Hukum Buatan Manusia Selamanya Unfaedah
Tinta Media - Tanggal 6 Desember 2022 publik dikejutkan dengan kabar bahwa Komisi III DPR RI mengesahkan Rancangan KUHP menjadi KUHP. DPR berpendapat bahwa KUHP baru ini membawa misi dekolonialisasi karena buatan orang Indonesia, bukan lagi KUHP warisan Kolonial Belanda, sehingga sangat solutif dalam menyelesaikan problem masyarakat Indonesia.
Padahal, sejak kemunculannya, draf RUU KUHP ini telah banyak mendapat penolakan dari masyarakat karena ada pasal-pasal yang bermasalah, tendensius, dan refresif. Menurut pengamat politik Ahmad Khozinudin, dari 627 pasal dalam KUHP, ada sepuluh pasal kontroversi. Bahkan, dr. Nurun Nisa mengatakan bahwa KUHP baru ini semakin melanggengkan sekularisme, liberalisme, dan otoritarianisme di Indonesia.
Hal yang menjadi sorotan dalam KUHP baru antara lain:
Pertama, pasal yang memidanakan penyebaran paham yang dianggap bertentangan dengan Pancasila, penghinaan terhadap presiden, pemerintah atau lembaga negara serta kriminalisasi demonstrasi.
Di dalamnya ada ketentuan yang bersifat karet yang dapat dijadikan alat represif oleh pemerintah untuk membungkam suara kritis masyarakat. Hal ini menunjukkan sifat otoriter penguasa.
Kedua, KUHP baru tidak memberi sanksi kepada pelaku L6BTQ+, padahal sudah jelas dan terbukti mendatangkan bahaya bagi masyarakat
Ketiga, hubungan antara penguasa dan rakyat tidak banyak perbedaan dengan KUHP sebelumnya, yaitu tidak dapat mewujudkan keadilan pada rakyat kecil dan gagal memberantas tindak kejahatan.
Keempat, pasal tentang perzinaan bersifat delik aduan. Artinya, bila dilakukan atas dasar suka sama suka, maka bukan suatu kejahatan. Bila tidak ada yang mengadukan dari pihak keluarga inti, maka bukan kejahatan. Hal ini jelas-jelas makin mendukung liberalisme dan kapitalisme.
Pakar Hukum Masyarakat dan Filsafat Pancasila, Prof. Dr. Suteki, S. H., M. Hum merekomendasikan agar pengesahan RKUHP tersebut dievaluasi supaya lebih cermat dalam hal yang sangat krusial.
Menurut Ustadz M. Ismail Yusanto, KUHP baru ini menempatkan rakyat dengan sangat ketat sehingga rakyat tidak punya celah atau jalan untuk melakukan kritik pada penguasa.
Beginilah hukum buatan manusia yang berlandaskan sekulerisme. Alih-alih memberi efek jera, malah melanggengkan kemaksiatan dan penjajahan suatu kelompok kepada kelompok lainnya.
Manusia dengan segala kelemahan dan keterbatasan dirinya tidak mungkin membuat aturan atau hukum untuk digunakan dalam kehidupannya. Hukum buatan manusia hanya akan menyebabkan kesengsaraan karena yang menjadi landasan adalah sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan. Hal ini bertentangan dengan fitrah manusia karena aspek ruhiyah diabaikan. Selain itu, hubungan antar manusia didasarkan pada asas manfaat.
Manusia diciptakan Allah Yang Maha Esa dan ditempatkan di bumi dengan fasilitas lengkap berupa sumber daya alam dan aturan atau syariah-Nya. Allah Yang Mahabijaksana telah menurunkan syariah-Nya kepada Rasulullah Muhammad saw. untuk menjadi petunjuk dan pedoman dalam menjalani hidup dan mengelola kehidupan.
Syariah Islam terdiri atas hukum-hukum yang mengatur semua masalah manusia secara sempurna karena berasal dari Allah Yang Maha Sempurna. Allah, Sang Khaliq yang tahu persis karakter manusia sehingga hukum-Nya pun pasti sempurna untuk kehidupan manusia, termasuk hukum pidana.
Hukum pidana Islam pasti adil karena berasal dari Allah Yang Mahaadil. Allah pasti tidak akan zalim kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur'an surat Ghafir ayat 31.
Allah juga menegaskan bahwa syariah Islam adalah rahmatan lil 'alamin, membawa kemaslahatan bagi umat manusia dan seluruh alam, sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur'an surat Al Anbiya ayat 107.
Hukum pidana Islam memberikan maslahat di dunia dan akhirat karena memiliki sifat jawabir dan zawajir. Sifat jawabir yaitu menjadi penebus dosa bagi pelakunya sehingga dia terbebas dari hukuman di akhirat. Zawajir yaitu dapat memberi efek jera bagi pelakunya dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa. Dengan demikian, penerapan hukum pidana Islam akan memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat sehingga jumlah pelaku tindakan kriminal akan sedikit. Penjara dan Lembaga Permasyarakatan tidak akan penuh sesak melebihi kapasitas seperti yang terjadi saat ini.
Kebenaran dan keadilan hukum pidana Islam seharusnya tidak diragukan lagi. Sejarah mencatat bahwa hal itu pernah dirasakan, bukan hanya oleh kaum muslimin, tetapi juga oleh nonmuslim, yaitu saat hukum Islam diterapkan secara nyata dalam kehidupan khilafah selama belasan abad, sejak masa Rasulullah menjadi kepala negara di Madinah tahun 622 M sampai masa kekhilafahan Turki Ustmani tahun 1924 M.
Saat ini hukum-hukum Islam tidak lagi diterapkan. Ia digantikan dengan hukum buatan manusia. Inilah yang membuat kehidupan masyarakat sarat dengan ketidakadilan dan kezaliman, tidak ada rasa aman dan tenang. Semestinya kondisi ini mendorong kita untuk kembali menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan dan memutuskan segala perkara di masyarakat. Jangan sampai kita termasuk orang zalim, fasik, apalagi kafir karena enggan menerapkan hukum-hukum Islam.
Allah Swt. berfirman: "Siapa saja yang tidak memutuskan hukum menurut wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itu adalah orang-orang zalim (Qs Al Maidah: 45).
Wallahu 'alam bissawab.
Oleh: Wiwin Widaningsih
Sahabat Tinta Media