Tinta Media: Power Wheeling
Tampilkan postingan dengan label Power Wheeling. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Power Wheeling. Tampilkan semua postingan

Jumat, 10 Maret 2023

APA MANFAAT "POWER WHEELING" BAGI MASYARAKAT?

Tinta Media - Banyak yang bertanya, baik dari kalangan PLN maupun masyarakat umum konsumen listrik PLN, "APA MANFAAT POWER WHEELING BAGI MASYARAKAT ?" Ya aku jawab singkat saja, "Tidak ada manfaatnya sama sekali, kecuali bagi para pedagang listrik swasta seperti Luhut BP, JK, Dahlan Iskan, Erick Tohir , serta Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga seperti Tommy Winata !"

Lagi pula aktifitas diatas melanggar putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 dan putusan MK No. 111/PUU - I/2015 tgl 14 Desember 2016 tentang Privatisasi dan Liberalisasi Listrik Negara atau tegasnya TENTANG PERAMPOKAN PLN !

Konyolnya lagi aktifitas diatas telah berlangsung mulai 2010 saat DIRUT PLN Dahlan Iskan menjual ritail PLN Jawa-Bali ke Taipan 9 Naga dalam bentuk "Token" dan "Whole sale market" ke para Taipan 9 Naga itu.

Kemudian, apa sih pengertian "Power Wheeling" itu sendiri ?

Kalangan DPR menyebutnya sebagai "pemanfaatan jaringan Transmisi dan Distribusi PLN secara bersama oleh para pemain listrik swasta, baik pembangkit IPP maupun ritail ex asset PLN !" Ada juga yg menyebut "privatisasi jaringan", ada juga yang menyebut "open akses".

Intinya dengan penerapan "Power Wheeling System" (PWS) khususnya di PLN Jawa-Bali, maka pembangkit swasta IPP langsung dapat melakukan transaksi jual beli listrik dengan ritail besar semacam SCBD, PIK, pabrik besar, bandara, pelabuhan, komunitas pemukiman (kota) dst. Untuk komunitas, selanjutnya pengusaha ritail dalam bentuk "whole sale market" menjual kembali ke konsumen secara eceran. 

Tegasnya dengan PWS bisnis listrik menjadi lebih simpel dan dapat menghasilkan "cuan" yang besar bagi para pemain Liswas ini karena tanpa intervensi PLN lagi. Disinilah terjadinya mekanisme kompetisi penuh atau "Multy Buyer and Multy Seller" (MBMS) System itu ! Yang Liberal itu ! Atau menimbulkan tarip liar atau liberal itu ! Yang mengharuskan Pemerintah harus merogoh "kocek" yang dalam guna menutup subsidi listrik agar masyarakat tidak "tercekek" listrik ! Dan subsidi akibat MBMS itu mulai muncul pada 2010 yaitu sebesar Rp 100,2T (padahal sebelumnya subsidi rata2 hanya Rp 50T bahkan kurang). Dan makin lama makin membengkak, seperti tahun 2020 subsidi akibat MBMS menjadi Rp 200,8T (Repelita Online 8 Nopember 2020) begitu juga 2021. Sedang subsidi akibat MBMS tahun 2022 turun menjadi Rp 133,33T (di umumkan Menkeu awal Januari 2023 Energy.com , itupun setelah tarip listrik naik sekitar 15 %).

Karena Pemerintah sudah tidak kuat lagi menanggung subsidi MBMS ini, maka dibuatlah kebijakan HSH (Holding-Subholding) yang berfungsi mereduksi peran PLN Holding sehingga nantinya PLN Jawa-Bali bisa di IPO kan. Dan nantinya setelah UU PWS ini jadi, maka Jawa-Bali diterapkan MBMS secara resmi/terbuka. Dengan demikian bila nantinya sudah ada UU PWS maka Pemerintah tidak akan keluarkan subsidi MBMS lagi sebagaimana yg pernah keluar antara Rp 133,33T - Rp 200,8T dan semuanya akan ditanggung rakyat langsung sebagai konsumen, dengan kenaikan tarip rata2 5x lipat (sesuai Analisa Sidang MK ketika JR UU Ketenagalistrikan).

Makanya jangan heran saat Webinar sekitar akhir tahun 2022, DR. Mulyanto Manan (Anggota DPR RI Komisi VII PKS ) mengatakan ada "penyelundupan" pasal pasal PWS didalam RUU EBT( Energi Baru Terbarukan ) . Yang semua itu dilakukan Kementerian ESDM guna menghindari sorotan masyarakat mengingat PWS melawan putusan MK diatas. 

Dan ketika penulis ikut serta dalam rombongan SP PLN Indonesia (yg saat itu didampingi seluruh fraksi anggota DPRD Sumatera Selatan) pada 14 Januari 2023, Mulyanto Manan menyatakan bahwa pasal pasal PWS sudah dihapus dari RUU EBT. Namun DR. Ichsanuddin Noorsy dalam sebuah Seminar yg diadakan SP PLN mengatakan bahwa yang bertahan untuk menolak RUU PWS hanya Mulyanto Manan dari PKS.

KESIMPULAN :

Terjawab sudah bahwa "Power Wheeling" tidak ada manfaatnya bagi masyarakat, bahkan kalau diterapkan akan terjadi MBMS di Jawa-Bali (dan semua itu memang skenario "The Power Sector Restructuring Program" atau disingkat PSRP). Dan selanjutnya tarip akan "melejit" minimal 5x lipat, kelistrikan Jawa-Bali akan langsung dikelola Liswas , Luar Jawa-Bali oleh PLW (Perusahaan Listrik Wilayah) sebelum akhirnya ke PEMDA. Dan PLN Holding bubar ! Dan ini semua sesuai "political will" dari LOI ("Letter Of Intent") 31 Oktober 1997 yang demi target effisiensi fiskal maka Negara/Pemerintah diminta untuk tidak mengoperasikan BUMN Strategis Pelayanan Publik seperti PLN ! 

Dan PWS hanya bermanfaat bagi "Oligarkhi Peng - Peng" diatas beserta Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga ! Mereka tidak berpikir lagi tentang Konstitusi dan eksistensi Indonesia !

MARI KITA LAWAN PENERAPAN "POWER WHEELING" ATAU MBMS !

LEBIH BAIK BANGKIT MELAWAN !
DARIPADA DIAM TERTINDAS !!

ALLOHUAKBAR !!
MERDEKA !!

JAKARTA, 8 MARET 2023.

Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.

Senin, 06 Februari 2023

IRESS: Power Wheeling Rugikan Negara dan Rakyat

Tinta Media - Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS)  Dr. Marwan Batu Bara menilai rencana pemerintah memasukkan skema power wheeling ke dalam Undang-Undang   Energi Baru dan Terbarukan (EBET) akan merugikan negara dan merugikan rakyat.
 
“Kalau skema ini diterapkan akan merugikan negara, merugikan BUMN dan merugikan rakyat sebagai pelanggan listrik,” ungkapnya di acara Bincang Perubahan: Power Wheeling Langgar Konstitusi dan Rugikan Rakyat, melalui kanal You Tube  Bincang Perubahan, Kamis (2/2/2023).
 
DPR tengah menyiapkan RUU EBET yang memasukkan skema  power wheeling. “Power wheeling  adalah kebolehan perusahaan swasta membangun pembangkit listrik EBET dan memanfaatkan  jaringan transmisi distribusi yang sudah dibangun PLN untuk menyalurkan listriknya ke pelanggan tertentu,” terangnya.
 
Marwan mengatakan, jaringan transmisi Jawa, Sumatera, Bali itu sudah terbangun oleh  PLN. Pembangikitnya sudah ada, kapasitasnya pun berlebih. Kelebihan cadangan  di Bali mencapai 50 – 60 % sehingga tidak butuh ada pembangkit baru.
 
“Jadi Indonesia tidak butuh pembangkit listrik swasta  sebab di samping cadangan listrik PLN sudah berlebih, PLN juga telah memiliki pembangkit listrik EBET yang mampu mencukupi kebutuhan listrik di seluruh wilayah Indonesia,” bebernya.
 
Menurut Marwan memaksakan skema power wheeling masuk dalam cakupan UU EBET berbahaya karena melanggar konstitusi pasal 33.  
 
“Listrik merupakan sektor strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak, seharusnya dikuasai oleh negara. Kalau swasta dibiarkan menguasai listrik akan terjadi persaingan terbuka yang menyebabkan harga listrik naik,” kritiknya.
 
Dengan masuknya listrik swasta lanjutnya, pendapatan  PLN akan turun sehingga sangat mungkin PLN tidak lagi bisa membangun jaringan listrik di daerah tertinggal.
 
“Sasaran swasta dan asing memaksakan skema power wheeling  adalah agar mereka bisa mendapatkan pelanggan-pelanggan yang butuh daya besar termasuk di kawasan industri  atau perusahaan multinasional yang memang butuh listrik besar. Mereka dapat keuntungan besar tapi merugikan negara dan pelanggan,” sesalnya.
 
Ditolak MK
 
Menurut Marwan, skema power wheeling ini pernah ditolak MK pada 2003 dalam putusan nomor 001 tahun 2003. Tapi karena ketamakan dari pengusaha kemudian sikap otoriter penguasa yang tergabung dalam oligarki akhirnya menerabas prinsip-prinsip moral dan hukum yang sudah diatur sejak negara ini berdiri.
 
“Yang dipakai sistem barbar, karena berkuasa, karena punya uang bisa nyuap, nafsu untuk menguras kekayaan negara dan rakyat tidak bisa dibendung, itulah sebabnya mereka mencoba lagi memasukkan skema power wheeling dalam UU EBET yang akan dibahas di minggu-minggu ini. Kalau rakyat diam skema ini bisa masuk,” ingatnya.
 
Marwan mengingatkan dengan kebijakan membiarkan swasta membangun pembangkit listrik secara jor-joran, kemudian PLN juga membangun  maka dalam 5 sampai 6 tahun terakhir cadangan listrik berlebih bahkan hingga 2027 nanti cadangan masih berlebih.
 
“Berlebihnya cadangan itu otomatis akan menaikkan tarif listrik yang kita bayar karena  pembangkit harus tetap dioperasikan.  Dalam kondisi seperti ini menjadi sangat bodoh kalau negara masih membiarkan swasta menambah pembangkit atas nama energi baru dan terbarukan untuk mitigasi perubahan iklim dan menyediakan energi hijau,” urainya.
 
Mitigasi perubahan iklim dengan menyediakan energi hijau nilai Marwan,  bukan merupakan hal mendesak  karena Indonesia bukan negara yang paling banyak membuat polusi dunia. “Amerika, Cina, Eropa merekalah yang mestinya bertanggung jawab karena merekalah negara yang paling banyak membuat polusi dunia,” tandasnya.
 
Artinya tegas Marwan,  kalau bicara argumentasi ilmiah dan obyektif ada banyak alasan untuk menolak power wheeling. Negara juga bisa menggunakan alasan itu untuk menolak tekanan dari luar negeri, asing atau  korporasi multinasional.
 
 “Masalahnya justru alasan-alasan ini ingin dihilangkan, tapi kepentingan asing yang justru ingin diakomodasi melalui Independent Power Producers (IPP) dengan memasukkan skema power wheeling,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab