Tinta Media: Pupuk
Tampilkan postingan dengan label Pupuk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pupuk. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 Juli 2024

Pupuk Bersubsidi Langka, Bagaimana Indonesia Bisa Swasembada?

Tinta Media - Presiden terpilih Prabowo Subianto menyatakan ingin menuntaskan kemiskinan dan kelaparan di Indonesia dan menargetkan akan meraih swasembada pangan dalam masa empat tahun kepemimpinannya. (cnnindonesia.com, 10/05/2024)

Benarkah Indonesia akan mampu meraih swasembada pangan?

Bagai pungguk merindukan bulan harapan di atas seolah mustahil dapat dicapai saat ini. Sebab, hal mendasar menuju swasembada pangan, yaitu ketersediaan pupuk subsidi untuk petani kian langka dan berbelit. Para petani masih mengeluhkan sulit dan rumitnya regulasi yang ada. Untuk bisa mendapatkan pupuk bersubsidi, petani harus memiliki kartu tani dan menjadi anggota dari kelompok tani yang menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok), memiliki lahan 2 hektar dan ditanami tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. (kabar6.com, 15/12/2020).

Tidak hanya sulit dan rumit, tetapi pemerintah juga telah memangkas jumlah pupuk bersubsidi yang semula diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (permentan) no. 41 tahun 2021 tentang penetapan alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi. Ada 5 jenis pupuk bersubsidi yaitu pupuk organik, urea, Super Phospat (SP-36), Zvavelvuure Ammonium (ZA), dan NPK. Lalu, diganti dengan Permentan no.10 tahun 2022 yang menyebutkan bahwa jenis pupuk yang disubsidi yaitu urea dan NPK saja.

Tidak hanya jenis pupuk, pemerintah juga membatasi komoditas yang diberi pupuk bersubsidi yang awalnya dari 70 jenis menjadi 9 jenis saja, yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, tebu, kakao, dan kopi. (cnnindonesia.com, 15/07/2022)

Pembatasan pupuk ini adalah hal yang wajar. Indonesia sebagai anggota WTO, wajib menyelaraskan kebijakan dan aturan-aturannya dengan kebijakan WTO, di antaranya mengurangi subsidi di sektor pertanian, mengurangi subsidi bagi petani yang akan melakukan ekspor, serta membuka kran impor bagi komoditas pertanian. Hal ini tertuang dalam persetujuan Indonesia terhadap perjanjian Agreement on Agriculture (AoA) thn 1995. Di samping juga adanya penandatanganan perjanjian Letter of Intent antara Indonesia dengan IMF yang mendorong Indonesia membuka pasar pangan dari luar negeri, seperti beras, gula, gandum, bawang bawang putih, kedelai, dan daging. (tempo.co, 25/04/2024)

Inilah wajah pengaturan ekonomi dalam sistem kapitalis, yaitu negara tunduk pada aturan pemilik modal. Aturan pun dibuat dan bisa diubah-ubah sesuai dengan kepentingan para pemilik modal atau negara kapitalis. Pemenuhan pangan dalam pandangan kapitalis diserahkan kepada mekanisme pasar, sehingga dalam pandangan kapitalis neoliberal, subsidi merupakan bentuk campur tangan negara terhadap mekanisme pasar.

Pelayanan publik dalam kapitalis neoliberal didasarkan pada untung atau rugi. Adanya subsidi dalam pandangan mereka adalah bentuk pemborosan yang dapat merugikan. Sedangkan peran negara dalam sistem kapitalis hanyalah sebagai regulator dan fasilitator bagi pemilik modal. Dengan kondisi yang demikian akankah Indonesia meraih swasembada pangan? Padahal, mekanisme pemberian pupuk saja masih tunduk pada aturan WTO dan negara kapitalis.

Islam Solusi Tuntas Masalah Pangan

Swasembada pangan hanya akan terwujud jika negara mampu hadir dan berperan secara berdaulat dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan rakyat tanpa intervensi dari negara lain.

Islam adalah agama sekaligus seperangkat aturan yang sesuai dengan fitrah manusia, karena datang dari Allah Swt., Sang Pencipta sekaligus Sang Pengatur alam semesta. Karenanya, aturan Allah pun pasti sempurna dan mampu menyelesaikan setiap persoalan kehidupan.

Sistem ekonomi dalam Islam adalah penerapan berbagai kebijakan yang menjamin setiap individu masyarakat dapat memenuhi kebutuhan primer, serta jaminan yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan sekunder dan tersier. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup. Pemenuhannya merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh negara.

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan primer manusia, Islam memandang bahwa manusia sebagai individu, bukan sebagai suatu komunitas dalam sebuah negara. Hal ini berarti, bahwa Islam menekankan pemenuhan kebutuhan bersifat individu per individu, bukan secara kolektif. Untuk itu, negara wajib bertanggung jawab penuh atas ketersediaan pangan rakyat mulai dari produksi dan faktor-faktornya, sampai pada mekanisme pendistribusian, sehingga setiap individu dapat memenuhi kebutuhan pangan.

Negara dalam Islam wajib menyediakan setiap sarana prasarana demi tercapainya ketahanan pangan dalam negeri, seperti pupuk, alat pertanian, edukasi petani, benih, riset-riset, dan lain-lain. Di samping sebagai upaya menuju ketahanan pangan, hal tersebut juga sebagai bentuk jaminan negara agar para petani dapat tetap bekerja dan hidup sejahtera.

Ini berbeda dengan kapitalis. Jika dalam kapitalis subsidi dianggap pemborosan dan bentuk campur tangan negara dalam mekanisme pasar, maka dalam Islam subsidi merupakan pemberian negara sebagai bentuk tanggung jawab dan upaya menstabilkan dan menghindari ketimpangan ekonomi.

Nabi Muhammad saw. Pernah membagikan harta fai Bani Nadhir kepada kaum Muhajirin dan tidak kepada kaum Anshar, karena nabi melihat ketimpangan ekonomi antara keduanya. Hal itu karena Islam melarang harta berputar hanya kepada segolongan orang kaya saja.

Allah Swt. Berfirman:

ÙƒَÙŠْ لاَ ÙŠَÙƒُونَ دُولَØ©ً بَÙŠْÙ†َ اْلأَغْÙ†ِÙŠَاءِ Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْ

“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.”

(QS Al-Hasyr [59] : 7)

Pupuk merupakan komponen vital tersedianya kecukupan pangan. Untuk itu, negara khilafah akan membentuk mekanisme yang mudah dengan harga yang terjangkau bagi para petani. Islam melarang adanya penimbunan, memonopoli hajat hidup orang banyak, intervensi asing, kecurangan, korupsi, dan lain-lain.

Semua mekanisme tersebut hanya akan bisa dijalankan oleh negara yang tegak di atas keimanan dan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islam. Hanya dengan Islam, akan terwujud negara yang mandiri dan mampu mewujudkan swasembada pangan, kesejahteraan petani khususnya, serta umat manusia pada umumnya. Wallahu’alam Bisshawwab.

Oleh: Ummu Ahnaf, Pemerhati Kebijakan Publik

Sabtu, 04 Mei 2024

Pupuk Naik Petani Terpuruk

Tinta Media - "Pada tahun 2024 sekarang ini, alokasi subsidi pupuk dari pemerintah yang semula 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton. Tetapi, banyak para petani yang mengeluh karena belum terasa sepenuhnya alokasi pupuk dari subsidi pemerintah. Ditambah lagi belum ada realisasi terkait alokasi pupuk subsidi," kata Pak Kusnan, Kepala Pusat Pembenihan Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI). Selain itu Pak Kusnan juga menyatakan jatah para petani pupuk subsidi dari 1 hektar hanya 100 kg urea dan 70 kg NPK per musim tanam. Tentu itu tidak akan mencukupi kebutuhan tanaman. Belum lagi petani dipersulit dalam pengambilan pupuk subsidi. Banyaknya beberapa syarat dari pemerintah, salah satu syarat pengambilan pupuk subsidi diantaranya yaitu harus adanya KTP asli, petaninya harus datang sendiri, harus foto orang dan pupuk yang diambil, lalu dimasukkan ke aplikasi dan masih ada lagi syarat-syarat yang lainnya. Padahal menurut Pak Kusnan pemerintah lebih baik mempertimbangkan pengalihan bantuan pupuk subsidi menjadi bantuan langsung tunai agar para petani lebih leluasa memilih jenis pupuk sesuai tanaman yang diperlukan. 

Selain itu harga pupuk subsidi pada Harga Eceran Tertinggi (HET) banyak melakukan kecurangan di beberapa kios. Juga adanya impor pupuk dari luar negeri ke dalam negeri yang menyebabkan harga pupuk melambung tinggi semakin menambah berat beban petani. Salah satu bahan pupuk yang di impor adalah Amonium Nitrat sekitar 21% dari total kebutuhan industri. Termasuk juga ada aturan dari negara hanya petani yang menanam dengan komoditas tertentu yang bisa memperoleh pupuk subsidi. Bahkan, jumlah pupuk dibatasi oleh negara sehingga petani semakin sulit dalam mendapatkan pupuk. Ujung-ujungnya mau tidak mau para petani membeli pupuk dengan harga mahal. Padahal, nanti ketika panen pun para petani belum tentu mendapatkan hasil panen yang melimpah, yang bisa mengembalikan modal besar selama masa tanam. Gagal panen bisa saja disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak menentu, bisa juga panen gagal karena bencana alam atau karena serangan hama, dan masih banyak faktor-faktor yang lainnya. Yang pasti belum tahu hasil yang akan di dapatkan para petani. Bisa saja lebih banyak mengeluarkan beban materi dalam pembelian pupuk sedangkan hasil panen tidak menutupi. 

Selain itu harga jual hasil pertanian ketika panen yang rendah atau murah semakin menghantui para petani. Itulah fakta kesulitan para petani di Indonesia. Alhasil ingin dapat untung malah buntung. Pupuk adalah kebutuhan, sedangkan negara abai terhadap pemenuhan kebutuhan para petani. Padahal pupuk adalah komponen yang sangat dibutuhkan pertanian, seharusnya tanggung jawab negara dalam pemenuhan pupuk para petani sehingga petani mudah mendapatkan pupuk dengan harga pupuk yang terjangkau.

Islam sebagai sistem yang paripurna telah memberikan jaminan kepada semua rakyatnya dalam melakukan usaha, termasuk petani. Negara wajib membantu semua petani yang kesulitan, baik berupa modal maupun sarana produksi pertanian, termasuk juga pupuk. Ini karena petani punya posisi strategis untuk menjamin ketersediaan bahan pangan dalam negeri. Islam pun mengingatkan masyarakat akan ketaatan sehingga tidak ada masyarakat yang berlaku curang. Jika ingin mengurai masalah pupuk yang kian menumpuk, maka tidak ada solusi lain selain hanya aturan Islam lah jawabannya. Karena sistem selain Islam sampai hari ini tak pernah mampu menyelesaikan berbagai permasalahan hidup manusia. Ketersediaan dan kestabilan pangan melalui sektor pertanian hanya akan terwujud jika Islam diterapkan secara kaffah. Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh: Mely
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 17 Maret 2024

Pupuk Sulit Petani Menjerit


Tinta Media - Harga beras yang melambung tinggi membuat para petani antusias untuk segera memanennya, seperti yang dilakukan oleh salah seorang petani di kampung Citalitik Desa Soreang Kabupaten Bandung. Ia begitu semangat memanen padi milik orang tuanya, harga jual gabah yang tinggi tentu akan mendapatkan keuntungan yang besar. Namun para petani masih menyimpan kegelisahan yaitu sulitnya mendapatkan pupuk sehingga proses penanaman padi menjadi terhambat. (detikjabar) 

Pupuk langka mengapa? 

Pupuk merupakan saprotan (sarana produksi pertanian) ketika pupuk sulit didapat tentu harus kita pertanyakan, Indonesia negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) namun kondisi rakyatnya jauh dari kata makmur. Semua ini terjadi tidak lepas dari sistem ekonomi kapitalis yang terus bercokol di negeri ini pemenuhan kebutuhan rakyat tidak merata penguasa lebih memihak pada oligarki dari pada rakyatnya sendiri pemalakan pun terus terjadi. 

Hal itu bisa kita lihat saat ini pemerintah mengeluarkan kartu tani agar petani bisa membeli pupuk, namun tidak semua petani memiliki kartu tani tersebut. hanya petani-petani yang memiliki lahan luas dan banyak yang mendapatkan kartu tani, sedangkan petani yang lahannya sedikit harus mengeluarkan uang yang besar agar bisa membeli pupuk, contohnya pupuk urea petani bisa membeli dengan harga Rp 130 ribu per lima kilogram dan ini pun di batasi.(detikjabar) 

Ironi sekali semua bidang di jadikan ladang bisnis bagi penguasa dan oligarki, tidak peduli seberapa besar penderitaan rakyat yang penting mendapatkan keuntungan yang besar meskipun itu harus mengorbankan rakyatnya sendiri. 

Hal ini sangat memprihatinkan dan harus ada penyelesaian yang tuntas. Negara harus hadir untuk memberikan rasa keadilan dan pemerataan, bagaimana negara berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, negara juga sebagai pelaksana harus memastikan pendistribusiannya secara terorganisir dan tepat sasaran. 

Semua ini akan kita dapati ketika adanya kepemimpinan islam oleh seorang kholifah yang akan menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh yaitu riayatul su'unil ummah (meriayah seluruh urusan umat) sehingga rakyat benar-benar merasakan keadilan, keamanan dan kesejahteraan,seperti yang sudah di contohkan oleh sahabat Rosul saw sayidina umar bin Khattab r.a ketika menjadi seorang khalifah telah mengganti kerugian yang di alami petani syiria dengan mengambil dari kas baitul mal, ini merupakan bentuk perhatian dan kepedulian terhadap rakyatnya. Dan dalam islam pemimpin diperintahkan untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu. Wallahu a'lam bishowab 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Oleh: Indun Triparmini, 
Sahabat Tinta Media

Minggu, 24 Desember 2023

Menelisik Pembangunan Industri Pupuk di Fakfak, Benarkah untuk Rakyat?


Tinta Media - Menurut Presiden Jokowi, pembangunan industri pupuk di Fakfak, Papua Barat merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Hal ini disampaikan saat memberikan sambutan pada groundbreaking Proyek Strategis Nasional (PSN) kawasan industri pupuk Fakfak di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Kamis (23/11/2023). 

Pernyataan presiden tersebut seolah menjadi angin segar dan harapan besar bagi para petani. Pasalnya, saat ini Indonesia menjadi importir pupuk terbesar. Namun, ketika melihat konsep _reinventing government_ yang menjadikan BUMN sebagai lembaga profit pencari keuntungan, PT Pupuk Kaltim yang menggawangi industri pupuk Fakfak, sepertinya proyek ini tidak berorientasi pada rakyat.

Hal ini bisa dilihat dari jumlah pupuk subsidi yang lebih sedikit dibandingkan pupuk nonsubsidi. Masih ditambah lagi persyaratan untuk mendapatkan pupuk subsidi yang memberatkan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa negara tidak serius dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Jika solusi pemerintah hanya meningkatkan produksi pupuk tanpa memperbaiki konsep dan sistem distribusi, sudah pasti tidak akan mampu menyelesaikan masalah pangan di Indonesia. 

Kedaulatan pangan bisa diwujudkan ketika pemerintah berperan sebagai penanggung jawab dan pelayan rakyat, bukan sebagai regulator semata. Pemerintah harus memastikan bahwa produksi dan distribusi pupuk hingga sampai pada petani dengan mudah dan murah. Bahkan, pemerintah bisa memberikan pupuk gratis pada petani yang tidak mampu agar pengolahan tanah lebih maksimal, sehingga pasokan pangan meningkat. Ini bisa dilakukan jika negara menjual pupuk pada petani dengan harga sesuai biaya produksi, tidak untuk mencari keuntungan semata.

Oleh: R. Raraswati,
Sahabat Tinta Media

Jumat, 26 Mei 2023

Pengamat: Ada Sepuluh Permasalahan dalam Pupuk Subsidi

Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik DR. Deni M. Danial, S.Sos., M.M. mengatakan ada sepuluh permasalahan dalam persoalan pupuk subsidi. 

"Permasalahan pupuk subsidi tadi dikatakan ada faktor pasokan yang berkurang kemudian distribusi yang tidak benar dan data pengguna yang tidak tepat  hanya sedikit permasalahannya. Lebih mendalam lagi, sebenarnya persoalannya ada sepuluh permasalahan," ungkapnya dalam Kabar Petang: Krisis Pupuk, Krisis Pangan. Sabtu (20/5/2023 ) di kanal Youtube Khilafah News. 

Pertama, adalah subsidi yang diserap itu ternyata tidak seluruhnya dinikmati oleh petani tapi oleh yang lain. "Misalkan pengecer atau yang lain yang bukan petani murni apalagi yang sudah terdata sebagai penerima pupuk bersubsidi," tuturnya. 

Kedua, ia mengatakan bahwa pemerintah memang untuk mengontrol itu membuat kartu petani tetapi kartu tani itu antara jumlah kartu yang dibuat dengan distribusi pupuknya itu berbeda jauh, contohnya  yang terdaftar itu seratus orang tapi yang dapat lima puluh orang. 

Ketiga, harga lebih mahal. Walaupun memang disubsidi tapi tetap harga juga akhirnya mahal. Harga hampir dua kali lipat apalagi setelah ada peristiwa perang Ukraina Rusia. Sehingga harga yang lebih mahal walaupun itu pupuk bersubsidi akhirnya menghasilkan produk pangan itu semakin susah bagi masyarakat. 

"Setelah itu susah menjualnya dan sebagainya. Tidak seimbang kenaikan harga dengan penghasilan produksi. Pemerintah harus punya kebijakan tertentu  terkait dengan hal itu," tegasnya. 

Keempat, perdagangan pupuk bersubsidi antar daerah itu banyak ilegal. Ternyata banyak yang ilegal jadi menjual belikan pupuk bersubsidi dengan harga mahal. "Itu kan ilegal padahal harusnya misalkan setengahnya tapi ini bahkan melebihi HET (harga eceran tertinggi)," ujarnya. 

Kelima, ketersediaan pupuk itu ternyata kadang-kadang tidak sesuai dengan musim tanam yang diterapkan oleh petani. "Harusnya tersedia itu banyak bulan Agustus. Tetapi justru yang banyak itu sebelumnya atau sesudahnya jadi tidak ada gunanya bagi petani", sesalnya. 

Keenam, banyak  manipulasi data usulan pengajuan pupuk bersubsidi, jadinya banyak data yang dipalsukan. "Permasalahan  tidak hanya di data pupuk subsidi tapi juga data yang lain sebagainya," ujarnya. 

Ketujuh, ada permainan di pengecer. Hal seperti itu dianggap resmi yang ternyata dia menjual bebas pupuk subsidi. Bahkan tanpa mengacu pada daftar kartu tani dan kartu tani  dipegang oleh pengecer bukan oleh si petaninya itu sendiri. 

Kedelapan, permasalahannya adalah masih di pengecer resmi. "Dia menjual pupuk bersubsidi tadi di atas HET (harga eceran tertinggi) yang seharusnya adalah dijual pada  batas HET, ini malah di atas," imbuhnya. 

Kesembilan, dia menjelaskan masih pengecer. Ternyata ketika menjual pupuk yang bersubsidi itu ada paket yang lain produk pertanian yang lain. "Misalkan saya menjual pupuk urea dengan harga sekian tapi  bapak harus beli produk pertanian yang lain. Akhirnya ini  membebani petani. Kecurangan dari para pengecer," ujarnya. 

Kesepuluh, mungkin inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah khususnya. "Presiden Joko Widodo mengakui bahwa  pemerintah seringkali mendapatkan data yang berbeda soal pertanian salah satu ini kata beliau cukup membuat gaduh dan banyak pihak kedodoran," pungkasnya. [] Muhammad Nur

Rabu, 23 November 2022

Harga Pupuk Mahal dan Langka Akibat Sistem Tata Kelola Pertanian yang Buruk

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menilai persoalan mahalnya harga pupuk non subsidi dan terbatasnya ketersediaan (langkanya) pupuk subsidi hanya masalah cabang dari tata kelola pertanian yang buruk. 

"Persoalan pupuk sejatinya hanya persoalan cabang yang berakar pada sistem tata kelola pertanian yang buruk yaitu kapitalisme neoliberal," tutur narator dalam Serba-serbi MMC: Tata Kelola Pupuk dalam Kapitalisme Mampukah Wujudkan Ketahanan Pangan? Senin (21/11/2022) melalui kanal Youtube Muslimah Media Center.

Menurutnya, tata kelola kapitalisme neoliberal mengakibatkan minimnya kepemilikan lahan, keterbatasan modal, lemahnya penguasaan teknologi, hingga lemahnya posisi tawar dalam penjualan hasil panen. "Sistem ini telah meminggirkan peran negara hanya sebagai regulator sementara operator diserahkan kepada korporasi," ujarnya.

Bahkan bobroknya sistem ekonomi kapitalisme yang mengizinkan kebebasan secara mutlak, kata narator, menciptakan kapitalisasi korporasi pangan yang terus menggurita. "Sistem tata kelola inilah yang menyebabkan ketimpangan kepemilikan aset, penguasaan rantai produksi distribusi pangan, hingga kendali harga pangan oleh korporasi raksasa," bebernya. 

"Sementara pemerintah ibarat wasit yang juga cenderung berpihak pada korporasi," tegasnya. 

Sebagai contoh, ujar narator, akses terhadap sarana produksi pertanian atau saprotan yang murah dan berkualitas masih menjadi angan-angan petani. "Hingga saat ini pengadaan benih pupuk pestisida dan sarana lainnya masih dalam dominasi korporasi," ungkapnya. 

Bahkan selain mahalnya mendapatkan benih berkualitas dan unggul, menurutnya, benih-benih introduksi korporasi juga berhasil menciptakan ketergantungan petani hingga menghilangkan benih-benih varietas lokal. "Paradigma dan konsep batilnya liberal kapitalisme sangat berbeda dengan Islam," tandasnya. 

Sistem Islam 

MMC menilai aturan Islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah telah terjamin keshahihannya dan teruji kemampuannya untuk menyelesaikan problematik manusia selama kurang lebih 1300 tahun.

"Konsep pertanian Islam pun berhasil mewujudkan ketahanan pangan dan menyejahterakan rakyat termasuk petani di bawah institusi Islam Khilafah Islamiyah," tuturnya. 

Islam menetapkan bahwa pengaturan pertanian wajib berada dalam tanggung jawab negara atau Khilafah mulai dari hulu hingga Hilir sebab negara adalah roin dan junnah bagi rakyat. "Sebagaimana sabda Rasullullah shallallahu alaihi wasallam, Imam atau khalifah adalah roin atau pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya. (HR Ahmad, Bukhari)," ungkapnya. 

Hadis tersebut, kata Narator, menunjukkan bahwa negara adalah penanggung jawab semua urusan rakyat dan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain apalagi korporasi. "Negara diharamkan membisniskan pelayanannya kepada rakyat," tegasnya. 

Ia menilai, pertanian wajib dikelola berdasarkan prinsip syariat Islam. Pengaturan pertanian Islam ini akan mewujudkan dua hal sekaligus yaitu ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. "Dalam aspek produksi, Khilafah akan mengambil kebijakan, pertama, menjalankan hukum pertanahan Islam. Islam memandang asas dari pertanian adalah lahan. Ketika lahan dikelola dengan hukum yang shahih, maka semua problem seputar tanah akan terselesaikan. Islam menetapkan kepemilikan lahan pertanian sejalan dengan pengelolaannya. Bagi siapa saja yang mampu mengelolanya maka dia berhak memiliki lahan seluas apapun. Namun bagi yang tidak mampu, lemah dan malas memproduktifkannya maka hilanglah kepemilikannya," jelasnya. 


Menurutnya, hal ini terlihat pada tiga hukum terkait lahan yaitu hukum menghidupkan tanah mati, larangan menelantarkan lahan lebih dari tiga tahun dan larangan menyewakan lahan pertanian. "Hukum ini menjamin terdistribusinya lahan kepada orang yang mampu mengelolanya dan akan terhindar dari banyaknya lahan-lahan yang menganggur," urainya. 

Kedua, dukungan penuh terhadap upaya memaksimalkan pengelolaan lahan. "Karena lahan pertanian tidak boleh ditelantarkan maka Khilafah akan memberikan berbagai bantuan kepada petani seperti saprodi, infrastruktur penunjang, modal, teknologi dan sebagainya untuk memaksimalkan pengelolaan lahan," katanya. 

Ketiga, mendorong pelaksanaan riset untuk menghasilkan bibit unggul dan berbagai teknologi dan inovasi yang dibutuhkan petani. Semua riset yang dilakukan berada di bawah pengaturan khilafah dan anggarannya ditanggung Baitul Mal. "Produk yang dihasilkan akan ditujukan bagi kemaslahatan petani," tuturnya. 

Bahkan untuk petani yang tidak mampu, kata narator, bisa dibagikan secara gratis. "Alhasil produk pertanian dalam negeri akan mencukupi kebutuhan seluruh rakyat. Oleh karena itu ketahanan pangan hanya bisa terwujud jika pertanian dikelola dengan aturan Islam di bawah sistem politik Khilafah," pungkasnya.[] Evi 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab