Kasus Rempang, Jurnalis: Publik Terlalu Berekspektasi Tinggi kepada Presiden
Tinta Media - Menyikapi kasus Rempang, Jurnalis senior Joko Prasetyo (Om Joy), mengatakan bahwa publik terlalu berekspektasi tinggi kepada presiden.
“Publik sih terlalu berekspektasi tinggi kepada presiden. Urusan presiden itu bagi-bagi sertifikat tanah!” ungkapnya kepada Tinta Media, Jumat (15/9/2023).
Ia melanjutkan, karena ekspektasi tinggi ini, presidennya jadi curhat dengan bilang, "Saya sudah sampaikan urusan yang di Rempang kepada Kapolri. Ini hanya salah komunikasi. (Mereka) diberi ganti rugi, lahan dan rumah, tetapi mungkin lokasinya belum tepat. Itu yang seharusnya diselesaikan. Masa urusan begitu harus sampai presiden?" ucapnya, menirukan ucapan Presiden Jokowi dalam acara Infrastructure Forum di The Kasablanka Hall, Kota Kasablanka, Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Tugas Khalifah
Kata Om Joy, kalau menjaga kedaulatan negara dari intervensi asing dengan istilah investasi itu tugasnya khalifah.
“Khalifah dengan tegas akan menolak swasta apalagi negara kafir penjajah Cina (yang menjajah Muslim Uighur) untuk mengelola tambang silika (pasir kuarsa) maupun industri hilirisasinya di Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Dabo, dan Pulau Singkep,” bebernya.
Dalam pandangan Islam, lanjutnya, tambang kuarsa yang hasilnya melimpah maka haram dikelola swasta apalagi asing, asing penjajah lagi, lebih haram lagi. Haram pula industri hilirisasinya dikelola selain oleh negara. “Ini karena khalifah bertugas menerapkan syariat Islam secara kafah,” argumennya.
Ia menerangkan, khalifah tidak boleh menggusur penduduk setempat bila ingin mengelola tambang maupun membuat industri hilirisasinya. Tetapi diperkenankan membeli tanahnya dengan harga pasar dengan didasari ridha sama ridha. Tidak ada pemaksaan.
“Harga pasar dimaksud adalah harga pasar tanah tersebut. Kandungan tambang di dalamnya sama sekali tidak dihitung sebagai bagian harga jual tanah, karena itu kepemilikan umum, bukan milik penduduk setempat, bukan pula milik negara. Hanya saja, bila tambang itu mau dikelola, hanya negara yang berwenang mengelolanya bila depositnya melimpah,” bebernya.
Edukasi
Om Joy menjelaskan, negara wajib mengedukasi rakyat setempat sampai rakyat ridha menjualnya. “Sabar, negara harus sabar, raih ridhanya penduduk setempat, jangan main ancam apalagi mengerahkan Polri untuk berhadap-hadapan dengan rakyat setempat,” nasehatnya.
Selain itu, jelasnya, mesti diperhatikan pula, meski tanah dan rumahnya dijual dengan harga pasar, bukan berarti semua beres.
“Harus dipastikan pula di tempat barunya nanti mereka bisa tetap mencari penghidupan sebagaimana sekarang ini atau bahkan bisa lebih baik lagi. Karena tugas khalifah memang begitu dalam Islam, menjamin sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan, pendidikan seluruh rakyatnya,” tambahnya.
Ia mencontohkan edukasi itu semisal, “Negara bilang, 100 persen keuntungan dari tambang dan industri hilirisasi tersebut akan dikembalikan lagi kepada seluruh rakyat negara (bukan hanya di Pulau Rempang dan tiga pulau lainnya),” ucapnya mencontohkan.
Bentuknya, ia melanjutkan, bisa dibagi uangnya atau uangnya dialokasikan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Sehingga seluruh rakyat negara dapat mengakses pendidikan dan kesehatan sangat murah bahkan gratis.
“Edukasi ini bukan janji kosong, tetapi memang begitulah Islam mengatur harta kepemilikan umum dan peruntukkannya,” tegasnya.
Menurutnya, hal seperti itulah yang wajib dilakukan negara. Adapun yang boleh dilakukan negara ketika mengedukasi penduduk setempat, jelasnya, maka dijanjikan penduduk setempat mendapat prioritas untuk bekerja di tambang dan industri tersebut tetapi tetap harus menempuh prosedur lulus training.
“Bila belum lulus, boleh ditraining ulang, sehingga peluang penduduk setempat untuk diterima kerja lebih banyak lagi tanpa mengabaikan profesionalitas,” tukasnya.
Terakhir ia menegaskan, itu memang tugas khalifah. Maka, wajar bila presiden tidak mau mengurusi masalah ini, dengan mengatakan hal itu diurusi oleh Polri.
“Menurut saya itu suatu kemajuan dari seorang presiden daripada sekadar bagi-bagi sertifikat tanah seperti yang selama ini dibanggakan dan viral di medsos. Yang sebenarnya, dalam sistem yang berlaku sekarang pun bagi-bagi sertifikat tanah itu hanyalah tugas seorang lurah, bukan presiden,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.