Tinta Media: Propaganda
Tampilkan postingan dengan label Propaganda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Propaganda. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 April 2024

Pencatutan Al-Qur'an oleh Kedubes Zionis Dinilai Propaganda Nista Penjajah

Tinta Media - Postingan Kedutaan Besar (kedubes) Israel di Singapura lewat akun Facebooknya yang menyatakan bahwa Israel disebutkan di dalam Al-Qur'an sebanyak 43 kali, dinilai sebagai propaganda nista Penjajah Yahudi. 

"Ya begitulah aksi-aksi bejat hingga propaganda nista Zionis Yahudi," ujar Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana dalam video Ocehan 'Gila' kedutaan Besar Israel di Singapura Posting Al-Qur'an sebagai Dalih Menduduki Palestina di kanal Youtube Justice Monitor Jumat (29/3/2024). 

Agung mengatakan, pendudukan dan kriminal terus dilakukan Penjajah Yahudi dengan melakukan pembantaian paling mengerikan terhadap rakyat di Gaza, membunuh, menghancurkan, menyiksa rakyat Palestina termasuk pada siang-malam bulan Ramadhan yang penuh berkah saat mereka sujud, rukuk, berkendara atau tidur. 

Pasukan kependudukan Zionis Yahudi, ungkapnya, tidak peduli apakah yang dibantai itu anak-anak, wanita, atau orang tua dan perbuatan dan kejahatannya tidak pernah mendapatkan sanksi dan reaksi yang proporsional dari penguasa sekitarnya dan para penguasa muslim lainnya. 

"Di negara-negara muslim yang membelenggu dan tentaranya dengan mencegah mereka untuk menolong saudara-saudara mereka yang tertindas di Gaza, ini sangat memilukan sekali penderitaan umat Islam di Gaza dan Palestina," kesalnya. 

Darah saudara muslim di Gaza lanjutnya akan terus tertumpah di hadapan dunia, negara-negaranya, dewan keamanannya, dan para pemimpin komunitas internasional yang menindasnya. 

"Sehingga tidak ada cara untuk menghentikan pembantaian ini kecuali dengan memobilisasi umat dan tentaranya untuk melaksanakan tugasnya terhadap Gaza, Palestina, dan rakyatnya," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Sabtu, 10 Februari 2024

Lawan Propaganda demi Selamatkan Bangsa



Tinta Media - Moral remaja saat ini kian rusak. Tak heran, saat ini marak kasus-kasus yang membuat kita geram. Hal ini membuat orang tua khawatir kalau-kalau kerusakan remaja tersebut menular ke anak-anak lain yang rusakan.

Banyak kasus remaja beredar di media sosial, seperti hamil di luar nikah. Dari kasus ini saja tercatat 15 ribu siswi hamil pada 2 Februari 2023 lalu. Tidak hanya itu, kasus judi online tidak kalah mengkhawatirkan dan menjadi perbincangan masyarakat. Bagaimana tidak mengkhawatirkan, jumlah yang terlibat judi online saja terbilang sangat banyak
     
PPATK telah menemukan 3,2 juta orang terlibat judi online dengan total deposit 150 juta selama setahun terakhir. Bahkan, sepanjang 2017-2022, menurut PPATK terdapat sekitar 157 juta transaksi judi online dengan total perputaran 150 triliun.
     
Parahnya lagi, masih banyak kasus kerusakan moral remaja yang lain, seperti konsumsi narkoba, LGBT, tawuran, dan lain sebagainya. Mereka menganggap bahwa semua itu merupakan suatu hal yang wajar atau lumrah, bahkan sampai dijadikan tren remaja.

Rusaknya moral remaja saat ini disebabkan oleh pola pikir mereka yang telah dikuasai pemikiran sekularisme dan liberalisme. Sekularisme telah berhasil membuat remaja menganggap bahwa agama hanya sebatas penentram hati. Itu pun kebanyakan tidak melaksanakan kewajiban, meskipun sekadar salat Jumat.
    
Demikian pula dengan liberalisme, pemikiran ini berhasil membuat remaja enggan peduli dengan syariat (hukum Islam). Cara berpakaian, bagaimana bersosialisasi, bahkan apa yang mereka makan serta minum tidak mengikuti syariat dan los dengan keharaman yang ada. 

Lebih parah lagi, dari dua pemikiran tersebut, sekularis dan liberalis dapat menyeret pemikiran remaja ke jalan yang menyimpang dari yang benar, bahkan sampai mengeluarkan mereka dari agama yang haq (benar).

Perang Pemikiran
     
Banyak yang mengatakan bahwa saat ini kita telah damai, tidak ada peperangan, padahal tidak. Saat ini kita justru sedang dalam medan perang. Mau tidak mau, kita akan masuk dalam perang ini, yaitu ghazwul fikr (perang pemikiran).
     
Musuh-musuh Islam telah melontarkan berbagai propaganda guna memperlemah akidah umat Islam, khususnya para pemuda yang selalu disebut sebagai penerus generasi. Mereka terus-menerus melontarkan pemikiran produk mereka, seperti sekularisme-liberalisme untuk menjaga agar eksistensi khilafah tidak bangkit kembali.
     
Dengan demikian, kita harus melawan propaganda musuh-musuh Islam dengan dakwah, mengungkap kebatilan, serta menyeru pada kebenaran. Ini karena berdakwah menyeru pada kebaikan dan melarang kemungkaran adalah kewajiban yang dibebankan kepada umat terbaik, yaitu umat Islam.
     
Telah banyak metode berdakwah yang telah dilakukan oleh para da'i, salah satunya menulis. Menulis adalah sarana berdakwah yang paling ampuh dalam melawan propaganda serta pemikiran yang dikirim oleh musuh-musuh Islam.
     
Oleh karena itu, dakwah tidak ada kata tidak bisa. Semuanya pasti bisa karena dakwah adalah kewajiban bagi umat terbaik, yakni umat Islam. Jika tidak bisa dengan menulis, maka serulah pada masyarakat. Jika tidak bisa berbicara di depan publik, maka biarkan penamu menari di atas kertas. Namun, jika tidak bisa keduanya, maka harus bisa salah satunya.
     
Maka dari itu, berdakwahlah untuk menyelamatkan ideologi para pemuda. Berdakwahlah untuk mengembalikan kejayaan Islam yang telah lama tiada. Sesungguhnya, kebangkitan suatu bangsa terletak pada ideologi yang dianut para pemuda.

Oleh: Aizar
Sahabat Tinta Media

Senin, 16 Januari 2023

Mewaspadai Propaganda Moderasi Atas Nama Toleransi

Tinta Media - Perayaan Natal sangat erat kaitannya dengan tahun baru yang dilaksanakan beberapa hari yang lalu. Mirisnya, tak hanya orang non-Islam yang melaksanakannya, orang Islam pun bahkan ikut serta memeriahkan acara perayaan tersebut. Mereka seolah telah kehilangan jati diri sebagai seorang muslim. Mereka pun tak malu menggunakan berbagai atribut Natal. Lebih parahnya lagi, mereka bahkan mengucapkan selamat Natal yang jelas-jelas hal itu diharamkan dalam syariat Islam.

Diharamkannya mengucapkan selamat Natal bukan tanpa alasan. Apabila melakukan hal tersebut, kita bisa dianggap murtad, karena merupakan bukti jika kita mengikuti ajaran mereka dan otomatis dikategorikan sebagai orang yang murtad, nauzubillahi min zalik.

Menyikapi hal itu, banyak orang beranggapan bahwa orang Islam itu intoleran. Pasalnya, syariat Islam tampak begitu membatasi dalam toleransi beragama. Padahal itu semua tidak benar, karena yang dimaksud dengan toleransi adalah menghormati setiap agama ketika beribadah. Namun, tidak untuk ikut merayakan hari besar mereka. 

Allah Swt. telah berfirman di dalam surah al-Kafirun ayat 6 yang artinya, 

“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”

Islam begitu tegas melarang kita untuk mengikuti ritual agama lain. Allah Swt. berfirman di dalam surah al-Baqarah ayat 120 yang artinya, 

“Tidak pernah rida Yahudi dan Nasrani, sebelum kalian mengikuti agama mereka ….”

Jadi, memang sudah menjadi watak mereka untuk terus mengajak kaum muslimin mengikuti milah dan semua pemikiran serta segala kebudayaan mereka.

Perayaan tahun baru kemarin juga tak kalah meriah. Orang berbondong-bondong merayakan malam tahun baru, meskipun dikemas dengan acara yang seolah-olah tidak merayakannya seperti,  bakar-bakar, berkumpul dengan handai tolan dan bahkan acara tausiyah yang sengaja di desain pada momen tahun baru.

Saat itulah, tanpa disadari mereka telah mengikuti jalan kesesatan dan termasuk dari golongan tersebut.  

Rasulullah saw. bersabda yang artinya, 

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk kaum tersebut.”

Jadi, jelaslah dalil yang telah disebutkan dalam sabda Rasulullah saw. tersebut, bahwasanya haram bagi kita sebagai seorang muslim untuk mengikuti ajaran agama dan kebiasaan mereka, apa pun itu.

Banyak yang tak menyadari bahwa hal yang dikatakan sebagai toleransi tadi nyatanya adalah propaganda terselubung mengenai moderasi yang kini sedang disebarluaskan oleh musuh-musuh Islam. 

Moderasi sendiri berasal dari bahasa latin moderatio yang artinya kesedangan. Namun, apabila dikaitkan dengan konteks di atas, maka pengertiannya akan menjadi pertengahan antara yang hak dan yang batil. Padahal, telah jelas mana yang hak dan mana yang batil, sehingga tidak ada yang namanya pertengahan atau wasathiyah.

Atas nama toleransi, mereka melegalkan moderasi beragama yang jelas itu salah. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim harus mewaspadai propaganda moderasi ini. Ini karena antara yang hak dan yang batil itu telah jelas perbedaannya. 

Moderasi juga membuktikan bahwa orang yang menganutnya tidak punya prinsip yang kuat, mudah terbawa arus. Karenanya, tetaplah mengkaji Islam agar bisa menguatkan kita di atas jalan kebenaran ini, dan jangan lupa dakwahkan kepada umat agar mereka paham akan Islam secara keseluruhan. Takbir!
Wallahu a’lam bish shawab.

Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba 
Santri Peduli Generasi





Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab