Tinta Media: RUU Kesehatan
Tampilkan postingan dengan label RUU Kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label RUU Kesehatan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 06 Juli 2023

Praktisi Kesehatan Sampaikan Dua Poin Penting Terkait RUU Kesehatan

Tinta Media - Praktisi Kesehatan dr. Atim menyampaikan dua poin penting menanggapi RUU Kesehatan. 

“Pertama, dari sisi saya sebagai seorang dokter, praktisi kesehatan bahwa RUU Kesehatan ini ternyata tidak ada jaminan perlindungan hukum ketika seorang dokter itu melakukan tugasnya. Sedangkan kedua, dari sisi masyarakat, saya melihat ke depannya akan lebih berat dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya,” ungkapnya dalam Program Islamic Lawyers Forum: Ada Apa Dengan RUU Kesehatan, di kanal Youtube Rayah TV, Ahad (25/6/2023).

Poin pertama, menurutnya dicontohkan pada beberapa kasus dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang pernah dianiaya oleh keluarga pasien atau yang mengaku keluarga pasien.

“Contoh nyata yaitu waktu kasus di Lampung, tenaga medis dipukuli. Saya sebagai teman sejawat merasa kasihan, orang yang berusaha menolong pasien dengan sepenuh hati untuk menyelamatkan jiwa pasien, kok masih dipukuli,” tuturnya.

Maka ia mengharapkan ke depannya para praktisi kesehatan, para tenaga medis, para medis itu lebih terlindungi ketika memberikan pelayanan kesehatan. 

“Maksudnya ada payung hukum yang melindungi mereka. Karena dalam pandangan saya, seorang dokter, seorang perawat, atau tenaga medis yang lain, mereka melaksanakan tugasnya. Insyaa Allah mereka itu benar-benar mau menolong pasiennya,” harapnya.

Sedangkan poin kedua, ia mengkritisi beban kesehatan masyarakat menjadi semakin berat dipenuhi. Hal ini disebabkan biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat.

“Alasannya karena adanya data anggaran negara terkait kesehatan akan dihilangkan dari APBN sebesar 5-10%, mungkin sekitar 2000 triliun. Jumlah itu saja masih kurang untuk kesehatan, apalagi jika akan dihilangkan,” kritiknya.

Kembali dr. Atim menyampaikan harapannya terkait RUU Kesehatan ini ke depannya mampu memperbaiki kondisi masyarakat, termasuk dalam pelayanan kepada masyarakat dan lebih menjamin kesehatan masyarakat.

“Tentu ini harapan kita semua, baik masyarakat kalangan atas, kalangan bawah, dan kalangan menengah, semuanya bisa mengakses fasilitas-fasilitas kesehatan dengan mudah dan murah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Jumat, 16 Juni 2023

RUU KESEHATAN: TERJADI PERUBAHAN PARADIGMA DARI HEALTH CARE MENJADI HEALTH INDUSTRY?

Tinta Media - Merujuk konsideran atau dasar pertimbangan didalam RUU Kesehatan terdapat penegasan secara jelas tanpa keraguan yaitu

Bahwa pembangunan kesehatan masyarakat semakin terbuka sehingga menciptakan kemandirian dan mendorong perkembangan industri kesehatan nasional pada tingkat regional dan global serta mendorong peningkatan layanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kemakmuran yang berkelanjutan;

Di dalam pertimbangan tersebut terdapat 2 (dua) frasa yang dinilai mendorong liberalisasi kesehatan yaitu MENCIPTAKAN KEMANDIRIAN dan MENDORONG INDUSTRI KESEHATAN.

Mengutip pendapat Shaffer dalam bukunya yang berjudul Child Development, menyatakan kemandirian adalah kemandirian sebagai kemampuan untuk membuat keputusan dan menjadikan dirinya sumber kekuatan diri sehingga tidak bergantung kepada orang lain atau ”the capacity to make decisions independently, to serve as one`s own source of strength, and to otherwise manage one`s life tasks without depending on others for assistance”.

Jika berdasarkan definisi di atas, yang menjadi pertanyaan adalah apakah Pemerintah bermaksud mendorong agar rakyatnya tidak bergantung kepada Pemerintah dalam hal kesehatan? Mendorong agar rakyatnya untuk berupaya sendiri untuk memperoleh fasilitas kesehatan?

Jika itu yang dimaksud, apakah Negara tidak masuk kategori berlepas diri dari urusan rakyatnya? Menjauhkan peran negara dalam urusan pelayanan kesehatan dan cenderung menyerahkan pada mekanisme pasar. 

Padahal, kewajiban negara adalah menjamin kesehatan bagi setiap warga negara, seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat 1, UUD 1945 pasal 34 ayat 3, UU No. 26 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Sedangkan BPJS tidak murni tanggung jawab negara karena masyarakat turut serta menanggung biaya kesehatan dengan cara iuran, masyarakat saling bahu-membahu atau gotong royong dengan mengumpulkan iuran bulanan termasuk rakyat miskin pun mesti iuran BPJS jika ingin mendapatkan fasilitas kesehatan.

Sedangkan terkait Industri Kesehatan, apabila dimaknai perlu dikembangkan oleh negara tanpa swastanisasi/privatisasi untuk mengurangi ketergantungan pada obat dan alat kesehatan impor, maka ini sangat baik.

Namun jika dimaknai sebagai privatisasi/swastanisasi maka akan menjadi persoalan karena dikhawatirkan akan menyerahkan kepada mekanisme pasar.

Masyarakat seolah-olah berhadapan dengan pasar yang diasumsikan mempunyai tangan tak terlihat (invisible hands) dan akan menghasilkan keadaan yang tidak menguntungkan bagi semua pihak. 

Dengan kata lain, privatisasi yang bertujuan untuk efisiensi anggaran negara dapat berdampak negatif pada warga bahkan menghasilkan perubahan sosial negatif yakni terfragmentasinya masyarakat oleh pasar sehingga membuat mereka semakin tidak berdaya.

Potensi perubahan paradigma dari health care menjadi health industry dapat menghilangkan substansi utama dari pelayanan kesehatan.

Semoga yang demikian tidak terjadi.

Demikian.
IG @chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH Pelita Umat dan Mahasiswa Doktoral

Minggu, 11 Juni 2023

IJM: RUU Kesehatan Seharusnya Fokus pada Pelayanan Kesehatan

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana membeberkan bahwa  Rancangan Undang-Undang (RUU ) kesehatan Omnibus Law harus fokus terhadap pelayanan kesehatan. 

"RUU kesehatan seharusnya berfokus pada penuntasan problem serius saat ini yakni kelalaian negara dalam menjamin kebutuhan tiap individu publik terhadap pelayanan kesehatan," ujarnya dalam program Aspirasi: Ribuan Dokter dan Perawat Turun Ke Jalan! Jalan Gatot Subroto Lumpuh, Senin (5/6/2023) di kanal Youtube Justice Monitor. 

Ia mengatakan pemerintah sering membuat aturan yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat. Permasalahan yang sudah ada hanya akan ditumpuk dengan masalah lain melalui solusi yang tidak tuntas yang ditawarkan oleh pemerintah. 

"Pasalnya yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah jaminan mendapatkan pelayanan kesehatan yang gratis profesional dan tidak diskriminatif," tegasnya. 

Ia mengungkapkan harga pelayanan kesehatan semakin mahal, di samping itu seiring meluasnya cakupan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Kesehatan, kualitas pelayanan makin mengirit dan makin jauh dari harapan. diskriminasi pelayanan kesehatan pun Kian kronis dan meluas tidak sekali dua kali. 

"Inilah pil pahit kelalaian negara yang harus ditanggung oleh masyarakat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya konsekuensi logis akibat penerapan peraturan perundang-undangan sekuler kapitalisme di bidang kesehatan," bebernya. 

Ia menyatakan akar persoalan kelalaian itu berlangsung sejalan dengan dilegalkannya industrialisasi sistem kesehatan yang berujung pada kesengsaraan publik dan tergadainya idealisme insan kesehatan," ungkapnya. 

"Peristiwa getir masyarakat ketika berupaya mendapat pelayanan kesehatan bagi kesembuhan dan keselamatan jiwa mereka sebut saja kematian pasien miskin rumah sakit umum daerah ( RSUD ) bulukumba di kantor pendudukan catatan sipil (Dukcapil) saat mengurus kartu tanda penduduk (KTP)," imbuhnya. 

Ia mengatakan karakter sistem kesehatan kapitalisme berupa pelayanan BPJS Kesehatan misalnya, merupakan sistem rujukan kapitalistik dan konsep pembayaran untuk kepentingan bisnis BPJS Kesehatan belaka. "Bukan untuk kesembuhan dan keselamatan jiwa pasien," imbuhnya. 

Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 tahun 2018 tentang penjaminan pelayanan persalinan dengan bayi lahir sehat dinilainya sebagai diskriminatif. "Dan berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan jiwa bayi dari sisi masyarakat khususnya pasien dan dari sisi keberadaan dokter dan insan kesehatan," ujarnya. 

Agung menuturkan kelalaian negara melalui pelegalan industrialisasi sistem kesehatan tidak kalah serius bahayanya. Idealisme dan dedikasi insan kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dibajak oleh berbagai bisnis korporasi. 

"Mulai dari bisnis institusi pendidikan tenaga kesehatan khususnya kedokteran, industri farmasi, lembaga keuangan kapitalis BPJS Kesehatan bagi pembiaya hingga ke rumah sakitnya," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Kamis, 08 Juni 2023

RUU Kesehatan Omnibus Law Jadi Jalan Legal Industrialisasi Kesehatan


Tinta Media - "RUU Kesehatan Omnibus Law menjadi jalan dilegalkannya industrialisasi sistem kesehatan yang berujung pada kesengsaraan publik dan tergadainya idealisme Insan kesehatan," tutur Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana dalam program Aspirasi: Ribuan Dokter dan Perawat Turun Ke Jalan! Jalan Gatot Subroto Lumpuh! Senin ,(5/6/2023) di kanal Youtube Justice Monitor.

Menurutnya, RUU Kesehatan Omnibus Law seharusnya berfokus pada penuntasan problem serius saat ini yakni kelalaian negara dalam menjamin kebutuhan tiap individu publik terhadap pelayanan kesehatan dan akar persoalannya. "Kelalaian itu berlangsung sejalan dengan dilegalkannya industrialisasi sistem kesehatan yang berujung pada kesengsaraan publik dan tergadainya idealisme Insan kesehatan," ujarnya. 

Agung menilai, diskriminasi pelayanan kesehatan pun kian kronis dan meluas tidak sekali dua kali ini saja. 

"Peristiwa getir masyarakat ketika berupaya mendapat pelayanan kesehatan bagi kesembuhan dan keselamatan jiwa mereka, sebut saja kematian pasien miskin RSUD Bulukumba di kantor Dukcapil saat mengurus KTP sebagai prasyarat pelayanan BPJS Kesehatan, demikian juga kematian dua orang bayi ketika dilahirkan dengan pelayanan BPJS Kesehatan di RSUD Jombang dan di Puskesmas Tembilahan,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, demikian juga sejumlah aturan yang dibuat BPJS Kesehatan diantaranya peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 tahun 2018 tentang penjaminan pelayanan persalinan dengan bayi lahir sehat. Ini peraturan diskriminatif dan berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan jiwa bayi, khususnya pasien.

Dari sisi keberadaan dokter dan insan kesehatan lainnya kelalaian negara, kata Agung, melalui pelegalan industrialisasi sistem kesehatan tidak kalah serius bahayanya idealisme dan dedikasi insan kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dibajak oleh berbagai bisnis korporasi mulai dari bisnis institusi pendidikan, tenaga kesehatan, khususnya kedokteran, industri Farmasi, lembaga BPJS Kesehatan sebagai pembiayaan hingga ke rumah sakitnya.

“Walhasil tidak adanya urgensi yang jelas dalam rencana pembentukan Omnibuslaw kesehatan dalam upaya menjawab permasalahan kesehatan alih-alih menyelesaikan masalah kesehatan pemerintah justru membentuk suatu aturan yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat akan jaminan mendapatkan pelayanan kesehatan yang gratis profesional dan tidak diskriminatif,” ujarnya.

“Inilah pil pahit kelalaian negara yang harus ditanggung oleh masyarakat dokter dan tenaga kesehatan lainnya konsekuensi logis akibat penerapan peraturan perundang-undangan sekuler kapitalisme di bidang kesehatan apapun itu termasuk undang-undang Kesehatan Nomor 37 tahun 2009 dan undang-undang BPJS Kesehatan. Akhirnya sistem kesehatan makin terindusterialisasi semua ini didukung penuh oleh penerapan sistem kehidupan sekuler khususnya sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme,” pungkasnya.[]  Rohadianto

Sabtu, 13 Mei 2023

Help Syariah: RUU Kesehatan Omnibus Law Bukti Kegagalan Negara

Tinta Media - Dokter Mustakim dari Help Syariah menilai bahwa RUU Kesehatan Omnibus Law adalah bukti kegagalan negara di bidang kesehatan.

“Jadi, salah satunya memang kegagalan dan kemudian lepas tanggung jawab. Padahal, kalau kita lihat sebenarnya sektor kesehatan ini mulai dari hulu sampai hilir mestinya adalah tanggung jawab dari negara," ujarnya dalam program Kabar Petang: Gaspol! Rame - Rame Tolak RUU Kesehatan Kamis (4/5/2023) di kanal YouTube Khilafah News.

Menurutnya, negara itu yang menyediakan pendidikan kesehatan mulai dari pendidikan dokter, pendidikan perawat, dan sebagainya. "Tapi kan banyak sekali yang kemudian dilimpahkan kepada swasta,” ujarnya. 

Ia menjelaskan bahwa dari sisi pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tidak diberikan kualitas yang cukup mumpuni oleh negara dan jumlah dokter yang ada tidak sebanding dengan jumlah pasiennya yang banyak.

“Di kota-kota aja pasien itu masih numpuk apalagi kemudian di daerah-daerah. Nah ini sebenarnya adalah tanggung jawab dari pemerintah, organisasi profesi itu tanggung jawabnya adalah meregulasi kemudian membina anggota-anggotanya,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa lahirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga merupakan indikasi negara lepas tanggung jawab untuk menyehatkan masyarakat dan termasuk juga terkait pemerataan Sumber Daya Manusia (SDM).

“Itu tanggung jawab negara bukan tanggung jawab organisasi profesi. Nah ini kemudian wacana yang dikembangkan seolah-olah semuanya salahnya organisasi profesi kemudian organisasi profesi di breidel. Dihilangkan wewenang-wenangnya kemudian semuanya diambil negara,” ujarnya.

Akar Masalah

Mustakim menjelaskan bahwa akar masalah di bidang kesehatan adalah ideologi yang dianut negara yaitu kapitalisme. Ideologi kapitalis memandangan bahwa kesehatan itu adalah komoditas. Maka semuanya itu dilakukan secara swasta tetapi catatannya adalah swasta yang professional.

“Nah kalau di Indonesia ini kan setengah-setengah. Dikatakan kapitalis nggak mau. Dikatakan sosialis ya nggak mau. Dikatakan religius juga nggak mau. Justru bukannya mendapatkan solusi yang komplit, justru mendapatkan masalah yang komplit. Mau ditarik swasta ditarik ke arah yang komersil juga nggak bisa karena masyarakatnya masih menganggap ini adalah sosial kemudian mau ditarik sosial murni juga nggak pemerintah juga nggak mau mendanai,” jelasnya.

Solusi 

Menurutnya, solusi persoalan ini adalah mencari ideologi yang benar. Menurutnya, ideologi yang benar adalah ideologi yang berasal dari zat yang Maha benar yaitu Islam.

“Ideologi Islam memberikan pandangan bahwa kebutuhan mendasar dari masyarakat yaitu salah satu diantaranya adalah kesehatan, yang lain adalah pendidikan dan keamanan," tuturnya. 

Ia mengatakan, kebutuhan mendasar dari sebuah masyarakat ini mestinya adalah kewajiban negara untuk memberikan pelayanannya secara gratis. "Kalau misalnya nggak bisa gratis, ya secara terjangkau dan berkualitas dan merata,” pungkasnya.[] Prama AW


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab