Tinta Media: Popularitas
Tampilkan postingan dengan label Popularitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Popularitas. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 September 2024

Popularitas Artis, Mampukah Membawa Perubahan Hakiki?


Sahrul Gunawan-Gun Gun Gunawan dan Dadang Supriatna-Ali Syakieb telah resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) zkabupaten Bandung pada hari Kamis (29/8/2024). Pendaftaran terjadi pada Kamis malam dan merupakan hari terakhir pendaftaran Pilkada Kabupaten Bandung. Pasangan Sahrul-Gun Gun mendaftar pukul 20.00 WIB, sedangkan pasangan Dadang-Ali mendaftar pukul 16.00 WIB. Sahrul dan Dadang merupakan calon petahana. (KOMPAS.com)

Mereka berdua menjabat sebagai bupati dan wakil bupati hasil pilkada Kabupaten Bandung 2020. Bandung Bedas jilid 2 adalah jargon yang digunakan oleh Dadang-Ali.

Ada 13 partai yang memperkuat, dan ada 6 partai parlemen, yaitu PKB, PAN, Nasdem, Demokrat, PDI-PERJUANGAN Dan Gerindra. Sebagian yang lainya adalah partai non-parlemen, seperti Perindo, PKN, PSI, Partai Buruh, Partai Garuda, PBB, Partai Garuda, dan Gelora.

Menggandeng para artis sebagai wakil bupati bukan yang pertama kali dilakukan Dadang. Sedangkan partai yang mengusung Sahrul-Gun Gun dalam pilkada kali ini, yaitu Garuda Golkar, PKS dari partai parlemen. Sedangkan  dari partai non-parlemen antara lain adalah PPP, Hanura, Partai Ummat, dan Partai Garuda. 

Artis terjun ke dunia politik sudah menjadi hal biasa terjadi, bahkan popularitasnya sangat digandrungi oleh berbagai partai politik untuk dijadikan calon wakil rakyat sebagai bupati ataupun walikota. Popularitas digunakan untuk meraih manfaat mengeruk suara rakyat. 

Dalam sistem demokrasi sekuler, hal seperti itu wajar terjadi. Semua orang termasuk para artis berhak mencalonkan diri atau digandeng parpol di pilkada. Kemampuan berpolitik mungkin saja dimiliki oleh para artis yang diusung oleh parpol pendukung. 
Namun, tidak sedikit pula masyarakat yang memilih calon hanya berdasarkan popularitas calonnya saja. Hal itu terjadi karena masyarakat masih banyak yang belum mengenal satu per satu dari para calon bupati atau wakil bupati. Jadi, ketika memilih calon bupati dan wakil bupati, masyarakat hanya memandang dari segi ketenaran saja. 

Pada dasarnya, demokrasi hanya membutuhkan suara terbanyak untuk meraih kemenangan, bukan dari kapabilitas calon yang diusung. Pertanyaannya, apakah setelah meraih kedudukan di kursi kekuasaan, mereka bisa membawa perubahan dan menjadikan masyarakat hidup sejahtera? 

Setelah di telaah, ternyata perubahan yang signifikan belum bisa dirasakan. Buktinya, masih banyak rakyat yang justru menderita dan terjepit dengan berbagai kebijakan yang menzalimi rakyat. 

Lihat saja kebijakan-kebijakan seperti undang-undang Omnibus law cipta kerja yang sangat tidak pro-rakyat. Inilah kelemahan sistem demokrasi sekuler sesungguhnya. Sistem ini melahirkan para pejabat yang rakus dan korup. Sebab, parpol mendukung para artis hanya untuk kepentingan dan keuntungan semata. Tidak peduli kompeten atau tidak, yang penting bisa meraih suara terbanyak dalam kancah pertarungan politik. Saling sikut antarkelompok demi memenangkan pertarungan politik sudah menjadi hal biasa. Tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Semua bisa berubah setiap waktu. 

Ini berbeda dengan politik Islam. Seperti kita ketahui, Islam adalah sebuah ideologi yang tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual saja, tetapi mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam memilih pemimpin/ pejabat. 

Politik bukan semata-mata masalah kekuasaan, tetapi lebih ke persoalan urusan rakyat, yaitu mengurusi semua rakyat dengan baik sesuai syariat Islam. Sungguh berat tugas seorang pemimpin dalam Islam karena harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan di hadapan Allah Swt. kelak di yaumil akhir. 

Oleh karena itu, cara memilihnya pun harus berdasarkan kapabilitas dan memang sesuai persyaratan dalam Islam. Parpol harus dibangun dengan ikatan yang sahih, yaitu ikatan akidah Islam. Ikatan itulah yang akan membuat langkah perjuangan semakin kuat, saling memberi peringatan kepada penguasa, dan juga kepada manusia lainya. Ikatan itu juga mampu meluruskan penguasa jika ada kebijakan-kebijakan yang menyimpang dari jalur yang semestinya. 

Jadi, menggaet seseorang bukan hanya untuk memperoleh suara  tanpa visi misi yang jelas, tetapi betul-betul harus sesuai fikrah dan thariqah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Itulah partai politik Islam yang akan memberi perubahan hakiki tanpa harus menggaet figur yang punya ketenaran. Wallahu a'lam bishawab



Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Jumat, 05 Agustus 2022

Remaja Cari Popularias Lewat CFW, Iwan Januar: Mereka Tak Paham Konsekuensinya

Tinta Media - Menanggapi maraknya anak-anak remaja yang mencari popularitas seperti melalui Citayam Fashion Week (CFW), Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menilai bahwa mereka tidak paham konsekuensinya.

“Nah anak-anak ini, mereka kan mencari popularitas. Ingin eksis, ingin populer bahkan, karena tidak paham konsekuensi yang terjadi dari popularitas itu,” ujarnya pada acara Hijrah VS Hedon, Ahad (31/7/2022) di kanal YouTube Media Umat.

Menurut Iwan, kondisi ini disebabkan beberapa sebab. “Pertama karena kita harus akui bahwa ruang atau kanal bagi anak-anak generasi Z untuk ekspresif sudah sangat terbatas, yang sifatnya offline ya,” ungkapnya.

Kemudian menurutnya, yang kedua karena anak-anak ini dalam kondisi tidak seberuntung kawan-kawannya, bisa sekolah, kuliah, secara sosial juga menghadapi problem di tengah keluarga, di tengah lingkungan. “Mereka sebagai remaja dan sebagai manusia secara fitrahnya, itu kan juga ingin diakui, terutama di usia 11, 15, 17,” paparnya.

Ia mengungkapkan bahwa anak yang pintar banget bisa eksis di mata guru-guru, yang bandel banget juga. “Nah gini kan kalau anak-anak ini punya keberanian, pinter, it's oke. Tapi anak-anak yang kemudian mereka merasa tidak bisa berkompetisi dengan kemampuan otak mereka, itu kan dengan cara-cara lain, mereka sering disebut sebagai bandel, tapi sebetulnya ingin mengekspresikan diri, walaupun di sisi lain juga ada tadi faktor-faktor memang sosial yang mereka hadapi,” ungkapnya.
  
Iwan menyampaikan karena problem yang mereka hadapi, membuatnya ingin eksis dengan cara lain.

“Anak-anak yang kemudian jadi fenomenal di Citayam Fashion Week ini, mereka sebetulnya mewakili sebagian remaja Indonesia yang secara ekonomi tidak beruntung. Menghadapi kondisi sosial di keluarga yang juga tidak beruntung. Seperti itu, tapi mereka ingin eksis lagi, gimana caranya? Itu yang mereka lakukan,” paparnya.

Ia menilai ini juga disebabkan karena hidup masyarakat yang serba kapitalistik. “Barangkali ya, kalau kita lihat dari apa yang mereka lakukan, bahwa kita sudah hidup di masyarakat ya serba kapitalistik,” nilainya.

“Jadi, banyak sekarang ini tolak ukur orang itu oke, keren, begitu di kalangan remaja itu kan yang sifatnya materi,” lanjutnya. 

Dia mencontohkan artis yang terkenal di tahun 2000-an dengan beberapa filmnya, namun kemudian ingin hidup normal. “Karena sudah mengalami banyak pahit, manis, asam, getirnya menjadi selebritis seperti itu,” ungkapnya.

Menurutnya, kalau para remaja ini nanti sudah mengalami itu pastikan akan mundur. “Dia enggak akan mau kembali, kapok gitu,” tuturnya.

“Apalagi dengan bertambahnya umur, yang mudah-mudahan nanti semakin dewasa, semakin kemudian berpikir dengan bijak, mudah-mudahan kemudian sadar bahwa gak begitu,” tegasnya kemudian.

Iwan menjelaskan bahwa kapitalisme itu menciptakan kesenangan semu. “Ada satu istilah adalah kebahagiaan itu dia mengalami seperti marginal utility value, semakin banyak dia pakai semakin kemudian dia bosan. Bahkan kemudian dia meninggalkan,” jelasnya.

Ia juga menggambarkan kondisi ini seperti orang yang lari di treadmill. “Jadi kayaknya sukses, tapi di situ-situ aja, sebetulnya. Makanya, muncullah kemudian hedonism treadmill, jadi orang itu senang, puas, tapi sebetulnya di situ-situ aja. Akhirnya, dia mengalami satu momentum kejenuhan,” tamsilnya.

“Tapi kalau enggak sadar itu memang makin terseret ke dalam budaya yang semakin parah,” pungkasnya. [] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab