Tinta Media: Pondok Pesantren
Tampilkan postingan dengan label Pondok Pesantren. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pondok Pesantren. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 07 Januari 2023

Pemberdayaan Ekonomi di Pondok Pesantren Bukan Solusi

Tinta Media - Peresmian unit usaha yang bergerak di bidang pangan, khususnya kebutuhan pokok sehari-hari telah diresmikan oleh pondok pesantren Sirojul Huda, Soreang secara langsung oleh Direktur PT Ureka Indonesia, Trie Handayani, Rabu (28/12/2022) di Soreang  Kabupaten Bandung. 

Trie mengatakan bahwa peresmian unit usaha berbasis pondok pesantren ini bukan yang pertama kali dilakukan di Kabupaten Bandung. Namun,  Ureka Mart Sirojul Huda terpilih menjadi percontohan dan piloting untuk pembiayaan tanpa bunga. Mereka mengapresiasi pihak yang bersedia menyokong program ini. (NU Online Jabar, Jumat (30/12/2022)

Pihak pondok pesantren sendiri menyambut baik dan berterima kasih, khususnya kepada PT Ureka Indonesia yang telah merambah ke Kabupaten Bandung.

Pada dasarnya, fungsi dan tujuan pondok pesantren adalah sebagai tempat menimba ilmu agama, mendalami Islam untuk mendakwahkan kembali kepada masyarakat. Pondok pesantren adalah tempat mencetak generasi yang unggul sebagai penerus peradaban, juga berkontribusi mencerdaskan umat dalam dakwah.

Namun sayangnya, dalam sistem kapitalisme, semua hanya dipandang sebagai lahan bisnis yang dipoles dengan berbagai cara. Salah satunya dengan peta jalan pesantren mandiri, seperti program OPOP, yaitu setiap pesantren harus menghasilkan atau mempunyai satu produk untuk menunjang kemandirian dan membantu memajukan pesantren dengan penjualan produknya. Tujuannya supaya pesantren bisa menjadi lembaga yang mandiri dan berdaya secara ekonomi.

Sosialisasi program pemberdayaan ekonomi pesantren di setiap daerah sangat massif. Ketika tidak dipahami secara mendalam, program tersebut terlihat bagus dan benar, serta sangat baik untuk memajukan ekonomi di tengah masyarakat.
Namun, jika di telaah sampai ke akar, pasti akan terlihat bahwa sesungguhnya semua gagasan itu telah menggeser posisi pesantren dari tujuan utamanya, yaitu mencetak ulama dan generasi muda Islam yang cemerlang. 

Sudah tidak aneh jika sistem kapitalisme yang diterapkan itu memang hanya berorientasi materi semata, yaitu menjadikan manusia sebagai barang atau obyek yang menghasilkan dan menguntungkan tanpa merujuk pada nash-nash syariat.  Kelihatan jelas bahwa menjadikan pesantren mandiri dengan menghasilkan sebuah produk adalah sebagai ajang bisnis semata. 

Secara tidak langsung, program unit usaha akan mengerdilkan fungsi pesantren itu sendiri. Sayangnya, banyak pendiri pesantren yang belum peka akan hal itu. Mereka merasa bahwa semua itu sah-sah saja. Mereka tidak sadar bahwa ada misi terselubung yang berimbas pada nilai kemurnian pesantren itu sendiri. 

Pengarusan opini tersebut akan menggiring para santri dan jajarannya menjadi penggerak untuk meningkatkan perekonomian rakyat yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Negara seakan lepas tangan dan memanfaatkan pondok pesantren untuk ikut andil dalam rangka membantu masyarakat yang sedang karut-marut saat ini. 

Akhirnya pondok pesantren terjebak oleh sistem kapitalisme yang sejatinya rusak dan merusak, yaitu dengan terseretnya mereka ke dalam arahan dan massifnya arus opini gagasan pemerintah secara tidak sadar.

Akibatnya, jati diri pesantren menjadi tidak lurus lagi dan bergeser dari tujuan yang sesungguhnya, yaitu mencetak ulama yang fakih fiddin. Terlihat nyata bahwa dalam sistem kapitalisme saat ini, tidak menjamin bahwa ketika keluar dari pondok, para santri akan menjadi ulama yang fakih fiddin. Ini karena sistem kapitalisme memang mengabaikan syariat.

Dalam sistem kapitalisme, Islam bukan menjadi rujukan, tetapi justru dijauhkan. Dengan begitu, sistem ini akan melahirkan ulama yang mandul, tidak mampu mencerdaskan umat dan memajukan bangsa karena sistem pendidikannya yang sekuler.

Pentingnya ilmu agama dalam kehidupan ini adalah untuk menjadi pedoman bagi masyarakat dalam melakukan perbuatannya agar sesuai dengan tuntunan Allah, sehingga selamat dunia akhirat. 

Dalam Islam, sarana dan prasarana pendidikan adalah murni tanggung jawab negara, mulai dari insfratruktur sampai biaya, sehingga para santri hanya fokus mempelajari ilmu tanpa harus memikirkan masalah-masalah lainya. Santri belajar Islam secara menyeluruh (kaffah) mulai dari akidah hingga syariat, termasuk ilmu ekonomi Islam dan politik Islam. 

Dengan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh, diharapkan pesantren bisa melahirkan ulama sebagai agen perubahan dan kemajuan bangsa dan negara.  Sudah saatnya kita mengambil Islam sebagai rujukan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan, yaitu pendidikan yang berbasis tsaqafah Islam yang menyeluruh.

Jadi, hanya sistem Islam yang bisa menjamin perubahan, dengan mengembalikan fungsi pesantren sebagai tempat menuntut ilmu Islam dan berkontribusi dalam dakwah   yang menyeluruh, bukan hanya sebatas dakwah tentang akidah saja, juga bukan dengan  unit usaha seperti yang diaruskan oleh pemerintah saat ini. Semua itu bisa terwujud dengan adanya sebuah institusi negara khilafah. 
Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Kamis, 14 Juli 2022

Ajengan Yuana Berikan Lima Tips Mengelola Pesantren

Tinta Media - Merespon berbagai kasus yang terjadi di pondok pesantren, Mudir Ma’had Khodimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) memberikan  lima tips mengelola pondok pesantren.

Pertama, landasan turats (warisan ilmu para ulama) harus kuat. "Tidak disebut pondok pesantren kalau tidak ada kiai yang menguasai ilmu-ilmu syariah dan pengkajian kitab-kitab kuning. Pondok pesantren adalah kiai dan kitab. Jadi, bukan hanya fisik bangunan dan banyaknya santri,” ungkapnya di akun telegram pribadinya, Ahad (10/7/2022).
 
Kedua, ilmu tersebut harus nampak dalam amal, bukan hanya dikaji secara lisan. "Diterapkan dalam lingkungan pondok pesantren," ujarnya. 
 
Ketiga, diantara ilmu yang penting adalah  terkait sistem pergaulan (interaksi laki-laki dan perempuan) dalam Islam. Santri banin (laki-laki)  dan banat (perempuan)  harus dipisah total. Tidak ada interaksi. “Sebisa mungkin pengajar santri banat adalah para ustadzah (para guru perempuan). Kalau pun harus diajar oleh asatidz (para guru laki-laki), sebaiknya ustadz senior, bukan yang masih muda. Jika perlu, bisa dibuat  hijab antara santri banat dengan guru laki-laki yang mengajar,” tandasnya.
 
Keempat, diantara ilmu yang penting juga adalah terkait aurat dan pakaian. "Santri banat harus sempurna dalam berpakaian dan tidak boleh tabarruj (dandan berlebihan),” ucapnya.  
 
Kelima, selalu menyucikan diri, meningkatkan taqarrub kepada Allah ta'ala. "Dan memastikan semua yang ada di pondok pesantren  tersebut adalah orang-orang taat, hingga tukang sapu dan satpam sekalipun,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab