Tinta Media: Presiden
Tampilkan postingan dengan label Presiden. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Presiden. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 September 2023

Kasus Rempang, Jurnalis: Publik Terlalu Berekspektasi Tinggi kepada Presiden


 
Tinta Media - Menyikapi kasus Rempang,  Jurnalis senior Joko Prasetyo (Om Joy), mengatakan bahwa publik terlalu berekspektasi tinggi kepada presiden.
 
“Publik sih terlalu berekspektasi tinggi kepada presiden. Urusan presiden itu bagi-bagi sertifikat tanah!” ungkapnya kepada Tinta Media, Jumat (15/9/2023).
 
Ia melanjutkan, karena ekspektasi tinggi ini, presidennya jadi curhat dengan bilang, "Saya sudah sampaikan urusan yang di Rempang kepada Kapolri. Ini hanya salah komunikasi. (Mereka) diberi ganti rugi, lahan dan rumah, tetapi mungkin lokasinya belum tepat. Itu yang seharusnya diselesaikan. Masa urusan begitu harus sampai presiden?"  ucapnya, menirukan ucapan Presiden Jokowi dalam acara Infrastructure Forum di The Kasablanka Hall, Kota Kasablanka, Jakarta, Rabu (13/9/2023).  
 
Tugas Khalifah
 
Kata Om Joy, kalau menjaga kedaulatan negara dari intervensi asing dengan istilah investasi itu tugasnya khalifah.
 
“Khalifah dengan tegas akan menolak swasta apalagi negara kafir penjajah Cina (yang menjajah Muslim Uighur) untuk mengelola tambang silika (pasir kuarsa) maupun industri hilirisasinya di Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Dabo, dan Pulau Singkep,” bebernya.
 
Dalam pandangan Islam, lanjutnya, tambang kuarsa yang hasilnya melimpah maka haram dikelola swasta apalagi asing, asing penjajah lagi, lebih haram lagi. Haram pula industri hilirisasinya dikelola selain oleh negara. “Ini karena khalifah bertugas menerapkan syariat Islam secara kafah,” argumennya.
 
Ia menerangkan, khalifah tidak boleh menggusur penduduk setempat bila ingin mengelola tambang maupun membuat industri hilirisasinya. Tetapi diperkenankan membeli tanahnya dengan harga pasar dengan didasari ridha sama ridha. Tidak ada pemaksaan.
 
“Harga pasar dimaksud adalah harga pasar tanah tersebut. Kandungan tambang di dalamnya sama sekali tidak dihitung sebagai bagian harga jual tanah, karena itu kepemilikan umum, bukan milik penduduk setempat, bukan pula milik negara. Hanya saja, bila tambang itu mau dikelola, hanya negara yang berwenang mengelolanya bila depositnya melimpah,” bebernya.

Edukasi
 
Om Joy menjelaskan, negara wajib mengedukasi rakyat setempat sampai rakyat ridha menjualnya. “Sabar, negara harus sabar, raih ridhanya penduduk setempat, jangan main ancam apalagi mengerahkan Polri untuk berhadap-hadapan dengan rakyat setempat,” nasehatnya.
 
Selain itu, jelasnya, mesti diperhatikan pula, meski tanah dan rumahnya dijual dengan harga pasar, bukan berarti semua beres. 
 
“Harus dipastikan pula di tempat barunya nanti mereka bisa tetap mencari penghidupan sebagaimana sekarang ini atau bahkan bisa lebih baik lagi. Karena tugas khalifah memang begitu dalam Islam, menjamin sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan, pendidikan seluruh rakyatnya,” tambahnya.
 
Ia mencontohkan edukasi itu semisal, “Negara bilang, 100 persen keuntungan dari tambang dan industri hilirisasi tersebut akan dikembalikan lagi kepada seluruh rakyat negara (bukan hanya di Pulau Rempang dan tiga pulau lainnya),” ucapnya mencontohkan.
 
Bentuknya, ia melanjutkan,  bisa dibagi uangnya atau uangnya dialokasikan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Sehingga seluruh rakyat negara dapat mengakses pendidikan dan kesehatan sangat murah bahkan gratis.
 
“Edukasi ini bukan janji kosong, tetapi memang begitulah Islam mengatur harta kepemilikan umum dan peruntukkannya,” tegasnya.    
 
Menurutnya, hal seperti itulah yang wajib dilakukan negara. Adapun yang boleh dilakukan negara ketika mengedukasi penduduk setempat, jelasnya, maka dijanjikan penduduk setempat mendapat prioritas untuk bekerja di tambang dan industri tersebut tetapi tetap harus menempuh prosedur lulus training.
 
“Bila belum lulus, boleh ditraining ulang, sehingga peluang penduduk setempat untuk diterima kerja lebih banyak lagi tanpa mengabaikan profesionalitas,” tukasnya.
 
Terakhir ia menegaskan, itu memang tugas khalifah. Maka, wajar bila presiden tidak mau mengurusi masalah ini, dengan mengatakan hal itu diurusi oleh Polri.

“Menurut saya itu suatu kemajuan dari seorang presiden daripada sekadar bagi-bagi sertifikat tanah seperti yang selama ini dibanggakan dan viral di medsos. Yang sebenarnya, dalam sistem yang berlaku sekarang pun bagi-bagi sertifikat tanah itu hanyalah tugas seorang lurah, bukan presiden,”  pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Kamis, 18 Mei 2023

Netralitas Presiden Bukan Perkara Mendasar Selesaikan Masalah Negeri

Tinta Media - Menanggapi kekhawatiran masyarakat akan terjadinya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang Presiden dalam Pemilu 2024, Kyai Abu Zaid dari Tabbayun Center menyatakan, netralitas presiden bukan perkara mendasar dalam menyelesaikan problem di Indonesia.

“Jadi, bukan sekedar masalah pemimpin atau presidennya diganti, atau sikap netral dari lembaga pelaksana pemilu, atau sikap netral presiden. Itu semua bukan perkara mendasar yang bisa menyelesaikan problem yang dialami negeri ini,” tuturnya dalam Kabar Petang: Perubahan Hakiki Hanya dengan Islam, Sabtu (14/5/2023) di kanal YouTube Khilafah News.

Kyai Abu Zaid menjelaskan, masalah kepemimpinan saat ini memang menjadi problem utama. Tapi sebenarnya, itu adalah dampak dari cara pandang atau pandangan hidup yang dipahami oleh rakyat Indonesia.  

“Kalau kembali pada Islam, karena kita seorang muslim, karut marut yang terjadi di negeri ini baik ekonomi, politik, sosial dan budaya, bukan sekedar masalah kepemimpinan. Tapi, harus dikembalikan kepada satu kondisi di mana Allah subhanahu wa ta'ala tidak meridhoi kita,” terang Kyai Abu Zaid.

Oleh karena itu, menurutnya, rakyat Indonesia harus kembali kepada Al-Qur’an. Kyai Abu Zaid kemudian membacakan ayat Al-Qur’an surat Al A’raf ayat 96 yang artinya, ‘Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan’.

“Jadi, dalam ayat ini Allah memberikan rumus kehidupan, kalau beriman dan bertakwa, artinya beriman, meyakini apa yang harus kita imani, kemudian melaksanakan syariat Islam secara kaafah, maka yang turun dari langit barokah, yang keluar dari bumi barokah. Tidak akan terjadi karut marut seperti ini,” tegasnya.

Namun sebaliknya, jika mendustakan ayat-ayat Allah Swt., membenarkan perkara salah, menghalalkan yang haram, mengharamkan yang halal, tidak menerapkan syariat Islam secara kaafah, bahkan menolak, menfitnah syariat Islam, maka akan disiksa oleh Allah sesuai apa yang telah dikerjakan. 

“Dalam Surat Ar-Rum ayat 41 juga begitu rumusannya, ‘Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia’. Kemudian Allah menegaskan bahwa, ‘Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (dampak) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar’. Jadi, rumusannya seperti itu,” beber Kyai Abu Zaid.

Sayangnya, realitas kehidupan justru menunjukkan, umat Islam memilih-milih dalam melaksanakan syariat Islam, dalam masalah aqidah terjadi banyak penyimpangan, hingga berbagai kemaksiatan sudah sedemikian rupa.  

“Kalau kita lihat, dosa apa lagi, maksiat jenis apa lagi yang belum dilakukan di negeri ini. Semua sudah dilakukan,” imbuhnya.

Menurutnya, karut marut di negeri ini merupakan peringatan keras dari Allah Swt. Problem utamanya adalah karena tidak taat kepada Allah Swt. Adapun solusi atas segala permasalahan di negeri ini, tidak lain adalah dengan jalan kembali kepada Allah dan Rasulullah. 

“Kembali kepada Islam, kembali kepada Al-Qur’an, kembali kepada As-Sunnah. Ini adalah perkara utama dan paling mendasar yang tidak bisa ditawar-tawar,” pungkasnya. [] Ikhty

Rabu, 21 Desember 2022

TUNDA PEMILU, MODUS MEMPERPANJANG USIA KEKUASAAN PRESIDEN JOKO WIDODO

Tinta Media - Saat berdiskusi di PKAD bersama Victor Tandiyasa Santosa dan Refly Harun (15/12), penulis menyampaikan analisa adanya keterkaitan pengesahan RKUHP dengan wacana tunda Pemilu untuk memperpanjang usia kekuasaan Saudara Joko Widodo. Wacana tunda Pemilu bukanlah wacana main-main, melainkan sebuah desain memperpanjang usia kekuasaan yang benar-benar sudah dipersiapkan secara matang.

Munculnya ketentuan Pasal 624 KUHP, yang berbunyi "Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan", tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk melindungi kekuasaan dalam mengeksekusi tunda Pemilu.

Pasal ini, dalam prosesnya menuju 2025 akan melindungi KUHP yang baru disahkan dari upaya Yudisial Review di Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal ini, dapat dijadikan dalih bagi MK untuk menolak permohonan uji materi baik formil maupun materil dengan alasan KUHP yang baru belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Permohonan uji materi di MK akan dikualifikasikan prematur, dan perkara akan dikalahkan.

Saat berlaku efektif Januari 2025 (meskipun hitungan bulan belum genap  36 bulan, namun hitungan tahun telah masuk tahun ketiga), KUHP akan efektif diterapkan dan tidak cukup waktu untuk diuji di MK. Januari 2025 adalah periode awal perpanjangan kekuasaan Jokowi dengan modus tunda Pemilu, setelah 20 Oktober 2024 Jokowi habis masa jabatannya di periode kedua.

Pasal-pasal anti kritik di KUHP (penghinaan presiden, DPR, dll) akan diaktivasi untuk membungkam penolakan perpanjangan usia kekuasaan Jokowi. Demonstrasi juga akan dibungkam dengan pidana demo tanpa pemberitahuan. Cara untuk mengunci demo tak memiliki izin (pemberitahuan), adalah dengan modus tidak diterbitkannya STTP oleh kepolisian.

Adapun cara untuk mengeksekusi penundaan Pemilu bisa dengan amandemen konstitusi dengan menambah kewenangan MPR untuk menetapkan penundaan Pemilu dan menetapkan pejabat terkait tetap sah di posisinya masing-masing (Presiden, Wapres, DPR, DPD hingga DPRD). Saat ini, wacana amandemen ini masih pasang surut.

Awalnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo yang paling getol mewacanakan amandemen konstitusi dengan dalih akan menginjeksi konsep PPHN (pokok pokok haluan negara) dalam konstitusi. Tapi belakangan, Bamsoet tidak bersemangat, apalagi setelah dikeroyok publik akibat wacana tunda Pemilu yang digulirkannya dengan modus mengaitkan hasil survei politracking soal tingkat kepuasan publik pada kinerja Jokowi dengan keinginan untuk terus dipimpin Jokowi.

Jika amandemen tidak memungkinkan, maka wacana tunda Pemilu akan dieksekusi melalui dekrit. Dekrit hanya akan dieksekusi saat Presiden benar-benar yakin mendapat dukungan penuh dari militer. Sebab, dekrit tanpa dukungan militer sama saja bunuh diri politik.

Soekarno mengeluarkan dekrit 1 Juni 1959 untuk kembali ke UUD 1945, membubarkan parlemen, mengambil kembali kekuasaan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, terjadi mulus karena didukung militer. Sedangkan dekrit Gus Dur gagal, karena militer (TNI) tidak mendukung Gus Dur.

Kalkulasi dukungan TNI untuk mengeluarkan dekrit akan diambil dengan memastikan pucuk pimpinan dan sejumlah pemegang tongkat komando ditubuh TNI harus benar-benar diisi orang-orang yang loyal pada Jokowi. 

Sampai saat ini, TNI bisa dikatakan lebih loyal kepada Jokowi ketimbang kepada NKRI. Terbukti, pasukan TNI lebih serius dikerahkan ke Solo untuk menjaga pernikahan Kaesang ketimbang dikirim ke Papua untuk menjaga kedaulatan Negara dari rongrongan teroris OPM di Papua.

Parpol, DPR, MPR, DPD, DPRD akan kompak mendukung penundaan Pemilu, kecuali partai kecil pendatang baru yang sedang bermimpi berkuasa via Pemilu. Karena penundaan Pemilu, berarti juga berkah untuk Parpol, DPR, MPR, DPD dan DPRD. Mereka dapat berkuasa kembali, menikmati legitnya kekuasaan tanpa harus berkeringat dan mengeluarkan uang untuk bertarung dalam kontestasi Pemilu.

Wacana tunda Pemilu selalu mendapatkan dukungan elit secara bergantian. Sebelumnya, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, Cak Imin hingga Bambang Soesatyo yang bicara. Kini, level Waketum Parpol mulai ikut bicara.

Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mulyadi menilai adanya wacana perpanjangan masa jabatan presiden maupun penundaan pemilu 2024 yang dilontarkan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo merupakan hal yang wajar dan bagian dari aspirasi masyarakat. 

Hal itu mengkonfirmasi, wacana tunda Pemilu bukan sekedar isu politik. Melainkan sebuah gerakan politik yang dijalankan secara terstruktur, sistematis dan masif. Kalau sudah begini, masih relevankah masyarakat disibukkan dengan narasi copras capres?

Jangan lupa, meskipun tahapan Pemilu sudah dimulai namun untuk membatalkannya dapat dieksekusi kapan saja. Bahkan hingga satu hari menjelang pemungutan suara. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Umum LBH LESPASS (Lex Sharia Pacta Sunt Servanda)

Sabtu, 03 Desember 2022

Abu Zaid: Presiden Dambaan Umat adalah...

Tinta Media - Ustaz Abu Zaid dari Tabayyun Center menjelaskan bagaimana presiden dambaan umat.

“Presiden dambaan umat adalah yang mengajak umat ke surga baik suka rela maupun terpaksa,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (2/12/2022).

Cara menjadi presiden dambaan umat menurutnya adalah ketika menjadi presiden maka dia segera menggalang kekuatan umat. “Untuk mendapat kekuatan umat agar bisa melaksanakan syariat Islam secara kaffah,” jelasnya.

Selain itu, jadi presiden dambaan umat akan segera merubah sistem kufur menjadi sistem Islam. Menjadi negara yang melaksanakan syariat Islam secara kaffah dalam sistem khilafah. “Dan dia merubah dirinya dari presiden menjadi kholifah dengan baiat dari tokoh tokoh umat,” jelasnya lebih lanjut.

“Apa itu mungkin?” tanyanya menambahkan. 

Bagi Ustaz Abu Zaid, itu mungkin saja asal ada kemauan. Ia menilai, sebenarnya umat ini merindukan Islam kaffah. 
“Mereka dengan aqidah Islam yang masih menancap pastinya hanya ridho dengan Islam. Hanya saja para ulama su telah memanipulasi keimanan dan keislaman umat diarahkan kepada ketundukan kepada rejim antek penjajah dengan berbagai fatwa batil,” nilainya. 

Ia menyontohkan tentang kewajiban taat ulil amri dalam Islam dimanipulasi menjadi taat mutlak kepada rezim meskipun diperintah dengan hukum jahiliyah. Tentang khilafah yang merupakan kewajiban dalam Islam dimanipulasi dengan fatwa-fatwa bolehnya sistem selain khilafah meski jelas sistem kufur. “Inilah salah satu dosa besar ulama su semoga Allah membinasakan mereka,” tegasnya. 

Jadi presiden dambaan umat menurutnya adalah presiden yang segera merubah sistem kufur menjadi sistem Islam dengan mengubah sistem ini menjadi khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. “Inilah presiden yang secara riil mengajak umat ke surga. Bukan sekedar boneka oligarkhi yang mengumbar janji jani palsu hidup sejahtera  sembako murah, pendidikan murah, kesehatan murah dll yang semuanya omong kosong,” paparnya. 

Dia meminta penguasa menjadi presiden dambaan umat agar anda bersama sama umat Nabi Muhammad SAW menuju surga. 
“Agar anda terhindar dari jurang neraka karena menjadi penguasa yang melaksanakan hukum jahiliyah. Agar anda bisa menjadi pemimpin yang adil yang Allah janjikan naungan di akhirat ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya. Mau tidak?” pungkasnya. [] Raras

Selasa, 20 September 2022

Koalisi Cari Jodoh Kemenangan Pemilu 2024, Demi Rakyat atau Kekuasaan?

Tinta Media - Ketua DPR-RI sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani melakukan kunjungan ke Kediaman Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, di Hambalang, 4 Agustus 2022 lalu. Kunjungan tersebut dikatakan Puan sebagai awal untuk menjalin komunikasi terbuka antara PDI Perjuangan dan Gerindra.

"Komunikasi terbuka ini untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara, sehingga tidak menutup kemungkinan akan adanya koalisi antara kedua partai untuk menjadi pasangan capres dan cawapres dalam pemilu 2024 nanti. Karena segala kemungkinan bisa terjadi jelang pemilu," ungkap Prabowo.

Saling lirik pasangan sudah gencar dilakukan oleh partai-partai peserta pemilu 2024. Mereka berlomba-lomba main mata cari jodoh untuk dapat meraih kemenangan dalam pemilu mendatang. Safari politik dilakukan untuk meningkatkan elektabilitas, walaupun dengan biaya yang sangat mahal.

Miris memang melihat tingkah polah para pejabat hari ini. Di saat rakyat menjerit merasakan kesulitan hidup akibat pandemi serta kenaikan harga BBM, mereka justru menutup mata dan telinga, seolah buta serta tuli dengan kondisi yang ada. Bukannya memberikan solusi atas permasalahan rakyat, mereka justru sibuk menyiapkan pencalonan diri untuk pemilu 2024.

Dukung-mendukung dan mengatur koalisi demi kemenangan pemilu 2024, menunjukkan keinginan mereka untuk bertengger lebih lama di kursi kekuasaan. Sementara posisi mereka di kekuasaan pada saat ini pun, belum menunjukkan kapabilitasnya dalam menyelesaikan persoalan rakyat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kesengsaraan hidup yang dirasakan oleh rakyat, tanpa ada solusi nyata dan tuntas.

Di sisi yang lain, terbentuknya koalisi antar partai, sesungguhnya menggambarkan lemahnya ideologi partai-partai tersebut. Setiap partai sejatinya haruslah memiliki ideologi dengan asas dan tujuan yang jelas. Namun, saat partai melakukan koalisi, maka fungsi kontrolnya akan melemah, bahkan mandul. Partai akan menjadi pragmatis dan melupakan ideologi yang menjadi asasnya.

Pragmatisme ini akan membuat sikap politik partai berubah-ubah setiap saat, seiring perubahan tempat dan waktu untuk meraih kursi kekuasaan. Hal ini menjadikan idealisme partai luntur, karena lebih mengedepankan target jabatan dan kedudukan. Ketika kader-kader partai politik tersebut berhasil duduk di kekuasaan, baik di eksekutif maupun legislatif, maka jabatan yang dimiliki akan sangat mudah disetir oleh kepentingan dari pihak-pihak yang berkoalisi dengannya.

Semisal kader yang berhasil terpilih sebagai anggota DPR, yang berfungsi untuk membuat undang-undang, maka undang-undang tersebut akan sarat dengan kepentingan partai lain yang berkoalisi dengan partainya. Maka, terjadilah penyalahgunaan fungsi partai yang akhirnya berasas pada kemanfaatan untuk dirinya, partainya, dan rekan koalisinya.

Peraihan jumlah kursi parlemen yang besar, dimanfaatkan untuk menguasai suara mayoritas demi legalisasi suatu undang-undang untuk melanggengkan kekuasaan atau kepentingan mereka, walaupun harus menyengsarakan rakyat. Ingatlah jawaban para pejabat saat rakyat mengalami berbagai kesulitan hidup.

Bukannya memberikan solusi, mereka justru memberikan jawaban yang menyakitkan hati. Ketika cabai mahal, disuruh tanam sendiri, listrik mahal, disuruh cabut meteran, BPJS naik, disuruh jangan sakit, dan masih banyak lagi. Bahkan para "emak-emak dinyinyirin", dengan sebutan tidak kreatif mengolah masakan saat adanya kelangkaan minyak goreng. Ketika kini mahasiswa demo menolak kenaikan harga BBM, penguasa negeri ini berjanji menemui pendemo, tetapi malah kabur lewat pintu belakang.

Maka jangan heran, selama demokrasi masih bercokol di negeri ini, walaupun berulangkali pemilu dan berganti penguasa, fenomena seperti ini akan terus terjadi. Biaya politik yang mahal untuk meraih kekuasaan dalam sistem demokrasi menjadikan para politisi tak akan lepas perhatiannya dari target politik untuk semata-mata meraih tampuk kekuasaan, tanpa ada keinginan untuk melayani kepentingan rakyat, bahkan malah menyengsarakan rakyat.

Inilah wujud asli demokrasi. Plato sebagai pencetus awal konsep ini telah memprediksi bahwa dalam sistem ini akan lahir para penguasa tiran. Jargon dari, oleh, dan untuk rakyat justru menjebak rakyat untuk mendukung kekuasaan yang dikendalikan olah oligarki. Para oligarkilah yang kelak akan mewujudkan diri sendiri sebagai para tiran.

Rakyat ditipu oleh wajah polos demokrasi. Janji-janji manis dan palsu selalu disebarkan politisi menjelang pemilu. Bahkan, saat mereka menang, janji tersebut tidak pernah terealisasi.

Hal ini berbeda dengan Islam yang merupakan sistem kehidupan. Dalam Islam, keberadaan partai politik diperintahkan oleh Allah Swt. dalam surah Ali-Imran ayat 104. Partai memiliki fungsi menyeru kepada Islam dan melaksanakan amar makruf nahi mungkar.

Partai politik Islam semestinya melakukan pembinaan kepada umat sekaligus membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah Islamiah). Caranya adalah dengan menyampaikan kepada mereka sejumlah tolok ukur yang benar sesuai Syariat Islam. Dengan itu, mereka cinta untuk selalu berhukum dengan syariat dan benci jika berhukum dengan selainnya. Selain itu, partai politik Islam juga mesti menanamkan pemikiran-pemikiran Islam kepada umat melalui sejumlah halqah muraqazah (pembinaan intensif) serta mengajak masyarakat agar mengadopsi pemikiran-pemikirannya.

Dengan demikian, partai berperan sebagai pembimbing bagi umat. Partai politik Islam terjun ke tengah-tengah umat dengan sejumlah pemikiran Islam mengenai akidah dan hukum-hukum syariat yang pokok dalam bentuk yang dapat menyatukan umat. Hal ini dilakukan untuk mencapai satu tujuan yaitu menjadikan syariat Allah sebagai satu-satunya hakim (pemutus perkara).

Aktivitas ini dilakukan kepada umat dan penguasa yang menjalankan kekuasaannya kepada umat. Inilah aktivitas politik yang seharusnya dilakukan partai politik, yakni menjaga agar kehidupan bernegara tetap terjaga dan berada di dalam rel yang benar, yakni sesuai Syariat Islam, bukan seperti partai politik saat ini yang mencari kursi dan kekuasaan, walaupun dengan menebar janji palsu.

Ada tiga orang yang Allah enggan berbicara kepada mereka pada hari kiamat kelak. Dia tidak sudi memandang wajah mereka dan tidak akan membersihkan mereka dari dosa. Serta akan mempersiapkan siksa yang amat pedih untuk mereka. Salah satunya adalah penguasa yang suka berdusta .... (HR. Muslim) 

Wallahu'alam bishawwab

Oleh: Thaqqiyuna Dewi S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media

Minggu, 05 Juni 2022

APA YANG KAU CARI PARA CAPRES?


Tinta Media - Akhirnya Jokowi pun tidak mau ketinggalan melakukan kampanye "terselubung" demi mendukung "jago" nya di Pilpres 2024, dalam suatu acara di Magelang kemarin. Menambah hingar bingar kampanye "prematur" yang dilakukan para Capres dan para pendukungnya.

Namun ada sebuah pertanyaan yang  tidak muncul dalam hal ini, yaitu mau "ngapain" setelah terpilih ? Apakah sekedar seperti yang sekarang yaitu hanya memperbesar hutang LN ? Bahkan hanya untuk hal hal yang tidak urgent seperti Bandara Kertajati yang akhirnya untuk "taman bermain" ? Proyek pembangkit 35.000 MW yang akhirnya RSH/"mangkrak" 68,1% ? KA Cepat Jkt-Bandung yang tanpa kajian ekonomi ? Dan terakhir IKN ? Yang semuanya indikasinya hanya untuk menutupi ketidak mampuan ?

Atau kongkrit nya setelah terpilih nanti hanya akan memperbesar hutang LN ? Hanya akan menjual asset negara seperti PLN, dan menyerahkan sumber daya alam ke TKA Aseng ?

Kalau nantinya hanya seperti itu yang akan anda lakukan , memang sial bangsa ini ! Terus kapan tujuan Kemerdekaan yang ada di Konstitusi ini akan diwujudkan ? Kapan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 , " Cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai Negara " akan di praktek kan ? Bukan malah dikuasai "Peng Peng" seperti Luhut BP, JK, Dahlan Iskan, Erick Tohir yang bersekongkol dengan Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga , dan akhirnya berakibat mahalnya minyak goreng dan listrik dll ?

Dengan demikian Presiden  terpilih 2024 tidak usah sebar jargon seperti Nawa Cita, Saya Panca Sila, NKRI Harga Mati dll.

Yang dibutuhkan adalah :

1. Terbitkan Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945 yang asli (artinya harus ada Nasionalisasi asset dan SDA).

2. Tunda hutang LN.

Kalau anda tidak mampu lakukan itu maka bersiaplah Indonesia akan di "caplok" China Komunis lewat OBOR (One Belt One Road) dan AS/Blok Kapitalis lewat GLOBALISASI !

Mana Panca Sila dan UUD 1945 ? Selama ini hanya  "jargon" !!

MAGELANG, 24 MEI 2022.

Oleh: Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.

Senin, 30 Mei 2022

Koordinator Invest: Mau Ngapain Setelah Jadi Presiden?


Tinta Media - Menanggapi hingar bingar menjelang pemilihan presiden, Koordinator Invest Ahmad Daryoko mempertanyakan apa yang akan dilakukan oleh mereka setelah terpilih. “Namun ada sebuah pertanyaan yaitu mau ngapain setelah terpilih?” tuturnya kepada Tinta Media: Apa yang Kau Cari Para Capres? Selasa (24/5/2022).

Ia mengkritisinya dengan mempertanyakan secara konkret setelah terpilih akan melakukan apa. Apakah untuk menambah hutang luar negeri atau untuk menjual aset negara, seperti PLN, dan menyerahkan sumber daya alam ke Tenaga Kerja Aseng (TKA). Dan semua ini mengindikasikan dalam menutupi ketidakmampuan.

“Apakah sekedar seperti sekarang yaitu hanya memperbesar hutang LN? Bahkan hanya untuk hal-hal yang tidak urgent seperti Bandara Kertajati yang akhirnya untuk “taman bermain”? Proyek pembangkit 35.000 Mega Watt (MW) yang akhirnya RSH atau “mangkrak” 68,1 persen? Kereta api Cepat Jakarta – Bandung yang tanpa kajian ekonomi?  Dan terakhir IKN? Yang semuanya indikasinya hanya untuk menutupi ketidakmampuan?” kritiknya.

Ia menegaskan apabila keadaannya seperti demikian maka sulit untuk mewujudkan tujuan kemerdekaan sesuai dengan konstitusi.

“Kalau nantinya hanya seperti itu yang akan Anda lakukan, terus kapan tujuan kemerdekaan yang ada di konstitusi ini akan diwujudkan? Kapan pasal 33 ayat (2) UUD 1945, Cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara, akan dipraktikkan?” tegasnya.

Karena baginya sekarang cabang produksi dan hajat hidup orang banyak tersebut telah dikuasai  oleh “Peng-peng”, seperti Luhut  BP, JK, Dahlan Iskan, Erick Thohir, yang bersekongkol dengan Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga.

“Akhirnya berakibat mahalnya minyak goreng dan listrik, dan lain-lain,” katanya.

Menurutnya, yang diperlukan untuk menjadi presiden dengan dua langkah agar Indonesia tidak dicaplok oleh China Komunis lewat OBOR (One Belt One Road) dan AS/Blok Kapitalis lewat globalisasi.
“Yaitu, pertama terbitkan Dekrit Presiden ke UUD 1946 yang asli, artinya harus ada nasionalisasi aset dan sumber daya alam (SDA). Dan kedua, tunda hutang luar negeri (LN),” ujarnya.


Ia menilai kelak presiden terpilih 2024 tidak perlu menyebarkan jargon seperti Nawa Cita, Saya Pancasila, NKRI harga mati, dan lain-lain. 

“Mana Pancasila dan UUD 1945? Selama ini hanya jargon,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa Jokowi telah melakukan kampanye terselubung demi mendukung jagonya di Pemilihan Presiden 2024 dalam suatu acara di Magelang.

“Menambah hingar bingar kampanye prematur yang dilakukan para calon presiden dan para pendukungnya,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Sabtu, 02 April 2022

Ketua MK Nikahi Adik Jokowi, Sastrawan Politik: Bisa Dijadikan Strategi Pengamanan Tunda Pemilu

https://drive.google.com/uc?export=view&id=16ZS9N0TtbI9bvHFv7zIK6RgaL7DXJZf4

Tinta Media - Menanggapi kabar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman akan menikahi adik kandung Presiden Joko Widodo, Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menilai hal ini bisa dijadikan strategi pengamanan tunda pemilu.

"Wajah publik khawatir, langkah ini bisa dijadikan strategi pengamanan tunda pemilu untuk menambah kekuasaan Jokowi," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (1/4/2022).

Menurutnya, sangat wajar publik khawatir, karena pertimbangan putusan MK kelak akan dibahas di kamar berdua Idayati. "Tidak lagi atas pertimbangan hukum dan keadilan, melainkan atas kepentingan kekuasaan," ungkapnya.

Ia mengingatkan, mengenai status Idayati yang merupakan adik Jokowi. Jokowi sebagai pucuk pimpinan lembaga eksekutif (Presiden), dan Anwar Usman selaku ketua lembaga yudikatif (MK). "Akan sangat berpengaruh pada independensi lembaga MK," terangnya.

Ia melanjutkan, MK memiliki posisi strategis sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution, penafsir konstitusi (the sole interpreter of the constitution), pengawal demokrasi (the guardian of the democracy), pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of the citizen's constitutional rights), serta pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights).

“Karena itu, sekali lagi potensi konflik kepentingan yang menyebabkan MK kehilangan independensi dalam menjalankan fungsi dan perannya. "Terutama untuk menjaga kualitas putusan Mahkamah Konstitusi," paparnya.

Ia pun menyayangkan kritik masyarakat terhadap Anwar Usman tidak dijawab dengan perspektif seorang negarawan dalam menyampaikan pikiran yang berintegritas. "Dengan narasi wajah gantengnya, Anwar justru bernarasi tentang takdir cinta dan jodohnya," tukasnya.

Ia melihat bahwa disinilah letak kesalahan dan bias jawaban sekaligus penjelasan Anwar Usman. “Anwar tidak pernah menjawab dengan penegasan bahwa keputusannya untuk menikahi Idayati tidak akan mempengaruhi putusan yang dihasilkan MK. Anwar tidak memberikan komitmen dan garansi bahwa dirinya akan tetap independen, menjadi pengawal konstitusi dan tidak akan berubah menjadi garda penjaga kekuasaan Jokowi," bebernya.

Kalaupun Anwar menyatakan komitmen itu, menurutnya, tetap saja publik belum tentu percaya. "Mengingat, publik lebih mempercayai atas apa yang dilakukan ketimbang apa yang dijanjikan," tandasnya.[]Ajira

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab