Tinta Media: Predator
Tampilkan postingan dengan label Predator. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Predator. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 November 2024

Predator Anak Marak, Lahir dari Sistem Rusak



Tinta Media - Marah sekaligus geram mendengar fenomena anak menjadi korban rudapaksa oleh para predator. Para pelaku dekat dengan anak dan berkedok agama, tetapi menjadi pemangsa yang paling mengerikan. Kebrutalan para pelaku sudah dalam tataran perilaku binatang. 

Polisi menetapkan dua tersangka kasus pencabulan anak di panti asuhan Kunciran Indah, Kota Tangerang. Keduanya adalah pemilik dan pengasuh di panti asuhan tersebut. 

Kedua tersangka itu adalah Sudirman (49) selaku pemilik yayasan panti asuhan dan Yusuf (30) selaku pengurus. Keduanya kini ditahan di Polres Metro Tangerang Kota. (Detik.com, 07/10/2024)

Agama dijadikan tameng untuk mengeksekusi korban, sungguh memalukan. Pencabulan anak sudah lama menghantui calon generasi negeri ini. Namun, solusi yang ditawarkan belum sampai ke akar masalah. Jika sudah ada korban yang mengadu, barulah aparat bertindak. Tidak ada pelindung bagi anak-anak dari incaran predator. Wacana kebiri bagi pelaku tidak membuat ciut nyali predator. Nyatanya, hukuman pun tarik ulur dan tidak memberi solusi.

Sungguh malang nasib anak dalam sistem sekularisme kapitalis. Bukan hanya terkait kebutuhan yang kian mahal, tetapi kehormatan serta masa depan mereka hancur di tangan para predator. 

Anak-anak akan diperhatikan menjelang perayaan hari anak, tetapi tidak ada penjagaan yang memberikan ruang aman buat masa depannya. Ini artinya negara setengah hati memperhatikan nasib generasi. Para pemimpin lebih sibuk lobi sana sini untuk mengamankan kursi kekuasaan. 

Dalam sistem ini, agama sekadar formalitas, tidak ada pengaruh dalam kehidupan. Artinya, agama tidak dijadikan landasan dalam melakukan aktivitas. Padahal, agama ibarat rem yang bisa mengendalikan perilaku agar tidak tersesat. Karena itu, bermunculan orang yang tidak takut dosa saat melakukan kekejian. Seruan untuk menerapkan lslam dalam bernegara dianggap memecah belah, radikal, ekstrem, dan sebutan lain yang membuat masyarakat menjauh dari syariat yang mulia sehingga mereka mudah terjerumus dalam kehinaan.

Dari sistem rusak ini, tayangan pornoaksi dan pornografi bebas berseliweran di media sosial, padahal konten ini menjadi salah satu pemicu terbesar tindakan amoral predator. Dengan alasan kebebasan, manusia melakukan apa saja tanpa ada batas. Sungguh, kehidupan tidak bisa berjalan dengan baik dan tenang karena siapa saja bisa menjadi pelaku dan sekaligus korban.

Saatnya Kembali pada Islam

Islam sebagai sistem kehidupan mampu mencegah terjadinya perilaku amoral ini. Sistem yang berasal dari Pencipta, yaitu Allah Swt. pasti baik untuk semua manusia, muslim maupun non muslim.

Pertama, membentuk ketakwaan individu masyarakat. Negara wajib menjaga keimanan masyarakat melalui kurikulum yang berbasis akidah sejak sekolah dasar. Bisa juga dengan memberikan pemahaman akidah atau iman di masjid, musala, rumah, serta di tempat mana saja yang mudah dijangkau. Dengan ketakwaan, masyarakat akan menjauhi dan meninggalkan perbuatan yang dilarang agama.

Kedua, masyarakat dalam lslam terbiasa dengan amar makruf nahi munkar. Aktivitas ini adalah wajib, maka berdosa jika meninggalkannya. Amar makruf nahi munkar juga merupakan bentuk kasih sayang untuk menjaga manusia agar terhindar dari perbuatan tercela. Masyarakat akan malu dan takut melakukan perbuatan dosa karena satu sama lain saling mengingatkan.

Ketiga, menutup rapat media yang menayangkan konten pornografi, pornoaksi, dan yang sejenis karena bisa merusak iman serta akal, seperti tayangan perempuan yang mengumbar aurat, aktivitas pacaran, pertunjukan musik dan joget yang campur baur antara laki-laki serta wanita, dan lainnya yang memicu sahwat.

Keempat, negara akan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku sodomi, pencabulan, pemerkosaan, dan yang lainnya dengan hukuman yang berat, yaitu takzir dari khalifah. Hukuman bisa berupa denda, cambuk, penjara, hingga hukuman mati yang diperlihatkan pada khalayak. 

Hukuman yang diberikan mempunyai dua efek, yaitu:

Pertama, yaitu efek jera atau jawazir, agar pelaku dan orang lain tidak melakukan hal yang sama. 

Kedua, jawabir yaitu sebagai penebus dosa di ahirat karena hukuman sudah diterapkan di dunia.

Walhasil, dengan penerapan sistem lslam, akan tertutup celah munculnya predator anak, karena kehidupan masyarakat disuasanakan dengan iman dan takwa. Sebaliknya, predator anak akan terus marak karena sistem rusak sekularisme kapitalisme tetap dipertahankan. 
Allahu a’lam.




Oleh: Umi Hanifah 
(Sahabat Tinta Media)

Sabtu, 02 November 2024

Markas Predator Berkedok Panti Asuhan

Tinta Media - Marah, geram, sakit hati dan berbagai rasa kita rasakan ketika mendengar kabar sebuah panti asuhan menjadi markas predator selama bertahun-tahun.

Adalah Sudirman, sosok yang terlihat gemulai, santun, agamis, dan baik ternyata adalah seorang predator. Ia adalah Ketua Yayasan panti asuhan Darussalam An-Nur, di Kelurahan Kunciran Indah, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang Banten.

Kasus ini terungkap setelah salah seorang mantan anak asuh mengadu pada Dean salah satu donatur sekaligus teman sekolah Sudirman. Dean melaporkan kasus ini tertanggal 2 Juli 2024 dengan nomor LP/B/725/VII/2024/SPKT/ Polres Metro Tangerang dengan dugaan perbuatan pelecehan seksual, pencabulan hingga sodomi. (Kumparanhit, 26/9/2024).

Seiring berjalan waktu kasus semakin berkembang dan terungkap hampir semua bahkan alumni dari panti asuhan ini diduga telah menjadi korban pelecehan seksual dan pencabulan yang dilakukan oleh Sudirman dan dua tersangka lainnya. Korban diiming-imingi uang, handphone dan yang lainnya untuk mau diperlakukan tidak senonoh dan tetap diam. Diduga puluhan anak telah menjadi korban dan sebagian mereka mirisnya melakukan hal yang sama terhadap anak-anak lainnya. Mereka yang awalnya korban, karena tidak ditangani dengan baik dan benar akhirnya menjadi pelaku.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka  tidak ditemui gejala klinis psikologis.

Atas perbuatan biadab yang dilakukannya,  tersangka dijerat Pasal 76E juncto Pasal 82 UU RI No.17 Tahun 2016 atau Pasal 289 KUHP  dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.

Ini bukanlah kasus pencabulan pertama yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data KPAI selama 3 tahun terakhir telah terjadi 14.653 kasus pelanggaran hak anak yang tercatat. Sayangnya berbagai kasus ini tidak begitu mendapat perhatian dari negara. No viral no justice, dan semua kasus tenggelam sering berjalan waktu. Hanya ramai dan diperbincangkan sesaat, lalu hilang dan tenggelam dengan pemberitaan yang baru.

*Tidak Ada Tempat Aman*

Saat ini rasanya tidak ada satu tempat pun yang aman agar anak terhindar dari kejahatan seksual dan kriminal lainnya. Sekolah, pondok pesantren, panti asuhan, bahkan rumah pun tidak lagi aman. Siapa pun bisa jadi pelaku dan korban kejahatan seksual. Kejahatan yang tidak hanya meninggalkan bekas luka secara fisik, tetapi trauma mendalam dan potensi untuk melakukan hal serupa di kemudian hari. Mental dan psikologisnya dirusak oleh predator yang mengintai kapan pun dan di mana pun.

*Akar Masalah*

Semua ini terjadi karena penerapan sistem kehidupan sekuler liberal yang memisahkan  agama dari kehidupan dan tidak lagi menjadi pedoman. Hasilnya, pelaku kejahatan tidak memiliki rasa takut akan perbuatannya.

Kecanggihan teknologi informasi yang terus berkembang ibarat pisau bermata dua. Tontonan menjadi tuntunan. Media sosial berkembang pesat tanpa ada filter dari negara. Semua informasi bebas dan berkembang secara liar. Ditambah derasnya produksi film beraroma liberal, seks bebas, gaya hidup hedon, dan kekerasan.

Masyarakat hari ini juga bersifat individualis, amar makruf nahi mungkar sudah mulai berkurang. Atas nama HAM semua org bebas berbuat sesukanya.

Sistem sanksi yang ada hari ini tidak memberikan efek jera. Bukannya berkurang, semakin hari kasus kejahatan semakin banyak dan beragam motifnya. Kalau pun ada UU Perlindungan Anak belum efektif menghadapi pelaku kejahatan anak. Meskipun ada ancaman hukuman kebiri dan hukum mati, tapi lagi-lagi terkendala atas nama HAM.

*Butuh Solusi Hakiki*

Islam adalah agama yang sempurna, ia memiliki seperangkat aturan untuk kemaslahatan hidup manusia tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Dalam Islam ada tindakan pencegahan melalui penerapan Islam secara kafah. Ada sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan. Batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Ada sistem penerangan yang  mengatur semua informasi dan media yang ada agar tidak memberikan dampak buruk pada masyarakat. Konten negatif seperti pornografi, pornoaksi, sekuler, liberal, kekerasan, penyimpangan dan lainnya akan dilarang. Hanya informasi positif dan baik yang akan diterima masyarakat dan menjadi tuntunan mereka.

Islam juga memiliki sistem sanksi yang bersifat sebagai penebus dosa dan pemberi efek jera. Untuk pelaku sodomi hukumannya adalah dilemparkan dari ketinggian dengan posisi terbalik hingga mati. Kalau melakukan kekerasan seksual atau berzina ketika pelakunya belum menikah maka dicambuk 100 kali. Sementara jika pelakunya telah menikah maka akan dirajam sampai mati.

Islam juga memiliki sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Kurikulum  pendidikan, metode pengajaran, semua  berbasis akidah Islam. Sistem pendidikan Islam bertujuan mencetak generasi unggul berkepribadian Islam dan ahli dalam berbagai bidang pengetahuan dan keterampilan. Sistem pendidikan Islam ini akan melahirkan anak-anak yang memiliki akidah yang kokoh, paham apa tujuan hidup, dan senantiasa terikat dengan hukum Allah.

Islam juga memiliki sistem ekonomi yang memungkinkan jaminan terpenuhinya semua kebutuhan pokok rakyat per individu. Tidak bisa dipungkiri keterbatasan ekonomi kadang membuat orang gelap mata melakukan kejahatan. Dalam kasus ini anak-anak yang menjadi korban tidak semuanya yatim piatu. Mereka bisa ada di panti asuhan karena orang tuanya tidak mampu atau kekurangan secara ekonomi. Mereka sengaja diincar untuk dijadikan korban dengan iming-iming akan disekolahkan dan mendapatkan fasilitas hidup yang enak.

Ketika semua sistem ini diterapkan secara kafah insya Allah tindakan kejahatan anak dan kejahatan lainya akan bisa diminimalisir. Rakyat bisa hidup nyaman tanpa dihantui ancaman kejahatan.
Wallahua'lam bishawab.

Oleh: Yuli Ummu Raihan, Aktivis Muslimah Tangerang

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab