengelolaan pangan, mulai dari pendataan jumlah penduduk dan kebutuhan pangannya, produksi pangan apa yang diutamakan serta jumlahnya, sistem distribusi pangan yang menyeluruh ke seluruh negeri, sampai tahap konsumsi berupa kemudahan bagi rakyat untuk mendapatkan bahan pangan dengan harga yang stabil dan terjangkau. 

Paradigma pemerintah dalam sistem Islam adalah meriayah umat, mengurus urusan umat, dan melayani kebutuhannya karena Allah. Dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. 

"Ketahuilah, setiap dari kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR Al Bukhari).

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media

Senin, 11 Maret 2024

Bulan Ramadhan Mestinya Disambut Suka Cita, Tidak Kecurigaan dan Islamofobia



Tinta Media - Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky M.Si. mengatakan, mestinya bulan suci Ramadhan disambut dengan sukacita bukan dengan kecurigaan dan islamofobia. 

"Mestinya bulan suci Ramadan disambut dengan sukacita kalau perlu gegap gempita yang menunjukkan kebahagiaan bisa sampai di bulan Ramadhan, mestinya disambut dengan baik tidak dengan berbagai kecurigaan, tidak muncul kekhawatiran, tidak muncul Islamofobia," ujarnya dalam video Menag Ancam Kebhinekaan Dan Ganggu Kesucian Bulan Ramadhan di kanal Youtube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Sabtu (9/3/2024). 

Ia menilai surat edaran yang dikeluarkan Kemenag, itu menunjukkan, pertama membatasi, kedua ada kesan untuk mengekang, yang ketiga justru tidak tampak bahwa umat Islam ini sebagai masyarakat yang berbhineka yang punya tradisi Ramadhan, yang punya tradisi sebagai Muslim jadi tidak tampak kalau dibegitukan. 

"Jadi justru ini ancaman serius untuk kebhinekaan kita," tegasnya. 

Sebenarnya Indonesia itu bisa tidak punya karakter lagi ucapnya, kalau dulu misalnya orang tahu, bulan Ramadhan itu ramai, ada khas suasana Ramadhan. 

Nanti disuruh di dalam masjid diam-diam tidak boleh ada suara keluar, menurutnya, ini wujud islamofobia yang sampai kepada ketakutan terhadap  Islam terus sampai kepada membenci Islam. 

"Bukan hanya sekedar islamofobia tapi sudah sampai membenci kepada Islam, membenci ajaran-ajaran Islam sampai membenci syariatnya dan membenci syiar-syiar," tandasnya. 

Ia menyesalkan jika sampai  bulan Ramadhan itu  ternodai dengan rencana untuk membatasi, mengekang, intinya tampak ketidaksukaan ada syiar-siar Ramadhan itu. 

Menurutnya, ini persoalan yang sangat serius dan menunjukkan isi kebijakan pemerintahan Pak Jokowi hari ini melalui Kemenag. Jadi tampak sekali ketidaksukaan terhadap syiar-syiar Ramadhan, syiar-syiar Islam, tidak suka juga dengan ajaran-ajaran Islam, tampak islamofobia. 

"Sampai kepada kebencian terhadap ajaran Islam, kebencian terhadap para aktivis-aktivis yang menjalankan ajaran Islam dengan suka cita dengan sesuai hak-haknya," sambungnya. 

Ia mengungkapkan ini menunjukkan  karakter orang yang tidak toleran, tidak memahami makna kebhinekaan di dalam negara yang memang mayoritas masyarakat Muslim dan hidup berbhineka tunggal ika. 

Ia menyebutkan hal ini persoalan mendasar yang sangat fundamental yang sangat serius, yang tidak dipahami oleh para pejabat. 

"Sehingga mengganggu keberadaan kita sebagai Muslim, mengganggu keberadaan  kita sebagai bangsa yang berbhineka, masyarakat yang beraneka ragam suku bangsa dan juga ajaran agamanya, di situ persoalannya," pungkasnya. [] Muhammad Nur

Menag Terbitkan SE tentang Pengeras Suara di Masjid dan Mushola, Wahyudi: Aneh!



Tinta Media - Merespons Surat Edaran Menteri Agama No/SE/05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky, M.Si., mengatakan, aneh jika ada pemimpin yang justru tidak suka dengan tradisi masyarakatnya sendiri, memusuhi tradisinya sendiri, bahkan memusuhi ajaran agamanya sendiri. 

"Aneh kalau ada suatu pemimpin yang justru tidak suka dengan tradisi masyarakatnya sendiri dan memusuhi tradisinya sendiri bahkan memusuhi ajaran agamanya sendiri. Suatu keanehan yang luar biasa bahwa ini memang persoalan yang sangat serius yang ada di rezim saat ini," tuturnya dalam video Menag Ancam Kebhinekaan dan Ganggu Kesucian Bulan Ramadhan? Di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Sabtu (9/3/2024). 

Pada akhirnya, lanjut Wahyudi, masyarakat mempunyai penilaian bahwa rezim sekarang ini tidak suka terhadap Islam, atau fobia terhadap Islam, bahkan sampai pada level tidak suka terhadap Islam dan ajarannya termasuk ritual-ritualnya. Termasuk tradisinya tidak suka, bahkan benci sampai ke level membenci dan memusuhi sehingga membuat aturan-aturan yang tampak sekali menunjukkan ketidaksukaan itu terjadi. 

"Misalnya, masak takbir yang orang diperintahkan oleh Nabi semalaman kemudian diatur, takbirnya sampai jam 22:00 kemudian suruh takbir di dalam masjid, di dalam rumah masing-masing itu tidak ada syiarnya. Justru takbir itu dikumandangkan bergema di seluruh penjuru dunia. Itu perintahnya begitu, bukan sembunyi-sembunyi atau mengecilkan suara," imbuhnya. 

Kemudian Wahyudi menilai bahwasanya pemerintah hari ini, pertama tidak paham kehidupan bernegara yang berbhineka tunggal ika. Kedua, bisa tidak paham terhadap syiar Islam atau bahkan sampai sengaja di level tidak suka kepada syiar-syiar itu sampai pada level membenci. Itu merupakan urusan yang serius dan mengganggu kebahagiaan masyarakat. 

"Orang yang mau masuk Ramadhan dibuat seperti ini saya pikir tidak ada kebahagiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ketika semua urusan tampak seolah-olah diatur-atur bahkan dikekang sampai kentara dibenci dan akhirnya dimusuhi," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Minggu, 10 Maret 2024

Ramadhan, Momentum Persatuan Umat Islam



Tinta Media - Bulan suci Ramadhan akan menaungi umat Islam sedunia, tamu istimewa dan syiar Islam yang mulia. Namun sayang, Ramadhan yang semestinya jadi momen kesatuan umat terkadang terganggu oleh adanya perbedaan awal dan akhir Ramadhan. Hal ini merupakan masalah yang sering terjadi di dunia Islam. Antara negara yang satu dengan negara lainnya. Tentunya di era kecanggihan teknologi komunikasi dan globalisasi Informasi saat ini, perbedaan tersebut mengusik pikiran kita.

Perbedaan dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan, menurut sebagian pemikir muslim bisa terjadi karena faktor astronomi, faktor fikih dan faktor politik. Faktor politik inilah yang dianggap sebagai faktor yang paling dominan. Karena secara politik, umat Islam kini hidup tersekat-sekat dalam beberapa bangsa dan negara. Setiap negara menentukan awal dan akhir Ramadhannya sendiri-sendiri. Bahkan sebagian dari mereka tidak memperhatikan nash-nash syara’.

Kekuasaan dan fanatisme atas wilayah negara dan bangsa mereka menjadi dasar dalam menentukan perkara ini. Padahal keterpecahan mereka saat ini adalah rekayasa imperialisme Barat, bukan perasaan kebangsaan murni. Lihatlah bangsa Arab yang berpenduduk sekitar 325 juta terbagi dalam sekitar 24 negara? Begitu pun Indonesia, Malaysia, Brunei, yang serumpun menjadi negara-negara yang terpisah. Padahal seharusnya 1,7 miliar kaum muslimin di dunia hidup dalam satu naungan negara, sebagaimana masa peradaban Islam dahulu.

Faktor politik kebangsaan inilah yang menjadi faktor terpecahnya umat Islam, termasuk dalam penentuan awal-akhir Ramadhan. Terjadinya perbedaan pendapat di internal umat Islam sebenarnya dapat ditoleransi, selama pendapat tersebut termasuk pendapat Islami dan tidak menyebabkan perpecahan di dalam tubuh umat Islam. Sedangkan perbedaan penetapan awal-akhir Ramadhan ini tergolong ke dalam perkara yang tidak bisa ditoleransi, sebab berdampak luas pada perpecahan umat Islam,

Perpecahan tersebut di antaranya kekacauan dan ketidakbersamaan dalam melaksanakan ibadah puasa termasuk dalam menampakkan syi’ar hari raya. Perbedaan dalam perkara ini tidak tergolong rahmat, sebab di dalamnya berkaitan dengan halal-haram dan perpecahan dunia Islam. Perbedaan awal-akhir Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun-tahun tertentu harusnya membuat kita malu. Coba perhatikan, Umat Nasrani saja bisa bersatu saat perayaan Natal 25 Desember, sebagaimana Yahudi, Budha, Hindu, dan yang lainnya. Mereka semua kompak dalam kebersamaan hari-hari besar perayaan agama mereka. Mengapa umat Islam tidak bisa?

Dari sini ada pelajaran yang sangat berharga bahwa umat Islam sangat memerlukan Institusi politik pemersatu. Institusi dengan kekuatan yang sanggup menyatukan kaum Muslimin dari Maroko hingga Merauke. Dari wilayah barat hingga timur. Sehingga, ketika menentukan awal Ramadhan adalah keputusan global dari Institusi politik yang satu. Institusi tersebut melakukan rukyat secara global dan hasil rukyat akan diberlakukan global kepada seluruh umat Islam. 

Patutlah arahan dari Imam al-Maziri rahimahullah kepada kita ketika mensyarah hadis-hadis Shahih Muslim terkait rukyatul hilal, tentang institusi politik seperti apa yang sanggup mempersatukan umat Islam dalam awal-akhir Ramadhan, ia menjelaskan, "ika hilal telah terbukti oleh Khalifah maka seluruh negeri-negeri Islam wajib merujuk hasil rukyat itu, Sebab rukyat Khalifah berbeda dengan rukyat dari selain Khalifah. Karena seluruh negeri-negeri yang berada di bawah pemerintahannya dianggap bagaikan satu negeri. (Al-Mu’lim bi Fawâ`id Muslim, II/44-45). Wallahu a’lam.[]

Oleh: Cicin Suhendi 
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 18 Februari 2024

Bulan Ramadan: Saatnya Jadikan Takwa sebagai Visi Perubahan



Tinta Media - Beberapa saat lagi kita akan bertemu dengan bulan suci Ramadhan. Bulan yang mulia lagi utama disisi Allah. 

Bulan Ramadhan merupakan salah satu waktu yang paling utama bagi kaum muslimin untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah daripada bulan-bulan yang lainnya. Karena di bulan itu turunlah pedoman hidup umat Islam yang sempurna, yakni Al Quran. Allah berfirman yang artinya, 

"Bulan Ramdhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang benar dan yang salah). ... ". (QS.Al Baqarah:185). 

Saking utamanya bulan Ramadhan, puasa dan sholat malam yang dilaksanakan di dalamnya dapat menggugurkan segala dosa yang lampau orang beriman. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah yang artinya, 

"Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dalam kondisi beriman dan semata-mata menjalankan perintah Allah. Niscaya diampuni segala dosanya yang telah lalu". (Muttafaq 'alaih). 

Dan Rasulullah pun bersabda, 

"Barang siapa yang mendirikan malam selama bulan Ramadhan dalam kondisi beriman dan semata-mata melaksanakan perintah Allah. Niscaya diampuni segala dosanya yang telah lalu". (Muttafaq 'alaih). 

Jadi, kaum muslimin hendaknya meningkatkan kualitas dan kuantitas amal ibadahnya di bulan Ramadhan agar mendapatkan keutamaannya. Karena bulan ini merupakan momentum yang terbatas dan hanya terjadi satu tahun sekali. 

Beberapa aktivitas ibadah yang dapat dilakukan selama Ramadhan itu seperti, pertama, menyempurnakan pengamalan ibadah wajib. Contohnya, mengintensifkan sholat berjam'ah di masjid dan disiplin menghadiri kajian seputar tsaqafah Islam. 

Kedua, menambahkan dan mengonsistenkan ibadah sunnah. Contohnya, intens nderes baca Al Quran, merajinkan sedekah dan mengonsistenkan sholat-sholat sunnah. 

Ketiga, meminimalisir melakukan perkara yang sebatas boleh. Misalnya, main game dan scroll media sosial. 

Keempat, meninggalkan hal-hal yang makruh. Misalkan, memakan makanan yang tidak bau menjelang sholat taraweh dan ketika sahur menjelang imsak. 

Kelima, menghentikan diri dari melakukan hal-hal yang haram. Misalnya, batal puasa, judi slot dan trading. 

Lima perkara di atas itu pada dasarnya mesti dilanjutkan pasca bulan Ramadhan juga. Karena sebetulnya syariat-syariat itu senantiasa berlaku bagi seluruh kaum muslimin, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. 

Selain hal-hal di atas, ada satu hal penting yang harus difokuskan kaum muslimin secara universal di bulan Ramadhan nanti, yaitu mereka harus menentukan dan memperjuangkan secara sungguh-sungguh visi perubahan kaum muslimin ke depan. 

Visi perubahan ini bersifat mendesak. Visi perubahan ini bukan bersifat temporal dan parsial, tapi harus kokoh dan mendasar. Alasannya, karena itulah satu-satunya solusi kaum muslimin agar dapat hidup dalam suasana keimanan dan ketakwaan yang menyeluruh 

Visi perubahan ini bukan didasarkan pada perasaan dan rasa kebangsaan manusia. Namun, berasakan wahyu Allah. Allah berfirman yang artinya, 

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa". (QS.Al Baqarah:183). 

Memang benar, ayat di atas merupakan argumentasi kewajiban berpuasa. Namun di kata terakhirnya terdapat lafaz "agar kamu bertakwa". Lafazh ini jika merujuk kepada aktivitas shaum. Dengan aktivitas puasa, seharusnya kaum muslimin dapat menjadi pribadi yang penuh dengan ketakwaan. 

Ketakwaan adalah menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Selama bulan Ramadhan kaum muslimin diharapkan memiliki visi perubahan hakiki kepada takwa. Baik takwa pada masing-masing individu, yaitu menjadikan pribadinya  sholeh dan sholehah. Atau takwa pada masyarakat, dengan mengubah masyarakat menjadi pihak yang saling peduli dan saling menasihati dengan sesamanya. Ataupun takwa pada negara, dengan menjadikan negara didasari oleh Aqidah Islam, menjalankan syariah Islam secara total dan menegakkan kedaulatan di tangan Allah dalam sistem khilafah. 

Dengan demikian, puasa kaum muslimin akan lebih terjaga dan bisa sampai kepada derajat takwa yang sempurna. 

Maka, ayo kita jadikan bulan Ramadhan tahun ini sebagai momentum dalam menetapkan dan mewujudkan visi perubahan yang mengarah kepada ketakwaan secara total.

Oleh: Nurhilal AF Abdurrasyid
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 02 Mei 2023

Pasca Ramadan Saatnya Surplus kebaikan, Bukan Defisit kebaikan

Tinta Media - Awal adalah pembuka jalan segalanya, karena penyesalan datang di akhir dan terjadi ketika kita melakukan permulaan yang salah. Langkah awallah yang menjadikan kita berani maju untuk lebih baik dari sebelumnya. Jika hari ini belum bisa melangkah untuk permulaan, setidaknya kita sudah membungkam semua rasa ketakutan bersama pandangan. Jika hari ini akal berpikir yang sia-sia, semoga esok hari mampu berpikir banyak kebaikan yang memberi manfaat, baik bagi diri ataupun sesama. 

Senyuman Ramadan yang Ditunggu orang Indonesia

Akar kata dari Ramadan ialah sesuatu yang dibakar/panas, yaitu untuk membakar dosa yang ada di tubuh manusia, lalu diberi kemuliaan dengan lailatul qadr. Lantas, sudahkah kita berhasil menyukseskan Ramadan lalu? Seberapa kuat kita kemarin menahan hawa nafsu demi menggapai jannah Allah?

Semua tahu, Ramadan lalu sangat berat. Akan tetapi, apa kita menyerah begitu saja dengan mudahnya dan berkata 'sulit banget'? Apa kita menyadari sedikit saja, dosa dan perbuatan yang sering dilakukan sebelum Ramadan, saat Ramadan, dan setelah Ramadan berakhir? 

Ayolah, kawanku, hurry up !

Jangan kalah dengan hawa nafsu! Jangan sampai pasca Ramadan tahun ini mengalami defisit kebaikan! Jadikan Ramadan sebagai waktu eksponensial yang menjadi salah satu akselerator untuk mengurangi devisit keburukan. Kembali ke konsep ekonomi, harga dan motif adalah tujuan. 

Jika sulit berubah, berkawanlah dengan orang alim agar bisa diajak untuk beralih dari keburukan menuju kebaikan. Jika egois, ingatlah umur dan kehidupan itu singkat. Jika malu dan introvert, maka challenge diri untuk keluar dari zona nyaman

Tidak ada kata capek dan menyerah sebelum kata menyerah dan capek itu lelah mengejar kita. Tidak ada kata sakit jika belum merasakan bagaimana dicabut salah satu nikmat dari banyaknya nikmat yang ada pada diri kita. Tidak ada kata sukses dan berhasil jika kawan kita masih termenung dan berjalan ke arah yang dia sendiri tidak mengetahui. 

Salah satu amal kebaikan tersebut adalah dengan ringan dalam berbagi, baik ilmu ataupun juga harta. Keinginan apa pun bakal terwujud. Utang berapa pun insyaallah akan lunas. 

Kaya adalah soal mentalitas, sehingga jika kamu ingin menjadi kaya, maka yang pertama harus dibetulkan adalah niat dan mindset, berawal dari niat ingin menjadi kaya. Ini karena niat dan mindset tersebut menjadikannya bagian dari mentalitas diri, sesuai apa-apa yang termaktub dalam Al-Qur'an 

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki sebaik-baiknya.”
(QS. Saba’: 39).

Pasca Ramadan ini kita senantiasa memiliki mentalitas kaya, karena diri kita bisa paham, kapan dan momentum apa yang bisa membuat kita bisa berbagi segala yang kita miliki, lebih dari sebelum memasuki bulan Ramadan lalu.⁰

Oleh: Muhammad Nur Bintang Saputra
Mahasiswa aktif STEI SEBI

Sabtu, 15 April 2023

Ustadzah Indri: Bulan Ramadhan Merefleksikan Tiga Hal

Tinta Media - Aktivis Muslimah yang juga Mubalighoh Jawa Barat, Ustadzah Indri Liestianti mengungkapkan bahwa bulan Ramadhan merefleksikan tiga hal.

"Bulan Ramadhan, baik secara tataran syariah maupun dalam konteks syariah, setidaknya merefleksikan tiga hal. Yang pertama ketaatan, yang kedua perjuangan, yang ketiga pengorbanan," tuturnya dalam program acara Teman Sahur : Amalan Terbaik di 10 Hari Terakhir Ramadhan, Selasa (11/4/2023) di kanal Youtube Lembur Dakwah.

Menurutnya, ketiga hal tadi harapannya harus senantiasa dijaga dan dipelihara oleh setiap individu kaum muslimin.

"Tentunya, bukan hanya selama Ramadhan, tetapi juga selepas Ramadhan. Selesai Ramadhan diharapkan semua kaum muslimin baik secara individu, masyarakat, dan juga negara bisa menerapkan seluruh apa yang ada di dalam Islam," harapnya.

Ustadzah Indri mengungkapkan, banyak hadits yang sudah diterima dari Rasulullah SAW terkait dengan keutamaan-keutamaan hari-hari di bulan Ramadhan.

"Ada satu hadits yang menjelaskan kepada kita bahwasannya sepuluh hari pertama di bulan Ramadhan itu adalah hari rahmat dan hari kasih sayang yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita. Hari yang penuh kasih sayang dan rahmat," ucapnya menegaskan.

Sepuluh hari pertengahan, lanjutnya, maka itu adalah hari penuh ampunan dari Allah SWT. Kemudian sepuluh hari terakhir itu adalah hari pembebasan dari api neraka.

"Kemudian senada dengan hal tadi, kita pun melihat bagaimana Rasulullah SAW begitu concern untuk menjelaskan kepada kita supaya kita fokus mempersiapkan Ramadhan," jelasnya.

Dalam haditsnya, Rasulullah SAW menyabdakan bahwa telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan mubarak, syahru mubarak.

"Jadi, bulan Ramadhan itu adalah bulan yang penuh berkah yang di dalamnya akan dibukakan pintu-pintu syurga, dan di sana juga akan ditutup pintu-pintu neraka. Kemudian juga para syaithon akan dibelenggu," terangnya.

Malam Lailatul Qodar

Ustadzah Indri menerangkan bahwa di akhir haditsnya itu Rasulullah mengatakan bahwa ada satu malam yang kebaikan malamnya itu melebihi dari seribu bulan.

"Di sana kita merenung, bahwasannya ada satu malam kebaikan. Hal tersebut menguatkan apa yang sudah kita tahu dari Al-Qur'an, karena Allah SWT juga memfirmankan di dalam surat Al-Qur'an  dari ayat pertama sampai ayat terakhir," ujarnya.

"Inna anjalnahu fii lailati al qadri, wa maa adroka maa lalatu al qadri, lailatu al qadri khairun min alfi syahrin, tanazzalu almalaaikatu wa arruhu fiihaa  bi idzni rabbihim min kulli aamrin, salaamun hiya hatta mathla'i al fajri. Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam lailatul qadar. Apakah kalian tahu apa itu malam lailatul qadar. Malam lailatul qadar adalah malam yang baik dari seribu bulan. Di malam itu diturunkan para malaikat dan Jibril dengan izin Allah SWT sebagai  tuhan kalian untuk mengurusi segala macam urusan kaum muslimin yang pada malam itu akan selamat dan sejahtera ssmpai munculnya fajar," kutipnya.

"Di situ, kita bisa melihat bahwa ada satu keistimewaan di malam lailatul qadar, di sepuluh malam terakhir. Maka, kalau kita juga ingat dengan sepuluh malam pertengahan  di bulan Ramadhan, di situ ada malam 17 Ramadhan yaitu malam diturunkannya Al-Qur'an secara sempurna. Diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah SAW untuk disampaikan kepada umatnya agar diamalkan, menjadi way of life atau pegangan hidup kita dalam melaksanakan yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi atau menghindari apa yang dilarang oleh Allah SWT," urainya.

Riyadhoh

Ustadzah Indri menjelaskan bahwa konsekwensi dari ketaatan  terutama di bulan Ramadhan ini, menjalani riyadhoh atau latihan.

"Maka ketaatan itu akan melahirkan konsekwensi kita untuk melaksanakan segala hukum-hukum di dalam Al-Qur'an itu tadi. Jadi, kalau kita simpulkan, semakin kita taat di malam sepuluh hari pertama di bulan Ramadhan, maka Allah akan menurunkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita. Kemudian ketika kita konsekwen melaksanakan seluruh amalan yang ada di dalam Al-Qur'an dengan perjuangan penuh, maka Allah akan memberikan ampunan. Kemudian kita akan istiqamah," bebernya.

Ustadzah Indri mengajak untuk mengevaluasi diri, bahwa hari ini Islam masih belum tegak. 

"Oleh karena itu, kita terus berjuang, kita terus berjuang meminta, memohon kepada Allah SWT untuk diberikan kekuatan dalam perjuangan kita, istiqamah dalam perjuangan kita untuk mencapai kepada target akhir supaya Islam bisa tegak di muka bumi ini," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka

Jumat, 14 April 2023

Syaikh Ro’i Abul Qarim Beberkan Amalan Sahabat Rasulullah Di Bulan Ramadhan

Tinta Media - Ulama asal Mesir Syaikh Ro’i Abul Qarim menjelaskan amalan para sahabat Rasulullah ﷺ selama di bulan Ramadhan.

“Para sahabat Nabi Muhammad ﷺ banyak mengamalkan amalan, seperti Abdullah Ibnu Mas’ud, dan lainnya. Para ‘ulama juga banyak mengkhatam Al-Qur’an di bulan Ramadhan,” tuturnya acara Multaqo Ulama kota Samarinda di kediaman Habib Alwy Hamid bin Baraqbah, Ahad (9/4/2023).

Tak hanya itu, ia menambahkan selain membaca al-Qur’an, zikir itu juga adalah amalan untuk diri sendiri. Namun, ada amalan yang lebih afdhal yakni amalan sosial.

"Semisal hadits barang siapa yang memberikan makan kepada orang puasa maka akan terbebas dari api neraka. Walaupun hanya seteguk air, ataupun sebiji kurma,” tambah Syaikh Ro’i Abul Qarim di kediaman Habib Alwy Hamid bin Baraqbah.

Dakwah

Selain Syaikh Ro'i, hadir juga Ustaz Muhammad Yuslie, M.Pd. yang menjelaskan kehidupan Rasulullah ﷺ.

“Kehidupan Rasulullah ﷺ  adalah kehidupan dakwah. Hayatur rasul hayatud dakwah. Rasulullah ﷺ  hadir di Makkah mendakwahi mereka, mengajak mereka kepada jalan Islam. Mengajak dari kegelapan menuju cahaya,” jelasnya.

Ia menambahkan juga kondisi umat saat ini dengan umat terdahulu memiliki kondisi yang hampir sama.

“Kalau umat terdahulu menyembah Latta, Ula dan Uzza, umat sekarang (menyembah) paham yang tidak sesuai dengan Islam. Menjadikan ide demokrasi sebagai paham mereka. Mengambil aturan selain aturan Islam,” pungkasnya.[] Amar Dani
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab