Tinta Media: Politisasi
Tampilkan postingan dengan label Politisasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politisasi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Februari 2024

Politisasi Bansos demi Pemilu 2024?


Tinta Media - Pemberian bansos (bantuan sosial) memang rentan diselewengkan dan disalahgunakan. Diduga bahwa bansos yang diberikan oleh Presiden Jokowi merupakan upaya untuk mendulang simpati dan empati rakyat dalam mencari suara. Sudah diketahui, beberapa waktu yang lalu, Presiden Jokowi dan para menteri telah tergabung dalam tim kampanye pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang amat masif menggunakan bansos sebagai alat untuk kampanye. 

Dikutip dari BBC Indonesia (30/01/2024), bansos yang diberikan Presiden Jokowi pada rakyat berupa 10 kg beras dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp200 ribu per bulan. Total sejumlah alokasi anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp496,8 triliun. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan anggaran 2023 sebesar Rp433 triliun. Jumlah tersebut bahkan lebih tinggi dari pada masa pandemi Covid-19, yaitu Rp468,2 triliun (2021) dan Rp460,6 triliun (2022).

Alasan utama presiden Jokowi memberikan sederet bansos bertujuan untuk memperkuat daya beli masyarakat kelas bawah. Penguatan daya beli ini perlu dilakukan di tengah kenaikan harga pangan. Meroketnya harga pangan juga diakui terjadi di berbagai negara bukan hanya di Indonesia.

Dugaan bahwa program bansos tersebut merupakan alat kampanye dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya: 

Pertama, pada tanggal 9 Januari 2024, saat sidang kabinet bertempat di Istana Negara, Presiden Jokowi mengumumkan perluasan program bansos. Bantuan beras dan BLT EL Nino diperpanjang penyalurannya hingga bulan Juni 2024. 

Kedua, pada 29 Januari 2024, pemerintah mengumumkan skema BLT baru dari BLT EL Nino menjadi BLT Mitigasi Risiko Pangan. Hal ini dilakukan karena BLT EL Nino mendapatkan kritikan tajam jika diperpanjang, mengingat saat ini sudah masuk musim penghujan dan pada bulan Maret petani mulai panen. BLT Mitigasi Risiko Pangan akan diberikan untuk periode tiga bulan sebesar Rp600.000 dan langsung disalurkan pada bulan Februari. Bulan tersebut merupakan momen bulan pelaksanaan pemilu.

Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Totok Hariyono telah memberikan imbauan agar kepala negara, termasuk pejabat negara tidak melakukan tindakan yang melanggar larangan kampanye atau tindakan menguntungkan/merugikan peserta pemilu. Namun, penilaian politisasi bansos dibantah oleh presiden Joko Widodo. 

Politik pencitraan ala demokrasi sekarang ini wajar dilakukan dengan berbagai cara dan tipu muslihat untuk melanggengkan kekuasaan. Sistem demokrasi mengabaikan aturan agama dalam kehidupan sehingga meniscayakan kebebasan berperilaku atau liberal. 

Politik demokrasi telah menampakkan wajah suram. Manusia yang rakus akan kekuasaan dipelihara di sistem saat ini. Oleh karena itu, setiap peluang mereka manfaatkan, walaupun dengan menyalahgunakan jabatan dan uang negara.

Kesadaran politik masyarakat juga amat rendah sehingga mudah sekali diiming-iming 
materi. Hal ini menunjukkan buruknya pendidikan di negeri ini dan kemiskinan yang sangat mengimpit kehidupan masyarakat. Pada akhirnya, warga mudah dipengaruhi dan dimanfaatkan untuk kepentingan para politisi. Karena itu, bansos yang bersifat sementara ini tidak menjadi solusi atas permasalahan kemiskinan di Indonesia.

Kebijakan sistem kapitalisme tentang pengelolaan sumber daya alam pun tidak berpihak pada rakyat. Saat ini kekayaan alam berupa tambang, hutan, laut, dan lainnya dikuasai oleh segelintir elite kapitalis. Masyarakat hanya merasakan limbah dan kerusakan alam saja. Kehidupan rakyat semakin pelik menghadapi kemiskinan. 

Hanya dengan penerapan sistem Islam kemiskinan akan diberantas sampai akarnya. Sistem Islam melahirkan para pemimpin negara yang akan bertanggung jawab mengurusi rakyat. Sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik umum untuk memenuhi kebutuhan  pokok dan kebutuhan dasar publik masyarakat akan terjamin oleh negara.

Hasil pengelolaan SDA dikembalikan lagi pada rakyat. Negara juga menyediakan lapangan pekerjaan, mengurusi masalah sandang, pangan, papan masyarakat agar dapat tercukupi dengan layak. Begitu juga dengan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Semua bisa diakses dengan mudah, bahkan gratis sehingga masyarakat tak perlu bingung lagi. 

Sayangnya, saat ini masyarakat belum memahami bagaimana cara memilih seorang pemimpin (khalifah) yang sahih sesuai syariat Islam, yaitu dengan metode pemilihan dan pengangkatan khalifah. Metode ini dilangsungkan melalui tiga tahapan, yaitu pembatasan calon (formatur), memilih, dan membaiat. 

Dalam hal ini ada tiga bentuk teknis pelaksanaannya, di antaranya.:

Pertama, calon pemimpin (khalifah) dibatasi oleh ahlul halli wal ’aqdi atau majelis syura. Hal itu dilakukan dengan cara menyeleksi orang-orang yang tidak memenuhi syarat-syarat in’iqad. 

Kedua, pemilihan dilakukan oleh sebagian masyarakat terhadap seorang calon untuk menempati jabatan presiden/kepala negara, sebagaimana yang pernah dilakukan Abdurrahman bin Auf setelah terbunuhnya Umar bin Khaththab. 

Ketiga, pembaiatan atau sumpah terhadap orang yang mendapat suara terbanyak menjadi khalifah, untuk menjalankan kitabullah dan sunah rasul.

Dalam Islam, kekuasaan digunakan untuk menerapkan hukum syariat. Para penguasa dan pegawainya adalah orang-orang yang berkepribadian Islam. Mereka memenuhi kriteria sebagai pemimpin sehingga amanah dan jujur dalam jabatan. Mereka tidak menyelewengkan kekuasaan demi kepentingan pribadi, keluarga, atau partainya, tidak sibuk dengan bansos dan pencitraan. Wallahu’alam bissawab


Oleh: Ani Yunita 
(Pemerhati Generasi) 

Jumat, 16 Februari 2024

Politisasi Bansos Keniscayaan dalam Sistem Demokrasi


Tinta Media - Bantuan sosial alias Bansos adalah salah satu hal yang mengemuka menjelang pemilu 2024. Program Bansos sebagai alat kampanye pendongkrak suara, makin masif di kampanyekan oleh Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri yang tergabung dalam tim kampanye pasangan calon presiden dan wakilnya, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Bansos diberikan Jokowi kepada rakyat berupa 10kg beras dan bantuan langsung tunai (BLT) Rp200 ribu rupiah per bulannya.
Berdasarkan data BBC Indonesia (30-01-2024), total alokasi perlindungan sosial 2024 mencapai 496,8 triliun. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2023, yaitu sebesar 433 triliun. Bahkan, jumlah tersebut lebih tinggi daripada masa pandemi Covid-19 2019, yaitu 468,2 triliun (2021) dan 470.6 triliun (2022).

Alasan Jokowi memberikan bansos adalah untuk memperkuat daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Menurutnya, penguatan daya beli perlu dilakukan di tengah kenaikan harga pangan.

Akan tetapi, politisasi bansos amat kental. Beberapa faktor yang menguatkan aroma politisasi bansos adalah:

Pertama, Jokowi akan mengumumkan penambahan jumlah keluarga penerima bantuan beras pada 2024 dari 21,3 juta menjadi 22 juta pada 15 Januari 2023 di Pekalongan, Jawa Tengah.

Kedua, Jokowi mengumumkan akan memperpanjang periode bantuan beras hingga Maret 2024 pada 22 November 2023, di Biak Numfor, Papua.

Ketiga, Jokowi mengumumkan perluasan program Bansos, bantuan beras. BLT El Nino diperpanjang penyalurannya hingga Juni 2024 saat sidang kabinet di istana negara pada tanggal 9 Januari 2024.

Keempat, pada tanggal 29 Januari 2024, pemerintah mengumumkan skema BLT baru dari BLT El Nino menjadi BLT Mitigasi Risiko Pangan. Hal ini dilakukan karena BLT El Nino mendapat kritikan tajam jika diperpanjang, mengingat saat ini sudah masuk musim hujan dan pada bulan Maret, petani akan panen. BLT Mitigasi Risiko Pangan akan diberikan untuk  periode tiga bulan sebesar Rp600.000 dan langsung disalurkan semuanya pada Februari, yaitu bulan pelaksanaan pemilu.

Sebetulnya tidak hanya Jokowi , beberapa menteri yang sekaligus petinggi partai juga menggunakan bansos untuk meraih dukungan rakyat. Mereka berdalih bahwa bansos bukanlah untuk kampanye, melainkan program pemerintah.

Bawaslu sudah memberikan imbauan kepada presiden, termasuk kepada pejabat negara agar tidak melakukan tindakan yang melanggar larangan kampanye atau tindakan yang menguntungkan, bahkan merugikan peserta pemilu, ujar anggota Bawaslu, Totok Hariyono.

Dalam sistem demokrasi, kekuasaanlah yang akan selalu diperjuangkan dan dilakukan dengan menghalalkan segala macam cara. Oleh karena itu, setiap ada peluang, pasti akan mereka manfaatkan untuk memenangkannya, meski dengan menyalahgunakan uang negara dan jabatan.

Hal seperti itu wajar terjadi, karena sistem demokrasi meniscayakan kebebasan berperilaku. Kebebasan berperilaku merupakan salah satu pilar demokrasi. Karena asas demokrasi adalah sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dalam politik.

Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap politik menyebabkan masyarakat mudah sekali ditipu dengan iming-imingi materi. Ini juga bisa jadi merupakan dampak dari buruknya pendidikan di negeri ini dan kemiskinan yang mengimpit kehidupan mereka.

Kemiskinan menjadi problem negara saat ini. Negara seharusnya menuntaskan kemiskinan dengan cara komprehensif, mulai dari akarnya, bukan hanya sekadar bantuan sosial yang terus diulang, dan meningkat saat musim pemilu tiba 

Islam juga menetapkan bahwa kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, sehingga para penguasa akan mengurus rakyat sesuai dengan hukum syara.
Islam juga mewujudkan Sumber Daya Manusia/SDM yang berkepribadian Islam, jujur, dan amanah.

Negara juga akan mengedukasi masyarakat dengan nilai-nilai Islam, termasuk dalam memilih seorang pemimpin, sehingga umat mempunyai kesadaran akan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Seorang muslim yang akan menjadi pemimpin pun jelas harus berkualitas karena iman dan ketakwaannya kepada Allah Swt. serta memiliki kompetensi. Tentunya tidak butuh pencitraan agar disukai oleh rakyatnya. Wallahu 'alam

Oleh: Ummu Nazba
Muslimah Peduli Umat

Sabtu, 01 Juli 2023

IJM: Perpanjangan Masa Jabatan Kades Berpotensi Suburkan Oligarki dan Politisasi di Desa

Tinta Media - Terkait keputusan perpanjangan masa jabatan kepala desa yabg didukung mayoritas fraksi DPR, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai bisa berpotensi menyuburkan oligarki di desa dan politisisasi desa.

"Selain dianggap bernuansa politis dan berpotensi terjadi tukar guling dukungan menuju kontestasi pemilu 2024, usulan tersebut sama sekali tidak relevan dengan urgensi kebutuhan pembenahan desa. Sebaliknya akomodasi atas usulan tersebut berpotensi akan menyuburkan oligarki di desa dan politisisasi desa," ujarnya dalam acara Aspirasi dengan tema Sah 9 Tahun! Kades Jadi Tirani? dikanal youtube Justice Monitor Senin (26/06/23).

Dia menilai desa hari ini masih dilingkupi sejumlah masalah. Mulai dari tata kelola keuangan yang masih eksklusif, partisipasi bermakna mining full participation masyarakat hingga korupsi. "Akibatnya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa belum optimal seharusnya ini menjadi yang menjadi fokuslah untuk membenahi regulasi dan sistem yang efektif," ungkapnya.

"Termasuk di dalamnya mereduksi potensi korupsi bukan malah kemudian membuat kebijakan yang justru berpotensi memperburuk masalah di desa," lanjutnya.

Dia menambahkan belum lagi munculnya fenomena dinasti yang juga muncul dalam pemilihan kepala desa. "Akibatnya potensi sebuah desa dipimpin oleh kelompok yang sama selama setahun semakin terbuka lebar," tambahnya
 
Dia membeberkan salah satu masalah mendasar di desa hari ini adalah minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan suatu keputusan yang berkaitan dengan pembangunan

Dia juga membeberkan selain transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan pembangunan oleh pemerintah desa disinyalir kerap melatarbelakangi praktek korupsi.

Dia mengungkapkan bahwa alasan bahwa 6 tahun dinilai belum cukup membangun desa. "Karena adanya menimbulkan ketegangan dan polarisasi masyarakat pasca Pilkades bukan alasan tepat untuk dijadikan sebagai justifikasi memperpanjang masa jabatan kepala desa," katanya.

Dia mengatakan solusi atas persoalan ini adalah pembenahan pada sistem di sektor Pilkades yang diketahui transaksional atau rentan jual beli suara serta konflik. 

"Walhasil tidak aneh kalau banyak yang menolak agar kebijakan janggal perpanjangan masa jabatan kepala desa, harusnya sistemnya yang diganti dulu baru kita mencari pemimpin-pemimpin yang berkualitas," pungkasnya. [] Setiawan Dwi 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab